Anda di halaman 1dari 4

KONFERENSI STOCKHOLM

(DECLARATION OF THE UNITED NATIONS


CONFERENCE ON THE HUMAN ENVIRONMENT)

Konferensi Perserikatam Bangsa-Bangsa (PBB) tentang penangan lingkungan hidup yang


dihadiri kurang lebih 114 negara (Termasuk Indonesia) pada tahun 1972 pada tamggal 5 Juni (yang di
peringati sebagai hari lingkungan hidup sedunia) 16 June yang berada di Stockholm, Sweden.
Konferensi Stockholm merupakan konferensi pertama tentang lingkungan hidup dan dengan tujuan
sebagai penentu langkah awal upaya penyelamatan lingkungan hidup secara global.
Konferensi Stockholm diselengarakan PBB berdasarkan atas kepedulian masyarakat internasional
terhadap lingkungan hidup. Konferensi Stockholm, bermula dari gagasan Dewan Ekonomi dan Sosial
PBB mengadakan peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan dasawarsa pembangunan Dunia pertama
(1960-1970) guna merumuskan strategis dasawarsa pembangunan Dunia Kedua, (1970-1980) 1. Mengenai
masalah lingkungan hidup.wakil dari Swedia mengajukan saran untuk menyelenggarakan suatu konfrensi
internasional tentang lingkungan hidup. Yang pada akhirnya disepakati diadakan konfrensi PBB di
Stockholm, Sweden. Dengan dikeluarkan deklarasi tentang penanganan lingkungan hidup sedunia dan
pembangunan dan kerjasama antar negara dalam hal tsb. Deklarasi Stockholm merupakan suatu legitimasi
dasar (basic legetimation) penanganan hukum bagi negara-negara yang berkumpul di stockholm.

15 September 1972 - United Nations Headquarters, New York. Mr. Maurice F. Strong, SecretaryGeneral of the United Nations Conference on the Human Environment (right), shows United Nations
Secretary-General U Thant a design for the official Conference poster. To the left is Mr. Keith Johnson
(Jamaica), Chairman of the Preparatory Committee for the Conference.
Dari hasil koferensi ini terdiri dari 26 prinsip Declaration Stockholm dan Rencana Aksi Lingkungan
Hidup Manusia (Action Plan) yang terdiri dari 109 rekomendasi
Dalam konferensi Stockholm terdapat 26 prinsip dasar yang mana topik utama pembahasan , yaitu :
1. Hak asasi manusia.
1 Soejono, (1996), Hukum Lingkungan dan Peranannya Dalam Pembangunan. hal. 24.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Penegelolaan sumber daya manusia (Prinsip 2-7).


Hubungan antara pembangunan dan lingkungan (Prinsip 8-12).
Kebijakan perencanaan pembangunan dan demografi (Prinsip 13-17).
Ilmu pengetahuan dan teknologi (Prinsip 18-20).
Tanggung jawab negara (Prinsip 21-22).
Kepatuhan terhadap standar lingkungan nasional dan semangat kerjasama antar negara (Prinsip
23-25).
8. Ancaman senjata nuklir terhadap lingkungan (Prinsip 26). 2
Di samping 26 asas tersebut, konfrensi Stockholm menyetujui 106 rekomendasi yang dimuat dalam
Action Plan International (Rencana Tindakan Internasional), yang terdiri atas tiga bagian kerangka :
a. A global assessment programme dikenal sebagai earthwatch.
b. Environmental management activities.
c. Supporting measures; education and training, public information, and organizational and
financing arrangements.3
Sedangkan menyangkut dengan masalah lingkungan sedunia (Global Environmental Problems)
sidang PBB menerima 11 resolusi mengenai lingkungan hidup, yang dijadikan landasan bagi
kebijaksanaan lingkungan Untuk menunjang pelaksanaan rencana aksi lingkungan hidup Manusia (Action
Plan) tersebut, yang terdiri dari :
a. Dewan Pengurus Program Lingkungan Hidup.
b. Sekretariat yang dikepalai oleh seorang Direktur Eksekutif.
c. Dana Lingkungan Hidup.
d. Badan Koordinasi Lingkungan Hidup.4
Dalam konfensi tersebut juga menjadi dasar pembentukan badan khusus PBB untuk masalah
lingkungan United Nations Environmental Programme (UNEP), yang markas besarnya ditetapkan di
Nairobi, Kenya tahun 1972. UNEP merupakan pengerak utama dalam pelaksanaan komitmen mengenai
lingkungan hidup dan telah melahirkan gagasan besar pembangunan berkelanjutan (Sustainable
Development).
Untuk melaksanakan deklarasi Stockholm tersebut dan untuk menghadapi dasawarsa pembangunan dunia
kedua (1972 1982) diadakan kegiatan berupa :
a. Creation of the convention on international Trade in Endangered Species of Will Fauna and Flora
(CITES) di Washington tahun 1974 atau Konvensi PBB mengenai perdagangan Internasional
Jenis-Jenis Flora dan Fauna Terancam Punah, Misi dan tujuan CITES adalah untuk
menghindarkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa dari kepunahan di alam melalui sistem
pengendalian jenis-jenis tumbuhan dan satwa, serta produk-produknya secara internasional..
b. Pada tahun 1975 diadakan Convention on Wetlands of International Importence especially as
Waterfowe Habitat (Ramsar) came into force.
2 Nancy K. Kubasek - Gary S. Silverman, Environmental Law. hal. 259.
3 Rangkuti, Siti Sundari, (2000). Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. hal. 31.
4 Suparmi, Niniek, (1994). Pelestarian Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan. hal. 22.

c. 1977. (Firat Intergovermental Converence on Environmental Education, Tbilis, USSR).


d. 1980. A Peaceful Revolution Publication of the World Conservation Strategy (IUCN, WWF,
UNEP in Collaboration with UNESCO and FAO).5
Walaupun UNEP yang tindakanya merupakan bentuk dari gerakan pemeliharaan dan pencegahan
kerusakan lingkungan, namun dalam penerapannya negara berkembang akan lebih sulit dimana
pembangunan negara merupakan hal yang terpenting dimana kelestarian lingkungan biasanya di
kesampingkan, sedangkan bagi negara maju pembangunan tidak menjadi masalah namun faktor
lingkungan lah yang menjadi masalah mengenai keterkaitan antara konsep pembangunan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Persoalan lingkungan hidup diidentikkan dengan kemiskinan, keterbelakangan, tingkat
pembangunan yang masih rendah dan pendidikan rendah, intinya faktor kemiskinan yang menjadi
penyebab utama kerusakan lingkungan hidup didunia. Sehingga dalam forum tersebut disepakati suatu
persepsi bahwa kebijakan lingkungan hidup harus terkait dengan kebijakan pembangunan nasional.
Sejak Konferensi PBB tahun 1972 sampai tahun 1982 lingkungan hidup menjadi sektor tersendiri
dimana tidak dilibatkan pembangunan ekonomi didalamnya, sehingga antara pembangunan ekonomi dan
lingkungan hidup tidak berjalan secara sinergi, hingga saat Konsferensi UNEP pada tahun 1982 dibuat
kesepakatan dibentuknya World Commission on Environment and Development (WCED) yaitu Komisi
Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan.
WCED memahami pentingnya perubahan hukum dan kelembagaan yang diperlukan untuk beralih
ke pembangunan berkelanjutan dan untuk itu menggaris tindakan-tindakan yang dipersyaratkan pada
tingkat nasional untuk mencapai tujuan tersebut.6 Tindakan tersebut diantaranya :
1. Membentuk atau memperkuat badan-badan untuk melindungi lingkungan dan mengolah sumber
daya alam.
2. Meningkatkan hubungan pemerintah dengan dunia industri secara timbal balik, baik dalam
pelaksanaan kebijaksanaan hukum maupun peraturan guna wujud pembangunan industri
berkelanjutan.
3. Memperketat konvensi dan perjanjian internasional yang ada untuk perlindungan lingkungan,
sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan.
4. Memperbaiki pengelolaan analisis mengenai dampak lingkungan dan kemampuan untuk
merencanakan pemanfaatan sumber daya.7
Pada tahun 1987, WCED memberikan laporan dengan judul : Our Common Future, yang memuat
banyak rekomendasi khusus tentang perubahan institusional dan perubahan hukum.
Laporan WCED tersebut memberikan dampak yang positif terhadap penyusunan strategi konservasi baru
yang menggantikan World Conservation Strategy (WCS) dengan Caring of The Earth (CE). CE dibentuk
dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan masyarakat dunia dengan menetapkan dua syarat :

5 Hardjasoemantri, Kusnadi, (1995). Hukum Perlindungan Lingkungan. hal. 43.


6 Hardjosoemantri , Kusnadi, (1999). Hukum Tata Lingkungan. hal. 15.
7 Hardjosoemantri , Kusnadi, (1999). Hukum Tata Lingkungan. hal. 16.

1. untuk menjamin komitmen yang luas dan mendalam pada sebuah etika baru, yaitu etika
kehidupan berkelanjutan dan mewujudkan prinsip-prinsip dalam praktek.
2. mengintegrasikan konservasi dan pembangunan, konservasi untuk menjaga agar kegiatankegiatan berlangsung dalam batas daya dukung bumi, dan pembangunan untuk memberikan
kesempatan kepada manusia dimanapun guna menikmati kehidupan yang lama, sehat serta
memuaskan.8
Dalam masalah hukum lingkungan menurut CE hukum lingkungan dalam pengertiannya yang
luas adalah sebuah sarana esensial bagi mencapai keberlanjutan. Ia mensyaratkan standar perilaku sosial
dan memberikan ukuran kepastian pada kebijaksanaan.
Selain Caring of The Earth (CE). menyatakan bahwa setiap sistem hukum yang komprehensif bagi
pembangunan berkelanjutan perlu meliputi sekurang-kurangnya, perencanaan penggunaan tanah,
pengawasan pembangunan, pemanfaatan lestari dari sumber daya yang tidak dapat diperbahurui melalui
pembebanan misi, kualitas lingkungan, standar proses dan produk yang dirancang untuk melindungi
kesehatan manusia dan ekosistem.9
PENERAPAN DEKLARASI STOCKHOLM DI INDONESIA
Setelah berlangsungnya Deklarasi Stockholm 1972, Indonesia mengambil beberapa tindakan
untuk memperbaiki sistem pengelolaan lingkungan hidup, termasuk dengan menerbitkan Undang-Undang
No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 4/1982),
yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UU 23/1997). Secara umum uu no 4 tahun 1982 dan uu no.23 tahu 1997 telah mengandung
prinsip-prinsip dasar deklarasi Stockholm dan di terapkan di Indonesia.

SUMBER REFERENSI :
http://tirtarimba.blogspot.co.id/2012/05/peranan-deklarasi-stockholm-dalam.html
http://tripdhitamputih.blogspot.co.id/2011/07/ktt-lingkungan-hidup-stockholm-swedia.html
http://saifullah.lecturer.uin-malang.ac.id/2013/11/20/paradigma-pembangunan-lingkungan-hidup-diindonesia/
http://www.unep.org/documents.multilingual/default.asp?documentid=97&articleid=1503
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3824/penerapan-deklarasi-stockholm-di-indonesia

8 Hardjosoemantri , Kusnadi, (1999). Hukum Tata Lingkungan. hal. 17.


9 Hardjosoemantri , Kusnadi, (1999). Hukum Tata Lingkungan. hal.18.

Anda mungkin juga menyukai