DISUSUN OLEH :
IVANDRO ELPASYA
1910113141
DOSEN PENGAMPU:
Drs. Intizham Jamil, SH, MS.
NIP. 195611041984031004
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
SILABUS KE-13 DAN 14 TENTANG HUKUM TATA NEGARA DARURAT
Hukum tata negara darurat (HTND) mungkin belum akrab ditelinga masyarakat luas. Hukum
tata negara darurat bagi sebagian dari sistem hukum bernegara. Hukum tata negara (HTN) adalah
bidang hukum yang jarang dipahami orang. Padahal tata negara dalam keadaan bahaya bisa
disalahgunakan penguasa. Dalam sebuah pemerintahan kadangkala terjadi sebuah keadaan yang
tidak dapat diprediksi dan bersifat mendadak. Keadaan demikian sering menimbulkan keadaan
darurat. Keadaan darurat disini berarti keadaan yang dapat menimbulkan yang tidak dapat
diprediksi. Ketika keadaan darurat terjadi maka pranata hukum yang ada terkadang tidak
berfungsi untuk menjangkaunya. Untuk itulah dibutuhkan perangkat aturan hukum tertentu yang
dapat melakukan pengaturan dalam keadaan darurat.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hukum tata negara darurat kita harus mengetahui
definisinya , Menurut ahli
. Herman sihombing, merupakan hukum tata negara (HTN) dalam keadaan bahaya, yakni
sebuah rangkaian pranata dan wewenang secara luar biasa dan istimewa untuk dalam waktu
sesingkat-singkatnya dalam menghapuskan keadaan darurat atau bahaya yang mengancam,
kedalam kehidupan biasa menurut undang-undang dan hukum yang umum dan biasa.
Sedangkan menurut
Jimly asshiddiqie, mengemukakan tentang hukum tata negara darurat sebagai berikut:“oleh
karena itu, didunia akademis, khususnya hukum tata negara perlu dibedakan antara HTN negara
yang berlaku dalam keadaan biasa atau normal dan HTN yang berlaku dalam keadaan luar biasa
atau tidak normal. HTN inilah yang kita namakan hukum negara darurat.
Dalam praktik, disamping kondisi negara dalam keadaan biasa ( ordinary condition ) atau
normal ( normal condition ), kadang-kadang timbul atau terjadi keadaan yang tidak normal/
abnormal. Keadaan yang menimpa suatu negara yang bersifat tersendiri sehingga fungsi-fungsi
negara dapat terus bekerja secara efektif dalam kedaan yang tidak normal tersebut.
Dalam keadaan normal sistem norma hukum diberlakukan berdasarkan konstitusi dan produk
hukum lain yang resmi. Dalam keadaan tidak normal/abnormal sistem hukum tersebut dapat
berfungsi dengan baik. Maka pengaturan keadaan darurat mempunyai arti penting bagi tindakan
guna mengatasi keadaan abnormal tersebut. Pada keadaan abnormal (darurat) pranata hukum
yang diciptakan untuk keadaan normal tidak dapat bekerja .
Hukum tata negara darurat (staatsnoodrecht) dibagi menjadi dua macam yaitu:
. HTND Subjektif (staatsnoodrecht subjectip), yaitu hak negara dalam keadaan darurat untuk
bertindak dengan dapat menyimpang dari undang-undang dan jika diperlukan dapat juga
menyimpang dari UUD. Dasar hukum dari HTND Subjektif adalah hukum hak asasi atau hak
asasi manusia. Tujuan dari HTND Subjektif adalah untuk secepatnya dapat melindungi hak asasi
manusia masyarakat yang terancam karena keadaan bahaya. HTND Subjektif merupakan hukum
yang tidak tertulis tetapi diakui disemua negara didunia.
· HTND Objektif (staatsnoodrecht objetip), yaitu hukum yang berlaku semasa negara berada
dalam keadaan darurat. HTND Objektif dasarnya adalah undang-undang yang tertulis.
Lahirnya HTN objektif adalah dikarenakan berkembangnya ajaran tentang Negara hukum dalam
arti formil. Dimana dalam ajaran Negara hukum dalam arti formil dikatakan ciri-ciri Negara
hukum adalah :
· Karena adanya ciri Negara hukum yang menyatakan bahwa pemerintahan harus berdasarkan
undang-undang tertulis, maka untuk mengatasi keadaan bahaya perlu di buatkan suatu Undang-
undang tentang keadaan bahaya.
HTND Objektif hanya memungkinkan penguasa untuk melanggar hak-hak dasar (bill of right)
tetapi tidak dapat melanggar frame of Government. Sedangkan HTND Subjektif memberi
kewenangan kepada penguasa yang tertinggi untuk melanggar frame of Government, dan hal itu
diakui dinegara manapun.
HTND adalah hukum yang berlaku saat Negara dalam keadaan bahaya atau darurat. HTND
adalah sebagai hukum positif di Indonesia. Dasar hukumnya adalah pasal 12 UUD 1945 dan
pasal 22 UUD 1945. Funsi dari HTND positif adalah
· Menentukan bila mana dan seberapa jauh atau sampai dimana para penguasa dapat melakukan
tindakan-tindakan yang menyampingkan hak-hak asasi yang telah ada pengakuannya dalam
UUD, UU lain atau hukum tak tertulis.
· menetapkan cara-cara dan lain sebagainya yang menjamin penunjukan penguasa itu secara
seksama-seksamanya, dengan mempertimbangkan syarat-syarat yang diperlukan untuk
menunjuk penguasa itu, dihubungkan dengan wewenang-wewenang yang nanti diberikan
kepadanya.
· menjamin adanya pengawasan yang keras dan teliti terhadap para penguasa, serta menjamn
adanya tindakan-tindakan represif terhadap pejabat-pejabat yang menyalah gunakan wewenang
yang diberikan kepadanya.
Jimly Asshiddiqie memberikan penjelasan tentang klasifikasi HTN yang disampaikan oleh
Herman Sihombing sebagai berikut: “oleh para sarjana, HTND dalam arti „noodstaatrecht‟ itu
kadang-kadang dibedakan dari pengertian HTND dalam dalam arti „noodstaatrecht‟.
Namun Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa istilah hukum tata negara darurat (HTND) itu
dipakai sebagai terjemahan perkataan staatnoodrecht yang membahas mengenai HTND dan
negara dalam keadaan bahaya (nood). Oleh karena itu kita harus membedakan antara
„staatnoodrecht‟ dan „noodstaatrecht‟.
Perkataan „nood‟ dalam „staatsnoodrecht‟ merunjuk pada keadaan HTND sedangkan „nood‟
dalam „staatrecht‟ menunjuk kepada pengertian keadaan hukumnya yang bersifat darurat.
