BATALYON SISWA 1
TUGAS TERSTRUKTUR
Pertemuan 1
PERPU NO 23 TH 1959
TENTANG KEDAAN BAHAYA
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3
NO CAPA : 311, 312, 313, 314, 315
TON/KOMPI/YON : 3/C/1
KELAS : 29 A. YANI
MATA KULIAH : HUKUM DAN UUD
MATERI : PERPU NO 23 TH 1959 TTG KEDAAN
BAHAYA
PERTEMUAN KE : 1
NAMA PEMBINA : MAYOR INF JOKO SUHARTONO
TUGAS TERSTRUKTUR
Presiden (Panglima Tertinggi Angkatan Perang) menyatakan seluruh atau
sebagian dari wilayah NKRI dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat
sipil (Darsip), Darurat militer (Darmil) dan Keadaan Perang (Karang).
a. Simpulkan tentang keberadaan Perpu No. 23 Tahun 1959 dikaitkan dengan
Indonesia sebagai negara hukum !
b. Bagaimana pemberlakuan hukum sipil di wilayah yang mengalami
musibah/bencana alam yang sangat parah !
c. Bandingkan pemberlakuan hukum bagi suatu wilayah yang ditetapkan keadaan
bahaya darurat sipil dengan darurat militer !
d. Jelaskan cara memperoleh keterangan atau informasi penguasa Darurat sipil
daerah dan hak hak penguasa Darsip!
e. Uraikan pendapaat Capa, jika penguasa Darsip mengeluarkan peraturan namun
masyarakat tidak atau bahkan melanggar aturan tersebut!
3
PENDAHULAN
Hukum adalah undang-undang yang dibuat dan ditegakkan melalui lembaga sosial
atau pemerintah untuk mengatur perilaku masyarakat. Hukum yang ditegakkan oleh
negara dapat dibuat oleh legislatif kelompok atau oleh seorang legislator tunggal, yang
menghasilkan undang-undang oleh eksekutif melalui keputusan dan peraturan atau
ditetapkan oleh hakim melalui presiden. Setiap negara memiliki peraturan hukum yang
berbeda-beda, termasuk negara Indonesia. Sesuai dengan pasal 1 ayat 3, Indonesia
merupakan negara hukum dan setiap warga negara Indonesia harus mematuhi aturan
hukum yang berlaku di Indonesia. Hukum di setiap negara merupakan peraturan yang
secara adat, resmi dianggap mengikat dan diresmikan oleh penguasa negara atau
pemerintah. Ada banyak sekali hukum di Indonesia, Undang-Undang, peraturan
pemerintah, keputusan presiden, sampai peraturan daerah. Jika ada warga negara
Indonesia yang tidak mematuhi hukum-hukum tersebut, maka akan dikenakan sanksi,
bisa berupa penjara atau membayar denda.
Jika negara terancam oleh bahaya atau kehidupannya berada dalam bahaya, maka
perhatian negara akan terkonsentrasi pada keadaan bahaya tersebut, karena
bagaimanapun juga harus diadakan perubahan terhadap sifat kekuasaan dan kedudukan
negara terhadap penduduk, agar dapat bertindak terhadap bahaya yang dihadapinya, hal
ini berarti kemungkinan untuk menyimpang dari hukum positif harus diadakan, untuk itu
diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang keadaan bahaya,
dimana hal ini diatur dalam UU RI nomor 23 tahun 1959 tentang keadaan bahaya.
Undang-undang tersebut merupakan suatu peraturan yang menentukan bagaimana
batas-batas kekuasaan yang diberikan dalam hal-hal tertentu, agar penguasa keadaan
bahaya dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dengan baik.
Sebagai Calon Perwira TNI AD perlu diberikan bekal pengetahuan tentang Hukum
dan Perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas TNI, karena dengan mempelajari
pengetahuan tersebut diharapkan Calon Perwira TNI AD mengerti tentang aspek hukum
4
yang menjadi dasar pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sehingga dapat
mendukung pelaksanaan tugas di satuan.
PEMBAHASAN
a. Simpulkan tentang keberadaan Perpu No. 23 Tahun 1959 dikaitkan dengan
Indonesia sebagai negara hukum !
Lahirnya Perpu ini dilandasi oleh terjadinya kekisruhan antarparpol, terjadinya
pemberontakan seperti DI/TII dan Permesta, serta pergantian sistem pemerintahan terus
menerus pada sekitar tahun 1950-1965. Melihat situasi tersebut, Presiden
Soekarno mengeluarkan perpu Darurat Sipil pada akhir Desember 1959, beberapa bulan
setelah mengeluarkan Dekret Presiden.
