Anda di halaman 1dari 26

Prinsip Dasar Toksikologi Lingkungan dan Kaitannya dengan

Bidang Pertanian

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah

Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian

Disusun Oleh:

Kelompok 1
Evaluasi Lahan Kelas G

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2017
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya, hingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
Prinsip Dasar Toksikologi Lingkungan dan Kaitannya dalam Bidang Pertanian.

Dengan tersusunnya makalah ini besar harapan kami agar makalah ini menjadi
sumber ilmu baru bagi para pembaca yang dapat menambah pengetahuan dan
pengalamannya. Namun tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah
dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Jatinangor, 26 Februari 2017

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
Pendahuluan...............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
Isi................................................................................................................................................2
2.1 Definisi Umum Zat Toksik..........................................................................................2
2.2 Klasifikasi Zat Toksik.................................................................................................2
2.3 Istilah yang Berhubungan dengan Zat Toksik.............................................................3
2.4 Nasib dan Proses Zat Toksik di Lingkungan...............................................................3
2.5 Karakteristik Zat Toksik..............................................................................................7
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Dampak Zat Toksik di Lingkungan...............................8
2.7 Proses Fisik Zat Toksik di Lingkungan.......................................................................9
2.8 Perilaku Zat Toksik di Lingkungan...........................................................................10
2.9 Efek Zat Toksik di Lingkungan.................................................................................11
2.10 Konsep Dosis-Respon...............................................................................................11
2.11 Tingkat Pencemaran Lingkungan..............................................................................12
2.12 Jenis Pencemaran Lingkungan..................................................................................12
2.11.1 Pencemaran Tanah.............................................................................................13
2.11.2 Pencemaran Udara.............................................................................................14
2.11.3 Pencemaran Air..................................................................................................15
Penutup.....................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan................................................................................................................18
Hasil Diskusi............................................................................................................................19
Daftar Pustaka..........................................................................................................................21
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang no 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,


yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup adalah: masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Jenis pencemaran
berdasarkan fisik lingkungan tempat tersebarnya bahan kimia : (1) Pencemaran tanah,
keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami
(Veegha, 2008); (2) pencemaran udara, pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia;
dan (3) pencemaran air, masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam
air, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Ruang lingkup dan komponen primer yang dipelajari dalam ilmu toksikologi
lingkungan adalah menyangkut masalah: (1) sumber racun—termasuk jenis, jumlah dan
sifatnya; (2) distribusi di dalam media udara, tanah dan air; (3) dan efek toksisitasnya
terhadap flora, fauna (liar), tanaman, hewan ternak, dan manusia (Sudarjat & Siska Rasiska,
2006: 8).

Toksikologi lingkungan merupakan suatu ilmu multidisipliner yang meliputi sejumlah


ranah studi yang bermacam-macam, seperti genetika, biologi, kimia (organik, analitis dan
biokimia), anatomi, ilmu tanaman, geologi, ilmu kesehatan publik, fisiologi, mikrobiologi,
ekologi, ilmu tanah, hidrologi, ilmu atmosfer, ilmu statistik, dan ilmu hukum (Yu, 2005: 6).

Toksikologi lingkungan dapat dibagi menjadi dua subkategori: toksikologi kesehatan


lingkungan dan ekotoksikologi. Toksikologi kesehatan lingkungan dapat didefinisikan
sebagai studi mengenai efek-efek merugikan dari bahan-bahan kimia lingkungan terhadap
kesehatan manusia. Sedangkan ekotoksikologi merupakan studi yang membahas efek-efek
kontaminan lingkungan terhadap ekosistem dan unsur-unsur pokok yang ada di dalam
ekosistem (i.e. ikan, burung, margasatwa, dll) (Leblanc, 2004 :464).
Isi
2.1 Definisi Umum Zat Toksik
Zat toksik atau racun adalah suatu zat atau campuran zat yang dapat
mengancam kehidupan. Berdasarkan asalnya, zat toksik terbagi menjadi dua, yaitu
alami dan buatan. Suatu zat toksik yang berasal dari alam dapat berbentuk organik,
yang diproduksi oleh hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, sedangkan yang
berbentuk anorganik yaitu logam. Zat-zat dari alam dapat berpotensi menimbulkan
gangguan bagi kesehatan manusia. Istilah yang digunakan untuk zat toksik yang
berasal dari mahluk hidup adalah racun (poison), toksin, dan venom. Racun adalah zat
atau campuran zat yang dapat mengancam kehidupan yang dihasilkan dari suatu
organisme terdiri dari satu atau beberapa zat kimia yang bercampur dengan fungsi
fisiologis normal. Toksin adalah racun atau suatu zat tunggal yang dihasilkan dari
suatu organisme yang dapat bercampur dengan fungsi fisiologis normal.

Adapun yang dimaksud toksikologi lingkungan adalah bagian dari toksikologi


yang cakupannya lebih luas dan kompleks. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang
mempelajari sifat, penyebaran, dan perilaku zat racun (polutan) di dalam lingkungan,
serta efeknya terhadap flora, fauna, dan manusia.

