Anda di halaman 1dari 9

A.

Definisi Hukum Tata Negara

HTN pada dasarnya adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu negara
beserta segala aspek yang berkaitan dengan organisasi negara tersebut.

a. Istilah HTN diantaranya:


 Belanda “staatsrech”
 Inggris “Contitusional Law”
 Perancis “Droit Constitutionnel”
 Jerman V”erfassungsrecht”

b. Pengertian Menurut Ahli


J.H.A Logemann:
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara. Bagi
Logemann, jabatan merupakan pengertian yuridis dari fungsi, sedangkan fungsi
merupakan pengertian yang bersifat sosiologis. Oleh karena negara merupakan
organisasi yang terdiri atas fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain
maupun dalam keseluruhannya maka dalam pengertian yuridis negara merupakan
organisasi jabatan atau yang disebutnya ambtenorganisatie.

B. Objek HTN

Obyek kajian ilmu hukum tata negara adalah negara. Dimana negara dipandang dari sifatnya
atau pengertiannya yang konkrit. Artinya obyeknya terikat pada tempat, keadaan dan waktu
tertentu. Hukum tata negara merupakan cabang ilmu hukum yang membahas tatanan,
struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antara struktur organ atau struktur kenegaraan
serta mekanisme hubungan antara struktur negara dan warga negara.

C. Ruang Lingkup HTN

Ruang lingkup Hukum Tata Negara adalah struktur umum dari negara sebagai organisasi,
yaitu:

 Bentuk Negara (Kesatuan atau Federasi)


 Bentuk Pemerintahan (Kerajaan atau Republik)
 Sistem Pemerintahan (Presidentil, Parlementer, Monarki absolute)
 Corak Pemerintahan (Diktator Praktis, Nasionalis, Liberal, Demokrasi)
 Sistem Pendelegasian Kekuasaan Negara (Desentralisasi, DSB)
 Hubungan HTN & Ilmu Negara

D. Perbedaan HTN dengan Ilmu Negara:


 Ilmu Negara mempelajari :
-Negara dalam pengertian abstrak artinya tidak terikat waktu dan tempat.
-Ilmu Negara mempelajari konsep-konsep dan teori-teori mengenai negara, serta
hakekat negara.
 Hukum Tata Negara mempelajari :
-Negara dalam keadaan konkrit artinya negara yang sudah terikat waktu dan tempat.
-Hukum Tata Negara mempelajari Hukum Positif yang berlaku dalam suatu negara.
-Hukum Tata Negara mempelajari negara dari segi struktur.

E. Sumber Hukum HTN


Sumber hukum dibagi dua, yaitu:
 Sumber Hukum Formil
“Sumber hukum yang dikenal dari bentuknya. Karena bentuknya itu hukum berlaku
umum, diketahui dan ditaati”
 Sumber Hukum Materiil
“Sumber hukum yang menentukan isi hukum”

Sumber Hukum HTN

1. sumber hukum materil tata Negara adalah sumber hukum yang menentukan isi kaidah
hukum tata Negara, yaitu:
a) Dasar dan pandangan hidup bernegara sepeti Pancasila
b) kekuatan politik yang berpengaruh pada saat merumuskan kaidah hukum tata
Negara.
2. sumber hukum dalam arti formal, yaitu
a) hukum perundang-undangan ketatanegaraan
b) hukum adat ketatanegaraan
c) hukum adat kebiasaan atau konvensi ketatanegaraan
d) yurisprudensi ketatanegaraan adalah kumpulan putusan-putusan pengadilan.
e) Trakta atau hukum perjanjian internasional ketatanegaraan
f) Doktrin ketatanegaraan

F. Asas HTN

Menurut Boedisoesetyo bahwa mempelajari asas HTN sesuatu Negara tidak luput dari
penyelidikan tentang hukum positifnya yaitu UUD karena dari situlah kemudian ditentunkan
tipe Negara dan asaa kenegaraan bersangkutan.

Sebagaimana asas-asas HTN yaitu :

• asas pancasila
• asas Negara hukum (rechtsstaat)
• asas legalitas
• asas kedaulatan dan demokrasi dalam Negara Indonesia, mencari keseimbangan
individualisme dan kolektivitas dalam kebijakan demokrasi politik dan ekonomi.
• asas Negara kesatuan
• asas pemisahan kekuasaan dan check and balance (perimbangan kekuasaan)
Negara darurat (State of Emergancy)

yaitu keadaan bahaya yang tiba-tiba mengancam tertib umum, yang menuntut negara untuk
bertindak dengan cara-cara yang tidak lazim menurut aturan hukum yang biasa berlaku
dalam keadaan normal.

