Anda di halaman 1dari 10

KRITIK TERHADAP SUSTAINABLE DEVELOPMENT

DAN KEGAGALANNYA
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Hukum Lingkungan Internasional

Disusun Oleh :
Oktagape Lukas B2A004179
Yoseph Hiskia B2A004266
Bayu Herdianto B2A605289
Mahdaleny B2A004136

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2008
BERAWAL DARI KTT RIO 1992

Setelah 20 tahun konperensi Stockholm dan 10 tahun konperensi Nairobi, PBB


kembali menggelar suatu konperensi lingkungan hidup di Rio de Janeiro pada tahun
1992, dan diberi nama KTT bumi (Earth summit). Topik yang diangkat dalam
konperensi ini adalah permasalahan polusi, perubahan iklim, penipisan ozon,
penggunaan dan pengelolaan sumber daya laut dan air, meluasnya penggundulan
hutan, penggurunan dan degradasi tanah, limbah-limbah berbahaya serta penipisan
keanekaragaman hayati.

Degradasi lingkungan hidup yang terjadi diberbagai belahan bumi ini dapat berimbas
pada kepentingan politik, ekonomi dan sosial secara meluas diseluruh dunia.
Untuk mengurus konperensi Rio, panitia persiapan konperensi (Preparatory commite
disingkat Prep Com) melakukan lima kali pertemuan secara beruntun, pertemuan-
pertemuan itu tidak hanya membicarakan masalah teknis, tetapi juga sub stansi
yang hendak dibahas dalam konperensi. Konferensi Rio berupaya menyatukan
perhatian dunia tentang masalah lingkungan yang tetjadi diplanet ini. Masalah itu
sangat berkaitan erat dengan kondisi ekonomi dan masalah keadilan social.
Konperensi juga mendeklarasikan bahwa jika rakyat miskin dan ekonomi
nasionalnya lemah, maka lingkungannya yang menderita.

Jika lingkungan hidup disalah gunakan dan sumber daya dikonsumsi secara
berlebihan, akibatnya rakyat menderita dan perekonomian pun morat-marit. Tujuan
utama konperensi bumi ini adalah untuk menghasilkan agenda lanjutan.
Sebuah perencanaan bagi gerakan internasional dalam menghadapi isu-isu
lingkungan hidup dan pembangunan. Perencanaan tersebut akan membantu
memberi arahan bagi suatu kerja sama internasional serta pembuatan kebijakan
pembangunan kedepan.

Konperensi bumi menyepakati bahwa konsep pembangunan berkelanjutan


merupakan tujuan dari setiap manusia yang hidup diatas muka bumi.
Bagaimanapun, menyatukan dan menyeimbangkan perhatian dibidang ekonomi,
sosial, dan lingkungan membutuhkan cara pandang baru. Baik mengenai bagaimana
kita menghasilkan dan memakai sumber daya, bagaimana kita hidup, bagaimana
kita bekerja, bagaimana kita bergaul dengan orang lain, atau bagaimana cara kita
membuat keputusan. Konsep ini menjadi perdebatan panjang baik dikalangan
pemerintahan, juga antara pemerintah dan masyarakatnya tentang bagaimana
mencapai berkelanjutan tersebut.

Banyak kelompok aktivis yang mencoba melobi agar dokumen seperti "10 kiat
menyelamatkan konperensi bumi", (yang disiapkan dan dipresentasikan oleh Friends
of the Earth, Greenpeace, dan jaringan dunia ketiga), dapat dimasukan dalam
agenda pertemuan tersebut. Dokumen tadi memuat daftar sejumlah isu yang
menurut mereka penting untuk dimasukan sebagai salah satu hasil KTT bumi, agar
konperensi tersebut bisa berjalan lancar. Beberapa isu yang dipresentasikan dalam
dokumen ini adalah militerisme, hutang luar negeri, peraturan-peraturan korporasi
internasional, dan target konvensi perubahan iklim. Selama konperensi tersebut,
pemimpin dunia meratifikasikan lima instrumen mayor, deklarasi Rio, agenda 21,
konvensi kerangka perubahan iklim, konvensi keanekaragaman hayati, dan
pernyataan prinsip-prinsip kehutanan. Semua dokumen sudah disepakati sebelum
Rio, kecuali agenda 21.

