Anda di halaman 1dari 12

NEGARA HUKUM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Hukum Tata Negara
Dosen pengampu : Hakim Junaidi,
S.AG.,M.Ag

Disusun oleh :
Nama : Charisa Afanda
NIM : 2202056014

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

2023
1
A. Istilah dan pengertian negara hukum

Dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, istilah negara hukum


dipakai dengan resmi dalam Konstitusi Indonesia Tahun 1949 (Konstitusi RIS)
dan dalam Konstitusi Indonesia Tahun 1950 (UUDS) baik dalam
mukaddimahnya maupun dalamsalah satu pasalnya. Sedangkan dalam
kepustakaan Eropa di dalam bahasa Inggeris dipergunakan istilah “rule of law
atau government of justice” untuk menyatakan negara hukum. Menurut Wirjono
Projodikoro (1981) bahwa penggabungan kata-kata "Nagara" dan "Hukum",
yaitu istilah "Negara-Hukum", yang berarti suatu negara yang di wilayahnya : 1)
semua alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari
Pemerintah dalam tindak tanduknya baik terhadap para warga negara maupun
dalam saling berhubungan masing-masing tidak boleh sewenang-wenang,
melainkan harus memerhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dan 2)
semua orang-orang penduduk dalamberhubungan kemasyarakatan harus tunduk
pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.1
Negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin
keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya
kebahagiaan hidup warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu
perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara
yang baik. Demikian juga peraturan hukum yang sebenarnya ada jika peraturan
itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.2
Peraturan hukum yang ada dalam suatu negara dimaksudkan untuk
melindungi hak-hak warga negara dari tindakan sewenang-wenang penguasa.
Begitu juga dalam sebuah negara hukum dibuat peraturan untuk mencegah
kekuasaan absolut demi pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Semua
negara di dunia ini dapat dikatakan adalah negara hukum. Sebagai sebuah negara
hukum berarti semua penyelenggara negara, semua pejabat negara, dan semua

1
Manan Sailan, "Istilah Negara Hukum Dalam Sistem Ketatanegaraan Negara", MASALAH-MASALAH HUKUM,
vol. 40 no. 02 (Juni 2011), hal 229, Semarang.
2
Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia dan CV. Sinar Bakti, Jakarta 1983, hal. 153.
2
warga negara harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Hukum yang
berlaku dalam sebuah negara berbeda-beda karena secara sosiologis, ekonomi,
dan budaya masing-masing negara berbeda.
Negara hukum menurut F.R Bothlingk adalah “De taat waarin de
wilsvrijheid van gezagsdragers is beperkt door grenzen van recht” (negara,
dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh suatu kehendak
hukum). Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam rangka merealisasikan
pembatasan pemegang kekuasaan tersebut maka diwujudkan dengan cara,
“Enerzijds in een binding van rechter administatie aan de wet, anderjizds in een
begrenzing van de bevoegdheden van de wetgever”, (disatu sisi keterikatan hakim
dan pemerintah terhadap undang-undang, dan disisi lain pembatasan kewenangan
oleh pembuat undang-undang).3 A.Hamid S. Attamimi dengan mengutip Burkens,
mengatakan bahwa negara hukum (rechstaat) secara sederhana adalah negara
yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan
kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan dibawah kekuasaan
hukum. Menurut Sudargo Gautma (1983) bahwa ada 3 (tiga) ciri-ciri atau unsur-
unsur dari Negara Hukum, yakni:
a) Terdapat pembatasan kekuatan negara terhadap perorangan, maksudnya
negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang, tindakan negara dibatasi
oleh hukum, individual mempunyai hak terhadap negara atau rakyat
mempunyai hak terhadap penguasa.
b) Azas Legalitas. Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang
telah diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah
atau aparaturnya.
c) Pemisahan Kekuasaan. Agar hak-hak azasi itu betul-betul terlindung
adalah dengan pemisahan kekuasaan yaitu badan yang membuat peraturan
perundang-undangan, melaksanakan, dan mengadili harus terpisah satu
sama lain tidak berada dalam satu tangan.

3
Ridwan HR, 2014, Hukum Administasi Negara, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 21
3
B. Tipe negara hukum