Hukum keadaan darurat memiliki model yang berbeda-beda di berbagai negara. Model-
model tersebut memiliki perbedaan pada perkembangan sejarah, ketentuan konstitusional
dan pelaksanaannya. Berikut adalah model-model hukum keadaan darurat diberbagai
negara

a. Model ‘Martial Law’ Amerika Serikat


Doktrin martial law berkembang tersendiri dalam praktik melalui peranan
pengadilan atas dasar prinsip judge made law. Istilah martial law biasa dikaitkan
dengan pengertian hukum yang berlaku atau diberlakukan dalam keadaan darurat
atau in a state of emergency.
Dalam pelaksaan martial law ada empat hal penting;
1) Kewenangan Presiden untuk memberlakukan martial law atas alasan keadaan
darurat (the authority of the president to declare martial law);
2) Peninjauan Peradilan atau judicial review atas keputusan-keputusan dan
peraturan-peraturan yang dibuat di bawah martial law (judial review of
decisions made under martial law);
3) Penggunaan Peradilan Militer di daerah-daerah yang diberlakukan keadaan
darurat atau martial law (the use of military tribunals in territorie under martial
law); dan
4) Pembatasan-pembatasan yang dibebankan atas kebebasan individu warga
setelah martial law tersebut diberlakukan (the limitations on individual liberties
once martial law has been declared);

b. Model ‘Etat De Siege’ Perancis


Keadaaan etat de siege atau keadaan darurat itu dibedakan antara etat de siege reel
(actual state of siege) dan etat de siege fictif (contructive state of siege.)
1) Keadaan darurat yang bersifat aktual atau riil berkenaan dengan situasi
dimana suatu wilayah negara secara nyata telah diduduki atau dikuasai oleh
musuh negara atau dimana operasi militer nyata-nyata menang sedang
berlangsung.
2) Keadaan yang bersifat fiktif, kehidupan normal tidak sepenuhnya atau
seluruhnya terganggu, meskipun banyak terdapat gangguan bahaya yang
mungkin

Dalam UUD 1958, Artikel 16 menetukan bahwa keadaan memberikan kewenangan pada
presiden untuk secara unilateral menyatakan atau mendeklarasikan keadaan darurat (etat de
siege).

Pada Artikel 36 berisi ketentuan yang secara khusus mengatur tentang pemberlakuan keadaaan
darurat atau pendeklarasian etat de siege.

Pada Artikel 7 UU tahun 1878, pelaksanaan tugas-tugas kepolisian yang biasanya berada dalam
otoritas sipil beralih ketangan penguasa militer.
c. Emergency Law di India
1) Dalam UUD India part XXVIII Konstitutusi India, yaitu artikel 352 sampai dengan
artikel 360 keadaan darurat dibedakan dalam 3 (tiga) tipe;
2) Keadaan darurat yang timbul karena ancaman terhadap keselamatan India atau
bagian dari wilayahnya (emergency arising from a threat to securityof india or
any part of its territory);
3) Kegagalan fungsi-fungsi aparatur dalam menjalankan tugas konstitusionalnya
dalam negara (failure of constitutional machinery in a State);
Darurat keuangan (financial emergency).

d. Martial Law di Inggris


Kewenangan untuk menentukan keadaan darurat dan memberlakukan martial law
dalam sejarah Inggris dipahami sebagai hak preogatif Raja atau Ratu sebagai Kepala
Negara.
Dalam tradisi common law di Inggris, dalam keadaan darurat, Raja atau Ratu dapat
mengintervensi urusan tanah-tanah milik pribadi untuk tujuan mempertahankan
dan menjaga kedamaian serta mengatasi sebab-sebab keadaan darurat. Keadaan
darurat di deklarasi untuk memungkinkan kepala negara menggunakan kekuatan
guna memulihkan keadaan (public order) dengan mengesampingkan hukum yang
berlaku (to ovveride the ordinary law.)

G. Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia

Menurut Herman Sihombing dilihat dari corak, bentuk, dan sumbernya, maka HTN Darurat
itu dapat digolongkan atau ditempatkan ke dalam:

 HTN Darurat Objektif (Objective Staatsnoodrecht)


 HTN Darurat Subjektif (Subjective Staatsnoodrecht)
 HTN Darurat Tertulis (Geschreven Staatnoodrecht)
 HTN Darutat Tidak Tertulis (Ongeshreven Staatsnoodrecht)

Dari sudut formal isinya, yakni dari tingkatan bahaya darurat dalam HTN Darurat itu, dapat
dikemukan, tingkatan Darurat Sipil, tingkatan Darurat Militer dan dalam tingkatan Darurat
Perang.

UU Nomor 23 Tahun 1959 merupakan hukum tata negara darurat positif di Indonesia.

Dalam penetapan berlakunya keadaan darurat itu harus dilakukan oleh Presiden sebagai
kepala negara (the sovereign head of state). Penetapannya dapat dilakukan dalam bentuk
Peraturan Presiden, apabila isinya hanya bersifat “Beschikking” yang mengadung norma
konkret dan individual.

Jika normanya mengandung penetapan (beschikking) yang bersifat konkret dan individual
serta sekaligus norma pengaturan (regelingen) yang bersifat umum dan abstrak, maka
bentuk hukum yang dipilih dapat berbentuk Pengaturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Peppu)
Setelah Ditetapkan Negara Dalam Keadaan Darurat

 Pendeklarasian atau proklamasi secara terbuka;


 Penerbitan atau pengundangan dalam Lembaran Negara; dan
 Penyebarluasan naskah deklarasi itu kepada pihak-pihak yang terkait, baik
 menurut ketentuan hukum nasional mapun ketentuan hukum internasional.

Setelah keadaan darurat dideklarasikan dan diundangkan, naskah pemberitahuan keadaan


darurat juga perlu diberitahukan dan disampaikan secara resmi kepada Seketariat Jendral
PBB. Menurut Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 1959, “Presiden/Panglima tertinggi
angkatan perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia
dalam keadaan bahaya dengan tingkatan darurat sipil atau keadaaan darurat militer atau
keadaan darurat perang apabila;

 Keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara
Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau
akibat bencana alam sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat
perlengkapan secara biasa;
 Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara
Republik Indonesia dengan cara apapun juga; dan
 Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus
ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup
negara.

Dalam UU Nomor 23 Tahun 1959, ditetapkan ada 3 tingkatan bahaya atau darurat;

-Penghapusan keadaan perang, jika seluruh atau sebagian wilayah RI dinyatakan tadinya
dalam keadaan perang.

-Penghapusan darurat militer, jika tadinya dinyatakan bahaya itu dalam darurat militer.

-Penghapusan darurat sipil, jika tadinya dinyatakan bahaya itu dalam darurat sipil.

Kedaulatan

Pengertian:

Kedaulatan (sovereignty) merupakan konsep kekuasaan yang tertinggi (supreme authority)


dalam suatu negara.

Menurut Jack H. Nagel pembicaraan tentang kekuasaan selalu meliputi 2 (dua) aspek, yaitu
lingkup kekuasaan (scope of power) dan jangkauan kekuasaan (domain of power).

Persoalan lingkup kedaulatan mengarah kepada kegiatan yang ada dalam fungsi kedaulatan
yang meliputi 2 (dua) fokus, yaitu

a) siapa yang memegang kekuasaan tertinggi dalam negara; dan,


b) apa yang dikuasai oleh pemegang kekuasaan tertinggi tersebut;
Kedulatan Rakyat

Konsepsi kedaulatan rakyat berakar pada doktrin Romawi, yaitu lex regia, yang berarti
bahwa kekuasaan diperoleh dari rakyat (populus). Kedaulatan rakyat dapat dipahami dalam
beberapa pengertian:

(a) Rakyat diartikan sebagai “seluruh rakyat”, dalam suatu wilayah negara;

(b) Rakyat dapat ditafsirkan sebagai suatu “bangsa” (the nation, das Volk);

(c) Korporatis, maksudnya “rakyat” juga meliputi penguasa;

(d) Kedaulatan terletak pada suatu dewan pemilihan (the electorate); dan

(e) Kekuasaan rakyat diwakilkan dalam suatu majelis.

TAHAPAN-TAHAPAN DEMOKRASI

 Demokrasi konsensus (consensus democracy),


 Demokrasi ganda (dual democracy), dan;
 Demokrasi korporatif (corporative democracy).