Peraturan tersebut tidak dilakukan secara tegas sehingga sulit mengetahui apakah suatu peristiwa
dapat dikategorikan sebagai keadaan darurat. UU prp No. 23 tahun 1959 tentang keadaan bahaya
membagi keadaan darurat menjadi tiga yaitu: darurat sipil, darurat militer, darurat perang.
Dimana undang-undang tersebut mengatur tiga kriteria untuk menentukan suatu keadaan darurat:
Keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah indonesia terancam
oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan, atau akibat bencana alam sehingga dikhawatirkan
tidak dapat diatasi oleh kelengkapan negara secara biasa. Timbul terjadinya perang atau bahaya
perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah republik indonesia. Keputusan pemberlakuan
keadaan darurat dilakukan oleh presiden melalui peraturan presiden (Perpres). Hal in
berdasarkan UU no.10 tahun 2004 tenteng pembentukan peraturan perundang-undangan.
Keadaan darurat harus diumumkan atau diproklamirkan kepada seluruh masyarakat. Bila
keadaan darurat tersebut tidak diproklamirkan maka tindakan yang diambil oleh pemerintah
tidak mendapat keabsahan.
· . Asas legalitas
Asas legalitas disini berkaitan dengan tindakan yang diambil oleh negara negara dalam keadaan
darurat. Tindakan yang diambil harus tetap dalam koridor hukum, baik hukum nasional maupun
hukum internasional.
· . Asas komunitas
Negara yang mengalami keadaan darurat harus mengomunikasikan keadaan tersebut kepada
seluruh warga negara. Selain kepada warganya pemerintah juga harus memberitahukan kepada
negara lain secara resmi. Pemberitahuan dilakukan melalui perwakilan negara bersangkutan dan
kepada pelapor khusus PBB “ special rapporteur on state of emergency”
· . Asas kesementaraan
Dalam penetapan keadaan darurat harus ada kepastian hukum yakni jangka waktu pemberlakuan
keadaan darurat. Hal ini dikarnakan karena negara dalam keadaan darurat dapat mencederai hak
dasar warga negara. Sehingga pemberlakukan keadaan darurat harus jelas mengenai awal
pemberlakuan dan waktu berakhirnya.
Krisis yang menimbulkan keadaan darurat harus benar-benar terjadi atau minimal mengandung
potensi bahaya yang siap mengancam negara. Ancaman yang ada haruslah bersifat istimewa
tersebutkarena menimbulkan ancaman terhadap nyawa, fisik, harta-benda, kedaulatan,
kedaulatan, keselamatan dan eksistensi negara, atau perikehidupan bersama dalam sebuah
negara.
· . Asas proporsionalitas
Tujuan pemberlakuan keadaan darurat terhadap adalah agar negar dapat mengembalikan dalam
kedaan semula dengan waktu yang cepat. Oleh karena itu tindakan yang diambil haruslah tepat
sesuai dengan gejala terjadi. jangan sampai negara mengambil tindakan yang tidak sesuai dengan
cenderung berlebihan.
· . Asas intangbility
Asas ini terkait dengan hak asasi manusia. Dalam keadaan darurat pemerintah tidak boleh
membubarkan organ pendampingannya yakni legislatif maupun yudikatif.
· . Asas pengawasan
Pemberlakuan keadaan darurat juga harus mendapatkan kontrol. Harus mematuhi prinsip negar
hukum dan demokarasi. Parlemen harus mengawasi jalannya keadaan darurat tidak mengurangi
kewenangan mengawasi kebijaakan yang diambil pemerintah.
Jadi didalam kedaan darurat negara bisa mengurangi sebagian dari hak asasi manusia. Tetapi
negara tidak boleh mengurangi sedikitpun hak asasi manusia diantara yakni:
4. Hak beragama
Maka dari itu, hukum tata negara darurat menjadi penting karena terkait dengan pelanggaran hak
dasar warga negara yang mungkin terjadi dalam keadaan darurat tersebut. Keadaan darurat
membolehkan apa yang tidak dibolehkan atau yang dilarang sebagaimana istilah “onrecht word
rech”, yang awalnya tidak boleh menjadi boleh. Kata darurat berasal dari dari bahasa Arab yakni
“dhorurot” yang berarti keadaan mendesak.
SILABUS KE-15 DAN 16 TENTANG HUKUM TATA NEGARA TERKAIT
AMANDEMEN UUD 1945
A. PROSES AMANDEMEN
Gerakan reformasi yang bergulir pada tahun 1997 – 1998 menuntut reformasi
konstitusional (constitutional reform) karena berpandangan bahwa UUD 1945 “sebelum”
reformasi dipandang tidak cukup mampu untuk mengatur dan menata penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Rezim Orde Baru ditumbangkan dan era reformasi dimulai. Tuntutan kaum reformis adalah
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (good and clean governance),
demokrasi agar ditegakkan, hak-hak asasi manusia harus dihormati, aparatur korup harus
ditindak, kolusi dan nepotisme yang lebih cenderung berpihak kepada segelintir elit disentral
kekuasaan baik di pusat dan daerah harus dikikis habis. Transparansi, akuntabilitas dan
profesionalisme merupakan tuntutan rakyat yang tidak dapat dihalangi. Pengambilan keputusan
sebagai suatu kebijakan publik yang berstandar ganda, tidak berpihak kepada rakyat harus tetap
dikritisi. Kebebasan pers, kemerdekaan berserikat dan mengeluarkan pendapat lisan maupun
tulisan dituntut oleh rakyat tidak sekedar lip service tapi sungguh-sungguh sebagai suatu
kebebasan yang bertanggung jawab.
Reformasi di bidang penyelenggaraan pemerintahan dituntut harus bermakna bagi rakyat dengan
mengikutsertakan seluruh komponen penyelenggara pemerintahan, dan ini berarti peran serta
sektor swasta dan segenap masyarakat sipil (civil society). Rakyat menuntut, penyelenggaraan
pemerintahan di daerah diberikan kewenangan yang bersifat luas, nyata dan dapat mengatur
rumah tangga sendiri (otonom). Sentralisasi harus diakhiri dan desentralisasi harus diberlakukan
di segenap pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota.
Dibidang penegakan demokrasi, pada era Orde Baru benar telah dilaksanakan pemilihan umum
(pemilu) yang langsung, umum, bebas dan rahasia (luber) tetapi jauh sama sekali dari jujur dan
adil (jurdil). Pemilihan umum (pemilu) lebih bersifat formalitas belaka. Demokrasi, yang secara
etimologi berasal dari kata Yunani, “demos” (rakyat) dan “kratos” (kekuasaan), dengan
perkataan lain rakyat yang berkuasa hanyalah slogan. Rakyat berdaulat yang dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat lebih “membebek” kepada penguasa
(eksekutif).