2.2 Klasifikasi Zat Toksik


 Berdasarkan efeknya: kanker, mutasi, kerusakan hati
 Berdasarkan sumbernya
a. Alami : Organik (hewan, tumbuhan) dan anorganik (logam)
b. Buatan : Cair, padat, gas (pestisida, limbah, plastik)
 Racun berasal dari tumbuhan:
o Senyawa Glikosida
- HCN (ubi kayu, sorgum, bambu)
- Glukosinolat (cabai, brassicae)
- Tiosinat (cruciferae)
o Gugus Protein
- Penghambat tripsin (kacang-kacangan)
- Hemaglutimin (kacang merah, kedelai)
o Latirogen (kacang kapri)
o Gossipol (biji kapas)
o Gugus Amina (pisang, pepaya, nenas, anggur)
o Alkaloida (terung-terungan)
o Nikotin,Opium, Kokain
o Mikotoksin (Clostridium, aspergillus)
 Racun berasal dari hewan:
o Cicasin
o Tetrodotoksin
o Asam format
o Histamin
o Venom
 Berdasarkan keadaan fisiknya : gas, debu, cair
 Berdasarkan kandungan kimianya : aromatic amine, halogenated hydrocarbon

2.3 Istilah yang Berhubungan dengan Zat Toksik


 Racun atau Zat Toksik = suatu zat atau campuran yang dapat mengancam
kehidupan.

 Polutan = zat yang terdapat di lingkungan (baik alami maupun hasil aktivitas
manusia) yang dalam jumlah tertentu dapat mencemari lingkungan dan
mengganggu organisme.

 Kontaminan = zat yang konsentrasinya lebih besar dibandingkan konsentrasi


alaminya.

 Toksin = zat yang dihasilkan organisme dan tercampur dalam fungsi fisiologis
normal.

 Venom = zat bioaktif (enzim, toksin, neurotransmitter, dll)yang disekresikan oleh


suatu organisme atau senyawa organik kompleks yang mengandung komponen
kimia.

2.4 Nasib dan Proses Zat Toksik di Lingkungan


Senyawa racun di dalam lingkungan akan mengalami tiga tahapan, mulai dari
keluarnya zat racun dari sumber, pemaparan sampai dengan menimbulkan terjadinya
efek toksik pada target seperti flora, fauna dan manusia. Ketiga tahapan tersebut
adalah fase eksposure, fase kinetik dan fase dinamik.
Fase eksposure adalah fase dimana zat racun mulai keluar dari sumbernya.
Fase kinetik adalah fase pada saat zat racun mulai menyebar pada medium fisik
seperti ; tanah, air dan udara. Sedangkan fase dinamik adalah fase dimana zat racun
sudah mulai berinteraksi dengan target serta menimbulkan efek terhadap target atau
reseptor (flora, fauna, ataupun manusia).

Parameter Tiap Fase

 Fase Eksposur                

1. Apakah sumber racun tersebar atau tidak.


2. Tipe dari emisi (zat yang dikeluarkan)
3. Jumlah dari emisi termasuk frekuensi dan luas yang tertutup oleh emisi

 Fase Kinetik

1. Tingkat kelarutan di dalam air


2. Pengikatan di dalam tanah
3. Konversi senyawa secara fisikokimia
4. Konversi oleh biologis
5. Bioakumulasi
6. Biomagnifikasi
7. Parameter iklim/cuaca

 Fase Dinamik

1. Mengenai efek toksisitasnya.


2. Penyerapan polutan oleh organisme.
3. Perpindahan polutan dalam tubuh organisme.
4. Transformasi polutan dalam tubuh organisme.
5. Pengeluaran polutan dari tubuh organisme.
Adsorpti -
on Excretio
n
-
SOUR Distributi Concent
Storage Interacti EFFE
CE on r. on CT
In In With
physycal biophas receptor
- Medium e
Biotrans-
hidrolysi formation
s
-
Exphosure photodec
Kinetik
phase - Dynamic
phase phase
biodegra
d
Bagan : Nasib dan proses toksis zat racun dalam lingkungan

Sebuah racun dalam fase dinamis akan berinteraksi dengan sel, jaringan, atau
organ dalam tubuh sehingga menyebabkan beberapa respon beracun. Tahap dinamis
dibagi menjadi tiga bagian besar yakni reaksi primer dengan reseptor atau target
organ, respon biokimia dan efek diamati. Sebuah respon beracun dapat disebabkan
oleh reaksi dari racun atau aktif metabolit dengan reseptor. Contoh reaksi reversibel
yang dapat menghasilkan respon beracun diilustrasikan pada hemoglobin yang
mengikat karbon monoksida dan oksigen pada transportasi hemoglobin, O2Hb dalam
darah. Hemoglobin akan kehilangan kemampuan untuk mentransfer oksigen yang
dapat dapat dituliskan dalam reaksi berikut ini:
O2Hb + CO COHb + O2 ...........................................(1)

Jenis efek biokimia yang terjadi ketika racun terikat dengan reseptor adalah
sebagai berikut:
1. Dengan mengikat enzim, koenzim, logam aktivator enzim, atau substrat
enzim, fungsi enzim akan terganggu.
2. Membran atau operator di membran sel akan mengalami perubahan.
3. Metabolisme karbohidrat terpengaruh.
4. Metabolisme lipid adalah terpengaruh sehingga mengakibatkan akumulasi
lipid berlebih (fatty liver).
5. Interferensi dengan respirasi, proses keseluruhan dimana elektron ditransfer ke
molekul oksigen dalam oksidasi biologis energi menghasilkan substrat.
6. Biosintesis protein akan diganggu atau dihentikan oleh aksi racun pada DNA.
7. Proses regulasi dimediasi oleh hormon atau enzim yang terpengaruh.