1. Tipe Negara Hukum Polis


Sebelum lahir negara hukum yang berpemahaman Kant dan Ficte, maka
yang ada pada waktu itu adalah negara polis (polizei staat) sebagai tipe negara.
Aliran yang paling berpengaruh pada saat itu adalah aliran mercantilisme atau
aliran yang menghendaki suautu neraca perdagangan yang positif.
Maksudnya adalah seluruh kegiatan perdagangan pada waktu itu dikontrol
dan ditentukan oleh negara.
Dalam kaitannya dengan Mercantilisme, mula-mula bentuk
pemerintahannya ialah monarki absolut, tetapi karena raja telah sadar akan
kewajibannya akan rakyatnya maka terjadilah monarki yang dibatasi oleh
kemauan raja sendiri (Beperkte Monarkhi, Verlichte Despotie), karena para
despot ini telah menjadi progresif. Asas yang berlaku dalam bentuk negara
dan pemerintahan ini adalah bahwa rajalah yang menetukan segala-galanya
untuk rakyatnya, tapi tidak oleh rakyatnya sendiri, dan kepentingan umum
mengatasi semua undang-undang dan hukum (prinsip legibus solutus est,
solus publica suprema lex). Adapun tipe negaranya adalah negara polisi
(polizei staat), yang walaupun raja mau menyelenggarakan kepentingan
rakyat, tetapi rakyat tidak boleh ikut campur. Oleh karena rakyat tidak
mempunyai hak terhadap raja, dan segala sesuatunya ditentukan oleh raja.

2. Tipe Negara Hukum Liberal


Negara hukum formal seringkali disebut juga dengan negara hukum
liberal ataupun nachwachker staat yaitu negara hukum yang menurut Kant
dan Fichte merupakan negara yang juga biasa disebut dengan negara dalam
arti sempit. Tipe negara ini merupakan reaksi atau antithese dari bentuk
pertama yang dikemukakan sebelumnya. sebelum tiba pada bentuk hukum
formal, tipe negara dinamakan negara hukum liberal. Dalam negara hukum
liberal ini negara tidak dibenarkan untuk mencampuri dalam urusan

4
penyelengaraan kepentingan rakyat. Ini merupakan bentuk negara yang
sangat berlawanan dengan bentuk negara polisi (polizei staat). Akan tetapi
tuntutan masyarakat menghendaki faham liberalisme itu tidak dipertahankan
lagi, sehingga negara pada waktu itu terpaksa harus ikut campur tangan dalam
urusan kepentingan rakyat. Hanya saja campur tangan ini masih menurut
saluran-saluran hukum yang sudah ditentukan oleh, sehingga lahirlah negara
hukum formal.
Dikatakan sebagai negara Nachtswakerstaat atau negara dalam arti sempit
(sebagaimana dikemukakan oleh Immanuel Kant dan Ficte) karena negara
bertindak sebagai penjaga malam, artinya bahwa negara hanya menjaga
keamanan saja, negara baru bertindak apabila keamanan dan ketertiban
terganggu. Dalam negara hukum yang sempit ini dipisahkan dengan tegas
antara negara dan masyarakat. Negara tidak mencampuri segi-segi kehidupan
masyarakat, baik dalam segi ekonomi, sosial, kebudayaan dan sebagainya,
sebab dengn turut campurnya negara kedalam segi-segi kehidupan
masyarakat, dapat, mengakibatkan berkurangnya kemerdekaan seorang
individu.
Tipe Negara hukum Liberal ini menghendaki supaya Negara berstatus
pasif artinya bahwa warga Negara harus tunduk pada peraturan-peraturan
Negara. Penguasa dalam bertindak sesuai dengan hukum. Disini kaum Liberal
menghendaki agar penguasa dan yang dikuasai ada suatu persetujuan dalam
bentuk hukum, serta persetujuan yang menjadi penguasa.

3. Tipe Negara Hukum Formil atau Division of Power.


Negara hukum Formil yaitu Negara hukum yang mendapatkan
pengesahan dari rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum
tertentu, harus berdasarkan undang undang. Negara Hukum formil ini disebut
juga dengan Negara demokratis yang berlandaskan Negara hukum.

4. Tipe Negara Hukum Materiil atau Sparation of Power.

5
Negara Hukum Materiil sebenarnya merupakan perkembangan lebih
lanjut dari Negara Hukum Formil; tindakan penguasa harus berdasarkan
undang-undang atau berlaku asas legalitas yaitu dalam negara hukum Materiil
tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga Negara
dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang atau berlaku asas
Opportunitas.
Tipe negara hukum ini sering juga disebut sebagai negara hukum dalam
arti yang luas atau disebut pula sebagai negara hukum modern. Negara dalam
pengertian ini bukan saja menjaga keamanan saja tetapi secara aktif turut serta
dalam dalam urusan kemasyarakatan demi mensejahterakan rakyat. Oleh
sebab itu pengertian negara hukum dalam arti luas sangat erat hubungannya
dengan pengertian negara kesejahteraan atau (welfare state).