Kaidah darurat sipil diatur dalam Perpu No.23 Tahun 1959 tentang Keadaan
Bahaya yang sebenarnya lahir untuk memenuhi ketentuan Pasal 12 UUD NRI Tahun
1945. Beberapa ketentuan yang diatur dalam Perpu tersebut jika terjadi darurat sipil
adalah kewenangan penyadapan, penggeledahan, penyitaan dan tindakan lain yang
terkait keamanan. Situasi yang dihadapi dalam darurat sipil adalah kondisi keamanan
yang bersifat umum, sehingga pendekatannya lebih kepada pendekatan yang bersifat
militeristik.
Di Indonesia, terdapat beberapa jenis keadaan bahaya yang ditetapkan
oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang
Pencabutan Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957 Penetapan Keadaan Bahaya
(Perppu Keadaan Bahaya 1959). Tiga jenis keadaan bahaya yang utama adalah Darurat
Sipil, Darurat Militer, dan Keadaan Perang.
Perpu ini dibuat sebagai respons atas kembalinya Indonesia ke UUD 1945
berdasarkan Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959. Ahli hukum tata negara, Jimly
Asshiddiqie, bercerita jenis produk hukum untuk keadaan darurat adalah ‘peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang’. Frasa terakhir ini bukan istilah yang
sudah tetap, sehingga di era UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) dan UUD Sementara
1950, istilah yang dipakai adalah Undang-Undang Darurat. Setelah Indonesia kembali ke
UUD 1945 melalui Dekrit Presiden, kembali ke frasa ‘peraturan pemerintah sebagai
pengganti undang-undang’.
Jika negara terancam oleh bahaya atau kehidupannya berada dalam bahaya, maka
perhatian negara akan terkonsentrasi pada keadaan bahaya tersebut, karena
5
bagaimanapun juga harus diadakan perubahan terhadap sifat kekuasaan dan kedudukan
negara terhadap penduduk, agar dapat bertindak terhadap bahaya yang dihadapinya, hal
ini berarti kemungkinan untuk menyimpang dari hukum positif harus diadakan.
Untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
keadaan bahaya, dimana hal ini diatur dalam UU RI nomor 23 tahun 1959 tentang
keadaan bahaya.
Undang-undang keadaan bahaya yang dimaksud itu tidak lain daripada suatu
peraturan yang menentukan bagaimana batas-batas kekuasaan-kekuasaan yang harus
diberikan dalam hal-hal yang tertentu, supaya penguasa yang bertanggung jawab dapat
melakukan tugasnya dengan seksama. Begitulah diluar peraturan keadaan bahaya itu
tidak ada pembatasan dari hak-hak yang diberikan oleh Undang-undang Dasar atau
Undang-undang dan juga tidak ada alasan dalam keadaan bahaya untuk mengesahkan
tindakan-tindakan menurut pandangan sendiri-sendiri diluar kekuatan undang-undang
keadaan bahaya itu, dengan maksud supaya ada pegangan jelas bagi penguasa-
penguasa dalam keadaan bahaya dan ada ketentuan yang dapat dipegang oleh rakyat,
agar penguasa-penguasa tidak begitu saja dapat memakai kekuasaan-kekuasaan dan
dengan cara yang tidak selayaknya.
tentang Keadaan Bahaya. Perppu ini ditandatangani oleh Presiden Sukarno pada 16
Desember 1959. Peraturan tersebut mengatur tentang keadaan bahaya suatu wilayah.
Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi atau melarang memasuki atau memakai
gedung-gedung, tempat-tempat kediaman atau lapangan-lapangan untuk beberapa waktu
yang tertentu.
Dalam Pasal 3 ditegaskan bahwa penguasa keadaan darurat sipil adalah
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat.
Dalam keadaan darurat sipil, presiden dibantu suatu badan yang terdiri atas:
1) Menteri Pertama.
2) Menteri Keamanan/Pertahanan.
3) Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
4) Menteri Luar Negeri.
5) Kepala Staf Angkatan Darat.
6) Kepala Staf Angkatan Laut.
7) Kepala Staf Angkatan Udara.
8) Kepala Kepolisian Negara.
Namun presiden dapat mengangkat pejabat lain jika diperlukan. Presiden juga bisa
menentukan susunan yang berlainan dengan yang tertera di atas bila dinilai perlu.