Fase kinetik melibatkan proses-proses fisik-kimia yang terjadi di lingkungan,


yaitu siklus biogeokimia, diantaranya siklus karbon, nitrogen, fosofor, sulfur dan
hidrologi. Siklus biogeokimia adalah jalur lengkap yang melibatkan unsur kimia
melalui sistem bumi, seperti atmosfer, air, bebatuan atau tanah (geo) menuju ke
organisme hidup (bio) atau kembali ke atmosfer, lautan, tanah atau organisme lainnya.
Semua mahluk hidup terdiri dari unsur-unsur kimia. Sebagai catatan, dari 103
unsur kimia yang diketahui, hanya sekitar 24 unsur yang dibutuhkan oleh organisme.
Makronutrien merupakan unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit atau hanya
dibutuhkan oleh suatu organisme tertentu yang tidak dibutuhkan oleh organisme
lainnya. Makronutrien yang disebut dengan “big six” diantaranya yaitu karbon,
hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor dan sulfur (belerang).
Pada prinsipnya, masing-masing unsur memiliki peranan yang sangat penting
di dalam organisme. Karbon merupakan penyusun utama dari senyawa organik.
Apabila karbon bersenyawa dengan oksigen dan hidrogen membentuk karbohidrat.
Apabila bersama dengan nitrogen membentuk protein. Fosfor merupakan pembentuk
ATP dan ADP yang penting di dalam transfer dan penggunaan energi di sel
organisme. Beberapa unsur logam dibutuhkan organisme untuk enzim-enzim tertentu.
Enzim adalah senyawa organik kompleks yang berfungsi sebagai katalis.
Di alam unsur-unsur kimia dapat persisten dan berada dalam waktu yang tepat,
jumlah yang tepat dan konsentrasi yang tepat apabila dibandingkan dengan
konsentrasi unsur lainnya (3T). Keberadaan unsur kimia dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang disebut dengan faktor pembatas (limiting factor) yang mempengaruhi
pertumbuhan individu, populasi atau spesies atau menyebabkan kepunahan lokal.
Beberapa unsur bersifat toksik, seperti halnya merkuri walaupun dalam
konsentrasi rendah, sedangkan tembaga (copper) beracun apabila berada dalam
konsentrasi tinggi. Beberapa unsur lainnya bersifat netral. Beberapa unsur kimia dapat
bersiklus secara tepat dan segera dapat digunakan untuk aktivitas biologi, terutama
yang berbentuk gas dan mudah larut di dalam air. Beberapa unsur kimia lainnya
berada dalam bentuk yang immobil dan proses perubahannya lambat, terutama oleh
proses geologis. Dengan teknologi modern, unsur kimia dapat berpindah tempat
melalui udara, air dan tanah, dan organisme. akan tetapi proses pergerakan ini selain
menguntungkan juga menimbulkan kerugian lingkungan.

2.5 Karakteristik Zat Toksik

 Bersifat Persisten. Persisten ialah kondisi dimana zat toksik berada dalam bentuk
senyawa yang dapat mengganggu dan tetap tinggal di lingkungan dalam periode
waktu yang lama.
 Dapat berubah secara kimiawi seperti sinergis atau antagonis atau potensiasi.

 Pada umumnya, jumlah zat toksik yang berasal dari alam lebih sedikit ketimbang
buatan manusia.
 Penyebaran dan efek yang ditimbulkan dari sumber zat toksik yang berasal dari
alam bersifat global, sedangkan toksik buatan manusia bersifat local.
 Penyebaran zat toksik dipengaruhi oleh media penyebarannya, seperti air, tanah,
dan udara.
 Karakteristik penting lainnya dari zat toksik: (1) biokonsentrasi, (2) bioakumulasi,
(3) biomagnifikasi, (4) biotransformasi.

 Biokonsentrasi adalah karakteristik polutan yang dapat terkandung atau


terkonsentrasi secara biologis, yang tingkat konsentrasinya di suatu bagian
ekosistem akan lebih besar ketimbang bagian ekosistem lainnya.

 Bioakumulasi adalah proses akumulasi kimia oleh organisme yang secara


dari lingkungan abiotik (air, tanah, udara, dan dari sumber makanan). Zat
kimia yang ada di lingkungan terakumulasi di dalam tubuh organisme
melalui difusi pasif.

