Anda di halaman 1dari 13

Nama : Mayesha Andriana Yasmine

NPM : 110110160315
Kelas : E
Mata Kuliah : Hukum Lingkungan
Nama Dosen : Dr. Maret Priyanta, SH., MH.

TUGAS MANDIRI

Perbandingan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982,


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009

1. Perbandingan Judul Masing – Masing Undang – Undang


● Undang – Undang Nomor 4 tahun 1982
Undang – undang ini merupakan peraturan perundangan pertama di Indonesia yang
mengatur mengenai permasalahan lingkungan hidup. Undang – undang ini dibentuk sebagai
dasar dalam mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum.

Nomenklatur atau judul yang digunakan untuk undang – undang ini adalah “Ketentuan –
ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup”. Dari judul tersebut dapat terlihat bahwa
yang diatur hanyalah beberapa ketentuan saja yang dianggap penting sehingga undang –
undangnya pun hanya berisi 8 bab yang terdiri dari 24 Pasal. Setelah membaca undang –
undangnya pun masih banyak permasalahan yang lebih kompleks yang masih belum diatur
dalam undang – undang ini.

● Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997


Apabila pada undang-undang nomor 4 tahun 1982 hanya terfokus akan bagaimana mendaya
gunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum, undang-undang ini
melihat permasalahan lingkungan hidup sudah semakin kompleks sehingga memandang
bahwa lingkungan hidup perlu dikelola dengan baik dalam rangka pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

Oleh karena itu undang-undang nomor 23 tahun 1997 dinamai “Pengelolaan lingkungan
hidup”. Penamaan ini dimaknai sebagai kesadaran negara Indonesia dalam merespons
permasalahan lingkungan hidup yang ada. Semula lingkungan hidup hanya dimanfaatkan dan
didayagunakan sumber daya alamnya, dengan undang-undang ini lingkungan hidup mulai
dijaga dengan dikelola dengan baik guna mendukung pembangunan berkelanjutan.

● Undang – undang nomor 32 tahun 2009


Undang – undang yang terbaru mengenai lingkungan hidup ini lahir pada tahun 2009 saat
permasalahan lingkungan hidup sudah makin pelik termasuk adanya degradasi kualitas
lingkungan hidup dan juga permasalahan pemanasan global.

Guna menanggapi isu yang terjadi, pemerintah Indonesia membentuk sebuah undang-undang
yang dinamai “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”. Terdapat penambahan kata
“Perlindungan” apabila dibandingkan dengan undang-undang yang sebelumnya. Hal tersebut
dilakukan karena kualitas lingkungan hidup yang makin memburuk sehingga diperlukan
perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem yang belum diakomodir oleh undang-undang
nomor 23 tahun 1997.

2. Perbandingan Asas yang Terkandung dalam Undang – Undang


● Undang – Undang Nomor 4 tahun 1982
Undang – Undang nomor 4 tahun 1982 memiliki 8 bab dan 24 Pasal. Undang – undang ini
merupakan yang pertama yang mengatur mengenai lingkungan hidup sehingga di dalamnya
belum mengatur secara rinci dan menyeluruh tentang permasalahan lingkungan hidup yang
terjadi. Mengenai asas sendiri tercantum pada bab 2 yaitu pasal 3 dan 4. Pada pasal 3
dijelaskan bahwa yang menjadi asas dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah pelestarian
kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Pengaturan asas dalam undang
– undang ini masih sangat sederhana dan tidak mencakup segala permasalahan lingkungan
yang ada serta bagaimana menyelesaikannya. Oleh karenanya, dibutuhkan undang – undang
yang lebih tegas mengatur tentang asas – asas dalam pengelolaan lingkungan hidup.
● Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
Semakin berkembangnya dan terjadinya kemajuan industri yang pesat, perlu ditata dan diatur
mengenai penganaan limbah yang dihasilkan industri-industri yang sebelumnya tidak
terakomodasi di dalam undang-undang sebelumnya. Semakin meningkatnya upaya
pembangunan menyebabkan akan makin meningkat dampaknya terhadap lingkungan hidup.
Keadaan ini mendorong makkin diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan
hidup sehingga risiko terhadap lingkungan hiddup dapat ditekan sekecil mungkin. Upaya
pengendalian dampak lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari tindakan pengawasan
agar ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang lingkungan sebagai
perangkat hukum yang bersifat preventif dan represif terhadap pelanggaran-pelanggaran
lingkungan hidup. Undang – undang ini juga mengatur mengenai asas – asas yang mencakup
aspek yang lebih luas mengenai pengelolaan lingkungan hidup dibandingkan dengan undang
– undang nomor 4 tahun 1982.

