OLEH:
I GEDE AGUNG WEDANA WESI
1410121008
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WARMADEWA
2016
KONFERENSI-KONFERENSI INTERNASIONAL
1. Konferensi Stockholm, Swedia tahun 1972
Konferensi PBB tentang Lngkungan Hidup Manusia yang pertama
dilaksanakan di Stockholm, swedia, pada tanggal 5-16 Juni 1972. Konferensi
PBB yang merupakan usul Swedia dengan tema only one earth ini diikuti
oleh 113 negara, 21 badan atau organisasi PBB, dan 16 organisasi antar
pemerintah. Di samping itu, konferensi tersebut diikuti pula oleh 258
organisasi non pemerintah yang mewakili berbagai kelompok, termasuk di
dalamnya organisasi atau lembaga swadaya masyarakat, seperti Ierra Club,
The International Association of Art Critics sebagai peninjau.
Konferensi ini dilaksanakan atas dasar kesadaran dari negara-negara
peserta, terutama negara maju
pemukiman
(human
aspek-aspek
settlement),
pendidikan,
dan
dan
mata
informasi
acara
keempat
(educational,
and
rumusan
yang
menggambarkan
keterkaitan
antara
lingkungan
dan
pembangunan.
Pada akhir sidang yaitu tanggal 16 Juni 1972 Konferensi Stockholm
menghasilkan Deklarasi Stockholm (terdiri dari preambul dan 26 asas), 109
rekomendasi sebagai rencana aksi lingkungan (action plan) dan 11 resolusi
mengenai lingkungan hidup. Rencana aksi lingkungan yang ditetapkan untuk
mengimplementasikan Deklarasi Stockholm terdiri atas tiga bagian besar,
yaitu:
1) a global assessment programme, dikenal dengan Earthwatch;
2) environmental management activities; dan
3) supporting measures: education and training, public information, and
organizational and financing arrangements.
Salah satu rekomendasi penting tentang kelembagaan dan keuangan
diusulkan dibentuknya lembaga baru yang menangani program lingkungan
dan pembangunan di PBB, yaitu United Nation Environmental Programme
(UNEP). Atas tawaran pemerintah Kenya, sekretariat UNEP ditempatkan di
Nairobi, Kenya. Konferensi juga menetapkan satu resolusi khusus yaitu
tanggal 5 juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia, dan semua konferensi
PBB tersebut disahkan pada tanggal 15 Desember 1972 dalam sidang umum
PBB. Oleh karena itu, kebijakan lingkungan yang tertuang dalam deklarasi
dan rencana aksi serta keputusan lain dari Konferensi Stockholm harus
menjadi pedoman implementasi kebijakan lingkungan nasional masingmasing Negara, terutama Negara peserta, termasuk Negara Indonesia.
2. Konferensi Nairobi, Kenya tahun 1982
Sepuluh
tahun
setelah
Konferensi
Stockholm,
bersama
dengan
mengevaluasi
implementasi
konferensi
Stockholm
dan
kendala
yang
internasional
menangani
masalah-masalah
lingkungan
itu,
kelompok
ahli
hukum lingkungan
(experts
Group
on
Priciples
for
Environmental
Protection
and
sustainable
development.
2) Proposal for Strengthening the legal and Institutional Framework.
Legal
Priciples
for
Environmental
Protection
and
sustainable
PBB, memperkuat tata hokum global dan regional yang telah ada, penerapan
tanggung jawab pidana trhadap kerugian atau kerusakan lingkungan,
pengujian resiko teknologi baru dan lain-lain.
Kedua laporan kelompok ahli huukum lingkungan WCED tersebut
merupakan bagian yang tidak terpisahkan (bagian integral) dari laporan Our
Common Future. Laporan WCED atau sering disebut Laporan Brundtland
yang berjudul Our Common Future dengan fokus kajian hubungan antara
lingkungan dan pembangunan tersebut dalam perkembangannya dijadikan
materi dalam Pertemuan Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil
pada tanggal 3-14 juni 1992.