 Biomagnifikasi adalah proses perpindahan zat kimia melalui rantai


makanan di dalam tingkatan tropik; proses penambahan konsentrasi
polutan secara suksesif di dalam tingkatan tropik tertinggi dalam rantai
makanan.
 Biotransformasi merupakan satu dari dua mekanisme umum dalam
mengurangi kadar toksik di lingkungan melalui organisme. Ada dua kelas
dalam reaksi biotransformasi: (1) reaksi katabolik atau reaksi memecah,
dan (2) reaksi sintetik yang menghasilkan metabolic.

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Dampak Zat Toksik di Lingkungan

1. Karakteristik Zat Toksik


Secara umum, karakteristik zat toksik mempengaruhi dampak yang ditimbulkan di
lingkungan. Seperti halnya, perbedaan karakteristik zat toksik yang berasal dari
alam dan buatan manusia yang dapat dilihat baik dari segi jumlah dan
penyebarannya di lingkungan. Pada umumnya, zat toksik yang berasal dari alam
jumlahnya lebih sedikit dengan zat toksik buatan manusia, sedangkan dari segi
penyebarannya, zat toksik dari alam memiliki efek penyebaran yang global dan
zat toksik buatan manusia bersifat lokal (berada pada daerah industri ataupun
pemukiman yang merupakan lokasi utama penyebaran zat toksik). Selain itu, sifat
persistensi zat toksik juga mempengaruhi dampak yang ditimbulkannya pada
lingkungan. Dengan sifat persistensi pada zat toksik di lingkungan,
kecenderungan untuk berakumulasi di makhluk hidup (bioakumulasi dan
biomagnifikasi) menjadi tinggi dan dalam waktu yang lama.
2. Tingkat Toksisitas
Tingkat toksisitas zat toksik yang menyebar di lingkungan berpengaruh pada
dampak yang ditimbulkannya. Seperti contoh kasus penyebaran zat toksik dengan
tingkat toksisitas yang tinggi (berbahaya), yaitu penyebaran zat toksik radioaktif
di Chernobyl yang menyebabkan kematian pada organisme yang terpapar. Tingkat
toksisitas juga bergantung terhadap bentuk fisik dan kimia zat toksik ketika masuk
ke dalam lingkungan.
3. Kesesuaian Bentuk Zat Toksik dan Media Penyebarannya
Media penyebaran yang cocok dengan zat toksik yang masuk ke lingkungan dapat
mendukung penyebaran zat toksik secara cepat di lingkungan. Seperti halnya
peristiwa ledakan reaktor nuklir di Chernobyl, Ukraina pada tahun 1986 yang
mengakibatkan tewasnya organisme yang dilaluinya akibat penyebaran zat
radioaktif secara cepat ke berbagai penjuru negara, karena penyebarannya yang
dikendalikan oleh angin di atmosfer. Selain itu, contoh lainnya ialah penggunaan
pestisida hidrokarbon organoklorin (DDT) yang dapat menyebabkan kematian
beberapa organisme air, burung, aligator, dan penguin yang menyebar secara luas
karena terbawa oleh ekosistem perairan.
4. Konsentrasi Zat Toksik
Konsentrasi zat toksik yang menyebar mempengaruhi dampak yang ditimbulkan
pada lingkungan, dimana semakin tinggi konsentrasi zat toksik yang menyebar
maka akan semakin tinggi pula tingkat kerusakan/kerugian yang diakibatkan dari
penyebaran zat tersebut di lingkungan. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi
konsentrasi zat toksik yang tersebar di lingkungan, maka akan semakin lama pula
lingkungan menanggung racun di dalamnya.
5. Lama Waktu Pemaparan
Faktor waktu pemaparan zat toksik berkaitan dengan sifat persisten yang dimiliki
zat toksik, dimana estimasi persistensi suatu zat toksik dalam medianya berbeda-
beda. Hal tersebut ditunjukan oleh waktu yang dibutuhkan suatu zat toksik pada
konsentrasi tertentu agar berkurang dari konsetrasi sebelumnya.
6. Volume/massa Media Penerima
Dalam penyebaran zat toksik ke lingkungan, volume/massa media yang menerima
zat toksik akan mempengaruhi dampak pada lingkungan. Zat toksik yang diterima
pada media dengan volume/massa yang kecil akan memberikan dampak yang
lebih berbahaya terutama bagi organisme yang hidup pada media tersebut. Hal
tersebut dikarenakan, zat toksik yang terkandung/ terlarut dalam medianya.

