Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

HUKUM LINGKUNGAN

Pembahasan ‘’Karya Ilmiah Hukum Lingkungan”

Dosen Pembimbing Oleh :


Frenadin Adegustara, SH., MS
Disusun Oleh :
Ivandro Elpasya 1910113141

UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lingkungan menjadi komponen yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan semua
makhluk hidup yang ada di bumi. Salah satu isu lingkungan hidup yang memberikan pengaruh
terhadap semua komponen kehidupan dan sistem kehidupan adalah mengenai fenomena
perubahan iklim (climate change). Perubahan iklim muncul sebagai suatu bentuk fenomena
kerusakan lingkungan pada tataran lokal, nasional maupun global. Sudah menjadi hal yang tidak
bisa terbantahkan bahwa kerusakan lingkungan hidup di sebuah negara akan mempunyai dampak
buruk bagi banyak negara lainnya.
Kerusakannya terutama terjadi melalui produksi gas rumah kaca, dinamakan demikian karena
gas-gas itu memiliki efek yang sama dengan atap sebuah rumah kaca. Gas rumah kaca
(greenhouse gasses) yang berlebihan mengakibatkan efek rumah kaca (greenhouse effect)
sehingga terjadi pemanasan global (global warming) yang menimbulkan perubahan iklim
(climate change). 1 Pada saat ini secara global, dunia mengalami masalah perubahan iklim.
Penyebab dari adanya perubahan iklim ini disebabkan antara lain lewat pembakaran secara
besar-besaran batu bara, minyak, dan kayu, serta pembabatan hutan dan aktifitas industri yang
menghasilkan emisi gas rumah kaca.2
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Kesadaran Lingkungan Hidup tingkat Global?
2. Jelaskan Kesadaran Lingkungan Hidup tingkat Nasional?

C. Tujuan Penulisan
Agar Mahasiswa memahami persoalan tentang kesadaran lingkunga hidup tingkat global dan
kesadaran lingkunga hidup tingkat nasional dan beberapa aspek lingkunga penting lainnya yang
dapat menambah wawasan mahasiswa dan siapa saja yang membacanya

BAB II
1
Perpustakaan Elektronik Universitas Sam Ratulangi Manado, http://hukum.unsrat.
ac.id/hi/climate.html, 2006,
2
Gas Rumah Kaca selanjutnya dipakai istilah GRK
PEMBAHASAN
A. KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP DI TINGKAT GLOBAL DAN NASIONAL

Kesadaran yaitu memberi dorongan setiap individu untuk memperoleh kesadaran atau kepekaan
terhadap ligkungan dan masalahnya. Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang ada disekitar
manusia atau makhluk hidup yang memiliki antara satu komponen dengan komponen lainnya.3
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain4. Kesadaran lingkungan
hidup dalam menunjang kualitas hidup sangat diperlukan demi terciptanya lingkungan hidup
yang harmonis dan lestari lewat kesadaran adalah keadaan tergugahnya jiwa terhadap sesuatu,
dalam hal ini terhadap lingkungan lingkungan hidup dan terlihat pada perilaku dan tindakan
masing-masing individu ( 1996:32) Mengemukakan bahwa : “Kesadaran lingkungan hidup
merupakan syarat mutlak bagi pengembangan lingkungan secara efektif. Artinya tanpa adanya
kesadaran tentang lingkungan hidup bagi manusia maka tentu pengembangan lingkungan kearah
yang bermanfaat tidak akan tercapai.5
1. KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP TINGKAT GLOBAL

