Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

FAKULTAS HUKUM

PERKEMBANAGAN HUKUM LINGKUNGAN

Muhammad Rafiuddin

Abstract

The development of environmental law theory in Indonesia is an important step in the development
of environmental law in this country. The theory of environmental law in Indonesia began to be
developed since the promulgation of Law no. 4 of 1982 concerning Environmental Law Provisions.
The development of environmental law theory in Indonesia also aims to regulate the environment
and overcome environmental problems
This law has several important instruments for environmental protection, namely environmental
impact analysis and environmental quality standards. In 1997 the law was revised and included
several additional environmental protection instruments. The latest revision of environmental law is
Law no. 32 of 2009 concerning environmental protection and management. The latest law has
more complex environmental protection instruments

Keywords: history, development of environmental law

Abstrak

Perkembangan teori hukum lingkungan di Indonesia merupakan suatu langkah yang penting
dalam pengembangan hukum lingkungan di negara ini. Teori hukum lingkungan di Indonesia mulai
dibangun sejak diundangkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Hukum Lingkungan. Pengembangan teori hukum lingkungan di Indonesia juga
bertujuan untuk mengatur lingkungan hidup dan menanggulangi masalah lingkungan hidup
Undang-undang tersebut memiliki beberapa instrumen penting dalam perlindngan lingkungan
hidup, yaitu Analisa mengenai dampak lingkungan dan baku mutu lingkungan. Pada tahun 1997
undang-undang tersebut direvisi dan mengalami beberapa penambahan instrumen perlindungan
lingkungan. Revisi terakhir dari undang-undang lingkungan adalah Undang-undang No. 32 tahun
2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Undang-undang terakhir memiliki
instrumen perlindungan lingkungan yang lebih komplek

Kata Kunci: Sejarah, perkembangan hukum lingkungan

I. Pendahuluan / Introduction

Konferensi PBB tentang lingkungan hidup telah dilaksanakan di Stockholm.Bagaimana


awal mulanya sehingga lingkungan menjadin kata yang menggemparkan dunia. Ungkapaan
seperti pollution, recycling, ecological, balance dan sebagainya telah dikenal sebelum konferensi
Stockholm, bahkan telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan di Negara maju seperti
USA: National Environmental policy Act 1969 (NEPA), Belanda: Wet Verontreiniging
Oppervlaktewateren 1969 (WVO) dan Wet Inzake de Luchtverontreiniging 1970 (WLV), serta
jepang: Basic Law for Environmental Protection 1967 (diubah tahun 1970, 1971 dan 1993).

Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation


Betapa pun juga konferensi Stockholm lah yang menjadi puncak perhatian dan kesadaran
manusia terhadap lingkungan, terutama permasalahan kesenjangan antara Negara maju dan
Negara berkembang.

Indonesia adalah Negara yang turut berperan serta dalam konferensi Stockholm 1972
dengan menganjukan pikiran berupa Indonesia’s country report, suatu dokumen resmi yang
semula di sampaikan oleh forum ECAFE Seminar on development and environtment di Bangkok,
tanggal 17-23 Agustus 1971. Dari bahan penyajian untuk konferensi Stokckholm itu nyata betapa
masih dininya pengertian dan upaya Indonesia terhadap lingkungan, termasuk yuridisnya. Pada
tanggal 15-18 Mei 1972 atas pemrakarsa “lembaga ekologi” Unpad diadakan di Bandung
Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia Dan Pembangunan Nasional Pembahasan

1
Varindra Tarzie, The Polutan of Property, Newsweek, 1977, hlm. 27 dikutip dari Siti Sundari Rangkuti,
Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.Airlangga University Press, Surabaya,
2000, hlm 28
2
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.
Airlangga University Press, Surabaya, 2000, hlm. 60

Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation


II. Metode / Method (Optional)

Pada metode penelitian Jurnal yang saya buat yang berjudul Perkembangan hukum lingkungan di
Indonesia mengguanakan Metode Pendekatan Normatif Metode ini menggunakan bahan pustaka
dan studi kasus untuk menjelaskan teori-teori mengenai hukum lingkungan di Indonesia.
Serta dalam pemahaman dalam menggunakan perundang-undangan sebagai dasar untuk
memahami perkembangan hukum lingkungan di Indonesia saying menggunakan Metode
Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) Metode.
Dalam pembuatan jurnal ini saya juga membutuhkan bahan pustaka dan studi kasus, serta analisis
data untuk memahami perkembangan hukum lingkungan di Indonesia, maka itu saya juga
menggunakan metode pendekatan Normatif-Empiris

III. Sejarah Perkembangan Hukum Lingkungan


a. Sejarah pembentukan Hukum Lingkungan

Sejarah pembentukan hukum lingkungan di Indonesia dimulai pada tahun 1982


dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH 1982), yang merupakan sumber hukum formal
tingkat undang-undang yang pertama dalam konteks hukum lingkungan modern di
Indonesia.Hukum ini memperjelas konsep pembangunan dan pengelolaan lingkungan
hidup, yang disebutkan dalam forum pembangunan lingkungan hidup yang ditujukan
untuk menyepakati keterkaitan antara konsep pembangunan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
Pada tahun 1997, Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
Tentang Lingkungan Hidup (UUPLH 1997), yang menyediakan peraturan yang lebih
komprehensif dan meningkatkan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup.
UUPLH 1997 mencakup berbagai aspek hukum lingkungan, seperti hukum administrasi,
perdata, pidana, pajak, internasional, dan tata ruang
Pada tahun 2002, Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2002
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH 2002), yang menyediakan peraturan
yang lebih komprehensif dan mengatur pengelolaan lingkungan hidup secara
komprehensif. UUPLH 2002 mencakup berbagai aspek hukum lingkungan, seperti
pengaturan hukum masalah lingkungan hidup manusia, penegakan hukum lingkungan
administratif, dan kebijakan hukum pidana lingkungan.
Pada tahun 2009, Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kesuburan Tanah (UUPLH 2009), yang

Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation


menyediakan peraturan yang lebih komprehensif dan mengatur pengelolaan lingkungan
hidup dan kesuburan tanah. UUPLH 2009 mencakup berbagai aspek hukum lingkungan,
seperti pengaturan hukum masalah lingkungan hidup manusia, penegakan hukum
lingkungan administratif, dan kebijakan hukum pidana lingkungan
Pada tahun 2014, Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kesuburan Tanah (UUPLH 2014), yang
menyediakan peraturan yang lebih komprehensif dan mengatur pengelolaan lingkungan
hidup dan kesuburan tanah. UUPLH 2014 mencakup berbagai aspek hukum lingkungan,
seperti pengaturan hukum masalah lingkungan hidup manusia, penegakan hukum
lingkungan administratif, dan kebijakan hukum pidana lingkungan.
Pada tahun 2019, Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2019
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kesuburan Tanah (UUPLH 2019), yang
menyediakan peraturan yang lebih komprehensif dan mengatur pengelolaan lingkungan
hidup dan kesuburan tanah. UUPLH 2019 mencakup berbagai aspek hukum lingkungan,
seperti pengaturan hukum masalah lingkungan hidup manusia, penegakan hukum
lingkungan administratif, dan kebijakan hukum pidana lingkungan
Sejak tahun 1982, perkembangan hukum lingkungan di Indonesia telah menjadi
salah satu aspek penting dalam pembangunan hukum nasional, yang membantu
menanggulangi masalah lingkungan hidup dan mengatur pengelolaan sumber daya
alam.
Pada masa yang akan datang, pengembangan hukum lingkungan diperlukan untuk
membangun
b. Pembangunan Hukum lingkung Nasional

Hukum lingkungan sudah dikenal secara luas di Indonesia.Mempelajari hukum


lingkungan berarti mencakup penguasaan materi tentang hukum administrasi, perdata, pidana,
pajak, internasional dan tata ruang, di samping pemahaman multidisipliner mengenai hukum
lingkungan lainnya. Sejak tanggal 11 maret 1982 telah berlaku Undang-undang lingkungan hidup
(UULH) dan kemudian disempurnakan oleh UUPLH yang berlaku pada tanggal 19 September
1997. Dalam undang-undang tersebut terdapat benyak sekali prinsip dan pengertian hukum
lingkungan yang masih memerlukan penggkajian yang lebih mendalam.Upaya ini penting
terutama sehubungan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan lingkungan sebagai
tindak lanjut berlakunya UULH sejak dasawarsa lingkungan hidup ke-2 (1982-1992) sejalan
dengan gerakan nasional.

Pengkajian memiliki arti penting bagi pembangunan hukum lingkungan sebagai


Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
pengembangan teoritik ilmu hukum tata Negara dan hukum administrasi yang secara disiplin
ilmiah tidak dapat dipisahkan. Dari analisis terhadap konsep-konsep dalam dua bidang keilmuan
tersebut berkaitan dengan lingkungan hidup akan diperoleh pemahaman yang mendalam terhadap
pemecahan masalah lingkungan dari segi yuridis. Sesuai dengan sifat interdisipliner hukum
lingkungan, diungkapkan pula kerangka dasar pemikiran yang merupakan sumbangan bagi
pengembangan hukum perdata dan pidana mengenai pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.
Ternyata juga diperlukan pengaturan tentang hak ulayat, dengan dibentuknya pengaturan sebagi
berikut maka diharapkan akan tercapai kepastian hukum bagi mereka yang berkepentingan

Peraturan perudang-undangan lingkungan yang dipersiapkan penyusunannya guna


menunjang UULH-UUPLH sebagai wadah untuk menuangkan kebijakan lingkungan diharapkan
merupakan salah satu jalan keluar bagi masalah lingkungan.Untuk tujuan tersebut hukum sebagai
sarana pembangunan dan rekayasa sosial merupakan tumpuan harapan bagi terwujudnya
pembangunan yang berkelanjutan. Periode kabinet persatuan nasional yang merupakan era
penataan hukum yang menyeluruh dan terpadu dalam pembangunan nasional sebagaimana
digariskan dalam GBHN tahun 1999-2004, diwarnai dengan kegiatan dibidang peraturan
perundang-undangan sebagai sarana kebijakan lingkungan yang mempunyai arti penting tetapi
juga memiliki kelemahan.25

Sejalan dengan kebijakan nasional di bidang hukum tersebut, maka pengkajian hukum
lingkungan memberikan sumbangan yang berharga bagi pembinaan hukum lingkungan
nasional.Untuk menunjang hal ini, Kep. Pres No. 17 tahun 1994 menyatakan akan meningkatkan
penelitian dan pengembangan hukum, penulisan karya ilmiah dibidang hukum, serta
penyelenggaraan pertemuan ilmiah hukum yang menyajikan hasil pengkajian serta penelitian
hukum