2.7 Proses Fisik Zat Toksik di Lingkungan

Proses zat toksik di lingkungan dapt terjadi baik secara fisik, kimiawi, maupun
biologi. Secara umum, zat toksik di lingkungan mengalami proses fisik, seperti
leaching, hidrolisis, fotolisis, volatilisasi, dan sedimentasi. Kelima proses diatas
tidaklah murni proses fisik, namun juga terdapat proses kimiawi zat toksik.
1. Leaching (pencucian) merupakan suatu peristiwa infiltrasi air dari permukaan
tanah yang mengandung zat-zat kimia terlarut (proses kimiawi). Dalam proses
leaching, terjadi transportasi senyawa-senyawa terlarut secara lateral. Interaksi
antara zat racun /zat toksik dengan lingkungan (biotik dan abiotik) berkaitan
dengan kemampuan alam untuk mendegradasi zat racun tersebut. Hal tersebut
juga bergantung pada integritas struktur kimia di lingkungan.
2. Hidrolisis merupakan proses evaporasi kimia organik dari tanah ke air permukaan,
dimana hal tersebut terjadi karena air berkombinasi dengan energi cahaya/ panas
sehingga dapat memecah ikatan kimia. Laju hidrolisis dari zat kimia dipengaruhi
oleh suhu dan pH media air, dimana laju hidrolisis akan meningkat dengan
kenaikan pH dan suhu.
3. Fotolisis ialah proses pencucian kimia organik di atmosfer. Dalam prosesnya
cahaya merupakan faktor utama, dimana didalamnya mengandung ultraiolet yang
berpotensi memecah ikatan kimia dan mendegradasi beberapa zat kimia. Fotoliis
tidak hanya terjadi di atmosfer, namun dapat juga terjadi di permukaan air yang
terkena intensitas cahaya terbesar. Proses fotolisis bergantung dari intensitas
cahaya dan kapasitas molekul polutan untuk menyerap cahaya.
4. Volatilisasi ialah proses deposisi kering dari atmosfer yang merupakan
perpindahan bahan tanaman dalam bentuk gas atau partikel dari atmosfer ke
permukaan sebagai konsekuensi dari gaya gravitasi dalam keaadaan presipitasi
(jatuh ke bawah) aktif.
5. Sedimentasi kimia organik terjadi akibat dari terbentuknya sedimen atau
pengendapan partikel tanah / partiel padat / lumpur di sistem perairan. Hasil
endapan tersebut mengandung zat-zat non gas yang terdiri dari unsur nutrisi,
seperti fosfat, kalsium, dan magnesium.

2.8 Perilaku Zat Toksik di Lingkungan

Perilaku zat toksik di lingkungan dimaksudkan pada adanya tindakan, reaksi,


ataupun respon terhadap adanya rangsangan, dalam hal ini berasal dari lingkungan.
Perilaku zat racun yang ditimbulkan berbeda-beda bergantung pada rangsangan yang
diberikan lingkungan pada zat toksik tersebut. Beberapa perilaku zat toksik di
lingkungan ialah:
1. Bentuk zat toksik baik dari segi fisik maupun kimia ketika masuk ke dalam
lingkungan dan media tempat masuknya zat toksik tersebut. Hal tersebut akan
menunjukan tingkat toksisitas dan perilakunya di lingkungan, etrutama perubahan
zat toksik dan penyebarannya.
2. Perubahan zat toksik yang terjadi akibat adanya proses biotik dan abiotik yang
terjadi selama penyebarannya ke lingkungan.
3. Metabolisme kuantitatif dari zat racun selama penyebaran kepada organisme
penerima, berupa bioakumulasi dan dosis respon.
4. Efek dari dosis zat toksik yang diterima terhadap individu, populasi, dan
komunitas penerima.
5. Hasil dari efek terhadap kesehatan lingkungan.

2.9 Efek Zat Toksik di Lingkungan

Zat toksik yang masuk ke dalam lingkungan akan memberikan efek yang
merugikan, baik kepada organisme (tumbuhan, hewan, dan manusia) maupun kepada
lingkungan itu sendiri. Efek yang dihasilkan oleh zat toksik dapat berupa efek lokal
maupun global, bergantung pada jenis zat toksik yang masuk ke lingkungan. Zat
toksik berdampak pada tumbuhan, oleh karena itu menyebarnya zat toksik di
lingkungan memberikan dampak negatif di bidang pertanian. Salah satu contoh kasus
dari kerugian di bidang pertanian akibat zat toksik ialah peristiwa kabut asap
fotokimia di Kalifornia. Kabut asap tersebut mengganggu pertumbuhan sebagian
besar tanaman organ target daun yang tumbuh hingga radius 100km² dari sumber
pencemaran. Walaupun zat toksik yang menyebar tidak berbahaya bagi tanaman,
namun dapat menghambat pertumbuhan, sehingga akan berdampak serius pada jangka
panjang.
Selain berdampak pada tumbuhan, zat toksik juga berdampak pada kesehatan
manusia dan hewan. Pencemaran udara yang terjadi dapat menyebabkan gangguan
pernapasan dan iritasi mata. Salah satu contoh kasus yang terjadi ialah peristiwa kabut
asap di London yang mengakibatkan kematian 4000 orang.