Dibidang penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), pada masa Orde Baru pelanggaran HAM
mencapai puncaknya. Penguasa Orde Baru berpandangan bahwa HAM sebagai paham liberal
yang bertentangan dengan budaya timur. Pelanggaran HAM (mulai dari ringan sampai berat)
terus terjadi. Hak untuk hidup, hak atas kebebasan dari penyiksaan, hak atas kesamaan di muka
pengadilan, hak kebebasan beragama, hak kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat, hak
untuk memperoleh pekerjaan, hak atas kondisi kerja yang adil, hak untuk berserikat, hak atas
jaminan sosial, hak di bidang budaya dan lain-lain, pada masa Orde Baru sangat dikekang dan
atau bahkan ditindas.
Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu demokratis pertama sesudah pemilu tahun 1955. Isu-isu
dari gerakan reformasi sangat diperhatikan oleh lembaga- lembaga negara, seperti : tuntutan
untuk membangun sistem politik check and balance, kebebasan pers, penghormatan terhadap
HAM dan supremasi hukum merupakan agenda yang selalu dibicarakan untuk dibahas. Bahkan
isu peka dan pernah di “tabu” kan untuk dibicarakan seperti apakah Pembukaan UUD 1945 perlu
diubah dengan memasukan tujuh kata : “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”, sebagaimana rumusan Piagam Jakarta akan dimasukan kembali dalam
pasal 29 UUD 1945! Isu apakah bentuk negara kesatuan akan dipertahankan atau diganti dengan
bentuk negara serikat! Isu-isu tersebut memperoleh perhatian dan dibahas.
Jakob Tobing yang kala itu menjadi Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) I BP MPR menyatakan bahwa
: para Anggota MPR hasil Pemilu 1999 membahas isu-isu peka sebagaimana tersebut diatas
secara terbuka, penuh rasa persaudaraan dan saling menghargai serta jauh dari niat untuk
memaksakan kehendak. Anggota MPR pada akhirnya bersepakat untuk tetap mempertahankan
rumusan asli UUD 1945 secara musyawarah mufakat[4] kecuali satu hal yaitu keputusan
mengenai ditiadakannya keberadan utusan golongan sebagai anggota MPR yang diangkat yang
diputuskan melalui pemungutan suara[5].
Refleksi atas reformasi konstitusi ini harus dicermati, dimaknai, dihayati dan diedukasi seperti :
bentuk negara, sistem pemerintahan, tugas, fungsi dan kewajiban lembaga negara, agar
kehidupan demokrasi yang substansial benar-benar dilaksanakan dengan baik, penuh kesadaran
dalam implementasi terhadap nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara umum dipahami bahwa pengertian bentuk negara (staatsvorm) terdiri dari [6] :
Bentuk negara adalah pengelompokan negara berdasarkan kriteria distribusi kekuasaan (resmi)
antar berbagai tingkat pemerintahan dalam suatu negara. Berdasarkan kriteria tersebut maka
bentuk negara terdapat dalam tiga bentuk yaitu: negara kesatuan, serikat/federasi dan
konfederasi. Jimly Asshiddiqie menyebut bentuk negara tersebut dengan susunan organisasi
negara[7] dengan menambah menjadi empat, sehingga diperoleh empat macam susunan
organisasi negara yaitu :
Sementara sarjana lain membedakan bentuk pemerintah dan bentuk pemerintahan[9] (tambahan
akhiran –an). Bentuk pemerintah adalah pengelompokan berdasarkan kriteria cara pengisian
jabatan kepala negaranya. Dengan demikian, maka bentuk pemerintah :
1. Kerajaan (monarki) adalah negara yang jabatan kepala negaranya diisi melalui sistem
kewarisan,
2. Republik adalah negara yang jabatan kepala negaranya diisi melalui cara-cara diluar sistem
pewarisan (misal melalui proses pemilihan langsung oleh rakyat).
Sedang bentuk pemerintahan adalah pengelompokan negara berdasarkan letak kekuasaan yang
tertinggi dalam suatu negara. Dan berdasarkan kriteria tersebut, sarjana hukum tata negara
membedakan adanya negara dengan pemerintah yaitu :
1. Monarki (kerajaan), sebagai suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan tertingginya berada
di tangan seorang penguasa tunggal yaitu raja atau ratu.
2. Aristrokasi, sebagai suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan tertingginya berada di
tangan satu lembaga kecil yang terdiri atas sekelompok orang/sekelompok elit yang
mempunyai hak istimewa.
3. Demokrasi, sebagai suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan tertingginya berada di
tangan semua warga negara (rakyat)
Soehino[10] menyatakan, negara kesatuan ditinjau dari segi susunannya adalah negara yang
tidak tersusun dari beberapa negara sebagaimana halnya negara federasi, tetapi negara kesatuan
tersebut sifatnya tunggal dalam arti hanya ada satu negara dan tidak ada negara dalam negara. Ini
berarti dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintahan yaitu pemerintah pusat yang
mempunyai kekuasaan/wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan. Dan hanya
pemerintah pusat yang dapat memutus segala urusan negara para tingkat terakhir dan tertinggi.
Rumusan pasal 1 ayat (1) UUD 1945 di atas merupakan rumusan pasal yang ditetapkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945 dan MPR tahun 1999 tidak
berkehendak untuk mengubah bentuk negara. Ketentuan mengenai hal ini diperkuat oleh pasal
37 ayat (5) UUD 1945 setelah perubahan yang berbunyi :
“Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan”.
Jimly Asshiddiqie menyatakan ketentuan pasal 1 ayat (1) UUD 1945 mengenai bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat diubah menurut prosedur verfassungsanderung yaitu
yang diatur dan ditentukan sendiri oleh UUD 1945[12]. Status hukum materi pasal 1 ayat (1)
UUD 1945 menjadi relatif mutlak dan sulit untuk diubah bahkan tidak dapat diubah dengan cara-
cara yang biasa[13], mengingat pilihan yang bersifat ideologis sebagaimana dicita-citakan
oleh “the founding leaders” dan perumus UUD sebagai ketentuan yang bersifat final.
Lebih lanjut, bagaimana konstitusi mengatur hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah
Daerah?
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten,
dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil
dan selaras berdasarkan undang-undang.
1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-
hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pasal-pasal tersebut diatas merefleksikan hubungan pusat – daerah bagi berkembangnya otonomi
daerah dari yang semula pada masa Orde Baru bersifat sentralisasi dan pada era reformasi
menjadi bersifat desentralisasi. Kepala daerah pada provinsi, kabupaten/kota secara politis
menjadi “legitimasi” karena dipilih secara langsung oleh rakyat, sehingga kedudukan kepala
daerah menjadi kuat untuk menjalankan pemerintahan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa UUD 1945 memberikan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara
proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya
nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah yang dilaksanakan
dengan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah[14].