Sedangkan di daerah, penguasaan keadaan darurat sipil dipegang oleh kepala daerah
serendah-rendahnya adalah kepala daerah tingkat II (bupati/wali kota). Kepala daerah
tersebut dibantu oleh komandan militer tertinggi dari daerah yang bersangkutan, kepala
polisi dari daerah yang bersangkutan, dan seorang pengawas/kepala kejaksaan daerah
yang bersangkutan. dalam keadaan darurat sipil, pemerintah menjadikan imbauan jadi
perintah yang wajib dijalankan masyarakat sipil terlepas apapun resikonya.
Pemberlakuan hukum bagi suatu wilayah yang ditetapkan keadaan bahaya darurat
militer
8
Darurat miiter ini dianggap sebuah langkah yang sangat tegas untuk
menyelesaikan persoalan saat pemerintah yang berkuasa tidak dapat berfungsi
semestinya ataupun dirasa terlalu lamban atau terlalu lemah untuk menghadapi situasi-
situasi tersebut. misalnya akibat perang, bencana alam, kekacauan sipil, dalam wilayah
kekuasaan, atau setelah terjadinya kudeta.
Umumnya darurat militer mengurangi sebagian dari hak individu yang diperoleh
setiap warga negara, membatasi lamanya proses peradilan, dan memvonis para
narapidana hukuman yang lebih berat dibanding di dalam hukum biasanya berlaku. Di
banyak negara darurat militer memvonis hukuman mati bagi kasus kejahatan tertentu,
meskipun sistem hukum biasa tidak mencantumkan kejahatan tersebut maupun
hukumannya di dalam sistem hukum tersebut. Di Indonesia sendiri contoh dari penerapan
darurat militer adalah di Aceh pada tahun 2003-2004 yakni dalam rangka memberantas
gerakan separatis GAM.
Kepala daerah yang disebut sebagai penguasa darurat sipil daerah dinilai
berhak mengadakan peraturan untuk kepentingan ketertiban umum dan keamanan .
Dalam Pasal 10 ayat 2, disebutkan Presiden selaku penguasa darurat sipil
pusat berhak mengadakan segala peraturan yang dinilai perlu untuk kepentingan
ketertiban umum dan keamanan. "Penguasa Darurat Sipil Pusat berhak
mengadakan segala peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan
ketertiban umum dan untuk kepentingan keamanan,".
Berikut hak dan kewenangan pemerintah pusat dan daerah jika diberlakukan
status darurat sipil berdasarkan Perpu No 23 Tahun 1959
1) Pasal 12 Ayat 1. Di daerah yang menyatakan dalam keadaan darurat sipil,
setiap pegawai negeri wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh
Penguasa Darurat Sipil, kecuali apabila ada alasan yang sah untuk tidak memberikan
keterangan-keterangan itu.
2) Pasal 13. Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan peraturan-peraturan
untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman,
penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan
berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.
3) Pasal 14. Penguasa Darurat Sipil berhak atau dapat-menyuruh atas namanya
pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap
tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang
menenpatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa.
4) Pasal 15 Ayat 1. Penguasa Darurat Sipil berhak akan dapat menyuruh
memeriksa dan menyita semua barang yang diduga atau akan dipakai untuk mengganggu
keamanan serta membatasi atau melarang pemakaian barang itu.
10
5) Pasal 16. Penguasa Darurat Sipil berhak mengambil atau memakai barang-
barang dinas umum.
6) Pasal 17 Ayat 1. Penguasa Darurat Sipil berhak mengetahui,semua berita-berita
serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor telepon atau kantor
radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-
percakapan dengan perantaraan telepon atau radio.
Kaidah darurat sipil diatur dalam Perpu No.23 Tahun 1959 tentang Keadaan
Bahaya yang sebenarnya lahir untuk memenuhi ketentuan Pasal 12 UUD NRI Tahun
1945. Beberapa ketentuan yang diatur dalam Perpu tersebut jika terjadi darurat sipil
adalah kewenangan penyadapan, penggeledahan, penyitaan dan tindakan lain yang
terkait keamanan. Situasi yang dihadapi dalam darurat sipil adalah kondisi keamanan
yang bersifat umum, sehingga pendekatannya lebih kepada pendekatan yang bersifat
militeristik.