2.10 Konsep Dosis-Respon


Hubungan dosis-respon menggambarkan suatu distribusi frekuensi individu
yang memberikan respons pada rentang dosis tertentu. Bila distribusi frekuensi
tersebut dibuat kumulatif maka akan diperoleh kurva berbentuk sigmoid yang
umumnya disebut kurva dosis-persen responder (gambar 5.2)
Hanya melalui suatu percobaan maka kita dapat memilih dosis dimana seluruh
hewan akan memberikan respon (misalnya mati) atau seluruh hewan uji tidak
memberikan respon. Dosis awal mungkin saja dosis yang demikian kecil sehingga
tidak ada efek “mati” yang dapat diwujudkan oleh hewan uji. Pada kelompok hewan
berikutnya, dosisnya ditingkatkan dengan suatu perkalian tetap, missal dua atau
berdasarkan hitungan logaritma, sampai pada akhirnya ditemukan suatu dosis yang
cukup tinggi yang bila diberikan, akan mematikan seluruh hewan dalam kelompok
itu.

2.11 Tingkat Pencemaran Lingkungan


Kualitas lingkungan dapat dinilai berdasarkan pada tingkat pencemaran yang
terjadi, meliputi tingkat kerusakan, efeknya terhadap sifat fisik, kimia dan biologis di
dalam lingkungan, serta upaya pengendaliannya yang dapat dilakukan. Menurut
Wright & Olson (1974), tingkat pencemaran lingkungan dibagi dalam 6 tingkatan,
yaitu

a. Environmental addition. Kontaminan yang menyebabkan kerusakan


secara estetik di lungkungan. Walaupun menimbulkan gangguan tetapi
tidak menimbulkan kerusakan biologis.
b. Environmental contaminant. Kontaminan menimbulkan efek
kerusakan biologis yang dapat diamati (kematian beberapa biota air),
namun kondisi lingkungan masih dapat dipulihkan.
c. Environmental hazzard. Kontaminan sudah mengakibatkan kerusakan
struktur ekosistem.
d. Environmental pollutant. Kontaminan menyebabkan kematian
organisme sehingga ekosistem menjadi tidak stabil.
e. Dangerous pollution. Polutan masuk ke lingkungan dan sudah
menimbulkan kerusakan biologis yang berat dan sulit dipulihkan,
sehingga perlu penanganan serius.
f. Catastrophic pollution. Polutan memiliki tingkat toksisitas yang tinggi
dengan konsentrasi yang meningkat terus-menerus, sehingga
pengendalian sangat sulit dilakukan.

2.12 Jenis Pencemaran Lingkungan


Jenis pencemaran berdasarkan fisik lingkungan tempat tersebarnya bahan
kimia : pencemaran tanah, pencemaran udara, dan pencemaran air.

2.11.1 Pencemaran Tanah


Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia
masuk dan merubah lingkungan tanah alami (Veegha, 2008). Pencemaran tanah
biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas
komersial; penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam
lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau
limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang
langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Ketika
suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat
menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk
ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di
tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau
dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya (Veegha, 2008).
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah industri yang bisa menyebabkan
pencemaran tanah berasal dari: pabrik, manufaktur, industri kecil, industri perumahan,
bisa berupa limbah padat dan cair.
Limbah industri yang padat atau limbah padat yang adalah hasil buangan
industri berupa padatan, lumpur, bubur yang berasal dari proses pengolahan.
Misalnya sisa pengolahan pabrik gula, pulp, kertas, rayon, plywood, pengawetan
buah, ikan daging dll. Limbah cair adalah hasil pengolahan dalam suatu proses
produksi, misalnya sisa-sisa pengolahan industri pelapisan logam dan industri kimia
lainnya. Tembaga, timbal, perak, khrom, arsen dan boron adalah zat hasil dari proses
industri pelapisan logam. (Sadrach, 2008).

Limbah yang biasa mengandung logam berat berasal dari pabrik kimia, listrik dan
elektronik, logam dan penyepuhan elektro (electroplating), kulit, metalurgi dan cat
serta bahan pewarna. Limbah padat pemukiman juga mengandung logam berat (Yong,
et al, 1992). Pestisida juga memberikan masukan logam berat ke dalam tanah.
Serapan pestisida oleh tanaman tergantung pada dosis pemberian pestisida, jenis
tanah, dan kemampuan tanaman dalam menyerap pestisida (Charlena, 2004).