Berbagai upaya penelitian dan sarana administrasi, perangkat pelaksanaan kebijaksanaan


lingkungan, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, dipusat dan di daerah
ditingkatkan terus efektivitas dan efisiensinya.Kerjasama dan keterpaduan antara segenap pihak
yang berkepentingan, terurama aparatur pemerintahan sebagai pengelolalingkungan makin
memperlancar pencapaian tujuan akhir kebijaksanaan pengelolaan lingkungan yang ditetapkan
dalam pasal 4 UULH- pasal 3-4 UUPLH. Peraturanperundang-undangan lingkungan sebagai
pelaksanaan dan pendukung UULH- UUPLH yang perlu segera dibentuk jelas merupakan bagian
darin program pembinaan hukum nasional.Untuk keperluan tersebut, hasil kajian dapat
dimanfaatkan bagi pembangunan hukum lingkungan yang belum ada diseluruh Indonesia sebagai
bagian dari pembangunan hukum nasional guna memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap
kepastian hukum agar dapat terangkum dalam satu sistem hukum nasional Indonesia
IV. Teori-teori Pengembangan Hukum Lingkungan
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
Dalam kepustakaan asing dapat ditemukan empat teori atau model tentang bagaimana
pengembangan hukum lingkungan sebaiknya dilakukan. Keempat teori itu adalah teori
pendekatan ekonomi. teori hak, teori paternalisme dan teori nilai publik. Keempat aliran
itu akan diuraikan secara garis besar dalam bagian ini.
a. Pengembangan Hukum Lingkungan Berdasarkan Teori Pendekatan
Ekonomi
Posner, salah seorang sarjana penganjur terkemuka teori pendekatan ekonomi
terhadap hukum, berpandangan bahwa teori pendekatan ekonomi terhadap hukum
semestinya menjadi landasan dan acuan bagi pengembangan dan analisis terhadap
hukum pada umumnya. Teori pendekatan ekonomi terhadap hukum mengandung aspek-
aspek heuristik, deskriptif dan normatif. Dari aspek heuristik. teori ini berusaha
membuktikan adanya pertimbangan-pertimbangan atau argumen-argumen ekonomi yang
melandasi doktrin-doktrin dan institusi-institusi hukum. Dari aspek deskriptif, teori ini
berusaha mengidentifikasi adanya logika-logika ekonomi dan pengaruh-pengaruh
ekonomi dari doktrin dan institusi-institusi hukum, serta alasan-alasan ekonomi yang
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan hukum. Dari aspek normatif, teori ini
mendorong para pembuat kebijakan dan pengambilan keputusan publik, serta para
hakim agar dalam membuar pengaturan hukum dan putusan-putusan pengadilan
semestinya memerhatikan prinsip efisiensi.
Dalam konteks penerapannya ke dalam hukum lingkungan, teori pendekatan
ekonomi sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi dasar ilmu ekonomi yang memandang
masalah-masalah lingkungan bersumber dari dua hal, yaitu kelangkaan sumber daya
alam dan kegagalan pasar. Kedua konsep ini perlu dipahami dalam rangka memahami
pendekatan ekonomi terhadap hukum.
Kelangkaan sumber daya alam menjadi sumber permasalahan dalam kehidupan
manusia. Manusia menginginkan banyak hal seperti rumah bagus, mobil bagus,
pendidikan, sarana jalan yang baik, tempat wisata yang indah, lingkungan yang bersih
dan sehat, budaya dan seni yang maju, dan sebagainya. Manusia mengandalkan sumber
daya alam untuk dapat memenuhi keinginan-keinginan itu. Masalahnya adalah bahwa
sumber daya alam tidak mampu menopang atau memenuhi semua keinginan manusia
itu. Oleh sebab itu, perlu ada kebijakan dari pemerintah tentang alokasi pemanfaatan
sumber daya alam. Kebijakan alokasi yang baik adalah kebijakan yang dapat
memaksimalkan kepuasan atau keinginan masyarakat yang mencerminkan kepuasan
atau keinginan orang perorangan. Karena masyarakat terdiri atas berbagai kelompok
orang yang memiliki kepentingan yang berbeda, maka alokasi pemanfaatan sumber daya
alam harus didasarkan pada kriteria Pareto optimal, yaitu sebuah kebijakan pemanfaatan
sumber daya alam yang dapat meningkatkan kesejahteraan sejumlah orang, tetapi tanpa
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
memperburuk kesejahteraan kelompok lainnya. Misalkan pemerintah memutuskan
bahwa di suatu kawasan pantai diizinkan berdiri kawasan industri yang dapat
meningkatkan kesejahteraan penduduk, antara lain berupa penyerapan tenaga kerja dan
pembayaran pajak, tetapi kebijakan pengembangan sektor industri tidak boleh
menyebabkan penurunan kesejahteraan penduduk nelayan karena penurunan jumlah
penghasilan akibat penurunan jumlah tangkapan ikan sebagai akibat pencemaran laut
yang bersumber dari limbah kegiatan industri.
Pendekatan ekonomi terhadap hukum lingkungan juga menggunakan dua asumsi
dalam ilmu ekonomi. Asumsi pertama adalah bahwa semua barang termasuk sumber
daya alam, baik hayati dan bukan hayati merupakan komoditas yang dapat diukur secara
kuantitatif. Kedua, nilai atau harga dari semua komoditas, termasuk sumber daya alam,
dapat diukur atau dibandingkan dengan nilai mata uang yang mencerminkan seberapa
besar orang perorangan mau membayar untuk memperoleh berbagai barang atau
komoditas. Para penganut pendekatan ekonomi terhadap hukum juga menganggap
timbulnya masalah-masalah lingkungan yaitu pencemaran dan perusakan lingkungan
bukan sebagai wujud dari perbuatan tercela, tetapi merupakan wujud dari kegagalan
pasar. Pasar adalah bertemunya antara penawaran dan permintaan atas suatu barang
atau jasa. Namun, dalam kenyataannya tidak semua barang atau jasa yang dapat
diperjualbelikan dalam pasar ekonomi. Barang-barang yang disebut barang publik seperti