DEMOKRASI KONSENSUS

Demokrasi konsensus terdapat pada masyarakat kesukuan (tribe society) atau adat. Pada
asasnya, setiap orang harus menyetujui suatu keputusan sebelum keputusan tersebut
dilaksanakan. Dalam konteks Indonesia, hal ini merupakan asas konsensus atau
musyawarah mufakat dalam peristilahan hukum di Indonesia

DEMOKRASI GANDA

Bentuk demokrasi ganda (dual democracy) terjadi pada masyarakat adat tertentu. Dalam
demokrasi ini, para pemimpin masyarakat secara bergilir menjadi fungsionaris yang terlibat
dalam proses pengambilan keputusan. Bentuk demokrasi ganda ini mengalami transformasi
pada negara modern menjadi bentuk perwakilan modern. Pergiliran fungsionaris dalam
demokrasi ganda diambil alih dalam bentuk demokrasi modern menjadi perwakilan yang
secara berkala anggota-anggotanya dipilih kembali.

DEMOKRASİ KORPORATİF

Bentuk demokrasi modern ini disebut demokrasi korporatif, karena menggunakan badan
(corporation) yang menyelenggarakan suatu forum pertemuan umum dan memiliki
kekuasaan untuk mengambil keputusan. Di dalamnya berlaku prinsip mayoritas, karena
perwakilan dipilih secara berkala dalam pemilihan umum (Pemilu).

Asumsinya bahwa badan perwakilan pada asasnya mewakili mayoritas rakyat dan sejak
itulah pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan kaidah mayoritas sebagai legitimasi
sebagaimana jika dilakukan langsung oleh mayoritas pemilih .
PERWAKILAN FUNGSIONAL

Perwakilan berdasarkan golongan-golongan ekonomi dan pekerjaan.

Berdasarkan anggapan bahwa negara modern tersusun oleh komposisi masyarakat industri,
maka timbul gagasan untuk mengorganisasikan masyarakat semata- mata atas dasar fungsi-
fungsi industri. Perwakilan ini lazim disebut sebagai perwakilan korporatis yaitu suatu sistem
perwakilan yang dibentuk berdasarkan sistem korporatisme negara.

KEDAULATAN RAKYAT DI INDONESIA

Konsepsi kedaulatan rakyat rumusan sila keempat Pancasila yaitu “kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Dalam pandangan
Pancasila, konsep kedaulatan rakyat dapat diartikan sebagai pentingnya suara-suara rakyat
dalam politik. Konsep kedaulatan rakyat juga bermakna adanya kekuasaan rakyat untuk
mengawasi dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan publik

Dalam rumusan alinea ke-2 Pembukaan UUD 1945 dinyatakan “Dan perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat
sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.”

Rumusan alinea ke-2 tersebut menunjukkan pengakuan akan peran “perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia” yang secara historis faktual dilakukan oleh kekuatan-kekuataan
sosial dan politik yang berkembang sebelum kemerdekaan Indonesia. Hal ini menjelaskan
bahwa konsepsi dasar tentang kedaulatan rakyat di dalam UUD 1945 adalah kedaulatan
rakyat yang pluralis.

KONSEP LEMBAGA PERWAKILAN

Menurut Jimly Asshiddiqie, secara umum ada tiga prinsip perwakilan yang dikenal di dunia;

 Representasi politik (political representation)


 Representasi territorial (territorial representation)
 Representasi fungsional (fungsional representation)

Perwakilan melalui prosedur partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi modern.
Namun pilar partai politik ini dipandang tidak sempurna jika tidak dilengkapi dengan sistem
“double-check” sehingga aspirasi dari kepentingan seluruh rakyat benar-benar dapat
tersalurkan dengan baik. karena itu, diciptakan pula adanya mekanisme perwakilan daerah
(regional representation) atau perwakilan territorial (territorial representation).

Untuk negara-negara besar dan kompleks, apalagi negara-negara yang berbentuk federal,
sistem “double check” ini dianggap lebih ideal. Karena itu, banyak diantaranya mengadopsi
keduanya dengan membentuk struktur parlemen bikameral atau dua kamar.
KONSTITUSI & UUD

Menurut Sri Soemantri

bahwa tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-
undang dasar. Konstitusi atau undang-undang dasar adalah hukum tertinggi (supreme law)
yang harus ditaati baik oleh rakyat maupun oleh alat-alat perlengkapan negara.

