Anda di halaman 1dari 8

Nama Kelompok :

1.Nur Muhammad Zeyn Abdullah_2102104007


2.Maulana Firmansyah_2102104013

Hukum tata Negara Darurat

PENGERTIAN Hukum Tata Negara Darurat


Menurut Herman Sihombing, adalah serangkaian pranata dan wewenang negara yang digunakan
dalam keadaan darurat atau bahaya secara luar biasa dan istimewa. Tujuan dari Hukum Tata
Negara Darurat ini adalah untuk segera mengatasi dan menghapuskan darurat atau bahaya yang
mengancam agar kehidupan dapat kembali normal.

Meskipun definisi tersebut tidak sempurna, Herman Sihombing mengemukakan unsur-unsur


penting yang harus ada dalam Hukum Tata Negara Darurat. Unsur-unsur tersebut meliputi:
a. Adanya bahaya negara yang patut dihadapi dengan upaya luar biasa.
b. Upaya luar biasa diperlukan karena pranata yang umum dan lazim tidak cukup untuk
menanggapi dan menanggulangi bahaya yang ada.
c. Pemerintah diberikan kewenangan luar biasa oleh hukum untuk segera mengakhiri bahaya
darurat tersebut dan mengembalikan kehidupan ke kondisi normal.
d. Kewenangan luar biasa dan Hukum Tata Negara Darurat hanya berlaku untuk sementara
waktu, hingga keadaan darurat dianggap tidak lagi membahayakan.

Dari definisi dan unsur-unsur yang disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa Hukum Tata
Negara Darurat berbeda dan harus dibedakan dengan Hukum Tata Negara biasa yang berlaku
dalam keadaan normal. Perbedaan paling mendasar antara keduanya adalah adanya syarat bahaya
yang mengancam yang harus dihadapi dengan upaya luar biasa dalam Hukum Tata Negara
Darurat. Dengan demikian, penanganan Hukum Tata Negara Darurat harus dilakukan dengan
upaya darurat atau luar biasa, dan tidak dapat dilakukan dengan upaya atau penanganan yang
umum dalam keadaan normal.
Alasan mengapa penanganan negara dalam keadaan darurat harus menggunakan upaya luar biasa
dijelaskan dalam unsur kedua di atas, yaitu bahwa pranata yang umum dan lazim tidak memadai
untuk menanggapi dan menanggulangi bahaya yang ada. Oleh karena itu, disadari bahwa
penanganan negara dalam keadaan darurat harus menggunakan upaya luar biasa yang sesuai
dengan situasi yang dihadapi.

#.Landasan HTN Darurat


HTN Darurat dibentuk berdasarkan dua landasan konstitusional dalam UUD NRI tahun 1945,
yakni Pasal 12 dan Pasal 22 ayat (1).

Pasal 12 UUD 1945, berbunyi:“Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan


akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”

Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, berbunyi:“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden
berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”

Penyelenggaraan HTN Darurat selain pada masa Pandemi Covid-19, telah diterapkan dalam
beberapa keadaan genting, antara lain:
1.Penerbitan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1946 tentang Keadaan Bahaya, pada peristiwa
Gerakan Aceh Merdeka,
2.Penerbitan Keppres Nomor 40 Tahun 1957 dan Undang-Undang Nomor 74 tahun 1957, pada
saat pembantaian yang dilakukan oleh Kapten Westerling, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia,
PRRI/PERMESTA.
3.Penerbitan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2003 yang menyatakan Provinsi Nanggroe
Aceh Darusalam dalam Keadaan Bahaya dengan tingkatan Darurat Militer.
4.Penerbitan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pada saat
bencana virus flu burung.
tujuan untuk membentuk HTN Darurat:
1.Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi;
2.Memberikan kesejahteraan sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan 3.Undang-Undang
Dasar 1945;
Adanya pembagian kekuasaan;
4.Pemerintahan harus berdasarkan undang undang tertulis;
5.Adanya pengadilan administrasi.