ruang udara, sungai dan danau tidak dapat menjadi objek hak perorangan sehingga
setiap orang dapat memanfaatkan barang-barang itu untuk kepentingan masing-masing.
Sungai, misalnya dapat digunakan oleh banyak orang untuk berbagai kepentingan
seperti tempat pembuangan limbah, cuci mandi, berenang usaha tambak ikan dan lalu
lintas sungai. Oleh karena setiap orang dapat menggunakan barang atau benda publik
sesuai kebutuhan masing-masing, maka orang tidak mau memberikan harga atas
penggunaan barang publik. Sebaliknya, tanah atau lahan dapat menjadi barang privat
dan menjadi objek hak perorangan karena tanah atau lahan dapat ditentukan batas-
batasnya. Seorang pemilik tanah dapat sepenuhnya memanfaatkan tanah sesuai
kepentingannya serta dapat mencegah pihak lain untuk tidak menggunakan tanahnya,
misalkan dengan membangun pagar tembok atau kawat berduri. Penggunaan oleh pihak
lain hanya dapat dilakukan atas izin pemilik tanah, misalkan dengan hak sewa atau hak
pakai atau jual beli. Oleh sebab itu, tanah dapat menjadi objek penawaran dan
permintaan dalam pasar ekonomi. Sebaliknya ruang udara, sungai dan danau tidak dapat
menjadi objek penawaran dan permintaan karena misalkan seseorang bersedia
membayar untuk memperoleh ruang udara atau air sungai yang sehat dan bersih, atau
bebas dari zat-zat pencemar, tetapi dia tidak akan dapat mencegah orang lain yang tidak
ikut membayar atau membeli untuk juga ikut menikmati udara bersih. Karena
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
ketidakmungkinan untuk mencegah pihak lain yang tidak ikut membayar ikut serta
menikmati manfaat dari udara atau sungai bersih, maka seseorang tidak akan mau
membayar untuk memperoleh udara atau sungai bersih Akibatnya, setiap orang bebas
menggunakan barang-barang publik itu sesuai kepentingannya masing-masing
Selanjutnya, para penganjur pendekatan ekonomi terhadap hukum lingkungan
berpandangan bahwa kegagalan pasar semestinya diatasi dengan kebijakan dan hukum
yang dibangun berdasarkan prinsip efisiensi. Jadi, bagi penganut pendekatan ekonomi
terhadap hukum, efisiensi merupakan prinsip pokok untuk menilai apakah sebuah aturan
hukum atau kebijakan arau putusan pengadilan dapat diterima atau ditolak. Untuk
mengetahui apakah sebuah hukum atau kebijakan atau putusan pengadilan efisien atau
tidak dapat dilakukan dengan membandingkan antara manfaat dan biaya. Manfaat yang
diperoleh dari pemberlakuan atau pengaturan hukum terhadap kegiatan usaha atau
industri harus dibandingkan atau diukur dengan biaya yang ditimbulkan akibat
pengaturan atau pemberlakuan hukum itu. Jika ternyata manfaatnya lebih kecil dari
biayanya, maka menurut para penganut teori pendekatan ekonomi terhadap hukum
lingkungan, hukum lingkungan yang diberlakukan itu merupakan hukum yang tidak
efisien. Hukum lingkungan yang tidak efisien akan menghambat peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Selain konsep kegagalan pasar dan
konsep efisiensi, masih terdapat konsep-konsep lain dalam argumen-argumen para
penganjur pendekatan ekonomi terhadap hukum lingkungan yang perlu lebih dahulu
dipahami supaya kita dapat memperoleh pemahaman tentang teori ini. Konsep-konsep
itu adalah harga dan eksternaliti
Dalam kepustakaan disebutkan, bahwa harga atas suatu barang atau jasa secara
teoritis harus mencerminkan atau mencakup seluruh biaya yang diperlukan, misalkan
upah buruh, biaya pembelian bahan mentah, biaya pembelian mesin, biaya transportasi
dan biaya-biaya lain dalam memproduksi barang tersebut. Akan tetapi, pada
kenyataannya harga sebuah produk tidak selalu mencerminkan atau mencakup semua
komponen biaya yang diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa yang
bersangkutan sehingga menimbulkan apa yang dinamakan eksternaliti .Konsep
eksternaliti mengandung pengertian, bahwa pelaku usaha dalam menjalankan usahanya
telah menimbulkan biaya-biaya kepada pihak lain.Misalkan, sebuah pabrik yang tidak
mengolah limbahnya dan dibuang begitu saja ke sungai sehingga sungai tercemar
sementara sungai juga dimanfaatkan oleh petani tambak ikan dan penduduk lain untuk
kebutuhan sehari-hari. Akibatnya adalah para petani tambak dan penduduk menderita
kerugian dan harus mengeluarkan uang untuk, misalkan pembelian bibit ikan lagi, atau
pembelian air minuman kemasan karena air sungai tidak lagi dapat dijadikan sumber air
minum.
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
Bagi para penganjur pendekatan ekonomi terhadap hukum lingkungan, masalah-
masalah lingkungan misalkan pencemaran lingkungan dipandang semata-mata sebagai
bentuk eksternaliti akibat pasar tidak memasukkan seluruh unsur biaya yang semestinya
dimasukkan ke dalam harga dari produk yang bersangkutan. Jadi, eksternaliti semata-
mata dipandang sebagai akibat kegagalan pasar. Oleh sebab itu, pengaturan hukum
lingkungan hanya dapat dibenarkan apabila hukum lingkungan berfungsi sebagai upaya
rasional untuk memperbaiki kegagalan pasar dalam mengalokasi penggunaaan sumber
daya alam secara efisien atau untuk mencapai pendistribusian kekayaan secara lebih
adil.» Teori pendekatan ekonomi juga dilengkapi dengan metode pengambilan keputusan
yang dianggap bebas nilai, yaitu analisis biaya dan manfaat . Dengan metode
pengambilan keputusan yang bebas nilai dan objektif, para pejabat pengambil keputusan
diharapkan mampu membuat keputusan-keputusan atau kebijakan- kebijakan secara
rasional dan objektif serta terhindar dari pertimbangan subjektif dan nilai-nilai pribadinya.