Hasil-hasil dari KTT bumi adalah meliputi1 :


1. Deklarasi Rio, Satu rangkaian dari 27 prinsip universal yang bisa membantu
mengarahkan tanggung jawab dasar gerakan internasional terhadap
lingkungan dan ekonomi.
2. Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC). Kesepakatan Hukum yang telah
mengikat telah ditandatangani oleh 152 pemerintah pada saat komperensi
berlangsung. Tujuan pokok Konvensi ini adalah " Stabilisasi konsentrasi gas
rumah kaca di atmosfir pada tingkat yang telah mencegah terjadinya
intervensi yang membahayakan oleh manusia terhadap system Iklim"
3. Konvensi Keanekaragaman hayati. Kesepakatan hukum yang mengikat telah
ditandatangani sejauh ini oleh 168 negara. Menguraikan langkah – langkah
kedepan dalam pelestarian keragaman hayati dan pemanfaatan berkelanjutan
komponen – komponennya, serta pembagian keuntungan yang adil dan
pantas dari penggunaan sumber daya genetic.
4. Pernyataan Prinsip – Prinsip Kehutanan. Prinsip – prinsip yang telah
mengatur kebijakan nasional dan internasional dalam bidang kehutanan.
Dirancang untuk menjaga dan melakukan pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya hutan global secara berkelanjutan. Prinsip – prinsip ini
seharusnya mewakili konsesi pertama secara internasional mengenai
pemanfaatan secara lestari berbagai jenis hutan.
5. Agenda 21 bertujuan sebagai cetak biru dari tindakan di tingkat global,
nasional maupun lokal yang menjadi tanggung jawab dari semua pihak mulai
dari PBB, Pemerintah, hingga kelompok –kelompok masyarakat terkait dalam
pelaksanaan program Sustainable Development.

DEKLARASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Setelah tidak adanya kesepakatan mengenai implementasi Agenda 21 dalam KTT


Bumi 1992, upaya masyarakat internasional lewat Agenda 21 untuk penyelamatan
lingkungan berlanjut melalui konferensi internasional yang dikenal dengan World
Summit on Sustainable Development di Johanesburg, Afrika Selatan (2002) telah
merumuskan deklarasi politik pembangunan berkelanjutan dengan agenda bahasan
dokumen berisi program aksi (the programe of action) dan deklarasi politik (the
political declaration) tentang pembangunan berkelanjutan yang merupakan
pernyataan kelanjutan dukungan terhadap tujuan agenda 21. Agenda 21 berisi
kesepakatan mengenai program pembangunan berkelanjutan, yang harus
ditindaklanjuti oleh negara-negara peserta konferensi Rio de Janeiro tahun 1992.
World Summit on Sustainable Development 2002 di Johanesburg ini kemudian
menghasilkan kesepakatan mekanisme implementasi Agenda 21, mulai dari tingkat
internasional hingga lokal, atau seringkali disebut Local Agenda 21 (LA-21).2

Kesepakatan agenda 21 melalui deklarasi pembangunan dan lingkungan hidup di


Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992 sebenarnya merupakan sebuah kemenangan dari
misi menyelamatan bumi yang didorong oleh semangat gerakan ekologi dalam