Menurut Laica Marzuki

Konstitusi tidak hanya memuat norma tertinggi (een hoogste normen) tetapi merupakan
pula pedoman konstitusional (een constitutionale richtsnoer) bagi para warga (rakyat
banyak) dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Konstitusi harus secara sadar diinternalisasi dalam perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara bagi rakyat banyak selaku pemegang kedaulatan.

TEORI DAYA IKAT KONSTITUSI

Maksudnya adalah landasan kesediaan warga negara taat terhadap konstitusi- Mahmud
Rasyid;

 Aspek hukum, konstitusi mengikat dikarenakan suatu konstitusi ditetapkan oleh


badan yang diberikan kewenangan tersebut terhadapnya.
 Aspek Politik, hukum disatu sisi dapat dikatakan determinasi dari politik, sebab itu
hukum merupakan produk politik, yaitu formalisasi atau kristalisasi dari kehendak-
kehendak politik yang saling berinteraksi dan bersaingan.
 Aspek Moral, konstitusi ditetapkan berdasarkan nilai-nilai moral dan bahkan
merupakan landasan fundamental yang idealnya tidak boleh bertentangan dengan
nilai universal dan etika-moral.

SEKILAS SEJARAH KONSTITUSIONALISME

Pada masa perang Dunia I tahun 1914, setidaknya telah memberikan sumbangsih bagi
konstitusionalisme, dengan menghancurkan pemerintahan yang tidak liberal, menciptakan
negara-negara baru dengan suatu konstitusi yang berasaskan demokrasi dan nasionalisme.
(Ni’matul Huda).

Tiga tahun kemudian muncul perlawanan yang menentang keras konstitusionalisme. Pada
tahun 1917 terjadinya revolusi Rusia, meletusnya fasisme di Italia, pemberontakan Nazi di
Jerman hingga terjadinya perang dunia II.

ELEMEN KONSTITUSIONALISME

 Kesepakatan tentang tujuan dan cita-cita bersama;


 Kesepakatan tentang rule of law, sebagai landasan pemerintahan atau
penyelenggaraan negara;
 Kesepakatan tentang bentuk institusi-intitusi dan prosedur-prosedur
ketatanegaraan.
UUD 1945 SEBAGAI KONSTITUSI NRI

Konstitusi Negara Indonesia adalah UUD 1945 pertama kali ditetapkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945. UUD yang ditetapkan oleh PPKI tersebut sebenarnya merupakan
hasil karya BPUPK melalui siding-sidangnya dari tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945 dan
tanggal 10 Juli sampai 16 juli 1945. Hasil karya BPUPKI berupa rancangan pembukaaan
hukum dasar dari BPUPKI itulah yang selanjutnya ditetapkan menjadi UUD Negara Indonesia
setelah mengalami perubahan seperlunya oleh PPKI.

Dalam konteks pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan tersebut, Kusnardi
menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi ke dalam dua bagian, yakni
membagi kekuasaan dalam negara, dan membatasi kekuasaan pemerintahan atau penguasa
dalam negera.

Sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk menjamin hak-
hak warga negara. Hak-hak tersebut mencangkup HAM, seperti hak untuk hidup,
kesejahteraan hidup dan hak kebebasan.

Konstitusi mempunyai tiga tujuan pokok, petama, keadilan (justice), kedua, kepastian
(certainty atau zekenheid), dan ketiga, kebergunaan (utility).

Keadilan itu sepadan dengan keseimbangan (balance, mizan) dan kepatutan (equity), serta
kewajaran (proportionality).

Sedangkan, kepastian hukum terkait dengan ketertiban (order) dan ketenteraman.

Sementara, kebergunaan diharapkan dapat menjamin bahwa semua nilai-nilai tersebut akan
mewujudkan kedamaian hidup bersama.

TUJUAN KONSTITUSI

Menurut J. Barents, ada 3 (tiga) tujuan negara, yaitu ;

 memelihara ketertiban dan ketenteraman


 mempertahankan kekuasaan
 mengurus hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan- kepentingan umum.

Sedangkan, Maurice Hauriou mengatakan bahwa tujuan konstitusi adalah untuk menjaga
keseimbangan antara (i) ketertiban (order), (ii) kekuasaan (gezag), dan (iii) kebebasan
(vrijheid).

Anda mungkin juga menyukai