b. Pengembangan Hukum Lingkungan berdsarkan Teori Hak


Pengembangan hukum lingkungan berdasarkan teori hak dipengaruhi oleh filsafat
moral atau etika. Aliran filsafat ini menganggap perbuatan yang menimbulkan
pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan perbuatan jahat sehingga
masyarakat atau negara wajib untuk menghukum perbuatan semacam itu. Teori hak ini
juga mencakup dua aliran pemikiran yaitu libertarianisme di satu sisi dan aliran pemikiran
tentang hak-hak hewan di sisi lain. Libertarianisme menolak argumen dari teori
pendekatan ekonomi yang menganggap pencemaran dan perusakan lingkungan sekitar
sebagai masalah ketidakefisienan dan ketidakadilan distribusi sumber daya alam, tetapi
libertarianisme secara tegas menganggap perbuatan mencemari dan merusak
lingkungan merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak-hak pribadi dan hak-hak
kebendaan.
Selain atas dasar kepentingan praktis, yaitu adanya ancaman kepunahan hewan,
beberapa sarjana atas dasar moral juga menentang kegiatan-kegiatan penggunaan
hewan sebagai objek eksperimen dan perburuan hewan. Mereka berpendapat bahwa
meskipun kegiatan-kegiatan itu tidak akan membahayakan eksistensi hewan, tetapi
kegiatan-kegiatan itu secara moral patut dicela karena kegiatan-kegiatan itu dapat
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hewan yang bersangkutan. Para penganjur
hak-hak hewan menentang praktik-praktik eksperimen yang menggunakan hewan,
misalkan kera atau monyet, sebagai objek percobaan pembedahan atau pemberian dosis
obat atau racun karena praktik-praktik itu dapat menimbulkan rasa sakit bagi makhluk
kera ata monyet. Beberapa sarjana mengusulkan perlunya membangun etika ekologis
dan perlindungan hak-hak hewan sebagai dasar bagi hukum dan kebijakan lingkungan
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
hidup. Hak kebebasan hewan diartikan bahwa mereka tidak boleh dikurung dalam
kandang-kandang yang sempit yang membuat mereka tidak leluasa bergerak, tetapi
boleh dikurung dalam kandang yang memungkinkan mereka leluasa bergerak atau
dikurung dalam kawasan dengan kondisi-kondisi yang mirip dengan habitat alami
mereka. Hak untuk kebahagiaan bagi hewan adalah hak untuk tidak diperlakukan secara
kejam yang mengakibatkan penderitaan atau timbulnya rasa sakit bagi hewan yang
bersangkutan."
Dengan menggunakan analogi bahwa korporasi, badan hukum privat maupun
publik juga tidak dapat memiliki kemampuan berkomunikasi tetapi sistem hukum
mengakui keberadaan dan hak-hak atau kewenangan subjek hukum bukan manusia itu,
maka semestinya pula tidak ada persoalan jika sistem hukum memberikan hak-hak
terhadap lingkungan hidup.
c. Pengembangan Hukum Lingkungan berdasarkan Teori Paternalisme
Teori Paternalisme mengandung arti bahwa negara memainkan peran sebagai
bapak atau orang tua dalam membimbing perilaku anak-anaknya Secara kiasan negara
dipandang sebagai bapak atau orang tua, sedangkan warga negara diartikan sebagai
anak-anak. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik anak-
anaknya, sebab jika anak-anak tidak dibimbing, maka perilakunya hanya menuruti
kesukaannya Kesukaannya itu mungkin tidak selalu bernilai positif, bahkan dapat bersifat
negatif yang pada akhirnya merusak dirinya sendiri. Berbagai penelitian telah
membuktikan, bahwa penggunaan sabuk pengaman dapat mencegah kerugian yang
lebih parah akibat terjadinya kecelakaan, tetapi masih banyak para pengendara mobil
tidak mau untuk mengenakan sabuk pengamannya. Oleh sebab itu, negara, perlu
membatasi kebebasan individual ini dengan cara mewajibkan pemakaian sabuk
pengaman. Dengan demikian, teori paternalisme dibangun atas dasar asumsi, bahwa
manusia secara individual sering kali melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan
dirinya atau membuat pilihan-pilihan yang tidak matang atau bodoh .
Secara individual manusia dapat seenaknya membuang sampah ke sungai, ke
jalan-jalan atau melakukan kegiatan yang menimbulkan dampak negatif yang lebih parah
seperti penebangan kayu hutan tanpa terkendali atau pembuangan limbah bahan
berbahaya dan beracun ke media lingkungan hidup.
Dengan demikian, diperlukan kehadiran berbagai peraturan perundang-
undangan lingkungan yang dimaksudkan untuk mencegah perbuatan-perbuatan yang
tidak saja merugikan dirinya, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan, serta untuk
mengubah atau mengarahkan kesukaan warga demi kebaikan masyarakat secara
keseluruhan." Misalkan, pemerintah perlu menetapkan sebuah kawasan sebagai hutan
lindung atau hutan konservasi, taman nasional yang tidak membolehkan adanya kegiatan
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
penebangan kayu, terutama di zona inti. Pemerintah juga mengundangkan undang-
undang tentang perlindungan satwa karena satwa juga punya nilai ekologis.
d. Pengembangan Hukum Lingkungan berdasarkan Teori Kebijakan Publik
Teori nilai kebijakan publik menjelaskan, bahwa pertukaran pandangan atau musyawarah
mufakat diantara berbagai pemangku kepentingan dapat menjadi dasar bagi pembuatan keputusan
yang rasional. Menurut teori nilai kebijakan publik, wakil-wakil dari berbagai pemangku
kepentingan dalam proses legislasi harus mampu mengatasi benturan kepentingan dengan cara
menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan konstituen mereka. Apa yang dimaksud
dengan kepentingan bersama dapat diperoleh melalui pertukaran pandangan dalam proses politik.
Teori nilai kebijakan publik merupakan suatu teori yang mengatur bagaimana kebijakan
harus dibuat dan diimplementasikan. Teori ini mendefinisikan kebijakan sebagai arah tindakan
yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi
suatu masalah atau persoalan.Dalam pengembangan hukum lingkungan di Indonesia, teori nilai
kebijakan publik digunakan untuk membangun hukum yang lebih efektif dan efisien dalam
mengatur lingkungan hidup dan mengatur pengelolaan sumber daya alam. Pendekatan ini
memerlukan pemahaman dari berbagai teori hukum, seperti teori pendekatan ekonomi, teori
pemidanaan, teori kepastian hukum, teori patrimonialisme, teori teori dalam pengembangan
hukum lingkungan, dan teori nilai kebijakan publik.
V. Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup

Pada tahun 1983 Majelis Umum PBB membentuk sebuah badan, yaitu the World
Commission on Environment and Development (WCED) yang diketuai oleh Perdana
Menteri Norwegia, Gro Harlem Bruntland. Komisi ini juga dikenal dengan sebutan Komisi
Bruntland... WCED diserahi tugas sebagai berikut:
A. Reexamine the critical issue of the environment and development, and formulate
innovative, concrete, and realistic action proposals to deal with them;
B. Strengthen international cooperation on environment and development, and
assess and propose new forms of cooperation that can break out of existing
patterns and influence policies and events in the direction of needed changes,
and
C. Raise the level of understanding and commitment to action on the part of
individuals, voluntary organizations, business, institutes and governments.

Komisi Bruntland atau WCED menghasilkan sebuah laporan yang kemudian


dipublikasikan "Our Common Future"." Laporan ini memuat pendekatan terpadu terhadap
masalah-masalah lingkungan hidup dan pembangunan. Dalam laporan itu, Komisi
Bruntland tidak menciptakan istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
development), tetapi telah menggunakan dan mempopulerkan istilah itu, serta
merumuskan definisi dari pembangunan berkelanjutan, yaitu: "development that meets
the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet
their own needs."
Untuk menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi Laporan Komis Bruntland.
Majelis Umum PBB memutuskan untuk menyelenggarakan Konferensi di Rio de Janeiro,
Brasil 1992. Konferensi ini dihadiri oleh 178 utusan negara, 115 Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan, 1.400 orang perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat. Karena
peserta Konferensi Rio mewakili berbagai kepentingan dan negara di dunia, maka
Konferensi itu juga disebut sebagai Earth Summit. Konferensi Rio atau Earth Summit
menghasilkan kesepakatan berikut:
A. Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
B. Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (the Biodiversity Convention).
C. Konvensi tentang Perubahan Iklim (the Climatic Change Convention).
D. Agenda 21, sebuah dokumen 800 halaman yang berisi "cetak biru" pembangunan
berkelanjutan di abad ke-21.
E. Prinsip-prinsip pengelolaan hutan yang tidak mengikat.
F. Pengembangan lebih lanjut instrumen-instrumen hukum dari Konvensi tentang
Desertifikasi, Konvensi Pencemaran Laut yang bersumber dari Daratan.
G. Perjanjian untuk membentuk Komisi tentang Pembangunan Berkelanjutan yang
tugasnya memantau pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan Rio dan Agenda 21.

Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang juga disebut
sebagai the Earth Charter merupakan "soft-law agreements", yang memuat 27 prinsip.
Beberapa prinsip yang menjadi unsur penting konsep pembangunan berkelanjutan
adalah:
A. Prinsip kedaulatan dan tanggung jawab negara (prinsip 2);
B. Prinsip keadilan antar generasi (prinsip 3);
C. Prinsip keadilan intragenerasi (prinsip 5 dan 6);
D. Prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan
(prinsip 4):
E. Prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda (prinsip 7);
F. Prinsip tindakan pencegahan (prinsip 11);
G. Prinsip bekerja sama dan bertetangga baik dan kerja sama internasional (prinsip
18, 19 dan 27));
H. Prinsip keberhati-hatian (prinsip 15);
I. Prinsip pencemaran membayar (prinsip 16):
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
J. Prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat (prinsip 10).