1
Wikipedia, Earth Summit
2
Wikipedia, Agenda 21
(deep ecology). Kesepakatan ini memuat pandangan bahwa manusia adalah bagian
integral dari alam kehidupan lain, yakni bagian alam bumi (biosfir), sehingga perilaku
perusakan dan pencemaran pada sebagian bumi pada suatu negara dipandang
sebagai perilaku yang tidak etis. Bumi dan sumber daya alam dipandang sebagai
sesuatu yang memiliki hak hidup seperti manusia karena semuanya merupakan
ciptaan Tuhan.
Pembangunan berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi
manusia kini dan masa depan. Karena itu hak-hak asasi manusia seperti hak-hak
ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas
arah dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Secara
lebih kongkrit tidak bisa disangkal bahwa hak manusia atas lingkungan hidup yang
sehat dan baik menjadi kebutuhan mendesak sebagai bagian dari hak asasi
manusia. Hak atas pembangunan tidak lepas dari ketentuan bahwa proses
pembangunan haruslah memajukan martabat manusia, dan tujuan pembangunan
adalah demi kemajuan yang terus menerus secara berkelanjutan untuk
kesejahteraan manusia secara adil merata.
Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi, pertama, pemerataan dan
keadilan sosial. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan harus menjamin adanya
pemerataan untuk generasi sekarang dan yang akan datang, berupa pemerataan
distribusi sumber lahan, faktor produksi dan ekonomi yang berkeseimbangan (adil),
berupa kesejahteran semua lapisan masyarakat.
Kedua, menghargai keaneragaman (diversity). Perlu dijaga berupa keanegaragaman
hayati dan keanekaragaman budaya. Keanekaragaman hayati adalah prasyarat
untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan
untuk masa kini dan yang akan datang. Pemeliharaan keanekaragaman budaya
akan mendorong perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat
pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh
masyarakat.
Ketiga, menggunakan pendekatan integratif. Pembangunan berkelanjutan
mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi
alam dengan cara bermanfaat dan merusak Karena itu, pemanfaatan harus
didasarkan pada pemahaman akan kompleknya keterkaitan antara sistem alam dan
sistem sosial dengan cara-cara yang lebih integratif dalam pelaksanaan
pembangunan.
Keempat, perspektif jangka panjang, dalam hal ini pembangunan berkelanjutan
seringkali diabaikan, karena masyarakat cenderung menilai masa kini lebih utama
dari masa akan datang. Karena itu persepsi semacam itu perlu dirubah.
Dilihat dari proses perumusan konsep pembangunan berkelanjutan, menurut
Sudharto P. Hadi menghendaki adanya perlindungan dan pemihakan bagi penduduk
miskin, masyarakat lokal, demokrasi, transparansi, dan perlindungan lingkungan
hidup.3 Dalam perkembangannya negara-negara maju seperti Amerika Serikat
menghendaki bahwa pembangunan berkelanjutan harus dimulai dari konsep
menentukan nasib sendiri dengan didukung kebijakan dalam negeri yang efektif,
yakni dengan melalui pembinaan kemitraan antara swasta dan publik di tingkat lokal,