2.11.2 Pencemaran Udara


Pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1
ayat 12 yaitu pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti
pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa
pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang
mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Sumber pencemaran udara dapat pula
dibagi atas:
1. Sumber bergerak, seperti: kendaraan bermotor
2. Sumber tidak bergerak, seperti:
a. Sumber titik, contoh: cerobong asap
b. Sumber area, contoh: pembakaran terbuka di wilayah pemukiman (Soemirat, 2002)
Ada beberapa jenis pencemaran udara, yaitu (Sunu, 2001):
1. Berdasarkan bentuk
a. Gas, adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan atau
menguap sendiri. Contohnya: CO2, CO, SOx, NOx.
b. Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarahzarah kecil
yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan dan cairan
secara bersama-sama. Contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain.
2. Berdasarkan tempat
a. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) yang disebut juga udara tidak
bebas seperti di rumah, pabrik, bioskop, sekolah, rumah sakit, dan bangunan lainnya.
Biasanya zat pencemarnya adalah asap rokok, asap yang terjadi di dapur tradisional
ketika memasak, dan lain-lain.
b. Pencemaran udara luar ruang (outdoor air pollution) yang disebut juga udara bebas
seperti asap asap dari industri maupun kendaraan bermotor.
3. Berdasarkan gangguan atau efeknya terhadap kesehatan
a. Irritansia, adalah zat pencemar yang dapat menimbulkan iritasi jaringan tubuh,
seperti SO2, Ozon, dan Nitrogen Oksida.
b. Aspeksia, adalah keadaan dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu
melepas Karbon Dioksida. Gas penyebab tersebut seperti CO, H2S, NH3, dan CH4.
c. Anestesia, adalah zat yang mempunyai efek membius dan biasanya merupakan
pencemaran udara dalam ruang. Contohnya; Formaldehide dan Alkohol.
d. Toksis, adalah zat pencemar yang menyebabkan keracunan. Zat penyebabnya
seperti Timbal, Cadmium, Fluor, dan Insektisida.
4. Berdasarkan susunan kimia
a. Anorganik, adalah zat pencemar yang tidak mengandung karbon seperti asbestos,
ammonia, asam sulfat, dan lain-lain.
b. Organik, adalah zat pencemar yang mengandung karbon seperti pestisida,
herbisida, beberapa jenis alkohol, dan lain-lain.

2.11.3 Pencemaran Air


Pencemaran air yaitu masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain
ke dalam air, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Air dapat
tercemar oleh komponen-komponen anorganik, diantaranya berbagai logam berat
yang berbahaya. Komponen-komponen logam berat ini berasal dari kegiatan industri.
Kegiatan industri yang melibatkan penggunaan logam berat antara lain industri tekstil,
pelapisaan logam, cat/ tinta warna, percetakan, bahan agrokimia dll. Beberapa logam
berat ternyata telah mencemari air, melebihi batas yang berbahaya bagi kehidupan
( Wisnu, 1995).
Menurut Josua (2013), ada 3 jenis limbah rumah tangga yaitu limbah pertama
berupa sampah, kemudian limbah kedua berupa air limbah yang dihasilkan dari
kegiatan mandi dan mencuci, kemudian limbah ketiga adalah kotoran yang dihasilkan
manusia. Limbah-limbah ini, jika tak dikelola dengan baik, dapat berpotensi tinggi
mencemari lingkungan sekitar.
a) Sampah
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya
suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya,
dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya
produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung.
Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka
sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.
Berdasarkan sumbernya :
1) Sampah alam
2) Sampah manusia
3) Sampah konsumsi
4) Sampah nuklir
5) Sampah industri
6) Sampah pertambangan
Berdasarkan sifatnya :
1) Sampah organik dapat diurai (degradable)
Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan,
sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut
menjadi kompos
2) Sampah anorganik tidak terurai (undegradable)
Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah
pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng,
kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah-sampah komersil atau
sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya.
b) Air limbah
Air Limbah adalah air buangan yang dihasilkan dari suatu proses pruduksi
industri maupun domestik (rumah tangga), yang terkadang kehadirannya pada suatu
saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Dalam konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negative terhadap lingkungan tertutama kesehatan manusia sehingga
dilakukan penanganan terhadap limbah. Air kotor adalah air bekas pakai yang sudah
tidak memenuhi syarat kesehatan lagi dan harus dibuang agar tidak menimbulkan
wabah penyakit.
c) Sampah manusia
Sampah manusia (human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap
hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat
menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana
perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan
utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui
sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya
adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing).

Selain itu sampah manusia juga dapat berupa sampah konsumsi. Sampah
konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang,
dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah
sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori
ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari
proses pertambangan dan industri.
Penutup
3.1 Kesimpulan
Toksikologi lingkungan merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang zat
toksik atau racun sebagai senyawa kimia yang berada di lingkungan dan dapat
mengakibatkan bahaya bagi makhluk hidup yang ada. Keberadaan zat toksik di lingkungan
bergantung pada karakteristik zat toksik, proses zat toksik di alam, respon organisme
terhadap zat toksik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaannya, sehingga
keberadaan suatu zat toksik di lingkungan tidak selalu sama. Beberapa zat toksik/racun yang
berada di lingkungan memiliki pengaruh yang besar bagi tumbuhan, sehingga kaitannya
dengan bidang pertanian sangat besar dan berdampak merugikan. Oleh karena itu, perlu
adanya kegiatan preventif ataupun cara menanggulangi keberadaan zat toksik di lingkungan
yang akan berdampak merugikan baik bagi tumbuhan, hewan, ataupun manusia.
Hasil Diskusi