Asas – asas yang harus dipatuhi dalam pengelolaan lingkungan hidup sendiri diatur dalam
pasal 3 yaitu asas tanggungjawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat.

Berdasarkan asas tanggung jawab negara, di satu sisi, negara menjamin bahwa pemanfaatan
sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan
mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Di lain sisi, negara
mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah
yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi negara lain, serta
melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara. Asas keberlanjutan
mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap
generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya
kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus
dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan
terlanjutkannya pembangunan.

Asas – asas yang diatur dalam undang – undang ini sudah jauh lebih tegas dan jelas daripada
asas yang terdapat dalam undang – undang nomor 4 tahun 1982 yang masih sangat
sederhana.
● Undang – undang nomor 32 tahun 2009
Seiring perkembangan zaman, permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh negara pun kian
pelik. Terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup dan juga semakin parahnya
pemanasan global membuat semakin beratnya tantangan dalam melakukan pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan guna menjamin hak warga negara untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal tersebut direspons pemerintah dengan
membentuk suatu undang – undang baru yang mengakomodir permasalahan – permasalahan
lingkungan hidup yang terjadi dan bagaimana menyelesaikannya.

Di dalam undang – undang ini terlihat keseriusan pemerintah dalam berupaya memberikan
lingkungan hidup yang layak untuk semua warga negara. Salah satunya adalah dengan
menambahkan asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi 14 butir yaitu:
1. Asas tanggungjawab negara;
2. Asas kelestarian dan keberlanjutan;
3. Asas keserasian dan keseimbangan;
4. Asas keterpaduan;
5. Asas manfaat;
6. Asas kehati – hatian;
7. Asas keadilan;
8. Asas ekoregion
9. Asas keanekaragaman hayati;
10. Asas pencemar membayar;
11. Asas partisipatif;
12. Asas kearifan lokal;
13. Asas tata kelola pemerintahan yang baik; dan
14. Asas otonomi daerah.

3. Proses Pembentukan Undang – Undang


● Undang – Undang Nomor 4 tahun 1982
Undang – undang ini dibentuk untuk menindaklanjuti konferensi Stockholm pada tanggal 5
Juni 1972 yang membicarakan tentang kesadaran akan lingkungan hidup. Antara lain:
HAM(1), pengelolaan sumber daya manusia (2-7), kebijakan perencanaan pembangunan dan
demografi (13-17), ilmu pengetahuan dan teknologi (18-20), tanggungjawab negara (21-22),
kepathuan terhadap standar lingkungan nasional dan semangat kerjasama negara (23-25),
dan ancaman senjata nuklir terhadap lingkungan (26). Konferensi ini diikuti oleh 113 negara
yang kemudian hasil dari konferensi ini dibawa ke negara masing-masing dan menjadi acuan
dibuatnya peraturan mengenai lingkungan hidup khususnya terkati dengan pengelolaan
lingkungan hidup nasional maupun internasional.