3
Sudharto P. Hadi, 2002, Dimensi Hukum Pembangunan Berkelanjutan, Semarang: BP Undip, 2002, hal 2.
nasional, dan internasional.4 Basis utama konsep pembangunan berkelanjutan
masyarakat dapat menentukan dirinya sendiri dan berpartisipasi dan mensyaratkan
adanya good governance, yakni adanya institusi-institusi yang demokratis dan
sistem hukum yang independen, termasuk di dalamnya partisipasi masyarakat.5
Konsep pembangunan berkelanjutan yang digagas negara-negara dunia ketiga pada
Pertemuan Komite Persiapan Konferensi Tingkat Tinggi mengenai Pembangunan
Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development), yang berlangsung di
Bali, pada bulan Mei 2002 adalah terwujudnya pemerintah yang bertanggung jawab
dan dipercaya, transparan, membuka partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat
(publik) dan menjalankan penegakan hukum secara lebih tegas dan efektif. Gagasan
ini sesuai dengan pesan Agenda 2l, yakni dibukanya partisipasi yang lebih luas bagi
masyarakat, tetap mengedepankan hubungan kemitraan dan peduli terhadap
masalah-masalah kemiskinan. Dalam hal ini, pemerintah harus membatasi campur
tangannya kepada rakyat tetapi bukan supaya kekuasaan ekonomi dialihkan kepada
pihak swasta atau bahkan perusahaan multinasional.6
Secara ideal berkelanjutannya pembangunan membutuhkan pencapaian hal-hal,
pertama, berkelanjutan ekologis, yakni akan menjamin berkelanjutan eksistensi
bumi. Hal-hal yang perlu diupayakan antara lain, (a) memelihara (mempertahankan)
integrasi tatanan lingkungan, dan keanekaragaman hayati; (b) memelihara integrasi
tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan bumi ini tetap terjamin; (c)
memelihara keanekaragaman hayati, meliputi aspek keanekaragaman genetika,
keanekaragaman species dan keanekaragaman tatanan lingkungan.
Kedua, berkelanjutan ekonomi; dalam perpektif ini pembangunan memiliki dua hal
utama, yakni, berkelanjutan ekonomi makro dan ekonomi sektoral. Berkelanjutan
ekonomi makro, menjamin ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efesiensi
ekonomi melalui reformasi struktural dan nasional. Berkelanjutan ekonomi sektoral
untuk mencapainya; (a) sumber daya alam dimana nilai ekonominya dapat dihitung
harus diperlakukan sebagai kapital yang “tangible” dalam rangka akunting ekonomi;
(b) koreksi terhadap harga barang dan jasa perlu diintroduksikan. Secara prinsip
harga sumber daya alam harus merefleksikan biaya ekstraksi/pengiriman, ditambah
biaya lingkungan dan biaya pemanfaatan.
Ketiga, berkelanjutan sosial budaya; berkelanjutan sosial budaya, meliputi (a)
stabilitas penduduk, (b) pemenuhan kebutuhan dasar manusia, (c) mempertahankan
keanekaragaman budaya dan (d) mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam
pengambilan keputusan.
Keempat, berkelanjutan politik; tujuan yang akan dicapai adalah, (a) respek pada
human rights, kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi di bidang ekonomi,
sosial dan politik, dan (b) demokrasi, yakni memastikan proses demokrasi secara
transparan dan bertanggung jawab.
Kelima, berkelanjutan pertahanan dan keamanan. Keberlanjutan kemampuan
menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan baik dari dalam

4
Maria Hartiningsih dalam Adji Samekto, 2005, Kapitalisme, Modernisasi dan Kerusakan Lingkungan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 84.
Ibid, hal 85.
5
6
Adji Samekto, 2005, Kapitalisme, Modernisme dan Kerusakan Lingkungan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 86.
maupun dari luar yang langsung maupun tidak langsung yang dapat membahayakan
integrasi, identitas, kelangsungan bangsa dan negara.

KRITIK TERHADAP KEGAGALAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT

Memang sulit mengatakan bahwa sustainable development gagal. Agenda 21 yang


melahirkan konsep sustainable development telah diikuti oleh 179 negara, termasuk
Indonesia. Namun mendekati lebih dari 15 tahun setelah Earth Summit 1992 di Rio
De Janeiro ketika Agenda 21 pertama kali digagas, lebih tepat jika kita katakan kalau
tidak ada yang mencolok jika melihat hasil dari Agenda 21 dengan konsep
sustainable development-nya.
Sebab dalam pelaksanaannya, sustainable development sendiri tidak lepas dari
kritik. Kritik yang paling jelas terhadap konsep sustainable development ini adalah
tidak adanya definisi yang tegas dan jelas. PBB dalam "Our Common Future" yang
dikeluarkan oleh The World Commission on Environment and Development
mendefinisikan sustainable development sebagai "Development that meets the
needs of the present without compromising the ability of future generations to meet
their own needs."7 Namun dalam prakteknya, menurut John Terborgh, konsep
sustainable development terlalu luas, korporasi mendefinisikannya berbeda dan
konservasionis juga mendefinisikannya berbeda, setiap pihak memiliki definisi
masing-masing atas sustainable development. 8