a. Deklarasi Stockholm 1972

Deklarasi Stockholm 1972 yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada
dasarnya mengandung 26 prinsip/kaidah yang dapat dikategorikan menjadi beberapa topik
utama. Topik-topik utama tersebut sebagaimana kami kutip dari Nancy K. Kubasek - Gary S.
Silverman, dalam buku Environmental Law (hal. 259), yaitu hak asasi manusia (Prinsip
1); pengelolaan sumber daya manusia (Prinsip 2 sampai dengan Prinsip 7); hubungan antara
pembangunan dan lingkungan (Prinsip 8 sampai dengan Prinsip 12); kebijakan perencanaan
pembangunan dan demografi (Prinsip 13 sampai dengan Prinsip 17); ilmu pengetahuan dan
teknologi (Prinsip 18 sampai dengan Prinsip 20); tanggung jawab negara (Prinsip 21 sampai
dengan 22); kepatuhan terhadap standar lingkungan nasional dan semangat kerjasama antar
negara (Prinsip 23 sampai dengan Prinsip 25); dan ancaman senjata nuklir terhadap
lingkungan (Prinsip 26)
Setelah berlangsungnya Deklarasi Stockholm 1972, Indonesia mengambil beberapa langkah
untuk memperbaiki sistem pengelolaan lingkungan hidup, termasuk dengan
menerbitkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU 4/1982”), yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU 23/1997”).6

3
Drs. Daryanto, “Pengantar Pendidikan’’
4
Undang-udang No. 32 Tahun 2009 tentang “Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup”. Pasal (1) Ayat (1)
5
Drs.M Bahri Ghazali, Pentingnya membangun Kesadaran Lingkungan, Journal, 2011
UU 4/1982 dan UU 23/1997 pada dasarnya memuat konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
sama dengan Deklarasi Stockholm 1972, misalnya kewenangan negara, hak dan kewajiban
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan konsep lainnnya. Hal ini dapat dilihat dari
pasal yang tercantum dalam UU 23/1997, yaitu Pasal 4 yang berbunyi: “Pengelolaan lingkungan
hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas
manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.”
Selain itu, ada juga Pasal 5 yang berbunyi:

(1)  Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2)  Setiap orang mempunyai ha katas informasi lingkungan hidup yang berkaitan
dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
(3)  Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Atas dasar tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia telah menerapkan asas-asas yang
tercantum dalam Deklarasi Stockholm 1972.7
.
b. Deklarasi Rio de Jaenario 1992

Deklarasi ini merujuk pada Konperensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
Lingkungan dan Pembangunan (/UNCED). Sering disebut juga (KTT Bumi). Kebetulan,
konperensi ini digelar di Rio de Jenairo, Brazil, 3-14 Juni 1992. Perhelatan dihadiri 108 kepala
negara/kepala pemerintahan dari 172 negara yang berpartisipasi.

 
Nah, dalam deklarasi itulah diadopsi sejumlah prinsip penting yang mengikat negara-negara
peserta. Salah satunya, . Prinsip ini bermakna tidak adanya temuan atau pembuktian ilmiah yang
konklusif dan pasti, tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk menunda upaya-upaya mencegah
kerusakan lingkungan. Sejumlah negara telah menganut prinsip ini dan memasukkannya ke
dalam hukum nasional. Maka dalam praktik dikenal pula konsep tanggung jawab mutlak atau
(Baca juga: ).
 
Pasal 2 huruf f UU No. 32 Tahun 2009 menyebut prinsip kehatian-hatian sebagai “”
 
Deklarasi Rio juga mengenai prinsip keadilan antargenerasi (). Negara harus melestarikan dan
menggunakan lingkungan serta sumber daya alam bagi kebermanfaatan generasi sekarang dan
yang akan datang. Sementara, prinsip keadilan intragenerasi () bermakna masyarakat dan tuntuan

6
Nancy K. Kubasek - Gary S. Silverman, Environmental Law (Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice Hall)
7
 Rahmadi, Takdir, Hukum Lingkungan di Indonesia (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada).
kehidupan lain dalam satu generasi memiliki hak untuk memanfaatkan sumber alam dan
menikmati lingkungan yang bersih dan sehat dalam arti pengelolaan yang diterapkan dalam
akses yang adil kepada sumber daya alam bersama, udara bersih, air bersih dalam sumber daya
air nasional dan laut territorial.

Prinsip integrasi () mengandung makna pemerintah atau pengambil keputusan dalam melakukan
atau mencapai sasaran perlindungan, pemulihan dan peningkatan kualitas lingkungan, hendaknya
mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Integrasi yang efektif atas
pertimbangan eonomi dengan lingkungan ialah syarat yang ahrus ada dalam setiap pengambilan
keputusan.
 