Kemudian proses pengelolaan lingkungan hidup pada undang-undang lingkungan hidup ini
hanya sekedar peringatan dan penjelasan-penjelasan mengenai lingkungan hidup
sebagaimana mestinya

● Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997


Latar belakang pembentukan undang – undang ini adalah diselenggarakannya konferensi Rio
de Janerio di Brazil. Konferensi ini merupakan pelaksanaan resolusi sidang umum PBB no.
45/211 dan keputusan no. 46/468 yang diikuti oleh 117 negara dan sebagai perayaan
konferensi Stockholm ke-20. Kemudian KTT Bumi ini membentuk United Nations
Conference on Environment and Development (UNCED).

Setelah diadakannya KTT tersebut. UU no. 4 tahun 1982 mulai berkembang dengan
mengevaluasi perkembangan dan masalah lingkungan yang ada. Kemudian dibentuklah UU
no. 23 tahun 1997 untuk menyesuaikan dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Proses
pengelolaan lingkungan hidup dalam undang-undang ini mulai berkembnag, bisa dilihat dari
tingkat sanksi yang diberlakukan dan penjelasan mengenai peran pemerintah dan warga
negara dalam pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan, namun proses penerapan
secara keseluruhan masih belum terlihat tegas dan selaras denan pembangunan lingkungan
hidup secara berkelanjutan.

● Undang – Undang nomor 32 tahun 2009


Seiring berlakunya undang-undang nomor 23 tahun 1997 dan perkembangan zaman,
teknologi, dan pola pikir manusia, masalah lingkungan hidup semakin banyak dan kompleks.
Guna menanggapi isu tersebut, DPR membentuk UU no. 32 tahun 2009 karena
undang-undang sebelumnya masih belum bisa menyelesaikan masalah dan terdapat evaluasi
terhadap undang-undang nomor 23 tahun 2009 antara lain: keterbatasan kewenangan
pemerintah; kurangnya definisi lingkungan hidup yang mengatur dan hanya dalam bentuk
kajian saja; dan semakin sulit mengimplementasikan sanksi pada pelanggaran pengelolaan
lingkungan hidup.

Kemudian penjelasan mengenai proses penerapan pengelolaan lingkungan hidup dalam


undang-undang ini sudah sesuai dengan zaman globalisasi di mana pola pikir dan teknologi
masyarakat dunia dan nasional berkembang pesat dan juga kian kompleks.

4. Penataan Lingkungan Hidup dalam UU Nomor 4 Tahun 1982, UU Nomor 23 Tahun


1997, dan UU Nomor 32 Tahun 2009
● Undang – Undang Nomor 4 tahun 1982
Di dalam Undang-undang ini dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban
untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup dan setiap orang yang
menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara kelestarian kemampuan lingkungan
hidup yangh serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
Kewajiban tersebut dicantumkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.

● Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997


Mengenai penataan lingkungan hidup dalam undang-undang ini diatur pada Bab VI yaitu
pasal 18 – 29. Peraturan ini lebih rinci dan tegas dibandingkan undang-undang sebelumnya.
Pada Bab VI dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
a) Perizinan
Diatur dalam pasal 18 - 21 yaitu bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) untuk
memperolah izin melakukan usaha/kegiatan. Hal ini dilakukan untuk
memperketat dan menyaring kegiatan/usaha dari awal sehingga usaha/kegiatan
yang tidak sesuai dengan AMDAL tidak diberikan izin. Mereka yang tidak
memiliki izin juga dilarang untuk melakukan pembuangan limbah ke media
lingkungan hidup sehingga memperkecil peluang terjadinya pencemaran dan
perusakan lingkungan.
b) Pengawasan
Usaha/kegiatan yang telah diberikan izin nantinya akan diawasi sebagai
pengendalian dampak lingkungan hidup. Mengenai pengawasan ini diatur dalam
pasal 22 – 24. Menteri dan kepala daerah akan menetapkan pejabat yang
berwenang melakukan pengawasan. Pejabat tersebut berwenang melakukan
pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau
membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh,
memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta
meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau
kegiatan. Nantinya penanggungjawab usaha/kegiatan berkewajiban untuk
memenuhi permintaan pengawas.
c) Sanksi administrasi
Diatur dalam pasal 25 – 27 yaitu penanggunjawab usaha/kegiatan yang terbukti
melakukan pelanggaran dapat dikenai sanksi administrasi oleh pejabat berwenang
yang berupa pencabutan izin usaha. Pihak lain yang berkepentingan juga dapat
mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabut izin
usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya.
d) Audit lingkungan hidup
Apabila penanggungjawab usaha/kegiatan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini, maka menteri berwenang
memerintahkan penanggungjawab usaha/kegiatan untuk melakukan audit
lingkungan hidup dan yang bersangkutan wajib melaksanakan perintah tersebut.

