NPM : 110110160315
Kelas : E
Mata Kuliah : Hukum Lingkungan
Nama Dosen : Dr. Maret Priyanta, SH., MH.
TUGAS MANDIRI
Nomenklatur atau judul yang digunakan untuk undang – undang ini adalah “Ketentuan –
ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup”. Dari judul tersebut dapat terlihat bahwa
yang diatur hanyalah beberapa ketentuan saja yang dianggap penting sehingga undang –
undangnya pun hanya berisi 8 bab yang terdiri dari 24 Pasal. Setelah membaca undang –
undangnya pun masih banyak permasalahan yang lebih kompleks yang masih belum diatur
dalam undang – undang ini.
Oleh karena itu undang-undang nomor 23 tahun 1997 dinamai “Pengelolaan lingkungan
hidup”. Penamaan ini dimaknai sebagai kesadaran negara Indonesia dalam merespons
permasalahan lingkungan hidup yang ada. Semula lingkungan hidup hanya dimanfaatkan dan
didayagunakan sumber daya alamnya, dengan undang-undang ini lingkungan hidup mulai
dijaga dengan dikelola dengan baik guna mendukung pembangunan berkelanjutan.
Guna menanggapi isu yang terjadi, pemerintah Indonesia membentuk sebuah undang-undang
yang dinamai “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”. Terdapat penambahan kata
“Perlindungan” apabila dibandingkan dengan undang-undang yang sebelumnya. Hal tersebut
dilakukan karena kualitas lingkungan hidup yang makin memburuk sehingga diperlukan
perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem yang belum diakomodir oleh undang-undang
nomor 23 tahun 1997.
Asas – asas yang harus dipatuhi dalam pengelolaan lingkungan hidup sendiri diatur dalam
pasal 3 yaitu asas tanggungjawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat.
Berdasarkan asas tanggung jawab negara, di satu sisi, negara menjamin bahwa pemanfaatan
sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan
mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Di lain sisi, negara
mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah
yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi negara lain, serta
melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara. Asas keberlanjutan
mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap
generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya
kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus
dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan
terlanjutkannya pembangunan.
Asas – asas yang diatur dalam undang – undang ini sudah jauh lebih tegas dan jelas daripada
asas yang terdapat dalam undang – undang nomor 4 tahun 1982 yang masih sangat
sederhana.
● Undang – undang nomor 32 tahun 2009
Seiring perkembangan zaman, permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh negara pun kian
pelik. Terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup dan juga semakin parahnya
pemanasan global membuat semakin beratnya tantangan dalam melakukan pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan guna menjamin hak warga negara untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal tersebut direspons pemerintah dengan
membentuk suatu undang – undang baru yang mengakomodir permasalahan – permasalahan
lingkungan hidup yang terjadi dan bagaimana menyelesaikannya.
Di dalam undang – undang ini terlihat keseriusan pemerintah dalam berupaya memberikan
lingkungan hidup yang layak untuk semua warga negara. Salah satunya adalah dengan
menambahkan asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi 14 butir yaitu:
1. Asas tanggungjawab negara;
2. Asas kelestarian dan keberlanjutan;
3. Asas keserasian dan keseimbangan;
4. Asas keterpaduan;
5. Asas manfaat;
6. Asas kehati – hatian;
7. Asas keadilan;
8. Asas ekoregion
9. Asas keanekaragaman hayati;
10. Asas pencemar membayar;
11. Asas partisipatif;
12. Asas kearifan lokal;
13. Asas tata kelola pemerintahan yang baik; dan
14. Asas otonomi daerah.
Kemudian proses pengelolaan lingkungan hidup pada undang-undang lingkungan hidup ini
hanya sekedar peringatan dan penjelasan-penjelasan mengenai lingkungan hidup
sebagaimana mestinya
Setelah diadakannya KTT tersebut. UU no. 4 tahun 1982 mulai berkembang dengan
mengevaluasi perkembangan dan masalah lingkungan yang ada. Kemudian dibentuklah UU
no. 23 tahun 1997 untuk menyesuaikan dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Proses
pengelolaan lingkungan hidup dalam undang-undang ini mulai berkembnag, bisa dilihat dari
tingkat sanksi yang diberlakukan dan penjelasan mengenai peran pemerintah dan warga
negara dalam pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan, namun proses penerapan
secara keseluruhan masih belum terlihat tegas dan selaras denan pembangunan lingkungan
hidup secara berkelanjutan.