Prinsip kerjasasama () pada dasarnya bertujuan agar negara-negara melakukan kerjasama
melindungi dan melestarikan lingkungan. Prinsip pengelolaan lingkungan tanpa merugikan,
prinsipini mengenai kedaulatan negara untuk mengelola/memanfaatkan sumber daya alam tanpa
merugikan negara lain

c. Deklarasi Johannesburg 2002

Penyelenggaraan KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable


Development) pada 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan, ditekankan pada plan of
implementation, yang mengintegrasikan elemen ekonomi, ekologi, dan sosial yang didasarkan
pada tata penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Dilahirkan kesepakatan
komprehensif bidang kehutanan, yaitu dokumen Forest Principles (Non-Legally Binding
Authoritative Statement of Principles for a Global Consensus on Management, Conservation and
Sustainable Development of all Types of Forests). Kendatipun bukan merupakan komitmen yang
mengikat, dalam proses-proses internasional bidang kehutanan, dokumen Forest Principles
merupakan referensi utama serta jiwa bagi kerjasama antar bangsa. Isu sentral yang dibahas
adalah, antara lain: menghidupkan kembali komitmen politik pada tingkat paling tinggi
mengenai pengelolaan hutan berkelanjutan; peningkatan kontribusi sektor kehutanan dalam
upaya pengentasan kemiskinan; peningkatan pertumbuhan ekonomi; peningkatan lapangan kerja;
pembangunan pedesaan serta peningkatan kesejahteraan umat manusia. Pada akhirnya KTT
Pembangunan berkelanjutan mengadopsi tiga dokumen utama, yaitu:
1) Deklarasi Johannesburg yang menyatakan bahwa setiap negara memikul tanggung jawab
dalam pembangunan berkelanjutan dan kemiskinan.
2) Rencana Aksi Johannesburg mengenai pembangunan berkelanjutan (Johannesburg Plan of
Implementation/JPOI).
3) Program kemitraan (partnership) antar pemangku kepentingan dalam melaksanakan
pembangunan berkelanjutan.8

8
http://repository.unpas.ac.id/46539/5/13.%20BAB%20II.pdf
2. KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP TINGKAT NASIONAL