1. Bagaimana faktor volume media penyebaran zat toksik dapat mempengaruhi dampak
zat toksik di lingkungan? (Ana Maulidya R - 150510150057)
2. Penjelasan singkat mengenai tiga tahapan zat toksik di lingkungan. Bagaimana jika
seekor lebah mengeluarkan racun langsung kepada organisme lain? Apakah masih
terjadi 3 tahapan yang sudah disebutkan? (Refiona Sekar Sari - 150510150046)
3. Contoh kasus, minyak yang di bawa kapal dalam jumlah besar tumpah di laut.
Bagaimana dampak bagi ekosistem laut? Apakah proses fisik zat toksik seperti
hidrolisis berpengaruh? (Yasmina Siti Kamila – 150510150041)
4. Zat toksik akan terakumulasi oleh organisme. Organisme yang seperti apa? (Anggun
Nadia – 150510150108)
5. Berdasarkan sumbernya, zat racun alami dan buatan memiliki efek lingkungan
berbeda. Bagaimana acuan untuk menetralkannya? (M. Imam Al Ghazali –
150510150035)
6. Bagaimana bisa pengaplikasian pestisida hidrokarbon organoklorin berdampak bagi
ekosistem sungai? Apakah bisa pemberian suatu zat digunakan untuk menanggulangi
agar tidak terjadi pencemaran? (Rismalia Rahayu – 150510150091)

Jawab

1. Karena jika volume media penyebaran besar, maka dampak yang diberikan zat toksi
akan lebih rendah jika dibandingkan dengan zat toksik yang volume media
penyebarannya rendah (dengan syarat, jenis, volume zat toksik, dan media
penyebaran yang sama).
2. - Fase eksposur merupakan fase dimana zat toksik mulai masuk ke lingkungan
melalui media penyebarannya. Fase kinetik terjadi ketika zat toksik menyebar dan
berinteraksi dengan kondisi abiotik sehingga terjadi perubahan kimia zat toksik.
Sedangkan fase dinamik terjadi ketika zat toksik berinteraksi dengan kondisi biotik,
sehingga terjadi proses-proses seperti bioakumulasi, biomagnifikasi, dan
biotransformasi.
-Pada kasus seekor lebah yang menyengat dan mengeluarkan zat toksik tidak terdapat
ketiga tahap yang sudah disebutkan, karena ketiga tahap tersebut merupakan tahapan
penyebaran zat toksik di lingkungan. Sedangkan kasus yang disebutkan terjadi tanpa
adanya perantara lingkungan.
3. Minyak tersebut akan sangat berdampak bagi organisme laut terutama bila minyak
yang tumpah dalam jumlah yang besar. Keberadaan minyak yang terapung di
permukaan laut akan menyebar secara cepat dengan bantuan angin dan kemudian
berdampak secara luas bagis ekosistem dilaut. Terapungnya minyak di laut akan
menutupi masuknya cahaya matahari ke dalam laut dan akan sangat berbahaya bagi
organisme-organisme laut yang hidup pada kedalaman laut yang rendah. Untuk
hidrolisis mungkin terjadi bergantung pada ikatan kimia yang zat toksik yang
tercemar.
4. Organisme seperti manusia, hewan, dan tumbuhan yang memang berada pada
lingkungan yang sama dengan zat toksik yang tersebar.
5. Menetralkan atau menghilangkan zat toksik yang sudah tersebar di lingkungan
bergantung pada jenis, konsentrasi, media penyebaran, dan struktur kimia dari zat
toksik itu sendiri, sehingga proses penanggulangan yang dilakukan akan berbeda-
beda. Namun, menurut kelompok kami proses menghilangkan zat racun yang sudah
tersebar di alam akan sangat sulit, terutama zat racun yang sudah bercampur dengan
medianya. Oleh karena itu, untuk menghilangkan zat toksik di lingkungan dapat
dilakukan melalui kegiatan preventif, yaitu dengan pengolahan (terutama pada
buangan industri) sebelum dikeluarkan ke lingkungan, ataupun dengan
menghentikan/mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan zat racun/ zat toksik
yang merugikan bagi organisme lain di lingkungan.
6. Pestisida hidrokarbon organoklorin (DDT) berdampak pada ekosistem laut karena
hujan yang turun setelah penyemprotan pestisida organoklorin akan membawa
pestisida organoklorin ini mengalir ke permukaan air sungai maupun laut, dan
membawa dampak terhadap organisme non target di lokasi penyemprotan maupun
daerah sekitarnya. Pemberian zat untuk mengurangi dampak pestisida DDT hingga
saat ini belum ditemukan.
Daftar Pustaka

Rasiska, Siska. 2013. Memahami Permasalahan di Lingkungan dan Produk Pertanian.


Jatinangor. Universitas Padjadjaran.
Sudarjat, H. dan Siska Rasiska. 2006. Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian.
Bandung. Universitas Padjadjaran.
Yuantari, MG Catur. 2011. Dampak Pestisida Organoklorin terhadap Kesehatan Manusia dan
Lingkungan serta Penanggulangannya. Semarang. Universitas Dian Nuswantoro.
Pembagian Tugas
1. Faikha Suci Nurfadillah : Sub-bab 2.4 dan Sub-bab 2.11
2. Arif Hidayat : Sub-bab 2.10 dan Sub-bab 2.12
3. Haritsa Hanindianingrum : Sub-bab 2.1-2.3, penyusun power point
4. Adzim Putra Perdana : Pendahuluan dan Sub-bab 2.5
5. Elfira Rosalita : Sub-bab 2.6-2.9, penyusun makalah

Anda mungkin juga menyukai