Anda di halaman 1dari 6

Deklarasi Stockholm

Perhatian terhadap masalah lingkungan mulai mendapat perhatian yang serius semenjak
dilangsungkannya United Natio ns Conference on the Human Environment (Konferensi
PBB tentang Lingkungan Hidup) di Stockholm, Swedia tanggal 5 16 Juni 1972. Tanggal 5
Juni kemudian disepakati sebagai Hari Lingkungan Hidup sedunia. Konferensi yang
diselenggarakan oleh PBB adalah merupakan realisasi daripada usul Swedia dalam sidang
Economic and Social Council (ECOSOC) tanggal 28 Mei 1968 yang telah menghasilkan
suatu Declaration of the Human Environment beserta 109 Rekomendasi dapat dipandang
sebagai pembuka dasawarsa lingkungan.
Konferensi ini lazim disingkat dengan UNCHE 1971 (United Nations Conference on
Human Environment, 1972). Konferensi pertama mengenai masalah-masalah lingkungan
hidup, dimana di hadiri 113 Negara, 21 organisasi PBB, 16 organisasi antar pemerintah, 258
LSM (NSCOS) dari berbagai negara. Konferensi ini membahas keprihatinan terhadap
masalah-masalah lingkungan yang dirasakan semakain problematic di berbagai belahan
dunia. Konferensi Stockholm menghasilkan 26 prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang
terkenal dengan deklarasi Stockholm beserta 109 rekomendasi sebagai bagian dari action plan
(rencana aksi lingkungan).
Untuk merealisir cita-cita yang telah dirumuskan dalam sidang badan PBB itu telah pula
dibentuk United Nations on Environmental Programe (UNEP) yang berkedudukan di Nairobi
(Kenya).

Deklarasi Nairobi
Dasawarsa kedua lingkungan dimulai dengan diselenggarakannya United Conference on
the Human Environment pada tanggal 5 Juni 1982 di Nairobi, sebagai konperensi dunia PBB
yang kedua tentang lingkungan hidup manusia. Sepuluh tahun setelah Stockholm, 105 negara
menghadiri konferensi di Nairobi, kenya. Konferensi ini merupakan perwujudan dari semakin
meningkatnya kesadaran lingkungan global dan semakin diakui pentingnya pembangunan
ekonomi. Beberapa isu yang menjadi pusat perhatian pada konferensi tersebut dan sekarang
masih tetap relevan adalah : (1) masalah atmosfer, seperti menurunya kualitas udara di
permukiman kota, (2) pencemaran lautan oleh minyak bumi dan substansi lainnya; (3)
pencemaran air permukaan dan air tanah; dan (4) degradasi biota daratan dan tata lingkungan
biologis. Perlunya pengelolaan lingkungan dan analisis dampak lingkungan serta
pembangunan sosial ekonomi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan juga merupakan
pokok bahasan penting pada Deklarasi Nairobi.
Apabila Deklarasi Stockholm lahir di negara maju. Deklarasi Nairobi lahir di negara
berkembang dan dipelopori oleh semangat tinggi kebanyakan negara-negara berkembang
untuk membangun tanpa kerusakan lingkungan. Perbedaan menyolok sidang Nairobi dengan
sidang Stockholm sepuluh tahun lalu ialah tampilnya semangat dan kemauan politik negara
berkembang untuk mengembangkan lingkungan hidup dan meninggalkan di belakang banyak
negara maju yang sekarang mengabaikan lingkungan hidup (Abdurrahman, 1983:3).

Deklarasi Rio de Jenairo (KTT Bumi)


Bertepatan dengan peringatan ke-20 KTT Stockholm 1972 telah diselenggarakan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio de Jeneiro yang disebut juga KTT Bumi berlangsung
sejak tanggal 2-14 Juni 1992. Nama resmi konferensi ini sebetulnya bukan KTT Bumi tetapi
UNCED singkatan dari United Nations Conference on Environment and Development
(Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan). UNCED telah berhasil mencapai
konsensus dalam pelbagai bidang yang penting dan tertuang dalam berbagai dokumen dan
perjanjian. Hasil kerja UNCED yang penting adalah dikeluarkannya The Rio de Jeneiro
Declaration on Environment and Development yang menggariskan 27 prinsip fundamental
tentang lingkungan dan pembangunan. Jargon Think globally, act locally, yang menjadi
tema KTT Bumi menjadi populer untuk mengekspresikan kehendak berlaku ramah terhadap
lingkungan. Topik yang diangkat dalam konperensi ini adalah permasalahan polusi,
perubahan iklim, penipisan ozon, penggunaan dan pengelolaan sumber daya laut dan air,
meluasnya penggundulan hutan, penggurunan dan degradasi tanah, limbah-limbah berbahaya
serta penipisan keanekaragaman hayati.
Dari konferensi ini diperoleh dua hasil utama, yakni : Pertama, bahwa Konferensi Rio
berkaitan erat dengan dua pengertian kunci yaitu pembangunan seluruh bumi dan
perlindungan lingkungan. Kedua, bahwa jalan yang dilalui kini telah diterangi oleh penerang
baru yaitu dimensi intelektual, dimensi ekonomi dan dimensi politik (hardjospemantri, 1994:
19-28). KTT Rio menghasilkan Agenda 21 dan pada dasarnya menggambarkan kerangka
kerja dari suatu rencana kerja kesepakatan masyarakat internasional yang bertujuan untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan pada awal abad XXI.
Konferensi UNCED di Rio de Jeneriro ini menghasilkan lima dokumen penting, yaitu :
a. Deklarasi Rio (Rio Declaration)
b. Agenda menjelang abad 21 (Agenda 21)
c. Pengaturan hutan dunia yang tidak mengikat
d. Konvensi perubahan iklim dunia (global climate change convention)
e. Konvensi keanekaragaman hayati (biodiversity convention)
Dokumen a sampai dengan c tidak mengikat, sedangkan konvensi d dan e setelah ratifikasi
akan mengikat 154 negara yang mendatanginya. Tujuan penting dari prinsip-prinsip tersebut
adalah untuk membentuk kemitraan global baru dan seimbang dengan cara mewujudkan
tingkat kerjasama baru dan erat diantara negara-negara. Sektor-sektor masyarakat penting dan
seluruh rakyat pada umumnya. Prinsip pertama adalah pernyataan bahwa manusia adalah
pusat perhatian dari pembangunan berkelanjutan. Manusia berhak atas hidup yang sehat dan
produktif dalam keserasian dengan alam.
Prinsip lainnya mengajukan agar setiap bangsa dan negara bekerja sama untuk menghapuskan
kemiskinan yang merupakan syarat utama guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Deklarasi Tokyo
Hal yang mendasari dikeluarkannya protokol kyoto adalah didirikannya kerangka kerja
konvensi perubahan iklim di New York pada 9 Mei 2001 pada desember 1997, 167 negara
dan masyarakat eropa merupakan para pihak yang membahas perubahan iklim yang