● Undang – undang nomor 32 tahun 2009


Dalam undang-undang ini, perihal penataan lingkungan hidup diatur jauh lebih rinci
dibandingkan dengan dua undang-undang sebelumnya. Apabila pada undang-undang nomor
4 tahun 1982 dan undang-undang nomor 23 tahun 1997 perihal penataan disatukan dalam
sebuah Bab, maka pada undang-undang nomor 32 tahun 2009 ini dibagi menjadi 3 bab yaitu
bab V-VII atau pasal 13- 61.

a) BAB V (Pengendalian)
Yaitu bab mengenai pengendalian. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. pemulihan.
b) BAB VI (Pemeliharaan)
Bab ini mengatur mengenai pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan
melalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfer.
c) BAB VII (Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun Serta Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun)
Bab ini merupakan bab yang tidak pernah dicantumkan pada dua undang-undang
lingkungan hidup sebelumnya karena permasalahan ini belum dianggap genting.
Pada bab ini setiap orang yang atas usaha/kegiatannya menggunakan bahan
berbahaya dan beracun yang menimbulkan limbah wajib dikelola dengan tanpa
merusak lingkungan.
Pada intinya perihal penataan lingkungan hidup, undang-undang nomor 32 tahun 2009
mengaturnya dengan lebih rinci. Peraturan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun juga baru ditemui di undang-undang
nomor 32 tahun 2009 yang menyempurnakan ketentuan penataan lingkungan hidup yang
terdapat pada undang-undang nomor 4 tahun 1982 dan undang-undang nomor 23 tahun 1997.

5. Penegakkan Hukum pada UU Nomor 4 Tahun 1982, UU Nomor 23 Tahun 1997, dan UU
Nomor 32 Tahun 2009
● Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1982
Penegakkan hukum pada undang-undang nomor 4 tahun 1982 diatur pada Bab VI mengenai
ganti kerugian dan biaya pemulihan serta ketentuan pidana yang terdapat pada Bab VII.
Bab VI menekankan penegakkan hukum dari segi hukum perdata yang mewajibkan barang
siapa yang merusak atau mencemari lingkungan untuk membayar ganti kerugian kepada
pihak yang dirugikan. Penegakkan hukum menurut undang-undang ini juga menegaskan
bahwa siapa yang mencemari memiliki tanggungjawab mutlak untuk membayar. Sedangkan
ketentuan pada Bab VII merupakan ketentuan pidana yang mengatur bahwa barangsiapa yang
sengaja merusak atau mencemari lingkungan dipidana maksimal 10 tahun dengan denda
maksimal 100.000.000 serta barangsiapa yang lalai merusak atau mencemari lingkungan
dipidana maksimal 1 tahun penjara dengan denda maksimal 100.000.000.
Pendekatan yang dilakukan pada undang-undang ini adalah dari sudut pandang hukum
perdata dan pidana. Tidak terdapat sanksi administratif pada undang-undang ini karena
perihal perizinan pun belum diatur.

● Undang – Undang nomor 23 Tahun 1997


Terdapat beberapa ketentuan mengenai penegakkan hukum pada undang – undang ini,
diantaranya adalah sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha/kegiatan yang diatur
pada pasal 25 – 27. Sanksi administratif ini sebelumnya tidak diatur pada undang-undang
nomor 4 tahun 1982.