Lebih jauh menurut kritik, Sustainable development sebenarnya adalah dua konsep
yang saling bertabrakan dan bahkan bertentangan (oxymoron)9. Ada dua definisi
mendasar yang bisa kita angkat dari kata sustainable development. Pertama adalah
kata “sustainable” itu sendiri. Kata “sustainable” dalam konteks sustainable
development dapat kita maknai sebagai “berkelanjutan.” Namun “sustainable”
secara literal merupakan perpaduan dari dua kata: “sustain” (memelihara/menjaga)
dan “able” (dapat/mampu). Singkatnya, definisi lepas dari “sustainable” adalah
usaha untuk melakukan konservasi dan pelestarian terus menerus pada sumber
daya alam dan lingkungan yang ada. Kedua pada kata “development” secara literal
bermakna pengembangan/pembangunan. Tentulah jika kita tempatkan dalam
konteks yang tepat, “development” merupakan suatu usaha untuk membangun
komunitas dan masyarakat dunia ketiga, untuk mengejar ketertinggalan dengan
masyarakat dunia pertama. Terutama ketika berhadapan dengan realitas yang
sangat ironis, ketika separuh penduduk bumi hidup di era digital dan internet,
sebagian lagi masih tinggal di hutan tanpa listrik.

Ketika kita mengabungkan kedua konsep ini, muncullah konsep yang saling
bertabrakkan dan bahkan bertentangan. Kita tentu tahu, bahwa dalam proses
pembangunan selalu membutuhkan biaya (cost), baik berupa biaya sosial dan
keberadaan sumber daya alam yang selalu siap dieksploitasi terus menerus. Namun
disisi lain, lewat kata “sustainable” ditekankan bahwa proses pelestarian dan

7
The World Commission on Environment and Development dalam Our Common Future: The report of the
World Commission on Environment and Development (The Brundtland Commission; 1987) lihat Wikipedia,
Sustainable development
8
"But it's a fuzzy concept. Corporations define it one way, conservationists in a different way." Lihat Matt
Steinglass, No Man’s Lands (The Boston Globe; 28 Maret 2004)
9
Richard D. North, Sustainable Development: A concept with a future?
konservasi haruslah terus menerus dilakukan. Ini jelaslah membingungkan.
Bagaimana mungkin kiat dapat melakukan pembangunan secara lancar terus
menerus namun disisi lain membatasi kapasitas sumber daya alam yang dapat
direservasi. Tidak heran kalau John Terborgh menyebut sustainable development
sebagai “fuzzy concept.”10

Masalah lain yang muncul dari konsep sustainable development adalah mengenai
definisi dari sustainable development itu sendiri. Definisi dalam “Our Common
Future” mendefinisikan sustainable development sebagai "Development that meets
the needs of the present without compromising the ability of future generations to
meet their own needs." Definisi ini dapat kita bagi jadi dua bagian. Bagian pertama
adalah “Development that meets the needs of the present.” Dalam artian tujuan
utama pembangunan adalah untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang. Bagian
kedua adalah “Development without compromising the ability of future generations to
meet their own needs.” Dalam artian proses pembangunan itu sendiri harus
dilakukan tanpa menganggu kebutuhan akan masa mendatang. Definisi ini
menekankan pada kata “needs” atau kebutuhan.

Kata “needs” sendiri sangat menjebak. Kata ini seakan menyama-ratakan semua
hal. Pertama adalah menyama-ratakan kebutuhan kita, antara negara maju dan
negara berkembang, dalam apa yang disebut sebagai “the needs of the present.”
Namun pertanyaannya, apakah kebutuhan kita semua sama? Jelas tidak. Negara
maju dengan kemajuan teknologi dan ekonomi yang kuat memiliki kemampuan
uintuk menopang proses pembangunannya sendiri serta dapat berbicara tentang
pelestarian alam namun hal yang berbeda terjadi di negara dunia ketiga. Negara
dunia ketiga tidak memiliki teknologi yang cukup dan ekonomi yang kuat untuk
menopang pembangunan mereka. Ketergantungan pada alam masihlah menjadi
prioritas utama, termasuk eksploitasi terhadap alam itu sendiri untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Hingga tidak heran, yang terjadi pada negara dunia ketiga
adalah : “they will respect their rainforests when they have enough development to
be rich enough to care about rainforest.”11