a) BAB V (Pengendalian)
Yaitu bab mengenai pengendalian. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. pemulihan.
b) BAB VI (Pemeliharaan)
Bab ini mengatur mengenai pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan
melalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfer.
c) BAB VII (Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun Serta Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun)
Bab ini merupakan bab yang tidak pernah dicantumkan pada dua undang-undang
lingkungan hidup sebelumnya karena permasalahan ini belum dianggap genting.
Pada bab ini setiap orang yang atas usaha/kegiatannya menggunakan bahan
berbahaya dan beracun yang menimbulkan limbah wajib dikelola dengan tanpa
merusak lingkungan.
Pada intinya perihal penataan lingkungan hidup, undang-undang nomor 32 tahun 2009
mengaturnya dengan lebih rinci. Peraturan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun juga baru ditemui di undang-undang
nomor 32 tahun 2009 yang menyempurnakan ketentuan penataan lingkungan hidup yang
terdapat pada undang-undang nomor 4 tahun 1982 dan undang-undang nomor 23 tahun 1997.
5. Penegakkan Hukum pada UU Nomor 4 Tahun 1982, UU Nomor 23 Tahun 1997, dan UU
Nomor 32 Tahun 2009
● Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1982
Penegakkan hukum pada undang-undang nomor 4 tahun 1982 diatur pada Bab VI mengenai
ganti kerugian dan biaya pemulihan serta ketentuan pidana yang terdapat pada Bab VII.
Bab VI menekankan penegakkan hukum dari segi hukum perdata yang mewajibkan barang
siapa yang merusak atau mencemari lingkungan untuk membayar ganti kerugian kepada
pihak yang dirugikan. Penegakkan hukum menurut undang-undang ini juga menegaskan
bahwa siapa yang mencemari memiliki tanggungjawab mutlak untuk membayar. Sedangkan
ketentuan pada Bab VII merupakan ketentuan pidana yang mengatur bahwa barangsiapa yang
sengaja merusak atau mencemari lingkungan dipidana maksimal 10 tahun dengan denda
maksimal 100.000.000 serta barangsiapa yang lalai merusak atau mencemari lingkungan
dipidana maksimal 1 tahun penjara dengan denda maksimal 100.000.000.
Pendekatan yang dilakukan pada undang-undang ini adalah dari sudut pandang hukum
perdata dan pidana. Tidak terdapat sanksi administratif pada undang-undang ini karena
perihal perizinan pun belum diatur.
Seperti halnya undang-undang nomor 4 tahun 1982, undang-undang nomor 23 tahun 1997
juga mengatur mengenai sanksi perdata dan pidana. Namun terdapat beberapa perbedaan
diantara keduanya. Penyelesaian sengketa keperdataan pada undang-undang nomor 23 tahun
1997 memungkinkan dilaksanakan di luar pengadilan. Perbedaan lainnya yang paling
mencolok adalah diperkenankannya sistem class action untuk pertama kalinya di peradilan
Indonesia. Mengenai class action ini diatur dalam pasal 37 – 39 tentang hak masyarakat dan
organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan. Dalam undang-undang ini diatur
pula penyidik selain POLRI berupa penyidik sipil dan penyidikan pada tindak pidana yang
dilakukan di perairan Indonesia dan zona ekonomi eksklusif. Sedangkan perbedaan dalam
sanksi pidana adalah dengan ditambahkannya aturan apabila pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan mengakibatkan orang mati atau luka berat, serta pelepasan atau pembuangan zat
berbahaya ke lingkungan hidup.