diselenggarakan oleh konvensi. Pada April 2010, 191 negara telah menandatangani dan
meratifikasi protokol.
Konvensi ini memberikan beberapa konsekuensi terhadap para pihak untuk melakukan:

Inventarisasi nasional terhadap emisi gas rumah kaca antropogenik dan mengubahnya
dengan sink-sink;

Elaborasi dan mengimplementasikan program-program nasional dan regional yang


menimbang penanggulangan dan penyesuaian terhadap perubahan iklim;

Promosikan pengelolaan berkelanjutan terhadap sink-sink dan resourver-resourver;

Bekerjasama dalam penyiapan untuk adaptasi;

Promosi dan kerjasama dalam keterpaduan dalam menimbang kebijakan-kebijakan


iklim ke dalam wilayah-wilayah kebijakan yang lain serta kerja sama internasional
dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan pendidikan.

Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan
Iklim (UNFCCC, yang diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio de Janeiro pada 1992). Semua
pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau meratifikasi Protokol Kyoto, sementara
pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol Kyoto diadopsi pada sesi ketiga Konferensi Pihak
Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto, Jepang. Sebagian besar ketetapan Protokol Kyoto
berlaku terhadap negara-negara maju yang disenaraikan dalam Annex I dalam UNFCCC.

Deklarasi Bali
Konferensi keragka kerja PBB untuk perubahan iklim (UNFCCC) ke 13 di Nusa
Dua, Bali, 3-14 Desember 2007 berakhir secara dramatis. Setelah berunding selama
dua minggu dan molor sehari, para delegasi dari 190 negara akhirnya menyetujui
konsensus untuk menekan laju perubahan iklim. Keputusan itu diambil setelah secara
mengejutkan delegasi Amerika Serikat menerima konsensus bersama dalam Peta
Jalan Bali (Bali Roadmap). Isi Komitmen dari Bali Roadmap:

Memulai pencairan dana adaptasi protokol kyoto (2008-2012);

Menjalankan program strategis untuk memacu investasi dalam transfer teknologi;

Mengadopsi usul reduksi emisi dari mekanisme pencegahan deforestasi degradasi


hutan di negara berkembang (REDD);

Menyepakati data IPCC (Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim) sebagai


acuan;

Melipatgandakan skala CDM (mekanisme pembangunan bersih) dari sektor


kehutanan;

Memasukan teknologi carbon capture and storage le CDM;

Menyepakati perluasan kerja kelompok pakar untuk adaptasi di negara LDC


(Least Developed Countries).

TUGAS 4
1. Asas tanggung jawab negara , Yang dimaksud dengan asas
tanggung jawab negara adalah:
a) negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi
masa kini maupun generasi masa depan.
b) negara menjamin hak warga negara atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat.
c) negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan
sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan
2. Asas kelestarian dan berkelanjutan, Yang dimaksud dengan
asas kelestarian dan keberlanjutan adalah bahwa setiap
orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap
generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu
generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung
ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
3. Asas keserasian dan keseimbangan, Yang dimaksud dengan
asas keserasian dan keseimbangan adalah bahwa
pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan

berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya,


dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.
4. Asas
keterpaduan,
Yang
dimaksud
dengan
asas
keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai
unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.
5. Asas manfaat, Yang dimaksud dengan asas manfaat
adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi
sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.
6. Asas kehati-hatian, Yang dimaksud dengan asas kehatihatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak
suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan
penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi bukan
merupakan
alasan
untuk
menunda
langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

7. Asas keadilan, Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah


bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi
setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi,
maupun lintas gender.
8. Asas ekorogi, Yang dimaksud dengan asas ekoregion
adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam,
ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat,
dan kearifan lokal.

9. Asas keanekaragaman hayati, Yang dimaksud dengan asas


keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya
terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman,
dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas
sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani

yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara


keseluruhan membentuk ekosistem.
10. Asas pensemar membayar, Yang dimaksud dengan asas
pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung
jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib
menanggung biaya pemulihan lingkungan.

11. Asas pastisipatif, Yang dimaksud dengan asas partisipatif


adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan
pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan
hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
12. Asas kearifan local, Yang dimaksud dengan asas kearifan
lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang
berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.

13. Asas tata kelola pemerintahan yang baik, Yang dimaksud


dengan asas tata kelola pemerintahan yang baik adalah
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas,
efisiensi, dan keadilan.
14. Asas otonomi daerah, Yang
dimaksud
dengan
asas
otonomi
daerah
adalah bahwa Pemerintah dan
pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai