Anda di halaman 1dari 6

HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM

Nama : Zuraini
NIM : 1851132

Perkembangan Hukum Lingkungan Setelah Stockholm Declaration

Perkembangan hukum lingkungan tidak lepas dari gerakan mendunia


untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap lingkungan, mengingat
fakta bahwa lingkungan telah menjadi masalah yang perlu diatasi bersama demi
kelangsungan hidup di dunia ini. yang komprehensif dan tersebar ke berbagai
belahan dunia di bidang perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan
di bidang lingkungan terjadi setelah Konferensi PBB tentang Lingkungan
Manusia di Stockholm yang berlangsung pada tanggal 5 - 16 Juni 1972.

Menghadapi Konferensi PBB, Indonesia menyusun Laporan Nasional


berdasarkan pembicaraan dalam Seminar Pengelolaan Lingkungan Manusia dan
Perkembangan Hukum Nasional yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal
15-18 Mei 1972. Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Manusia: Beberapa
"Pemikiran dan Saran" oleh Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LLM, yang
"merupakan arahan nyata perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang
lingkungan hidup di Indonesia. Perkembangan lebih lanjut tentang pengaturan
lingkungan hidup Diperkuat dengan diadakannya pertemuan internasional di
Montevideo, Uruguay, pada 28 Oktober - 6 November 1981 bertajuk Ad Hoc
Meeting of Senior Government Officer of Environmental Law.

Salah satu hasil pertemuan tersebut menyatakan bahwa hukum lingkungan


merupakan alat penting untuk pengelolaan lingkungan yang tepat dan untuk
meningkatkan kualitas hidup. Perkembangan yang sangat penting adalah
diadakannya Earth Summit di Rio de Janeiro pada tanggal 3 - 14 Juni 1992 yang

Stockholm Declaration

1
menghasilkan Deklarasi Rio de Janeiro, Agenda 21, kesepakatan tentang Prinsip
Kehutanan dan Konvensi Keanekaragaman Hayati dan Konvensi Perubahan
Iklim.

Sejalan dengan gerakan kepedulian lingkungan global yang berhasil


menyepakati berbagai deklarasi dan konvensi internasional tersebut di atas,
Indonesia telah menunjukkan komitmen yang cukup tinggi, khususnya dalam
rangka pengembangan UU Lingkungan Hidup Nasional. Sehubungan dengan itu,
diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan tonggak baru bagi
perkembangan hukum lingkungan hidup nasional, mengingat undang-undang ini
berarti Indonesia menganut Hukum Lingkungan modern.

Dilihat dari sifatnya, peraturan perundang-undangan sampai dengan


dikeluarkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 merupakan produk hukum
yang berorientasi pada kegunaan. Dengan diundangkannya Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 dimulailah babak baru yaitu perkembangan peraturan
perundang-undangan yang diarahkan pada produk hukum yang berwawasan
lingkungan.

Sejalan dengan perkembangan teknologi yang menimbulkan sifat


ambivalen pembangunan itu sendiri yang di satu sisi dapat mengarah pada
kemajuan dan kesejahteraan manusia, namun di sisi lain dapat merusak
lingkungan, misalnya penggunaan tenaga nuklir yang dapat menghasilkan
radioaktif berbahaya. limbah, masalah tentang pemanasan global, lapisan ozon.
Dengan demikian, terjalin kesadaran dan komitmen bersama mengenai perlunya
pengelolaan lingkungan secara global.

Perhatian terhadap masalah lingkungan dimulai dengan Dewan Ekonomi


dan Sosial PBB saat meninjau hasil "Dekade Pembangunan Dunia 1 (1960-1970)"
dalam rangka merumuskan strategi "Dekade Pembangunan Dunia 2 (1970-
1980).". Diskusi tentang masalah lingkungan ini dikemukakan oleh perwakilan

Stockholm Declaration

2
dari Swedia, disertai dengan saran untuk menjajaki kemungkinan
penyelenggaraan konferensi internasional tentang lingkungan manusia.

Kebijakan pengelolaan lingkungan global pertama kali ditetapkan dalam


Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan Manusia yang
diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972, dihadiri oleh 113
negara dan beberapa lusin pengamat. Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur
memboikot konferensi ini sebagai reaksi atas ketentuan yang melarang beberapa
negara diundang ke posisi yang sama dengan peserta lain, termasuk Republik
Demokratik Jerman.

Di akhir sidang yaitu pada tanggal 16 Juni 1972, Konferensi menyetujui hasil
berupa:

a) Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri atas Preamble dan


26 asas yang lazim disebut Stockholm Declaration.
b) Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia (Action Plan), terdiri dari 109
rekomendasi termasuk di dalamnya 18 rekomendasi tentang Perencanaan
dan Pengelolaan Permukiman Manusia.
c) Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang
pelaksanaan Rencana Aksi tersebut di atas, terdiri dari Dewan Pengurus
(Governing Council) Program Lingkungan Hidup (UN Environment
Program = UNEP); Sekretariat, yang dikepalai oleh seorang Direktur
Eksekutif; Dana Lingkungan Hidup; dan Badan Koordinasi Lingkungan
Hidup.

Dalam resolusi khusus, Konferensi menetapkan 5 Juni sebagai "Hari


Lingkungan Sedunia". Atas tawaran Kenya, sekretariat UNEP ditempatkan di
Nairobi. Pada Sidang Umum PBB 1972, semua keputusan Konferensi diadopsi
oleh resolusi Sidang Umum PBB No. 2997 (XXVII) pada 15 Desember 1972.

Dengan adanya Deklarasi Stockholm ini, perkembangan Hukum


Lingkungan Hidup mendapat dorongan yang kuat, baik di tingkat nasional,
regional maupun internasional. Keuntungan yang tidak sedikit adalah telah
Stockholm Declaration

3
tumbuh persatuan pemahaman dan bahasa di antara para ahli hukum dengan
menggunakan Deklarasi Stockholm sebagai acuan bersama.

Walaupun hasil Deklarasi Stockholm tidak langsung mengikat karena


bersifat soft law (berbeda dengan Konvensi yang langsung mengikat karena hard
law), namun pengaruh Deklarasi Stockholm sangat besar, khususnya bagi
Indonesia. . Sebanyak 26 prinsip lingkungan diperkenalkan dalam Deklarasi
Stockholm, kemudian diperbarui dalam Deklarasi Rio de Janeiro menjadi 27
prinsip. Prinsip-prinsip lingkungan hidup dapat dilihat dalam GBHN Bab III huruf
B ayat 10 TAP MPR Nomor IV Tahun 1973 yang berbunyi sebagai berikut.

Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam Indonesia


harus digunakan secara rasional. Penggalian … tersebut harus
diupayakan agar tidak merusak …, dilaksanakan dengan
kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan
kebutuhan generasi yang akan datang (D. Silalahi, 2001: 33).

Menyeluruh (integral) dalam arti memperhatikan segala aspek dengan


memperhatikan sektor-sektor yang berkaitan dengan sumber daya alam yaitu
perairan, hutan, migas, perikanan di laut. Hukum Indonesia mengatur
pengelolaannya berdasarkan peraturan sektor. Mempertimbangkan kebutuhan
untuk berkreasi di masa depan, pilihannya adalah apakah sumber daya alam
Indonesia akan habis sekarang atau tidak.

Padahal, Deklarasi Stockholm 1972 yang ditetapkan oleh Perserikatan


Bangsa-Bangsa (PBB) memuat 26 prinsip / aturan yang dapat dikategorikan
menjadi beberapa topik utama. Topik utama yang dikutip dari Nancy K. Kubasek
- Gary S. Silverman, dalam buku Hukum Lingkungan (hlm. 259), yaitu hak asasi
manusia (Prinsip 1); manajemen sumber daya manusia (Prinsip 2 hingga Prinsip
7); hubungan antara pembangunan dan lingkungan (Prinsip 8 sampai Prinsip 12);
perencanaan pembangunan dan kebijakan demografis (Prinsip 13 hingga Prinsip
17); ilmu pengetahuan dan teknologi (Prinsip 18 hingga Prinsip 20); tanggung
jawab negara (Prinsip 21 sampai 22); mematuhi prinsip-prinsip lingkungan

Stockholm Declaration

4
nasional dan semangat kerjasama antarnegara; dan ancaman senjata nuklir
terhadap lingkungan (Prinsip 26).

Pasca pembentukan Deklarasi Stockholm 1972, Indonesia mengambil


beberapa langkah untuk memperbaiki sistem pengelolaan lingkungannya,
termasuk menerbitkan UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU 4/1982”), yang kemudian diatur dengan UU
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 23/1997).
Demikian kami kutip dari Takdir Rahmadi, dalam buku Hukum Lingkungan
Hidup di Indonesia (hlm. 48-49).

UU 4/1982 dan UU 23/1997 membaca konsep dan prinsip yang sama


dengan Deklarasi Stockholm 1972, kewenangan negara, hak dan kewajiban
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dan konsep lainnya. Hal ini terlihat
dari pasal-pasal yang terlihat dalam UU 23/1997 yaitu Pasal 4 yang berbunyi:

“Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas


tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat
bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.”

Selain itu, ada juga Pasal 5 yang berbunyi:

1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat.
2) Setiap orang mempunyai ha katas informasi lingkungan hidup yang
berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Stockholm Declaration

5
Atas dasar tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia telah menerapkan
asas-asas yang tercantum dalam Deklarasi Stockholm 1972 untuk melindungi
kelestarian lingkungan hidup di Indonesia.

Stockholm Declaration

Anda mungkin juga menyukai