a. Konvensi - konvensi Internasional yang telah diratifikasi Indonesia

Masalah lingkungan hidup merupakan masalah bersama, sehingga untuk mengatasi


permasalahan lingkungan hidup dituntut adanya kerjasama secara internasional. Bentuk
kerjasama internasional
terwujud melalui konvensi internasional di bidang lingkungan hidup. Indonesia sebagai bagian
dan kerjasama internasional, harus turut serta berperan aktif sebagai salah satu pihak dalam
konvensi internasional di bidang lingkungan hidu tersebut. Proses ratifikasi konvensi internal (di
bi g lingkungan hidup) di Indonesia deng Surat
President No. 2826/HK/1960, yang diperbaharui deng UU No. 24 un 2000 tentang Perjanjian
internasional Dan 183 ensi internasional di bidang lingkungan hidup yang telah dibentuk,
Indonesia telah menandatangani sebelas konvensi, sembilan diantaranya telah diratifikasi. jam
melaksanakan konvensi tersebut, kendala yang timbul
antara lain karena ketiadaan Peraturan Pelaksana yang dapat dijadikan pedoman dalam
melaksanakan konvensi sehingga menyulitkan
pelaksanaan konvensi. Selain itu, dan hasil penelitian yang dilakukan, didapati bahwa seringkali
haxnbatan yang terjadi disebabkan karena masalah iuran keanggotaan konvensi yang hams
clibayar setiap rentang waktu tertentu. Idealnya pelaksanaan konvensi internasional di bidang
lingkungan hidup hams diikUti dengan pelaksanaan good environmental governance (yang
meliputi Pengarahan, Pengendalian dan Pengawasan /P3). Indonesia juga hams belajar dan
negaranegara lain yang telah melaksanakan konvensi internasional di bidang lingkungan hidup.
Ratifikasi Indonesia Terhadap Perjanjian Internasional Bidang Lingkungan
 NO  NAMA             PERJANJIAN   RATIFIKASI  MASALAH YANG
INTERNASIONAL DIATUR
1. Convention on the Continental Shelf Undang-undang   No. Pengaturan Landas
1958, Convention on Fishing and 19 /19616 September Kontinen, Perikanan
Conservation of the Living Resources 1961 dan Konservasi
of the High Seas 1958, Convention on Sumberdaya Alam di
the High Seas 1958 Laut Lepas dan
Konvensi Laut Lepas
2. Convention on the International KEPPRES No. Pengaturan mengenai
Regulation  for Preventing  Collision 107/1968D I C A B U pencegahan kecelaka-
at Sea 1960 T an/tubrukan kapal di
laut.
3. International Convention on Load KEPPRES No. Pengaturan Mengenai
Lines 1966 47/19762 November Jalur Pelayaran
1976
4 International Convention on Civil KEPPRES No. Tanggungjawab
Liability for Oil Pollution Damage 18/19781 Juli 1978 Perdata Terhadap
1969 Pencemaran Di Laut
5. International Convention on the Esta- KEPPRES No. Pengaturan Mengenai
bilishement of an International Fund 19/19781 Juli 1978D Pembentukan Dana
for Compensation for Oil Pollution ICABU In-ternasional untuk
Damage 1971 TKEPPRES No. Ganti Rugi
41/1998 Pencemaran Mi-nyak
di Laut
6 Convetion on the International KEPPRES No. Penyempurnaan
Regulation for Preventing Collisions at 50/197911 Oktober Conven-tion 1960
Sea 1972 1979 tentang pencegahan
tubrukan kapal di laut
7. International Convention for Safe KEPPRES No. Pengaturan Mengenai
Containers 1972 33/198917 Juli 1989 Keselamatan dan
Serti-fikasi Peti
Kemas
8. International Convention for the KEPPRES No. Pengaturan Mengenai
Prevention of Pollution by Ships 1973, 46/19869 September Pencegahan
Protocol Relating to the Convention 1986 Pencemar-an Yang
for the Prevention of Pollution from Berasal Dari Kapal-
Ship 1978. kapal.
9. International Convention for the Safety KEPPRES No. Pengaturan Mengenai
of Life at Sea 1974 65/19809 Desember Keselamatan di Laut
1980
10. Protocol of 1978 Relating to the KEPPRES No. Protokol Mengenai
International Convention for the Safety 21/198829 Juni 1988 Ke-selamatan di Laut.
of Life at Sea 1974 
11. International Convention on Standards KEPPRES No. Pengaturan Mengenai
of Training, Certification & Watch 60/19864 Desember Standard Pelatihan,
Keeping for Seafarers, 1978 1986 Sertifikasi dan Penga-
matan Bagi Pelaut
12 International Convention on Standards KEPPRES No. Pengaturan Mengenai
of Training, Certification & Watch 60/19864 Desember Standard Pelatihan,
Keeping for Seafarers, 1978 1986 Sertifikasi dan Penga-
matan Bagi Pelaut
13. United Nations Convention on Law Of Undang-undang   No. Pengaturan Mengenai
The Sea (UNCLOS) 1982 17/198531 Desember Masalah Kelautan
1985
14 Agreement on the Organization for KEPPRES No. Pengaturan mengenai
Indian Ocean Marine Affairs 86/199316 September kerjasama kelautan di
Cooperation (IOMAC) 1990 1993 Samudera Hindia9