Seperti halnya Deklarasi Stockholm, Deklarasi Rio juga memuat prinsip- prinsip
yang dipandang sebagai sumber pengembangan hukum lingkungan nasional dan
internasional. Oleh sebab itu, makna prinsip-prinsip tersebut akan diuraikan secara
singkat pada bagian berikut.
Prinsip kedaulatan dan tanggung jawab negara
Prinsip kedaulatan dan tanggung jawab negara (sovereignty and state
responsibility) ini dirumuskan dalam prinsip ke-2 Deklarasi Rio yang lengkapnya
berbunyi:
States have, in accordance with the Charter of the United Nations and the
principles of international law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant
to their own environmental and developmental policies, and the responsibility to ensure
that activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the environment
of other states or of areas beyond the limits of national jurisdiction.
Prinsip kedaulatan dan tanggung jawab negara mengandung makna, bahwa tiap
negara diakui kedaulatannya untuk memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang berada dalam batas-batas teritorial atau yurisdiksi negara yang
bersangkutan. Namun, kedaulatan atau hak pemanfaatan itu harus disertai dengan
tanggung jawab, yaitu pemanfaatan itu tidak boleh menimbulkan kerugian terhadap
negara-negara lain atau wilayah-wilayah di luar batas yurisdiksi negara itu. Prinsip ini
sesuai dengan adagium latin, yaitu: sic utere tuo ut alienum non laedas" yang
mengandung makna "gunakan hak anda sedemikian rupa agar tidak menimbulkan
kerugian pada orang lain". Prinsip kedaulatan dan tanggung jawab negara amat relevan
sekali dalam konteks hukum internasional.
Prinsip keadilan antargenerasi
Prinsip keadilan antargenerasi dirumuskan dalam prinsip ke-3 Deklarasi Rio yang
lengkapnya berbunyi sebagai berikut: «The Right to development must be fulfilled so as
to equitably meet developmental and environmental needs of present and future
generations. Prinsip keadilan antar generasi mengandung makna, bahwa pemanfaatan
sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh generasi sekarang tidak boleh
mengorbankan kepentingan atau kebutuhan generasi masa datang atas sumber daya
alam dan lingkungan hidup. Prinsip keadilan antar generasi diharapkan menjadi dasar
bagi pengembangan hukum lingkungan nasional maupun hukum internasional.
Di Philipina keberadaan prinsip keadilan antar generasi ini telah diuji dan diakui
keberadaannya melalui putusan Mahkamah Agung Philipina. Tony Oposa kemudian
mengajukan gugatan perwakilan atas namanya dan generasinya, atas nama anak dan
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
generasi anaknya serta atas nama cucu dan generasi cucunya yang masih belum lahir
sebagai generasi masa datang terhadap pemerintah yang telah mengeluarkan izin
penebangan kayu hutan.
Prinsip keadilan intragenerasi
Prinsip keadilan intragenerasi tercermin dalam Prinsip ke-5 dan 6 Deklarasi Rio.
Prinsip 5 menyatakan: "Allstates and all people shall cooperate in the essential task of
eradicating poverty as an indespensible requirement for sustainable development, in
order to decrease the disparities in standards of living and better needs of the majority of
the people of the world."
Oleh sebab itu, akses pemanfaatan atas sumber daya alam tidak boleh hanya
dimonopoli oleh kelompok tertentu, tetapi sumber daya alam semestinya menjadi modal
untuk peningkatan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Salah satu contoh
kebijakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan intragenerasi adalah kebijakan
kehutanan berdasarkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Kehutanan dan PP No. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 memperlihatkan
perubahan kebijakan ke arah pengakuan hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan
hutan.Masalah lain yang harus dilihat dari prinsip keadilan intragenerasi adalah bahwa
penduduk kelompok miskin sering kali memikul beban dan biaya lingkungan.
Prinsip tanggung jawab bersama, tetapi berbeda
Prinsip ini mengakui adanya tanggung jawab negara-negara maju dalam
penanggulangan masalah-masalah lingkungan. Dalam Konvensi Perubahan Iklim
negara-negara maju diminta untuk memainkan peran utama dalam penanggulangan
masalah perubahan iklim.
Prinsip tindakan pencegahan
Prinsip pencegahan mewajibkan agar langkah pencegahan dilakukan pada tahap
sedini mungkin. Dalam konteks pengendalian pencemaran, perlindungan lingkungan
paling baik dilakukan dengan cara pencegahan pencemaran daripada penanggulangan
atau pemberian ganti kerugian Dalam Deklarasi Rio prinsip pencegahan dirumuskan
dalam Prinsip ke- 11 yang antara lain, berbunyi: "States shall enact effective
environmental legislation Prinsip ini juga dipandang sangat berhubungan erat dengan
prinsip keberhati-hatian yang diuraikan pada bagian berikut.
Prinsip keberhati-hatian
Prinsip ini mencerminkan pengakuan bahwa kepastian ilmiah sering kali
datangnya terlambat untuk dapat digunakan menjadi dasar pembuatan kebijakan atau
pengambilan keputusan. Langkah-langkah pencegahan tidak boleh ditunda hanya karena
alasan bahwa kerugian lingkungan belum pasti mewujud atau karena adanya perbedaan
pandangan di antara para ahli Pengetahuan para ahli terhadap hubungan sebab akibat
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
antara industrialisasi dan teknologi dengan lingkungan tidak selalu sempurna dan serba
pasti, sehingga dampak negatif baru dapat diungkapkan atau diketahui oleh para ahli
setelah bertahun-tahun kemudian.
Prinsip pencemar membayar
National authorities should endeavour to promote the internalization of
environmental costs and the use of economic instruments, taking into account the
approach that polluter should, in principle, bear the cost of pollution, with due regard to
the public interest and without distorting international tarde and investment.
Rumusan Prinsip ke-16 mengandung makna bahwa pemerintah negara peserta
Konferensi Rio harus menerapkan kebijakan internalisasi biaya lingkungan dan
penggunaan instrumen ekonomi. Internalisasi biaya berarti setiap pelaku usaha harus
memasukkan biaya-biaya lingkungan yang ditimbulkan oleh usahanya ke dalam biaya
produksi.
Prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat
Keberadaan Prinsip 10 ini menegaskan, bahwa pengelolaan lingkungan hidup
bukan semata-mata urusan aparatur pemerintah atau para ahli yang bekerja di instansi-
instansi pemerintah, tetapi juga warga atau masyarakat. baik secara perorangan maupun
kelompok. Meskipun instansi-instansi pemerintah biasanya didukung oleh para ahli,
rencana, kebijakan atau program pemerintah tidak dapat begitu saja diterima dan
dilaksanakan tanpa pelibatan masyarakat.
Prinsip bertetangga baik dan kerja sama internasional
Prinsip 18 ini mengandung pengertian, bahwa negara-negara yang mengetahui
terjadinya bencana lingkungan yang berkemungkinan membahayakan lingkungan negara
tetangganya berkewajiban unti memberitahu negara tetangganya tentang bencana
tersebut.
States shall provide prior and timely notification sand relevant information to
potentially affected States on activities that may have a significant advers transboundary
environmental effect and shall consult with those States at an early stage and in good
faith.
Prinsip 19 mengandung pengertian, bahwa negara-negara, yang di dalamnya wilayah
mereka terdapat kegiatan-kegiatan yang mungkin menimbulkan dampak negatif lintas
batas, berkewajiban untuk memberitahu secepatnya negara-negara tetangga tentang
kegiatan-kegiatan itu dan melakukan konsultasi lebih awal dengan itikad baik.