Masalah kedua yang muncul dari kata “needs” adalah ketika kita bicara tentang
“Development without compromising the ability of future generations to meet their
own needs.” Pertanyaan, apakah kebutuhan masa sekarang (needs of the present)
dengan kebutuhan yang akan datang (the needs of future generations) adalah
sama? Lebih lagi, apakah kita benar-benar tahu apa yang kita butuhkan di masa
depan? Sebab kebutuhan tiap jaman jelas berbeda. Pada abad 19, batu bara adalah
sumber energi utama yang menbawa kita menuju revolusi industri. Namun pada
abad 20 batu bara ditinggalkan, minyak bumi adalah sumber energi utama yang
menjadi penopang pembangunan dan kebutuhan esensial di dunia modern. Apakah
besok kita masih membutuhkan minyak bumi? Kalau kita sendiri tidak tahu, lalu
untuk apa kita dapat mengasumsikan bahwa kebutuhan masa sekarang (needs of
the present) dengan kebutuhan yang akan datang (the needs of future generations)
adalah sama?

10
Matt Steinglass, No Man’s Lands (The Boston Globe; 28 Maret 2004)
11
Richard D. North, Op.cit.
Masalah lain yang juga muncul adalah jika kita lihat secara lebih meluas kedalam
konteks tatanan hukum internasional sendiri. Pada dasarnya Agenda 21 adalah
rekomendasi internasional dan bukan Konvensi atau Protokol yang bersifat
mengikat. Agenda 21 terdiri atas 40 bab dan tebal 900 halaman. Dibagi menjadi 4
bagian yang berisi rekomendasi tindakan yang mesti dilakukan oleh semua pihak
terkait dalam kaitannya dengan sustainable development.

Pada akhirnya, semua kembali pada sifat kesukarelaan (voluntary) itu sendiri,
akibatnya dalam pelaksanaan Agenda 21 seringkali mengagalkan Agenda 21.
Seringkali banyak negara memilih kepentingan ekonominya daripada melaksanakan
Agenda 21. Commission on Sustainable Development (CSD) hanya berfungsi untuk
memastikan keefektifan tindak lanjut Agenda 21. Mengawasi serta melaporkan
pelaksanaan kesepakatan konferensi Bumi baik di tingkat local, nasional, maupun
internasional untuk kemudian dibahas kembali dalam pertemuan berikutnya.

Adanya kepentingan ketiga pun juga menambah masalah bagi implementasi


sustainable development. Perlu kita ketahui bahwa di era perdagangan bebas dan
globalisasi ini, perusahaan multinasional menjadi kekuatan modal yang menglobal.
Lewat kerangka GATTS/WTO, perusahaan multinasional masuk di negara dunia
ketiga, dalam rangka mencari pasar , sumber daya manusia yang murah hingga
sumber daya alam yang siap dieksploitasi. Bagi negara dunia ketiga sendiri,
perusahaan multinasional tidak hanya memberikan taraf hidup yang layak dan
kesempatan bagi produk mereka mencapai negara maju. Perusahaan multinasional
juga memberi lapangan kerja, menghidupkan perekonomian, sumber investasi dan
penanaman modal asing, serta berbagai penghasilan dan insentif lainnya yang
memberi keuntungan. Maka tidak heran apabila perusahaan mutinasional menjadi
pondasi ekonomi di banyak negara dunia ketiga.

Sayangnya, patut kita sadari, bahwa dibalik berkah yang dibawa ke perusahaan
multinasional ini, perusahaan multinasional tidak hanya menjadi agen eksploitasi
sumber daya alam terbesar di dunia, seringkali perusahaan multinasional juga
adalah polutan terbesar di dunia. Bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan
dalam skala masif di banyak negara dunia ketiga. Seperti yang terjadi di Papua
Nugini, tambang besar timah dan tembaga Ok Tedi membuang 80.000 ton material
beracun setiap hari ke sungai Ok Tedi dan sungai Fly selama dua belas tahun,
dalam kegiatan ekstraksi yang bernilai sekitar 6 miliar dollar. Ketika bahan tambang
habis, perusahaan yang mayoritas kepemilikannya dipegang oleh Australia itu,
begitu saja meninggalkan pertambangan tersebut setelah mengakui bahwa
perusahaannya tidak begitu memerhatikan dampak kerusakan lingkungan cukup
besar. Perusahaan itu mengalihkan kepemilikannya kepada pemerintah, dan
membiarkan pemerintah yang kebingungan mencari dana untuk mengatasi
kerusakan yang ditimbulkan. Jumlah pasti kerugian yang dialami sangat sulit untuk
ditentukan, tapi sangat jelas bahwa jumlah tersebut sangat besar dan harus
ditanggung oleh masyarakat Papua Nugini12.