b. Pembentukan tim pembentuk UULH

Awalnya pembinaan lingkungan hidup dari segi yuridis di Indonesia secara konkrit tertuang
dalam Keputusanm Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Dan Lingkungan Hidup
9
Pramudianto, A. 1993. Ratifikasi Perjanjian Internasional Bidang Lingkungan 
No.KEP-006//MNPPLH/3/1979 tentang pembentukan kelompok kerja dalam Bidang Pembinaan
Hukum dan Aparatur dalam Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup (Pokja
Hukum).Pokja hukum ini bertugas menyusun rancangan peraturan perundang-undangan yang
mengatur ketentuan-ketentuan pokok tentang Tata pengelolaan sumber alam dan lingkungan
hidup.Hasil karya pokja tersebut merupakan konsep rintisan dari Rancangan Undang-undang
Pengelolaan lingkungan hidup. Setelah mengalami pembahasan dan saran berbagai pihak bulan
Maret 1981 RUU tersebut disempurnakan oleh suatu tim kerja Kantor Menteri Negara PPLH.
Perbaikan konsep RUU hasil tim kerja tersebut kemudian diajukan ke forum antar departemen
tanggal 16 s.d. 18 Maret 1981 untuk dibahas dan memperoleh persetujuan dari menteri yang
bersangkutan. Akhirnya RUU tentang Ketentuanketentuan Pokok pengelolaan lingkungan hidup
berhasil diajuka kepada siding DPR bulan Januari 1982 sebelum masa reses menghadapi
pemilihan umum, yaitu dengan Surat Presiden No. R.01/PU/I/1982 tanggal 12 Januari 1982
untuk mendapatkan persetujuan pada tahun 1982.10
Pada tanggal 2 Februari 1982 diadakan pandangan umum para anggota DPR dari semua fraksi
dan juga dihadiri Meneri Negara PPLH.Tehadap pemandangan umum tersebut diberikan
jawaban pemerintah pada tanggal 15 Februari 1982 oleh menteri Negara PPLH.Pembahasan
tingkat III diadakan pada tanggal 17 Februari 1982 oleh panitia khusus DPR (Pansus
DPR).Tanggal 17-20 Februari 1982 semua peserta pansus dikonsinyasi untuk membahas secara
intensif RUUPPLH.Dengan sistem kerja nonstop tersebut dalam waktu relative singkat hasil
maksimal dapat dicapai.Untuk pertama kali dalam pembahasan RUU telah diikutsertakan ahli
bahasa Indonesia.11
Pada tanggal 25 Februari 1982 RUULH yang telh dirumuskan kembali oleh PANSUS DPR
diajukan ke siding pleno DPR, yang dengan aklamasi menetapkan Undang-undang tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan hidup. Seterusnya pada tanggal 27 Februari
1982 Menteri Negara PPLH melaporkan segala sesuatu yang berkenaan dengan proses
penyelesaian Undang-Undang Lingkungan Hidup tersebut kepada Presiden. Akhirnya, pada
tanggal 11 Maret 1982 Uundangundang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) disahkan oleh presiden dan diundangkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 No. 12, TLN RI No. 3215. Kemudian, pada
tanggal 19 September 1997, UULH disempurnakan dengan diundangkannya Undang-undang
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disingkat UUPLH. UUPLH
diundangkan dalam LNRI Tahun 1997 No. 68 dan TLNRI No. 3699.12
Proses akhir dari RUULH bertepatan dengan peristiwa penting di bidang hukum lingkungan,
yaitu diadakan pertemuan ad hoc meeting of senior government officials expert in
enivironmental law tanggal 28 Oktober 1981 di Montevideo. Dalam pertemuan ini para ahli
hukum lingkungan tersebut berpendapat bahwa: “…environmental law is an essential instrument
for proper environmental management and the improvement of the quality of life.”13 Program

10
Op cit, Siti SUndari Rangkuti.hlm 182
11
4Ibid, hlm 182
12
Ibid, hlm 182
13
Op Cit, Koesnadi Hardjasoemantri, hlm. 62
pengembangan dan peninjauan secara berkala hukum lingkungan hendaklah action oriented dan
diarahkan kepada penyerasian pertimbangan pembangunan dan lingkungan menerima integrated
and coordinated approach in all aspect of environmental legislation and its
application.14kesepakatan bersamayang dicapai dalam pertemuan mentevideo sangat mendorong
iklim bagi proses penyelesaian keberhasilan pengundangan UULH.
1. UU No. 4/ 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