Untuk itu penyelenggaraan pemerintahan bukan saja harus dilaksanakan sesuai amanah
konstituen yang memilih tapi harus pula mengedepankan prinsip akuntabilitas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
C. AMANDEMEN SISTEM PEMERINTAHAN
UUD 1945 tidak menyebut satu kata pun bahwa sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia
adalah sistem presidensial. Sekalipun demikian prinsip bahwa Negara Republik Indonesia
menganut sistem presidensial dapat diketahui dari ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 yaitu:
Materi amandemen pada awalnya dipersiapkan oleh Panitia Ad-hoc (PAH) III pada Oktober
1999 dan dalam perkembangannya sejak November 1999 dilanjutkan oleh PAH I. Namun PAH
III yang diketuai Harun Kamil telah berhasil memutuskan dasar-dasar perubahan UUD 1945
sebagai berikut :
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa MPR tetap mempertahankan sistem
presidensial, sekalipun UUD 1945 dilakukan perubahan. Sistem Presidensial adalah sistem atau
keseluruhan prinsip penataan hubungan kerja antar lembaga Negara melalui pemisahan
kekuasaan Negara dan Presiden selaku pengelola kekuasaan eksekutif.
Karakteristik sistem presidensial dapat diketahui dan difahami dari hal-hal sebagai berikut :
1. Presiden adalah Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan
2. Presiden adalah pihak yang berwenang menyusun kabinet dan mengangkat menteri, sistem
ini disebut : non parliamentary executive.
3. Menteri adalah pembantu Presiden dan tidak boleh menjadi anggota parlemen karena
kabinet bukan sebuah komisi dari parlemen.
4. Menteri bertanggung jawab kepada Presiden bukan kepada parlemen, sehingga karenanya ia
tetap menjadi menteri selama Presiden masih mempercayai dan tidak dapat dijatuhkan oleh
mosi tidak percaya dari parlemen.
5. Masa jabatan menteri tergantung pada Presiden dalam artian Presiden dapat memberhentikan
menteri kapan saja. Sistem presidensial disebut juga sistem fixed executive dalam artian
jabatan Presiden bersifat pasti (5 tahun) dan tidak bergantung pada kehendak parlemen.
6. Parlemen sebagai legislatif dan Presiden sebagai eksekutif berperan seimbang melalui sistem
kontrol dan keseimbangan (check and balances)
Penulis berpandangan rasanya tidak terlalu salah, walau “pelan tapi pasti” sistem presidensial
kita bercermin kepada Amerika Serikat yang juga menganut sistem presidensial. Sebagaimana
diketahui, pembentuk konstitusi Amerika Serikat menolak kekuasaan politik yang tidak terbatas,
terlepas siapa yang menjadi pemegang kendali pemerintahan, apakah seorang tiran atau raja yang
absolut atau sekelompok orang/elit – oligarki yang memerintah untuk kepentingan kelompok
penguasa. Bahkan kepercayaan pembentuk konstitusi Amerika Serikat juga menjadi “hilang”
terhadap pemerintahan yang didominasi oleh kehendak rakyat yang bersifat tidak terbatas, yang
dapat menjadikan lemahnya pemerintahan sehingga memungkinkan orang miskin merampok
orang kaya. Demikian pula halnya dengan kecenderungan pemegang kuasa untuk selalu berusaha
memperluas kekuasaan melebihi apa yang sudah ditentukan oleh rakyat, tetap harus diwaspadai.
Oleh karena itu, amandemen terhadap UUD 1945 khususnya pada sistem pemerintahan sangat
direspon oleh MPR 1999. Pada masa Orde Baru, kekuasaan eksekutif sangat dominan, Presiden
berperan dan berfungsi hampir pada semua lini kekuasaan negara, baik dalam eksekutif, legislatif
dan yudikatif.
Reformasi konstitusi, dapat kita ketahui dari amandemen UUD 1945 sebagaimana telah
mengalami perubahan keempat kali. Dalam hubungan MPR – DPR dan DPD, sesuai pasal 2 ayat
(1) UUD 1945, anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum. Lahirnya lembaga Dewan Perwakilan Daerah berarti merombak secara struktural MPR
yang semula terdiri dari anggota DPR, utusan daerah dan utusan golongan. Demikian pula
dengan mekanisme cara pengisian keanggotaan MPR, yang dahulu sebagian diangkat, dan sesuai
amandemen yang telah mendapatkan perubahan, maka seluruh anggota MPR dipilih melalui
pemilihan umum.
Dalam hubungan MPR dan Presiden, wewenang MPR setelah amandemen adalah MPR tidak
berwenang lagi memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, karena Presiden dan
Wakil Presiden sesuai pasal 6 A ayat (1) UUD 1945 dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat. Demikian pula dalam hal pemberhentian Presiden, MPR tidak hanya melanjutkan
usul DPR untuk menyelenggarakan sidang guna meminta pertanggung jawaban Presiden
sehubungan adanya pelanggaran hukum, tetapi harus lebih dahulu mendapat keputusan
Mahkamah Konstitusi.
Perihal hubungan DPR dan Presiden, terlihat prinsip demokrasi berupa kontrol dan
keseimbangan antara DPR dan Presiden sebagaimana diatur dalam pasal 11, 13 dan 14 UUD
1945.
Kontrol dan keseimbangan (check and balances) antar lembaga negara terbagi secara merata
antara DPR dan Presiden.
Hubungan DPR dan BPK terlihat dari pasal 23 E UUD 1945, dimana sebelum amandemen untuk
memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara, BPK cukup memberitahu saja. Sedang
setelah amandemen, hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD dan
DPRD sesuai dengan kewenangannya untuk ditindaklanjuti.
Dalam hubungan Presiden dan MA, pasal 14 ayat (1) UUD 1945 mensyaratkan pertimbangan
Mahkamah Agung dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi.
PERLINDUNGAN
PENEGAKAN
Pada awalnya HAM merupakan hak moral atau moral right demikian dengan penegakannya pun
bersifat moral dengan sanksi yang bersifat moral. Tidak semua hak merupakan hak asasi
misalnya; hak waris, bukan merupakan hak asasi karena terhadapnya terdapat pembatasan;
artinya bahwa haak waris dapat diberi atau tidak. HAM tidak diberikan oleh hokum atau UU
ataupun Negara melainkan oleh tuhan.cttnkulhkmadedidikirawan Kewajiiban HAM ada untuk
menjaga agar hak seseorang tidak mengganggu hak orang lain. 4 kriteria atau sifat yang
membedakan apakah suatu hak merupakan hak asasi atau bukan yaitu;
Universal;
Indivisible; tidak dapt dibagi atau dipisah-pisahkan karena sebgai satu mata rantai
HAM sebagai hak subjektif yang ada pada para individu sejak mereka membuat perjanjian social
untuk membentuk pemerintahan (pactum unions). Karena itu makkkkkkkka hak bias diubah oleh
Negara seklipun dilegalisasi melalui konstitusi Negara. HAM tidak dapat lepas dari konsep
demokrasi dan Negara hokum dikatakan pula cttnkulhkmadedidikirawan memiliki hubungan
yang bersifat simbiosis mutualisme.