VI. Penutup / Conclusion

Hukum tata ruang sangat berkaitan dengan hukum lingkungan dan merupakan hukum
Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation
yang di dalamnya terdapat pula bidang-bidang hukum lain berhubungan secara fisik seperti,
hukum agrarian, hukum bangunan, dan beberapa bagian khusus dari hukum pemerintah. 18
Hubungan antara hukum lingkungan dan kebijakan lingkungan dalam proses pembangunan
hukum lingkungan sangatlah erat. Pengelolaan lingkungan hidup Indonesia teelah mempunyai
dasar hukum yang kuat dan bersifat menyeluruh serta dilandasi oleh prinsip-prinsip hukum
lingkungan, sebagaimana dituangkan dalamUndang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan hidup dan dewasa ini UUPLH.
UULH diharapkan mampu menampung perkembangan baru di bidang hukum
lingkungan dan memiliki keluwesan yang diperlukan terhadap kebutuhan hukum.Undang-undang
tersebut praktis memuat semua segi pengelolaan lingkunga hidup, sehingga dapat dijadikan dasar
bagi pengaturan lebih lanjut dalam menghadapi peningkatan pencemaran lingkungan di masa
mendatang.
Beberapa ketentuan Undang-undang Lingkungan Hidup memuat prinsip- prinsip hukum
lingkungan nasional maupun internasional yang mempunyai implikasi terhadap pembangunan
nasional, yaitu :

a. Wawasan Nusantara

b. Hak atas lingkungan yang baik dan sehat

c. Prinsip pencemar membayar

d. Prinsip insentif dan disinsentif yang diwujudkan dalam bentuk


pungutan pencemaran
e. Sistem perizinan dan sanksi administrasi

f. Pern serta masyarakat

g. Keterpaduan

h. Ganti kerugian

i. Sanksi pidana

Prinsip-prinsip hukum lingkungan tersebut diatas dituangkan sebagai kebijaksanaan lingkungan


dalam UULH dan memerlukan pengkajianyang dalam untuk dapat dijabarkan lebih lanjut dalm
peraturan perundang-undangan lingkungan sebagai pelaksanaan UULH.Materi mengenai bidang
lingkungan sangat luas, mencangkup segi-segi dari angkasa sampai perut bumi dan dasar laut, dan
meliputi sumber daya manusia, dan lain sebaginya.Bidng yang demikian luas tidak mungkin diatur
secara lengkap dalam satu undang-undang tettapi memerlukan seperangkat peraturan perundang-
undangan dengan arah dan cirri yang serupa.

Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation


Bibliografi / Bibliography
Varindra Tarzie, The Polutan of Property, Newsweek, 1977, hlm. 27 dikutip dari Siti Sundari
Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.Airlangga University
Press, Surabaya, 2000, hlm 28
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.
Airlangga University Press, Surabaya, 2000, hlm. 60
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University press,
Yogyakarta, 2002.
Varindra Tarzie, The Polutan of Property, Newsweek, 1977
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.

Airlangga University Press, Surabaya, 2000.

Mochtar Kusumaatmadja, Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia: Beberapa


Pemikiran Dan Saran, Lembaga Penelitian Hukum Dan Kriminologi, Universitas
Padjadjaran, Bandung, 1977.

Books:

HUKUM
LINGKUNGAN DI INDONESIA PROF.DR.TAKDIR RAHMI,S.H.,LLM, (edisi keti

Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation


Tanjungpura Law Journal | Template for Article Preparation

Anda mungkin juga menyukai