Ketentuan tentang pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan


hidup beserta pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh dan atau sektoral ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan.
2. UU No. 23/ 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Menurut UU No. 23 Tahun 1997 pasal 1 : Pengelolaan Lingkungan hidup adalah upaya terpadu
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup.
UUD 1945 Pasal 3 ayat (3) menyebutkan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat” Hak negara untuk menguasai dan mengatur pokok-pokok kemakmuran
tersebut dipertegas dalam pasal 8 ayat 2 UU No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal ini memberikan wewenang kepada Negara untuk :
1. Mengatur dan mengembangkn kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan LH
2. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan
pemanfaatan kembali sumberdaya alam, termasuk sumberdaya genetik
3. Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan atau subyek hukum
lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, termasuk
sumberdaya genetic
4. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial dan
5. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi LHsesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku

3. UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU no 32 tahun 2009 pasal 1
ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
14
Op Cit, Koesnadi Hardjasoemantri, hlm. 63
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum. UU disahkan di Jakarta, 3 Oktober 2009 oleh Presiden dan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Andi Mattalatta.

Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran,
memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan
hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.

B. KEDUDUKAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM LINGKUNGAN

Hukum Lingkungan dalam pengertian yang paling sederhana adalah hukum yang mengatur
tatanan lingkungan (lingkungan hidup).15Istilah hukum lingkungan adalah merupakan konsepsi
yang masih baru dalam ilmu hukum, ia tumbuh sejalan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran
akan lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian dan kesadaran untuk melindungi dan
memelihara lingkungan hidup ini maka tumbuh pula perhatian hukum kepadanya, sehingga
menyebabkan tumbuh dan berkembangnya cabang hukum yang disebut hukum lingkungan.
Di kalangan para ilmuan masih terdapat beberapa perbedaan pandangan seperti tentang apa dan
bagaimana hukum lingkungan itu. Drupsteen mengemukakan, bahwa hukum lingkungan
(millieurecht) adalah hukum yang berhubungan dengan alam (natuurlijk millieu) dalam arti
seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup
pengelolaan lingkungan. Dengan demikian maka hukum lingkungan merupakan instrumentarium
yuridis bagi pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan terutama dilakukan
oleh Pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian besar terdiri atas hukum Pemerintahan
(bestuursrecht). Di samping hukum lingkungan Pemerintahan (bestuursrechttelijk millieurecht)
terdapat pula hukum lingkungan keperdataan (privaat rechttelijk millieurecht), hukum
lingkungan ketatanegaraan (staatrechttelijk millieurecht), hukum lingkungan kepidanaan
(strafrechttelijk millieurecht), sepanjang bidang-bidang hukum ini memuat ketentuan-ketentuan
yang bertalian dengan pengelolaan lingkungan hidup.16

1. Pentingnya Hukum Lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan yang menempatkan lingkungan hidup sebagai bagian integral dalam
dinamika pembangunan nasional merupakan realitas kehidupan bernegara.17 Indonesia telah
15
 Danoesaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan, (Jakarta:Bina Cipta,1981), hlm,105.
Hardjasoemantri, Koesnadi,  Hukum  Tata Lingkungan,  (Yogyakarta: Gadjah Mada University
16

Press, 2002), hlm, 12


17
Emil Salim, Pembanguan Berkelanjutan (Strategi Alternatif dalam Pembangunan Dekade Sembilan Puluhan),
Artikel, Prisma, Jakarta, LP3ES, 1991,hlm 8
menjadikan Pembangunan berkelanjutan yang menjiwai kerangka hukum nasional. Beberapa,
telah mengambil prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai dasar pengambilan putusan
di pengadilan. Berarti dalam beberapa hal, nilai-nilai pembangunan berkelanjutan dapat berperan
dalam aspek lingkungan. Nilai-nilai pembangunan berkelanjutan penting artinya dalam rangka
pembentukan hukum, demikian pula dalam pembentukan hukum lingkungan.