C. Negara hukum dalam konstitusi

1. Perumusan Negara Hukum dalam UUD 1945


Apabila ditelusuri pembicaraan dalam sidang-sidang Badan Penyelidik
Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), maka akan ditemukan
pendapat yang menginginkan agar negara Indonesia merdeka yang akan
dibentuk merupakan negara kesejahteraan, negara yang berkedaulatan rakyat,
negara yang hendak mewujudkan keadilan, negara yang menjamin kesehatan
masyarakat, negara yang menjamin kebebasan rakyat untuk berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Hal tersebut antara lain
dikemukakan oleh M. Yamin, dan Muhammad Hatta. M. Yamin antara lain
mengatakan: "...bahwa negara yang dibentuk itu hanya semata-mata untuk
seluruh rakyat, untuk kepentingan seluruh bangsa yang akan berdiri kuat di
dalam negara yang menjadi negara hukum, seperti yang dikemukakan oleh
Sidargo Gautama, yaitu: (1) adanya pembatasan kekuatan negara terhadap
perorangan; (2) adanya azas legalitas; dan (3) adanya pemisahan kekuasaan.
Dipertegas pula oleh Stahl yang mengatakan sebagai elemen dari negara
hukum, antara lain: (1) adanya jaminan atau hak dasar manusia; (2) adanya
6
pembagian kekuasaan; (3) pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
hukum; dan (4) adanya peradilan administrasi.4

2. Perumusan Negara Hukum dalam Konstitusi RIS 1949


pada konstitusi Republik Indonesia serikat (RIS)Tahun 1949 perumusan
negara hukum disebutkan secara tegas baik dalam mukaddimah juga pada
salah satu pasalnya. menggunakan demikian tidaklah menyangsikan bahwa
Negara RIS artinya Negara aturan. Hal ini bisa dilihat pada Mukaddimah
yang menyatakan: “kami bangsa Indonesia sejak berpuluh-puluh tahun
lamanya bersatu padu dalam perjuangan kemerdekaan, menggunakan
senantiasa berhati teguh berniat mendudukihak hidup menjadi bangsa yang
merdeka berdaulat. kini menggunakan berkat rahmat yang kuasa telah
sampai pada strata sejarah yg senang dan luhur. Maka demi ini kami
menyusun kemerdekaan kami itu pada suatu piagam negara yg republik
federasi, berdasarkan pengakuan Ketuhanan yang Maha Esa,
perikebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial.”
Pada pada kalimat keempat Mukaddimah Konstitusi RIS Tahun 1949
menyatakan: “buat mewujudkan kesejahteraan, perdamaian, dan
kemerdekaan dalam warga negara hukum Indonesia Merdeka yg berdaulat
tepat”. Hal ini kemudian dipertegas lagi dalam Pasal 1 Ayat (1) yaitu bahwa:
“Republik Indonesia serikat yangg merdeka serta berdaulat artinya suatu
negara hukum yg demokratis dan berbentuk federasi”. Sedemikian itulah
Konstitusi RIS Tahun 1949 pada sistem ketatanegaraannya telah menganut
prinsip negara hukum, adalah segala surat undang-undang itu dijanjikan suatu
negara hukum yaitu negara yang menjalankan pemerintahan tak berdasarkan
kemauan orang-orang yang memegang kekuasaan, melainkan menurut aturan
yang tertutis serta didesain oleh badan-badan perwakilan dengan secara legal.
Negara hukum adalah adalah pilihan primer pada Konstitusi RIS Tahun 1949

4
Manan Sainan, Masalah-masalah Hukum,233.
7
sebab buat menghindari kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan
diskriminasi di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara.

3. Perumusan Negara Hukum dalam UUDS 1950


Dalam UUDS Tahun 1950, negara hukum dirumuskan secara tegas baik
dalam mukaddimahnya maupun dalam salah satu pasalnya. Pada Kalimat
keempat dalam Mukamaddiahnya, menyatakan bahwa: “Maka demi itu kami
menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam Negara yang berbentuk
Republik kesatuan, berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan, kerakyatan dan keadilan sosial, perdamaian dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia merdeka yang
berdaulat sempurna”. Kemudian perumusan negara hukum ini dipertegas
lagi dalam Pasal 1 Ayat (1) yang menyatakan: “Republik Indonesia yang
merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan
berbentuk kesatuan”.
Demikianlah yang ditegaskan oleh UUDS Tahun 1950, di mana di dalam
sistem ketatanegaraannya menganut prinsip negara hukum, artinya negara itu
dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan negaranya mencerminkan
negara hukum yang membatasi sikap, tingkah laku, dan perbuatan menurut
hukum yang berlaku baik yang dilakukan oleh para penguasanya maupun
yang dilakukan oleh para warga negaranya, serta menghormati hak-hak asasi
manusia atau para warga negaranya.

D. Elemen-elemen negara hukum

Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental


dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte,
dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan
dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas
kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”. Menurut Julius

8
Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu
mencakup empat elemen penting, yaitu:5
a. Pengakuan serta perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
(grondrechten)
b. Penyelenggaraan negara berlandaskan pada trias politika (pemisahan
kekuasaan negara atas kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial)
(scheiding van machten)
c. Pemerintahan diselenggarakan berdasar atas undang-Undang
(wetmatigheid van het bestuur)
d. adanya peradilan administrasi negara yang berwenang menangani kasus
perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah ( administratieve
rechtspraak).

Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl


tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘Rule of
Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara
Hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The International
Commission of Jurist”, prinsip-prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan
prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of
judiciary) yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam
setiap negara demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting Negara
Hukum menurut “The International Commission of Jurists” itu adalah:
1. Negara harus tunduk pada hukum.
2. Pemerintah menghormati hak-hak individu.
3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Profesor Utrecht membedakan antara Negara Hukum Formil atau Negara


Hukum Klasik, dan Negara Hukum Materiel atau Negara Hukum Modern.

5
Lihat Plato: The Laws, Penguin Classics, edisi tahun 1986. Diterjemahkan dan diberi kata pengantar oleh Trevor
J. Saunders.
9
Negara Hukum Formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan
sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang
kedua, yaitu Negara Hukum Materiel yang lebih mutakhir mencakup pula
pengertian keadilan di dalamnya. Karena itu, Wolfgang Friedman dalam bukunya
‘Law in a Changing Society’ membedakan antara ‘rule of law’ dalam arti formil
yaitu dalam arti ‘organized public power’, dan ‘rule of law’ dalam arti materiel
yaitu ‘the rule of just law’. Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan
bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan
terwujud secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum
itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula
dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiel.6
Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti peraturan
perundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang
dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin
keadilan substantive. Karena itu, di samping istilah ‘the rule of law’ oleh
Friedman juga dikembangikan istilah ‘the rule of just law’ untuk memastikan
bahwa dalam pengertian kita tentang ‘the rule of law’ tercakup pengertian
keadilan yang lebih esensiel daripada sekedar memfungsikan peraturan
perundang-undangan dalam arti sempit. Kalaupun istilah yang digunakan tetap
‘the rule of law’, pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup
dalam istilah ‘the rule of law’ yang digunakan untuk menyebut konsepsi tentang
Negara Hukum di zaman sekarang.
Namun demikian, terlepas dari perkembangan pengertian tersebut di atas,
konsepsi tentang Negara Hukum di kalangan kebanyakan ahli hukum masih
sering terpaku kepada unsur-unsur pengertian sebagaimana dikembangkan pada
abad ke-19 dan abad ke-20. Sebagai contoh, tatkala merinci unsur-unsur
pengertian Negara Hukum (Rechtsstaat), para ahli selalu saja mengemukakan
empat unsur ‘rechtsstaat’, dimana unsurnya yang keempat adalah adanya
‘administratieve rechtspraak’ atau peradilan tata usaha Negara sebagai ciri pokok

6
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Jakarta, 2011, hal. 3.
10
Negara Hukum. Tidak ada yang mengaitkan unsur pengertian Negara Hukum
Modern itu dengan keharusan adanya kelembagaan atau setidak-tidaknya fungsi
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengadilan tata Negara.
Jawabannya ialah karena konsepsi Negara Hukum (Rechtsstaat)
sebagaimana banyak dibahas oleh para ahli sampai sekarang adalah hasil inovasi
intelektual hukum pada abad ke 19 ketika Pengadilan Administrasi Negara itu
sendiri pada mulanya dikembangkan; sedangkan Mahkamah Konstitusi baru
dikembangkan sebagai lembaga tersendiri di samping Mahkamah Agung atas
jasa Professor Hans Kelsen pada tahun 1919, dan baru dibentuk pertama kali di
Austria pada tahun 1920. Oleh karena itu, jika pengadilan tata usaha Negara
merupakan fenomena abad ke-19, maka pengadilan tata negara adalah fenomena
abad ke-20 yang belum dipertimbangkan menjadi salah satu ciri utama Negara
Hukum kontemporer. Oleh karena itu, patut kiranya dipertimbangkan kembali
untuk merumuskan secara baru konsepsi Negara Hukum modern itu sendiri untuk
kebutuhan praktek ketatanegaraan pada abad ke-21 sekarang ini.7

7
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Ketua Asosiasi Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara Indonesia.

11
REFERENSI

Andriyan, D. N. (2016). Hukum Tata Negara dan Sistem Politik: Kombinasi


Presidensial dengan Multipartai di Indonesia. Deepublish.

Asshiddiqie, J. (2011, November). Gagasan negara hukum Indonesia. In Makalah


Disampaikan dalam Forum Dialog Perencanaan Pembangunan Hukum
Nasional yang Diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum dan.

Mujiburohman, D. A. (2017). Pengantar Hukum Tata Negara.

Sailan, M. (2011). Istilah Negara Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Republik


Indonesia. Masalah-Masalah Hukum, 40(2), 228-235.

12

Anda mungkin juga menyukai