Seperti halnya undang-undang nomor 4 tahun 1982, undang-undang nomor 23 tahun 1997
juga mengatur mengenai sanksi perdata dan pidana. Namun terdapat beberapa perbedaan
diantara keduanya. Penyelesaian sengketa keperdataan pada undang-undang nomor 23 tahun
1997 memungkinkan dilaksanakan di luar pengadilan. Perbedaan lainnya yang paling
mencolok adalah diperkenankannya sistem class action untuk pertama kalinya di peradilan
Indonesia. Mengenai class action ini diatur dalam pasal 37 – 39 tentang hak masyarakat dan
organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan. Dalam undang-undang ini diatur
pula penyidik selain POLRI berupa penyidik sipil dan penyidikan pada tindak pidana yang
dilakukan di perairan Indonesia dan zona ekonomi eksklusif. Sedangkan perbedaan dalam
sanksi pidana adalah dengan ditambahkannya aturan apabila pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan mengakibatkan orang mati atau luka berat, serta pelepasan atau pembuangan zat
berbahaya ke lingkungan hidup.

● Undang – Undang nomor 32 tahun 2009


Pada undang – undang nomor 32 tahun 2009 terdapat penegakkan lingkungan yang
merupakan hal-hal baru yang sebelumnya belum diatur oleh undang-undang tentang
lingkungan hidup. Beberapa diantaranya adalah penambahan sanksi adminstratif yang
semula hanya pencabutan izin usaha menjadi teguran tertulis; paksaan pemerintah;
pembekuan izin lingkungan; dan pencabutan izin lingkungan.

Perihal tanggungjawab mutlak juga lebih dipertegas dengan mengatur bahwa pengguna,
penghasil, dan/atau pengelola limbah B3 memiliki tanggungjawab mutlak tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan.
Apabila pada undang-undang nomor 23 tahun 1997 diperkenalkan sistem class action maka
pada undang-undang ini pemerintah dan pemerintah diberikan hak untuk mengajukan
gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
pencemaran dan kerusakan. Lalu perihal gugatan administratif ini juga diberikan hak kepada
setiap orang untuk mengajukan gugatan kepada keputusan tata usaha negara apabila pejabat
pemberi izin memberikan izin kepada pihak yang tidak seharusnya mendapatkan izin.

Dalam penegakkan hukum pidana juga diciptakan sistem penegakan hukum terpadu antara
penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi menteri.
Sanksi pidana juga mengatur hal – hal baru yaitu pelampauan baku mutu, pelepasan hasil
rekayasa genetik ke media lingkungan yang bertentangan dengan peraturan, pengelolaan
limbah B3 tanpa izin, pemasukkan limbah ke dalam wilayah NKRI, pembakaran lahan, serta
dimungkinkannya pejabat pemberi izin yang memberikan izin kepada pemohon yang tidak
memiliki amdal atau UKL-UPL serta pejabat yang sengaja tidak melakukan pengawasan
terhadap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk dipidana.

Dengan adanya hal-hal dan ketentuan-ketentuan baru yang diatur dalam undang-undang
nomor 32 tahun 1997 membuat penegakkan hukum kepada pihak yang mencemari dan/atau
merusak lingkungan menjadi semakin ketat dan subjek yang dapat dihukum pun meluas.
Akan tetapi dibutuhkan pengawasan yang ketat agar pada praktiknya hal - hal yang
diharapkan dengan adanya pengaturan mengenai penegakkan hukum ini dapat tercapai.

ANALISIS

Perbandingan antara ketiga undang-undang lingkungan hidup diatas menjelaskan bahwa dari
tahun ke tahun yaitu dari tahun 1982, 1997, hingga tahun 2009 terdapat perubahan yang
cukup signifikan dan kompleks.