HAM merupakan tuntutan yang secara moral bias dibenarkan untuk menikmati kebebasan
dasarnya untuk mencapai harkat kemanusiaan. Adapun yang terjadi cttnkulhkmadedidikirawan
pedoman dalam membuat definisi (menurut Sidney Hock)yaitu melalui identifikasi HAM yang
antara lain:
HAM merupakan jenis dari hak yang ada yaitu hak moral bukan hak hokum
Apabila kata manusia mempunyai kekuatan maka tidak sama dengan binatang malaikat dan
persusahan-perusahaan ataupun Negara.
Jika HAM diperlukan maka hak tersebuut menjadi alas an pembenar untuk berbuat atau
menghindar
HAM sebagai hak umum yang dibedakan dari hubungan-hubungan khusus dengan orang lain
seperti perjanjian.
Menurut Gunawan; HAM adalah hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Menurut UU;
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dari keberadaan manusia sebagai
mahluk tuhan YME dan merupakan anugrahnya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara hokum dan pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan cttnkulhkmadedidikirawan harkat dan martabat manusia. Secara umum ada 4
pandangan terhadap HAM :
1. Universal absolute
2. Universal relative
3. Partikularistik absolute
4. Partikularistik relative
Soekarno dan soepomo berpendapat bahwa HAM berasal dari liberalism yang berakar pada
indidividualism selanjutnya melahirkan colonialism yang pada zaman kemerdekaan justru
sedang kita berantas sehingga berkenan dengan HAM maka tidak perlu diatur dalam konstitusi
cukup secara garis besar dalam pembukaan konstitusi. Sedangkan Hatta berpendapat bahwa
HAM ini harus diatur dalam konstitusi. Kemudian diambil jalan tengah dimana diambil beberapa
pasal saja tentang HAM dan dimasukan ke dalam konstitusi sedangkan pelaksanaannya
dilegalisasikan ke UU. Didalam Tap MPR terkandung adanya hak dan kewajiban asasi. Hak
melahirkan legal right sedangkan kewajiban melahirkan legal obligation dimana legal obligation
tidak selalu melekat dalam hak misalnya hak hidup. Konstitusi RIS lebih maju dari pada
UUD1945 dalam impelementasi HAM. Dalam UU lingkungan: hak mndapatkan
cttnkulhkmadedidikirawan lingkungan hidup (melekat hak asasi). Kewajibannya untuk
memelihara lingkungan hidup yang baik ( tidak melekat pada haknya tetapi dari Negara). Hak
asasi merupakan moral tetapi kalau masuk UU maka akan menjadi masalah hokum. Di inggris
maka orang lebih takut melanggar etika atau moral (yang didalamnya termasuk HAM ) dari pada
hokum. Didalam rezim yang otoriter mka produk hukumnya cttnkulhkmadedidikirawan
cenderung bersifat represif di dalam rezim yang demokratis maka produk hukumnya cenderung
bersifat reponsif (doktrin prof Mahfud MD).
Salah satu cirri Negara hokum adalah jaminanperlindungan dan penghormatan terhadap HAM.
Demokrasi dan prinsip-prinsip Negara hokum merupakan instrument bahkan prasyaratan bagi
jaminan perlindungan dan penegakan HAM. DEMOKRASI TANPA ADA PRINSIP NEEGARA
BERDASARKAN hokum adalah sebuah kediktatroan yang tersembunyi (verkapte dictatuur).
Prinsip Negara hokum dimaksudkan untuk mengendalikan segala bentuk kekuasan baik yang aa
pada rakyat terutama penguasa. cttnkulhkmadedidikirawan Salah satu aspek penting membangun
Negara hokum adalah memberdayakan system penegakan hokum.
Bentuk lain dari upaya akulturasi HAM yaitu dngan menjadikan HAM sebagai tatanan social
yakni sbagai sesuatu yang hidup ditengah –tengah masyarakat baik didalam tatanan politik
ekonomi dan social di masyarakat. cttnkulhkmadedidikirawan Dalam hal tersebut diatas
pendidikan kemasyarakatan HAM perlu dilakukan secara terus menerus.
Deklarasi HAM (universal declaration of human right) sebagai dasar perlindungan dan pemajuan
HAM dunia yang seebagian besar adalah hokum adat internasional. Tatanan hokum tatanan
social dan tatanan internasional perlu dalam mewujudkan HAM secara efektif. Pemujaan HAM
yang baik bersifat koperatif karena menyangkut kesejahteraan semua orang. Kewajiban
pemerintah untuk menjamin penegakan HAM dan disini sangat diperlukan
cttnkulhkmadedidikirawan system pengadilan yang independen dan efektif. Nilai toleransi dan
persamaan hak dapat mengurangi gesekan masyarakat dan ini perlu bagi harmonisasi dan
perpaduan nasional misalnya peningkatan peraturan hokum akan meningkatkan system
pemerintah amn dan manajemen Negara peningkatan cttnkulhkmadedidikirawan kebebasan
meningkatkan kegiaatan ekonomi. PBB sangat erat dengan system internassional HAM dimana
ia menyediakan suatu kerangka yang memungkinkan semua pemerintah di dunia bersama-sama
menyusun draft standar HAM serta serta juga menyediakan forum bagi pemerintah-pemerintah
cttnkulhkmadedidikirawan ataupun LSAM-LSM guna bersama –sama membahas persoalan-
persoalan HAM. Kegiatan PBB dalam bidang HAM dikelompokan menjadi:
Dibidang hokum yaitu melalui fakta-fakta internasional deklarasi dan instrument hokum lainnya.
Pakta adalah semacam kontrak yang mengikat secara hokum sedangkan deklarasi lebih
menyerupai janji yang berisi kewajiban morsl cttnkulhkmadedidikirawan dari pada kewajiban
hokum untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai. Ada 6 pakta HAM yang utama
yakni:
Indonesia telah menjadi anggota CERD CEDAW CROC dan CAT ini menunjukan keinginan
Indonesia untuk segera meratifikasi ICCPR dan ICESCR. Kewajiban pokok pemerintah
indonseia adalah menjamin bahwa semoa orang yang berada didalam wilayah yuridiksinya
mendapat hak-hak yang cttnkulhkmadedidikirawan telah ditetapkan dalam suatu pakta dimana
Indonesia menjadi anggotanya. Guna perwujudan hal tersebut maka mungkin memerlukan :
Modifikasi
PBB terdpat badan yang bertugas membahas mengenai situasi khusus suatu Negara dan
penyelidikan yang dinmakan special rapportuers.