Pemerintah sebagai entitas tertinggi di suatu negara memiliki kewajiban dan
tanggungjawab untuk memenuhi dan menjamin kebutuhan masyarakat. Karena pada
dasarnya keberadaan rakyat sebagai pemegang kedaulatan (Pasal 1 ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945) dimana kedaulatan rakyat sebagai the supreme of authority, hal ini didasari
oleh suatu asas yang berbunyi solus populous supreme lex bahwa kepentingan rakyat
adalah hukum paling tertinggi.
Maka keberadaan dari undang-undang tidak hanya sekedar menjadi pajangan
dalam memenuhi etalase lembaran negara, namun bagaimana undang-undang tersebut
mampu untuk dijalankan dalam mengakomodir kebutuhan masyarakat dan demi
kepentingan masyarakat itu sendiri.
Penggunaan Perpu 23/1959 sebagai acuan dalam menerapkan kebijakan darurat
sipil berpotensi melanggar hak asasi manusia. Pasalnya di dalam Perpu 23/1959,
penguasa darurat sipil bisa menyuruh aparat untuk menggeledah tempat sekalipun pihak
pemilik tempat tidak bersedia, penguasa darurat sipil berhak menyita semua barang yang
diduga menggangu keamanan, hingga memeriksa badan dan pakaian tiap orang yang
dicurigai.
Penguasa darurat sipil berhak membatasi mobilitas yang membahayakan,
penguasa darurat sipil berhak mengetahui semua berita dan percakapan telepon,
melarang pemakaian kode hingga bahasa selain bahasa Indonesia, membatasi
penggunaan alat telekomunikasi, dan menghancurkan alat telekomunikasi. Hal tersebut
kemudian memungkinkan kekuasaan secara subyektif otoriterian dan kebebasan sipil
dipastikan akan terganggu dalam skala nasional.
Perlu untuk digaris bawahi, bahwa permasalahan yang terjadi saat ini bukan
masalah keamanan negara, melainkan kepatuhan masyarakat. Sehingga jangan sampai
arah dari kebijakan darurat sipil justru melihat rakyat sebagai suatu ancaman. Oleh karena
itu, perlu untuk dicermati, bahwa dengan kondisi saat sekarang ini, pemenuhan
12
kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat merupakan hal yang utama, dan bahwa salah
satu faktor yang membuat rakyat tidak taat atas himbauan. Fenomena ini harus menjadi
perhatian Pemerintah agar kebijakan efektif dilaksanakan tanpa harus melanggar HAM
dan keadilan.
Sebab jika terjadi pelanggaran aturan pelaksana darurat sipil akan menggunakan
alat negara yakni TNI dan Polri, yang dimobilisasi menggunakan UU Darurat (Perppu No.
23 Tahun 1959).
Dan apabila terjadi pelanggaran aturan dalam keadaan darurat sipil, pemerintah
wajib menjalankan tugasnya sesuai dengan perpu 23 tahun 1959 tentang darurat sipil
terlepas apapun resikonya.
PENUTUP
Hukum adalah undang-undang yang dibuat dan ditegakkan melalui lembaga sosial
atau pemerintah untuk mengatur perilaku masyarakat. Hukum yang ditegakkan oleh
negara dapat dibuat oleh legislatif kelompok atau oleh seorang legislator tunggal, yang
menghasilkan undang-undang oleh eksekutif melalui keputusan dan peraturan atau
ditetapkan oleh hakim melalui presiden.
Kesimpulan
Sebagai negara hukum, Indonesia menganut tiga sistem hukum sekaligus yang
hidup dan berkembang di masyarakat yakni sistem hukum civil,sistem hukum adat, dan
sistem hukum Islam. Ketiga sistem hukum tersebut saling melengkapi, harmonis dan
romantic.
Dengan adanya Perpu No 23 Tahun 1959 ini dapat melindungi secara menyeluruh
baik scara sebagian daerah dan nasional bagi para masyarakat dari berbagai ancaman
yang dapat menggangu keamanan dan jiwa masyarakat. Dengan Perpu tersebut berbagai
diharapkan dapat meredakan situasional yang menggangu stabilitas keamanan atau
ketahanan nasional.
Saran
Penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum
dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas dan
13
REFERENSI
a. Naskah Sekolah materi Hukum dan Perundang-undangan Nomor Kep/61/VII/2022
tanggal 13 Juli 2022.
b. https://www.gramedia.com/literasi/hukum-humaniter/
c. https://jendelahukum.com/hukum-humaniter-dan-prinsip-prinsip-yang-harus-dipatuhi-
dalam-perang/
d. https://www.hukumonline.com/klinik/a/kejahatan-perang-pengertian-jenis-dan-
peradilannya-lt62ea6d47bb087/