Dari sini kita dapat melihat, bahwa ketika berhadapan dengan kepentingan ekonomi,
konsep sustainable development gagal. Banyak negara lebih memilih tunduk dan
melaksanakan GATTS/WTO yang memberi keleluasaan bagi perusahaan

12
Joseph E Stiglitz, Op.cit, p.285
multinasional dan modal asing atas nama kepentingan ekonomi daripada
melaksanakan skema Agenda 21.

Akibatnya adalah pada proses penegakkan serta dalam pelaksanaannya sendiri


sangat lemah. Agenda 21 bukanlah konvensi yang mengikat, hingga tidak mungkin
dibentuk badan yang mampu meniliki otoritas atas pelaksanaannya. Memang PBB
memiliki badan yang bertugas atas Agenda 21, yaitu Commission on Sustainable
Development (CSD) dengan The United Nations Division for Sustainable
Development sebagai sekretariatnya. Namun badan ini bukanlah badan yang
bergerak pada pengawasan implementasi dan pemberian sanksi. Pada akhirnya
pelaksanaan Agenda 21 bersifat voluntary atau bergantung pada kerelaan dari
negara yang bersangkutan.13

KESIMPULAN

Ada dua masalah utama yang berkaitan dengan sustainable development. Masalah
itu meliputi :
1. Konsep dari sustainable development itu sendiri yang tidak jelas dan gagal
ketika berhadapan dengan kebutuhan dan kepentingan negara-negar yang
seharusnya melaksanakannya.
2. Kedudukannya hanya sebagai bagian dari rekomendasi yang tercantum
dalam Agenda 21. Bukan sebagia konvensi yang bersifat mengikat. Akibatnya
penegakkan dalam pelakasanaannya sendiri sangat lemah.
Sebenarnya konsep sustainable development adalah konsep yang sangat baik dan
berguna bagi kita. Namun apabila konsep itu masih memiliki kelemahan, maka tidak
heran bahwa sustainable development sendiri berakhir hanya sebagai wacana bagi
negara-negara dunia.

13
Wikipedia, Agenda 21
DAFTAR PUSTAKA

FX Adji Samekto, Kapitalisme, Modernisasi dan Kerusakan Lingkungan,


(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)

Joseph E Stiglitz, Making Globalization Work: Menyiasati Globalisasi Menuju Dunia


Yang Lebih Adil, (Jakarta; PT Mizan Pustaka, 2007)

Sudharto P. Hadi, Dimensi Hukum Pembangunan Berkelanjutan, (Semarang: BP


Undip, 2002)

Matt Steinglass, No Man’s Lands, (The Boston Globe; 28 Maret 2004) artikel ini
dapat diperoleh di
http://www.boston.com/news/globe/ideas/articles/2004/03/28/no_mans_land/

Richard D. North, Sustainable Development: A concept with a future?, artikel ini


dapat diperoleh di
http://www.richarddnorth.com/public_realm/sdliberales.htm

Wikipedia, Agenda 21, artikel ini dapat diperoleh di


http://en.wikipedia.org/wiki/Agenda_21

________, Earth Summit, artikel ini dapat diperoleh di


http://en.wikipedia.org/wiki/Earth_Summit

________, Sustainable development, artikel ini dapat diperoleh di


http://en.wikipedia.org/wiki/Sustainable_development

Anda mungkin juga menyukai