Dengan demikian, HTN Darurat dibentuk untuk membatasi dan memberhentikan keadaan
genting tersebut. Hal tersebut wajar dilakukan oleh pemerintah.

Konstitusi UUD Yang Pernah Berlaku


 UUD 1945 Masa Pemerintahan Orde Baru
Berkat kesigapan Angkatan Bersenjata Rakyat Indonesia (ABRI) dan rakyat, Pemberontakan
G30S PKI berhasil digagalkan. Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Pemerintah Sebelas
Maret (Supersemar) kepada Letjend Soeharto. Dengan dikeluarkannya Supersemar, berakhirlah
masa pemerintahan Orde Lama. Pemerintah Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Pada awalnya, pemerintahan orde baru melaksanakan pemerintahan yang berorientasi pada
pembangunan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tak lama, dibentuklah GBHN oleh
fungsi MPR sebagai dasar melaksanakan pembangunan. Setelah beberapa lama, terjadi
penyimpangan-penyimpangan UUD 1945 kembali. Penyimpangan terhadap UUD 1945 yang
terjadi pada masa ini, yaitu :

Pemusatan kekuasaan di tangan presiden, sehingga Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
merajalela, kesenjangan sosial semakin melebar, hutang luar negeri semakin membengkak, dan
krisis multi dimensi terjadi di mana-mana. Lembaga-lembaga negara yang ada dikendalikan oleh
Presiden.
Pembatasan hak-hak politik rakyat. Hal ini dapat terlihat dengan jumlah fungsi partai politik
yang dibatasi menjadi 3 (PPP, Golkar, PDIP) dan kebebasan pers dibelenggu.
Masa pemerintahan Orde Baru berakhir dengan mundurnya Presiden Soeharto 21 Mei 1998
pasca demo besar-besaran yang dipelopori mahasiswa dan menuntut reformasi di segala bidang.

 UUD 1945 Masa Reformasi, berlaku 1998 sampai 1999


Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia memasuki masa reformasi di segala bidang dengan
berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto. Selama masa ini, mucul banyak desakan untuk
perubahan UUD 1945. UUD 1945 dinilai memiliki banyak kelemahan, antara lain :
Struktur kekuasaan dalam UUD 1945 menempatkan kekuasaan Presiden menjadi sangat besar.
Kekuasaan Presiden meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif bersama DPR, dan memiliki hak
konstitusional khusus, seperti memberi grasi, amnesti, abollisi, dan rehabilitasi. Selain itu, batas
masa kekuasaan Presiden juga menjadi tidak jelas dengan kata-kata “lima tahun dan dapat dipilih
kembali”.
Fungsi dan tugas antar lembaga negara yang tidak mengimbangi. Misalnya, tidak ada pasal yang
menyebutkan bagaimana hukumnya seandainya Presiden menolak mengesahkan Rancangan UU
yang diajukan DPR.
Penjelasan UUD 1945 tidak konsisten dengan batang tubuh UUD 1945. Bahkan ada beberapa
penjelasan yang seharusnya merupakan batang tubuh UUD 1945
Hak-hak warga negara dalam UUD 1945 tidak jelas. Seperti mengenai kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan yang dianggap tidak bisa
dilaksanakan karena UU belum terbentuk. Akibatnya pembatasan kebebasan pers yang pernah
terjadi.
Tujuan perubahan atau amandemen UUD 1945:
Menyempurnakan aturan dasar ketatanegaraan Indonesia dan memperkuat tujuan nasional
Indonesia guna mempertahankan NKRI.
Menyempurnakan aturan dasar yang menjamin hak-hak warga negara.
Menyempurnakan aturan dasar berbangsa dan bernegara agar sesuai dengan perkembangan
zaman dan kebutuhan bangsa.
Amandemen UUD 1945 ini, sesuai dengan pasal 37 UUD 1945 mengenai perubahan UUD 1945.
Sebelum amandemen UUD 1945 disepakati beberapa hal yaitu :
Tidak akan mengubah Pembukaan UUD 1945
Negara Indonesia tetap berbentuk negara kesatuan dengan kabinet presidentil
UUD 1945 hasil amandemen tidak akan lagi menggunakan Penjelasan UUD 1945
Struktur lembaga negara sebelum dan sesudah amandemen dilakukan dengan cara adendum
(mempertahankan naskah asli dan penjelasan langsung dimasukkan dalam pasal-pasal yang ada)
 UUD 1945 Hasil Amandemen Pertama Tahun 1999
Amandemen pertama UUD 1945 pertama kali saat Sidang Umum MPR 19 Oktober 1999.
Perubahan ini meliputi 9 pasal dan 16 ayat. Pasal-pasal dan ayat-ayat yang diamandemen, yaitu
tentang hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR, pembatasan masa jabatan Presiden
dan Wakil Presiden, sumpah Presiden dan Wakil Presiden, pengangkatan dan penempatan Duta,
pemberian grasi dan rehabilitasi, pemberian amnesti dan abolisi, pemberian gelar, tanda jasa, dan
kehormatan, pengangkatan Menteri, DPR, dan hak DPR untuk mengajukan RUU.
 UUD 1945 Hasil Amandemen Kedua Tahun 2000
Amandemen UUD 1945 kedua ditetapkan saat Sidang Umum MPR, 18 Agustus 2000. Terdapat
27 pasal diamandemen yang tersebar dalam 7 bab. Bab yang diamandemen, yaitu Bab
Pemerintahan Daerah, Dewan Perwakilan Daerah, Wilayah Negara, kedudukan warga Negara
dalam negara dan Penduduk, dasar hukum HAM, Pertahanan dan Keamanan, dan Bab Bendera,
Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

 UUD 1945 Hasil Amandemen Ketiga Tahun 2001


Amandemen UUD 1945 ketiga ditetapkan 9 November 2001. Amandemen meliputi 23 pasal
yang tersebar dalam 7 Bab. Bab yang diubah dan isi perubahannya yaitu, Bab I Bentuk dan
Kedaulatan, Bab II MPR, Bab III Kekuasaan Pemerintah Negara, Bab V Kementrian Negara,
Bab VIIA DPR, Bab VIIB Pemilihan Umum, dan Bab VIIIA BPK.

 UUD 1945 Hasil Amandemen Keempat Tahun 2002


Amandemen UUD 1945 keempat ditetapkan pada saat Sidang Umum MPR, 10 Agustus 2002.
Pada amandemen keempat ini menetapkan beberapa hal, yaitu:

 UUD 1945 hasil amandemen adalah UUD 1945 yang telah ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945.
Amandemen tersebut telah diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR RI ke-9, 18 Agustus 2000
dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
DPA yang ada pada Bab IV dihapuskan dan diubah subtansinya pada pasal 16, kemudian
ditemmpatkan pada Bab III tentang Kekuasaan Pemerintah Negara.
Kedaulatan ke luar maupun ke dalam diberikan oleh negara bagian kepada negara federal/ negara
serikat. Pemberian kedaulatan atau penyerahan kekuasan itu dengan dengan sebutan limitatif. Ini
juga menegaskan bahwa negara bagian tidak memiliki kedaulatan, tetapi kekuasaan sebenarnya
tetaplah dimiliki oleh negara bagian.