KOMNAS HAM.
Komnas HAM dibentuk didasarkan keppres No. 50 Tahun 1993. Komnas HAM dianggap berdiri
pada tanggal 7 Juni 1993. Komnas HAM merupakan tindak lanjut dari lokakarya tentang HAM
yang dipromosikan oleh deplu dan PBB yang diadakan di Jakarta. Baru efektif pada tanggal 7
desember 1993 karena lembaganya baru ,memiliki anggota pada tanggal ini.
UU No.39/1999 juga memuat pengaturan ttg komnas HAM dimana cttnkulhkmadedidikirawan
pada ketentuan peralihan UU ini maka komnas HAM yang dibentuk berdasarkan
keppres No.50 tahun 1993 selanjutnya dinyatakan sebagai komnas HAM menurut UU ini.
Tujuann pendiriannya adalah:
Hak asasi manusia (HAM) adalah separangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan
manusia sebagai mahluk tuhan YME dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara hokum dan pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta cttnkulhkmadedidikirawan perlindungan harkat dan martabat manusia.
Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila hak ilaksanakan tidak
memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
Diskriminasi adalah setiap pembatasan pelecahan atau pengucilan yang langsung atau tak
langsung didasarkan oleh pembedaan manusia atas dasar agama suku ras etnik kelompok
golongan status social status ekonomi jenis kelamin bahsa keyakinan politik yang berakibat
pengurangan penyimpangan atau penghapusan catatan kuliah ke M.Dedi kirawan pengakuan
pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupaunkolektif dalam bidang politik ekonomi hokum social budaya dan aspek
kehidupan lainnya.
Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukandengan sengaja sehingga menimbulkan rasa
sakit atau penderitaan yang hebat baik jasmani maupun rohani pada seserorang untuk
memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga dengan
menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh
seseorang atau memaksa seseorang atau orang ketiga atau untuk suatu alas an
cttnkulhkmadedidikirawan yang didasarkan atas setiap bentuk diskriminasi apabila rasa sakit
atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh atas hasutan dari dengan persetujuan atau
sepengetahuan siapapun dan atau pejabat public.
Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah termasuk anak
yang masih dalam kandungan cttnkulhkmadedidikirawan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingannya.
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk parat
Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hokum
mengurangi menghalangi membtasi dn atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh UU ini dan tidak mendapat cttnkulhkmadedidikirawan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hokum yang adil dan benar berdasarkan
meknisme hokum yang berlaku.
Komisi nasional HAM (komnas HAM) adalah lembaga mendiri yang kedudukannya setingkat
dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian penelitian
cttnkulhkmadedidikirawan penyuluhan pemantauan dan mediasi hak asasi manusia.
Asas-asas dasar (psl 2 s/d psl 8). Hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia :
A. PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN
Negara lain. Adapun orang-orang yang berada diwilayah suatu Negara dapat dibagi
atas : penduduk dan bukan penduduk.Penduduk ialah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat
terentu yang ditetapkanoleh peraturan Negara yang bersangkutan diperkenankan mempunyai
tempat
tinggal pokok (domisil) dalam wilayah Negara itu. Bukan penduduk ialah mereka yang beradadi
wilayah sesuatu Negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempattinggal
diwilayah Negara itu.Penduduk dapat dibagi atas:1)
Yang menjadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asi danorang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan UU sebagai warga Negara.2)
C. ASAS KEWARGANEGARAAN
Asas tempat kelahiran atau ius soli menetapkan kewarganegaraan seseorang menurutdaerah atau
Negara tempat ia dilahirkan. Contohnya seseorang yang lahir dinegara A,adalah warga Negara
A, walaupun orang tuanya adalah warag Negara B.
Dalam menentukan kewarganegaraan beberapa negara nemakai asas ius solisedangkan dinegara
lain berlaku asas ius samguinis. Hal demikian itu menimbulkan duakemungkinan yaitu:1.
A-patride, yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyaikewarganegaraa.2.
Apabila seseorang mengalami biptride atau apatride maka mempunyai dua hakuntuk menentukan
kewarganegaraannya yaitu dengan hak opsi dan hak repudiasi. Dan hakini biasanya diberikan
ketika sudah dewasa yaitu sudah berumur 18 tahun atau sudah
menikah. Dan untuk mengatasi apatride seseorang mempunyai hak naturalisasi
untukmendapatkan status kewarganegaraan.Berkaitan dengan hak opsi dan repudasi pemerintah
lazim menggunakan
stelselaktif
dan
stelsel pasif
. Menurut
stelsel aktif
orang harus melakukan langkah-langkahhukum tertentu agar diakui kewarganegaraannya,
sedang
stelsel pasif
orang yang beradadalam suatu negara dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa
harusmelakukan tindakan hukum tertentu.Adapun mengenai perincian hak opsi dan hak
repudiasi sebagai berikut:
1. Hak opsi yaitu hak untuk memilih sesuatu status kewarganegaraan (dalam stelsel
aktif).
2. Hak repudiasi yaitu hak untuk menolak status kewarganegaraan (dalam
stelsel pasif).
Ke-34 organ tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu dari segi fungsinya dan dari segi
hirarkinya. Hirarki antarlembaga negara itu penting untuk ditentukan karena harus ada
pengaturan mengenai perlakuan hukum terhadap orang yang menduduki jabatan dalam lembaga
negara itu. Mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah perlu dipastikan untuk
menentukan tata tempat duduk dalam upacara dan besarnya tunjangan jabatan terhadap para
pejabatnya. Untuk itu, ada dua kriteria yang dapat dipakai, yaitu (i) kriteria hirarki bentuk
sumber normatif yang menentukan kewenangannya, dan (ii) kualitas fungsinya. Yang bersifat
utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara. Sehubungan dengan hal itu, maka dapat
ditentukan bahwa dari segi fungsinya, ke-34 lembaga tersebut, ada yang bersifat utama atau
primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary). Sedangkan dari segi
hirarkinya, ke-34 lembaga itu dapat dibedakan ke dalam tiga lapis. Organ lapis pertama dapat
disebut sebagai lembaga tinggi negara. Organ lapis kedua disebut sebagai Lembaga negara saja,
sedangkan organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Di antara lembaga-lembaga tersebut
ada yang dapat dikategorikan sebagai organ utama atau primer (primary constitutional organs),
dan ada pula yang merupakan organ pendukung atau penunjang (auxiliary state organs). Corak
dan struktur organisasi negara kita di Indonesia juga mengalami dinamika perkembangan yang
sangat pesat.