Perihal tanggungjawab mutlak juga lebih dipertegas dengan mengatur bahwa pengguna,
penghasil, dan/atau pengelola limbah B3 memiliki tanggungjawab mutlak tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan.
Apabila pada undang-undang nomor 23 tahun 1997 diperkenalkan sistem class action maka
pada undang-undang ini pemerintah dan pemerintah diberikan hak untuk mengajukan
gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
pencemaran dan kerusakan. Lalu perihal gugatan administratif ini juga diberikan hak kepada
setiap orang untuk mengajukan gugatan kepada keputusan tata usaha negara apabila pejabat
pemberi izin memberikan izin kepada pihak yang tidak seharusnya mendapatkan izin.
Dalam penegakkan hukum pidana juga diciptakan sistem penegakan hukum terpadu antara
penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi menteri.
Sanksi pidana juga mengatur hal – hal baru yaitu pelampauan baku mutu, pelepasan hasil
rekayasa genetik ke media lingkungan yang bertentangan dengan peraturan, pengelolaan
limbah B3 tanpa izin, pemasukkan limbah ke dalam wilayah NKRI, pembakaran lahan, serta
dimungkinkannya pejabat pemberi izin yang memberikan izin kepada pemohon yang tidak
memiliki amdal atau UKL-UPL serta pejabat yang sengaja tidak melakukan pengawasan
terhadap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk dipidana.
Dengan adanya hal-hal dan ketentuan-ketentuan baru yang diatur dalam undang-undang
nomor 32 tahun 1997 membuat penegakkan hukum kepada pihak yang mencemari dan/atau
merusak lingkungan menjadi semakin ketat dan subjek yang dapat dihukum pun meluas.
Akan tetapi dibutuhkan pengawasan yang ketat agar pada praktiknya hal - hal yang
diharapkan dengan adanya pengaturan mengenai penegakkan hukum ini dapat tercapai.
ANALISIS
Perbandingan antara ketiga undang-undang lingkungan hidup diatas menjelaskan bahwa dari
tahun ke tahun yaitu dari tahun 1982, 1997, hingga tahun 2009 terdapat perubahan yang
cukup signifikan dan kompleks.
Peraturan sebelumnya yaitu Undang-undang No. 4 Tahun 1982 dan Undang-undang No. 23
Tahun 1997 memiliki kekurangan yang amat signifikan karena tidak terdapat unsur hukum
yang meinindaklanjuti atau menegaskan semua pihak untuk tetap mematuhi peraturan
perundang-undangan dari pemerintah di dalamnya. Sedangkan peraturan selanjutnya
memiliki kelebihan yaitu Undang-undang No. 32 Tahun 2009, yakni dijelaskan
instrument-instrumen yang mendukung dalam pelaksanaan pengelolaan itu sendiri, serta
terdapat unsur hukum untuk pengawasan dan penegakan hukum berkenaan dengan masalah
pengelolaan sumber daya alam dari lingkungan hidup tsb.
Dilihat dari beberapa hal yang sudah diperluas tersebut, maka Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengalami perkembangan
untuk mengkonversikan berbagai macam masalah yang semakin sini semakin kompleks
adanya terkait dengan lingkungan yang mana yang nantinya perkembangan ini dapat
menjamin suatu kepastian hukum terhadap lingkungan hidup.
Perbedaan yang paling mendasar dari Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dengan
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan pada Undang-undang terbaru
ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hisup yang didasarkan
pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan
penerapan instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta
penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi,
partisipasi, akuntabilitas dan keadilan. Bentuk penguatan tsb dilihat dari :
Hal-hal baru mengenai AMDAL yang juga termuat pada Undang-undang terbaru ini antara
lain:
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, terdapat pengaturan yang tegas dan tercantum dalam
Undang-undang No. 32 Tahun 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait
pelanggaran bidang AMDAL. Hal-hal yang terkait dengan sanksi tersebut berupa :