Di Indonesia, istilah pembangunan berkelanjutan secara resmi dimuat dalam UU No. 4 Tahun
1982 tentang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Walaupun masih menggunakan istilah
“pembangunan berkesinambungan”, Pasal 3 menentukan “Pengelolaan lingkungan hidup
berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia”. UU No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, secara menyebut istilah pembangunan
berkelanjutan (Pasal 1 angka 3), yakni “pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, memadukan lingkungan hidup ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan”.

pembangunan harus berkelanjutan secara ekologi, sosial, dan ekonomi (sustainable development
must be ecologicalli, socialy, and economically sustainable). Emil Salim,18menyatakan
“pembangunan berkelanjutan mengharuskan kita mengelola sumber alam serasional mungkin.
Ini berarti bahwa sumber-sumber daya alam bisa diolah, asalkan secara rasional dan bijaksana.
Untuk ini diperlukan pendekatan pembangunan dengan pengembangan lingkungan hidup, yaitu
eco-development”. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan di atas, dirumuskan atau diartikan
sebagai paradigma pembangunan yang mengarahkan lingkungan hidup untuk memenuhi
kebutuhan. Lingkungan hidup sebagai sumber daya, menjadi sarana untuk mencapai
keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi
masa kini dan masa depan bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi kini dan
generasi masa depan.

hukum lingkungan tidak hanya mengatur tentang pemanfaatannya (ekonomic value), juga
mempertahankan keberadaan dan aspek pemanfaatan guna kesejahteraan semua orang di dalam
masyarakat. Supaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat berkelanjutan dengan
fungsi baik. Kerangka pembangunan berkelanjutan, hukum lingkungan, dalam pengertiannya
yang luas adalah sebuah sarana esensial bagi mencapai keberlanjutan. Hukum lingkungan
mempersyaratkan standar perilaku sosial dan memberikan ukuran kepastian pada kebijaksanaan.
Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi landasan negara
termasuk Indonesia yang memiliki komitmen dan kesadaran untuk membangun tanpa
menimbulkan kerusakan lingkungan hidupnya. Bahkan, kelima prinsip pembangunan
berkelanjutan tersebut dapat dipandang memiliki nuansa positif untuk membangun Indonesia
yang lebih menghargai kehidupan generasi sekarang dan mendatang, berkenaan dengan rasa
keadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

2. Kedudukan dan Ruang Lingkup Hukum Lingkungan dalam Kajian Ilmu Hukum (aspek-
aspek hukum administrasi, hukum perdata, hukum pidana)

1. Kedudukan dan Ruang Lingkup Hukum Lingkungan dalam Kajian Ilmu Hukum dari aspek
Hukum Administratif

18
Emil Salim, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3ES, Jakarta, 1993, hlm 184-185
Hukum administrasi pada pengelolaan Iingkungan, penting peranannya, karena melalui sistem
administrasi yang baikah maka lalu lintas pengelolaan lingkungan hidup dapat dikendalikan.
Hukum administrasi lingkungan, dapat menata manajemen lingkungan hidup ke arah yang
lebih baik, dan karena itu pula kehadiran hukum administrasi memiliki instrumen preventif
bagi lingkungan hidup.
Membicarakan hukum administrasi, berarti terutama harus diingat ialah mengenai prinsip-
prinsip kewenangan. Kewenangan- kewenangan itu, terutama menyangkut tiga hal pokok :
1. Perbuatan (tindakan) hukum publik yang dilakukan oleh badanbadan administrasi Negara
(beschikking);
2, Mengenai hal pejabat administrasi negara/tata usaha negara atau badan administrasi Negara
tata usaha negara mana yang berwenang, misalnya apakah menteri departemen sektoral,
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Pemerintah Pusat ataukah Pemerintah Daerah;
3. Hal mengenai kewenangan apa, misalnya kewenangan menerbitkan perizinan, kewenangan
melakukan pengawasan atau kewenangan menjatuhkan sanksi.