3. Konferensi Rio de Janeiro, Brazil Tahun 1992
Dua puluh tahun Konferensi Stockholm, tepatnya pada tanggal 3-14 Juni
1992, PBB menyelenggarakan United Nations Conference on Environment
and Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil. Tema konferensi ini
adalah Think globally, act locally. Konferensi yang dilaksanakan bertepatan
dengan peringatan 20 tahun Konferensi Stockholm, dihadiri oleh kepala
Negara/wakil pemerintah dari 117 negara. Topik yang diangkat dalam
konferensi ini adalah permasalahan pencemaran, perubahan iklim, penipisan
ozon, penggunaan dan pengelolaan sumber daya laut dan air, meluasnya
penggudulan hutan, penggurunan dan degradasi tanah, limbah-limbah
berbahaya serta penipisan keanekaragaman hayati. UNCED ini begitu
penting, karena untuk pertama kalinya memberikann kesadaran keseluruh
dunia bahwa masalah lingkungan sangat terkait erat dengan kondidi
ekonomi dan masalah keadilan sosial. Ada empat kesepakatan internasional
yang dihasilkan dalam UNCED di Rio de Janeiro, yaitu deklarasi Rio de
Janeiro, prinsip-prinsip pembangunan kehutanan berkelanjutan (forestry
principles), Agenda 21 Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim (framework
Convention on Climate change) dan Konvensi Keanekaragaman Hayati
(Biological Diversity).
memiliki
kedaulatan
penuh
untuk
mengelola
hutannya
dengan
tanaman
asli
maupun
eksotik
dalam
jasa
rangka
harus
ditingkatkan.
12) Kebijaksanaan pengolahan hutan harus memperhatikanaspek produksi.
13) Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), inventarisasi hutan dan
evaluasi harus dilakukan secara efektif.
14) Kebijaksanaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan terkait dengan
perdagangan hasil hutan yang didasarkan atas aturan unilateral.
Kesepakatan Rio berikutnya adalah Agenda 21 yang sering disebut
Agenda 21 Global. Agenda 21 pada dasarnya adalah untuk mengentaskan
kemiskinan, kelaparan, pemberantasan penyakit, dan buta huruf di seluruh
dunia. Agenda 21 Global terdiri dari 39 bab yang dibagi dalam empat bagian.
Bagian
tentang
Dimensi
Sosial
Ekonomi
dalam
pembangunan
global-internasional
baik
Negara
maju
maupun
Negara
protokol
mengenai
perubahan
iklim,yang
berisikan
ketentuan
sebagai berikut : menyediakan batas keterikatan secara hukum bagi Negaranegara yang masuk annex 1, mengizinkan fleksibilitas Negara pihak
berkenaan dengan implementasi komitmen secara nasional, memberikan
kelonggaran
di
tingkat
internasional
dalam
perdagangan
emisi
dan
mekanisme lainnya, dan secara komprehensif meliputi emisi gas rumah kaca
dar sumbernya.
Kesepakatan Rio de Janeiro lainnya adalah konvensi Keanekaragaman
Hayati. Konvensi ini telah ditandatangani oleh 157 kepala Negara /kepala
pemerintahan atau wakil Negara pada saat penyelenggaraan UNCED pada
tanggal 3 sampai dengan 14 Juni 1992. Indonesia merupakan Negara ke
delapan yang menandatangani konvensi ini di Rio de Janeiro, brazil, pada
tanggal 5 Juni 1992. Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini dengan UU No.
5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological
Diversity (Konvensi perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman
Hayati).
Indonesia
melestarikan
meratifikasi
keanekaragaman
Konvensi
hayati,
dan
ini
adalah
dalam
meningkatkan
kerja
rangka
sama
4.
dan
menyerukan
pengikatan
secara
hukum
target
jangka
5.
Johannesburg
yang
menyatakan
bahwa
setiap
Negara
pembangunan
berkelanjutan
tersebut
difokuskan
pada
fungsi
lingkungan
dari
SDA
agar
mampu
menopang
proses
bagi
semua
Negara
untuk
segera
melaksanakan
kebijakan
Dalam pertemuan ini disepakati Bali Road Map, sebuah peta yang akan
menjadi jalan untuk mencapai consensus baru pada 2009 sebagai pengganti
Protokol Kyoto fase pertama yang akan berakhir pada tahun 2012. Inti dari
Bali Road Map adalah:
1)
2)
3)
Keputusan
untuk
meluncurkan
proses
yang
menyeluruh,
yang
5)
6)
Penguatan
kerjasama
di
bidang
adaptasi
atas
perubahan
iklim,