Setelah masa reformasi sejak tahun 1998, banyak sekali lembaga-lembaga dan komisi-komisi
independen yang dibentuk. Menurut Jimly Assshiddiqie, beberapa di antara lembaga-lembaga
atau komisi-komisi independent dimaksud dapat diuraikan di bawah ini dan dikelompokkan
sebagai berikut.[16]
1) Lembaga Tinggi Negara yang sederajat dan bersifat independen, yaitu:
a) Presiden dan Wakil Presiden;
b) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
c) Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
d) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
e) Mahkamah Konstitusi (MK);
f) Mahkamah Agung (MA);
g) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
2) Lembaga Negara dan Komisi-Komisi Negara yang bersifat independen berdasarkan konstitusi
atau yang memiliki constitutional importance lainnya, seperti:
6) Lembaga, Korporasi, dan Badan Hukum Milik Negara atau Badan Hukum yang dibentuk
untuk kepentingan negara atau kepentingan umum lainnya, seperti:
a) Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA;
b) Kamar Dagang dan Industri (KADIN);
c) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI);
d) BHMN Perguruan Tinggi;
e) BHMN Rumah Sakit;
f) Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (KORPRI);
g) Ikatan Notaris Indonesia (INI);
h) Persatuan Advokat Indonesia (Peradi);
Pada dasarnya, pembentukan lembaga-lembaga negara mandiri –atau apa pun namanya– di
Indonesia dibentuk karena lembaga-lembaga negara yang ada belum dapat memberikan jalan
keluar dan menyelesaikan persoalan yang ada ketika tuntutan perubahan dan perbaikan semakin
mengemuka seiring dengan munculnya era demokrasi. Selain itu, kelahiran lembaga-lembaga
negara mandiri itu merupakan sebentuk ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga
yang ada dalam menyelesaikan persoalan ketatanegaraan yang dihadapi.[17]
Secara lebih lengkap, pembentukan lembaga-lembaga negara mandiri di Indonesia dilandasi oleh
lima hal penting. Pertama, tidak adanya kredibilitas lembaga-lembaga yang telah ada
sebelumnya akibat adanya asumsi (dan bukti) mengenai korupsi yang sistemik, mengakar, dan
sulit untuk diberantas. Kedua, tidak independennya lembaga-lembaga negara yang karena alasan
tertentu tunduk di bawah pengaruh suatu kekuasaan tertentu. Ketiga, ketidakmampuan lembaga-
lembaga negara yang telah ada untuk melakukan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam masa
transisi menuju demokrasi baik karena persoalan internal maupun eksternal. Keempat, adanya
pengaruh global yang menunukkan adanya kecenderungan beberapa negara untuk membentuk
lembaga-lembaga negara ekstra yang disebut lembaga negara mandiri (state auxiliary
agency) atau lembaga pengawas (institutional watchdog) yang dianggap sebagai suatu kebutuhan
dan keharusan karena lembaga-lembaga yang telah ada telah menjadi bagian dari sistem yang
harus diperbaiki. Kelima, adanya tekanan dari lembaga-lembaga internasional untuk membentuk
lembaga-lembaga tersebut sebagai prasyarat bagi era baru menuju demokratisasi.
A. PEMILIHAN UMUM
Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih
wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk
pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu,
diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka
waktu tertentu. Sesuai dengan UUD 1945 hasil amandemen pasal 22 E, penyelenggara Pemilu
adalah sebuah organisasi mandiri yang bernama KPU (Komisi Pemilihan Umum).
Tujuan Pemilu
Tujuan Pemilu adalah untuk memilih para wakil yang duduk dalam pemerintahan atau DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Pemilu juga bertujuan memilih
Presiden/Wakil Presiden, dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Dengan
penyelenggaraan Pemilu menandakan, bahwa sistem pemerintahan kita menganut sistem
demokrasi.
Langsung;
Umum;
Bebas;
Rahasia;
Jujur;
Adil.
Partai politik beranggotakan lapisan – lapisan sosial dalam masyarakat contoh : kalangan
atas, menengah, kebawah;
Partai politik beranggotakan kalangan kelompok kepentingan tertentu;
Partai politik beranggotakan pemeluk agama tertentu;
Partai politik beranggotakan kelompok budaya tertentu.
Pragmatis, yakni program yang tak terikat kaku pada doktrin dan ideologi tertentu;
Doktriner / partai asas, yakni sejumlah program konkret sebagai penjabaran ideologi;
Kepentingan, yakni dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu.
Hukum tata negara darurat mungkin belum akrab di telinga masyarakat luas. Hukum tata negara
darurat sebagi bagian dari sistem hukum bernegara. Dalam sebuah pemerintahan kadangkala
terjadi sebuah keadaan yang tidak dapat diprediksi dan bersifat mendadak. Keadaan demikan
sering menimbulkan keadaan darurat. Keadaan darurat disini berarti keadaan yang dapat
menimbulkan akibat yang tidak dapat diprediksi. Ketika keadaan darurat terjadi maka pranata
hukum yang ada terkadang tidak berfungsi untuk menjangkaunya. Untuk itulah dibutuhkan
perangkat aturan hukum tertentu yang dapat melakukan pengaturan dalam keadaan darurat.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hukum tata negara darurat kita harus mengetahui
definisinya. Menurut Herman Sihombing, merupakan hukum tata negara dalam keadaan bahaya,
yakni sebuah rangkaian pranata dan wewenang secara luar biasa dan istimewa untuk dalam
waktu sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan keadaan darurat atau bahaya yang mengancam,
ke dalam kehidupan biasa menurut perundang-undangan dan hukum yang umum dan biasa.
Dalam keadaan normal sistem norma hukum diberlakukan berdasarkan konstitusi dan produk
hukum lain yang resmi. Dalam keadaan abnormal sistem hukum tersebut tidak dapat berfungsi
dengan baik. Maka pengaturan keadaan darurat mempuinyai arti penting sebagai dasar hukum
bagi pemerintah mengambil tindakan guna mengatasi keadaan abnormal tersebut. Pada keadaan
abnormal (darurat) pranata hukum yang diciptakan untuk keadaan normal tidak dapat bekerja.
Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara darurat objektif dan
subjektif. Hukum tata negara darurat subjektif adalah hak negara untuk bertindak dalam keadaan
bahaya atau darurat dengan cara menyimpang dari ketentuan undang-undang atau bahkan
ketentuan undang-undang dasar. Sedangkan hukum tata negara darurat objektif adalah hukum
tata negara yang berlaku ketika negara berada dalam keadaan darurat, bahaya, atau genting.