2. Kedudukan dan Ruang Lingkup Hukum Lingkungan dalam Kajian Ilmu Hukum Dari Aspek
Hukum Pidana.

ini, akan diuraikan mengenai sengketa pidana, seperti dikatakan bahawa sengketa hukum
pidana lingkungan adalah bersifat imperatif. Artinya, tiada pilihan peradilan lain yang
menyelesaikan perkara pidana lingkungan, tidak ada lain kecuali hanya peradilan umum yakni
Pengadilan Negeri. Adapun yang menjadi pihak korban dalam perkara pidana Iingkungan bisa
terdiri dari: perorangan/ individu; badan hukum perdata atau perusahaan; maupun negara.
Sedangkan pihak-pihak pelaku (terdakwa) bisa berupa individu maupun badan hukum perdata,
yakni perusahaan, korporasi, vayasan atau lembaga swasta lainnya .
Tetapi jika ternyata negara atau pejabat pemerintah melakukan suatu pelanggaran pidana
lingkungan, dapatkah dilakukan penuntutan pidana? Mengingat fungsi pejabat pemerintah
merupakan badan hukum publik, yang termasuk juga sebagai subyek pengelola lingkungan,
maka kecil kemungkinannnya untuk melakukan tindak pidana. Lagi pula menurut ketentuan
KUHP, bahwa barang siapa yang melakukan perbuatan karena ketentuan undang-undang
dikecualikan dari pemidanaan (Pasal 50 KUHP), sementara bagi yang melakukan perbuatan
melaksanakan perintah jabatan, juga dikecualikan dari tuntutan pidana (Pasal 51 KUHP). yang
diatur dalam Undang Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dengan bukti akan
membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangka
atau pelaku tindak pidananya dalam hal ini pelaku Pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup. Dengan demikian titik berat (tekanan) yang diletakkan pada tindakan Penyidik yaitu
mencari serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi
terang, serta agar dapat menemukan dan menetapkan pelakunya.

3. Kedudukan dan Ruang Lingkup Hukum Lingkungan dalam Kajian Ilmu Hukum Hukum
Perdata

Mekanisme penyelesaian sengketa (dispute resolution) dalam hukum lingkungan, di banyak


negara termasuk di Indonesia kini telah berkernbang, khususnya di bidang keperdataan.
Perkembangan dimaksud disini ialah, bahwa penyelesaian sengketa tidak lagi hanya ditangani
oleh lembagalembaga konvensional yang ditunjuk oleh pemerintah seperti pengadilan dan
semacamnya. Di luar pengadilan, kecenderungan demikian telah sifatnya sangat kaku atau
formalistik. Oibandingkan dengan sistem penyecsaian di luar pengadilan (out court system),
prosesnya diupayakan sedemikian rupa sehingga mekanismenya tidak kaku dan tidak begitu
formal; suasananya dirancang lebih bersifat kekeluargaan. Sementara sistem putusan yang
diambil oleh pengadilan, pada dasarnya bersifat memenangkan satu pihak atau mengalahkan
pihak lain (win-lose system). Oalam proses pengambilan putusan di dalam AOR (out court
system), sifatnya bukan memberikan kalah atau menang, tetapi dicapai dengan sistem secara
menang bagi pihak-pihak (winwin solution).

BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan. Maka dalam penelitian ini, ditarik kesimpulan
masing-masing dari rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut :
1. Tingkat kesadaran lingkungan hidup para paccelayya masih kurang hal tersebut terlihat dari
masih dilihat limbah sampah, menunjukkan sikap acuh terhadap limbah sampah pada tambak
garam dan menunjukkan kurangnya kerja sama antara individu/kelompok dalam menanggulangi
limbah sampah
2. Upaya kelompok/individu untuk mengatasi limbah sampah untuk meningkatkan kualitas
garam dan pengawasan paccelayya yaitu Memberikan peralatan dari segi mesin pompa air untuk
mendapat air yang bersih, Mendata luas lahan tambak garan untuk mengefektifkan pengelolaan,
Mendata hasil garam untuk mengecek kualitas garam yang dihasilkan dan Disiplin dalam bekerja
dalam rangka efisiensi peralatan di tambak garam.

Anda mungkin juga menyukai