Konstitusi RIS 1949


Dalam keadaan darurat pada masa konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS 1949) diatur dalam
konstitusi nya pada pasal 139 sampai pasal 143 yang mengatur tentang Undang-undang dan
peraturan pemerintah secara darurat, yaitu:Pasal 139
(1) Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung- jawab sendiri menetapkan undang-undang
darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraanpemerintahan federal yang karena keadaan-
adaan yang mendesak perlu diatur dengan segera.
(2) Undang-undang darurat mempunyai kekuasaan dan kuasa undang-undang federal ketentuan
ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang berikut.
Pasal 140
(1) Peraturan-peraturan yang termaksuk dalam undang-undang darurat, segera sesudah
ditetapkan, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat yang merundingkan peraturan itu
menurut yang ditentukan tentang merundingkan usul undang-undang Pemerintah.
(2) Jika suatu peraturan yang dimaksud dalam ayat yang lalu, waktu dirundingkan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan bagian ini, ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka peraturan itu tidak
berlaku lagi karena hukum.
(3) Jika undang-undang darurat yang menurut ayat yang lalu tidak berlaku lagi, tidak mengatur
segala akibat yang timbul dari peraturannya–baik yang dapat dibetulkan maupun yang tidak–
maka undang-undang federal mengadakan tindakan-tindakan yang perlu tentang itu.
(4) Jika peraturan yang termaksuk dalam undang-undang darurat itu diubah dan ditetapkan
sebagai undang-undang federal, maka akibat-akibat perubahannja diatur pula sesuai dengan yang
ditetapkan dalam ayat yang lalu.
Pasal 141
(1) Peraturan-peraturan menjalankan undang-undang ditetapkan oleh Pemerintah. Namanya ialah
peraturan-Pemerintah.
(2) Peraturan-Pemerintah dapat mengantjamkan hukuman-hukuman atas pelanggaran aturan-
aturannya. Batas-batas hukuman yang akan ditetapkan diatur dengan undang-undang federal.
Pasal 142
(1) Undang-undang federal dan peraturan-Pemerintah dapat memerintahkan kepada alat-alat
perlengkapan lain dalam Republik Indonesia Serikat mengatur selanjutnya pokok-pokok yang
tertentu yang diterangkan dalam ketentuan-ketentuan undang-undang dan peraturan itu.
(2) Undang-undang dan peraturan-Pemerintah yang bersangkutan memberikan aturan-aturan
tentang pengumuman peraturan-peraturan demikian.

Konstitusi UUDS

keadaan darurat yang diatur dalam Undang-undang dasar sementara (UUDS 1950) yaitu:
Pasal 96
(1) Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan undang-undang
darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraanpemerintahan yang karena keadaan-keadaan
yang mendesak perlu diatur dengan segera.
(2) Undang-undang darurat mempunyai kekuasaan dan derajat undang-undang; ketentuan ini
tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang berikut.
Pasal 97
(1) Peraturan-peraturan yang termasuk dalam undang-undang darurat, sesudah
ditetapkan, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat lambatnya pada sidang
mendatang berikut yang merundingkan peraturan ini menurut yang ditentukan tentang
merundingkan usul undang-undang Pemerintah.
(2) Jika suatu peraturan yang dimaksud dalam ayat yang lalu, waktu dirundingkan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan bagian ini, ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka peraturan itu tidak
berlaku lagi karena hukum.
(3) Jika undang-undang darurat yang menurut ayat yang lalu tidak berlaku lagi, tidak mengatur
segala akibat yang timbul dari peraturannya baik yang dapat dipulihkan maupun yang tidak
maka undang-undang mengadakan tindakan-tindakan yang perlu tentang itu.
(4) Jika peraturan yang termaktub dalam undang-undang darurat itu diubah dan ditetapkan
sebagai undang-undang, maka akibat-akibat perubahannya diatur pula sesuai dengan yang
ditetapkan dalam ayat yang lalu.

Kesimpulannya, Indonesia telah memiliki beberapa konstitusi yang telah diterapkan pada saat
situasi darurat. Sementara langkah-langkah ini diperlukan untuk memastikan keamanan dan
stabilitas publik, langkah-langkah tersebut harus diimbangi dengan perlindungan hak-hak
individu dan prinsip-prinsip demokrasi.

Anda mungkin juga menyukai