Keadaan bahaya atau darurat harus dapat didefinisikan. Pemberian cakupan ini bertujuan agar
tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh penguasa. Karena dalam keadaan tersebut negara
dapat melakukn tindakan apapun termasuk membatasi hak warga negara. Kim Lane
mengemukakan keadaan darurat menyangkut hal yang ekstrim, di luar kebiasaan. Sehingga
negara perlu melanggar prinsip yang dianutnya sendiri guna menyelamatkan diri dari keadaan
tersebut.
Dalam konstitusi indonesia diatur tentang keadaan darurat pada pasal 12 dan pasal 22 UUD 45.
Pasal 12 : “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan
bahaya ditetapkan dengan undang-undang”
Pasal 22 : “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”
Pengaturan tersebut tidak dilakukan secara tegas sehinga sulit mengetahui apakah suatu peristiwa
dapat dikategorikan sebagai keadaan darurat. UU Prp No. 23 Tahun 1959 tentang Keadaan
Bahaya membagi keadaan darurat menjadi tiga yakni darurat sipil, darurat militer, dan darurat
perang. Undang-undang tersebut mengatur tiga kriteria untuk menentukan suatu keadaan darurat:
1. keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah
indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan, atau akibat bencana alam
sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat kelengkapan negara secara biasa;
2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah negara
republik Indonesia. Keputusan pemberlakuan keadaan darurat dilakukan oleh presiden
melalui peraturan presiden (perpres). Hal ini berdasarkan UU No.10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Keadaan yang seperti apa yang dapat dikategorikan sebagai keadan berbahaya atau darurat? Ada
banyak pendapat dan doktrin dari para ahli hukum mengenai hal ini. Namun saya mencoba
mengambil simpulan dari Jimly Asshiddiqie. Jimly menyatakan:
1. keadaan bahaya karena ancaman perang yang datang dari luar
2. keadaan bahaya karena tentara nasional sedang berperang di luar negeri
3. keadaan bahaya karena perang di dalam negeri atu pemberontakan
4. keadaan bahaya karena kerusuhan sosial
5. keadaan bahaya karena bencana alam
6. keadaan bahaya karena tertib hukum dan administrasi yang terganggu
7. keadaan bahaya karena kondisi keuangan negara
8. keadaan lain dimana fungsi konstitusional tidak dapat bekerja
Keadaan darurat menuntut negara untuk mengambil tindakan sesegera mungkin dan
meminimalisir resiko yang terjadi. Dalam hal tindakan yang dapat diambil menurut Vinkat Iyer
tindakan darurat meliputi:
1. kewenangan menangkap (power of arrest);
2. kewenangan menahan (power of detention);
3. pembatasan atas kebebasan fundamental (power imposing restriction of
fundamental freedom);
4. kewenangan terkait perubahan prosedur pengadilan dan pemidanaan (power
concerning modification of trial procedures and punishment);
5. kewenanan membatasi atasa akses ke pengadilan (power imposing restriction on
access to the judiciary);
6. kewenangan atas imunitas yang dinikmati polisi, aparat keamanan, dan yang
lainnya (power concerning immunities enjoyed by the police and member of security
forces and so on)
Asas dalam pemberlakuan keadaan darurat:
1. asas proklamasi
Keadaan darurat harus diumumkan atau diproklamirkan kepada seluruh masyarakat. Bila
keadaan darurat tersebut tidak diproklamirkan maka tindakan yang diambil oleh pemerintah
tidak mendapat keabsahan.
2. asas legalitas
Asas legalitas disini berkaitan dengan tindakan yang diambil oleh negara dalam keadaan darurat.
Tindakan yang diambil harus tetap dalam koridor hukum, baik hukum nasional maupun hukum
internasional.
3. asas komunikasi
Negara yang mengalami keadaan darurat harus mengkomunikasikan keadaan tersebut kepada
seluruh warga negara. Selain kepada warganya pemerintah juga harus memberitahukan kepada
negara lain secara resmi. Pemberitahuan dilakukan melalui perwakilan negara bersangkutan dan
kepada pelapor khusus PBB “special rapporteur on state of emergency”
4. asas kesementaraan
Dalam penetapan keadaan darurat harus ada kepastian hukum yakni jangka waktu pemberlakuan
keadaan darurat. Hal ini dikarenakan negara dalam keadaan darurat dapat mencederai hak dasar
warga negara. Sehingga pemberlakuan keadaan darurat harus jelas mengenai awal pemberlakuan
dan waktu berakhirnya.
5. asas keistimewaan ancaman
Krisis yang menimbulkan keadaaan darurat harus benar-benar terjadi atau minimal mengandung
potensi bahaya yang siap mengancam negara. Ancaman yang ada haruslah bersifat istimewa.
Keistimewaan tersebut karena menimbulkan ancaman terhadap nyawa, fisik, harta-benda,
kedaulatan, keselamatan dan eksistensi negara, atau peri kehidupan bersama dalam sebuah
negara.
6. asas proporsionalitas
Tujuan pemberlakuan keadaan darurat adalah agar negara dapat mengembalikan dalam keadaan
semula dengan waktu yang cepat. Oleh karena itu tindakan yang diambil haruslah tepat sesuai
dengan gejala yang terjadi. Jangan sampai negara mengambil tindakan yang tidak sesuai dan
cenderung berlebihan.
7. asas intangibility
Asas ini terkait dengan hak asasi manusia. Dalam keadaan darurat pemerintah tidak boleh
membubarkan organ pendampingnya yakni legislatif maupun yudikatif.
8. asas pengawasan
Pemberlakuan keadaan darurat juga harus mendapatkan kontrol. Harus mematuhi prinsip negara
hukum dan demokrasi. Parlemen harus mengawasi jalannya keadaan darurat sebagai bentuk
mekanisme “check and balances”.keadaan darurat tidak mengurangi kewenangan mengawasi
kebijakan yang diambil pemerintah.
Dalam keadaan darurat negara bisa mengurangi sebagian dari hak asasi manusia. Namun negara
tidak boleh mengurangi sedikit pun hak dasar manusia (non derogable rights). Berikut ini hak
dasar manusia:
a. hak untuk hidup
b. hak untuk tidak disiksa
c. hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani
d. hak beragama
e. hak untuk tidak diperbudak
f. hak untuk diakui sebagai pribadi da hadapan hukum
g. hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
Hukum tata negara darurat menjadi penting karena terkait dengan pelanggaran hak dasar warga
negara yang mungkin terjadi dalam keadaan darurat tersebut. Keadaan darurat membolehkan apa
yang tidak boleh sebagaimana istilah “onrecht word rech”, yang semula tidak boleh menjadi
boleh atau bahkan melarang hal yang semula dibolehkan. Kata darurat sendiri berasal dari bahasa
Arab yakni “dhorurot” yang berarti keadaan mendesak. Dengan adanya tulisan ini diharapkan
dapat membantu siapa saja yang membutuhkan informasi mengenai hukum tata negara darurat.