Peraturan sebelumnya yaitu Undang-undang No. 4 Tahun 1982 dan Undang-undang No. 23
Tahun 1997 memiliki kekurangan yang amat signifikan karena tidak terdapat unsur hukum
yang meinindaklanjuti atau menegaskan semua pihak untuk tetap mematuhi peraturan
perundang-undangan dari pemerintah di dalamnya. Sedangkan peraturan selanjutnya
memiliki kelebihan yaitu Undang-undang No. 32 Tahun 2009, yakni dijelaskan
instrument-instrumen yang mendukung dalam pelaksanaan pengelolaan itu sendiri, serta
terdapat unsur hukum untuk pengawasan dan penegakan hukum berkenaan dengan masalah
pengelolaan sumber daya alam dari lingkungan hidup tsb.

Dilihat dari beberapa hal yang sudah diperluas tersebut, maka Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengalami perkembangan
untuk mengkonversikan berbagai macam masalah yang semakin sini semakin kompleks
adanya terkait dengan lingkungan yang mana yang nantinya perkembangan ini dapat
menjamin suatu kepastian hukum terhadap lingkungan hidup.

Undang-undang No. 32 Tahun 2009 adalah “penyempurnaan’ Undang-undang No. 23 Tahun


1997 dan Undang-undang No. 4 Tahun 1982. “Penyempurnaan” terhadap Undang-undang
No. 23 Tahun 1997 diperjelas pada Penjelasan Undang-undang No. 32 Tahun 2009 poin ke-8.

Perbedaan yang paling mendasar dari Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dengan
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan pada Undang-undang terbaru
ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hisup yang didasarkan
pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan
penerapan instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta
penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi,
partisipasi, akuntabilitas dan keadilan. Bentuk penguatan tsb dilihat dari :

1. Penerapan ancaman pidana minimum disamping ancaman hukuman maksimum.


2. Perluasan alat bukti.
3. Penerapan asas ultimum remedium. Pada Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tidak ada
asas yang mengatur dalam penegakkan hukumnya. Sedangkan dijelaskan pada
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dikenal konsep asas Subsidiaritas yaitu bahwa
hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain, seperti
sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternative penyelesaian sengketa
lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relative berat
dan/atau akibat perbuatannya relative besar dan/atau perbuatannya menimbulkan
keresahan masyarakat. Sedangkan pada asas ultimum remedium dikatakan bahwa
mewajibkan penerapan penegakkan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah
penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Kaitan dengan hal
ini, terlihat jelas bahwa pada Undang-undang No. 23 Tahun 1997 memiliki berbagai
macam rintangan guna mencapai kepada penegakan hukum secara pidana. Akan
tetapi, hal ini dipersempit ruang geraknya melalui penerapan asas ultimum remedium
pada Undang-undang No. 32 Tahun 2009, sehingga diharapkan dengan keluarnya
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 ini, bentuk pelanggaran pidana terhadap
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dapat ditegakan dengan seadil-adilnya.

Hal-hal baru mengenai AMDAL yang juga termuat pada Undang-undang terbaru ini antara
lain:

1. AMDAL dan UK/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran


dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2. Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
dokumen AMDAL;
3. Komisi penilai AMDAL pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota wajib memiliki
lisensi AMDAL;
4. AMDAL dan UKL/UPL perupakan persyaratan untuk penertiban izin lingkungannya;
5. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri. Gubernur, bupati/walikota sesuai
kewenangannya.

Selain hal-hal yang disebutkan diatas, terdapat pengaturan yang tegas dan tercantum dalam
Undang-undang No. 32 Tahun 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait
pelanggaran bidang AMDAL. Hal-hal yang terkait dengan sanksi tersebut berupa :

1. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin


lingkungan;
2. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat
kompetensi;
3. Sanski terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi
dengan dokumen AMDAL danUPL/UKL

Anda mungkin juga menyukai