Anda di halaman 1dari 14

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG

MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA.


TUGAS KELOMPOK
HUKUM PIDANA MILITER R.01
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL

Oleh :
1. Yulius Walianggen 183112330050068
2. Muhammad Haqqi Nasution 183112330050097
3. Muhammad Lathief Arifin 183112330050254
4. Dien Atallah Naufal 193300516060
5. Achmed Ali Dano Abdurrahman 193300516114
6. Ranggasena Syahputra 203300516063
7. Alfredo Ginbre 203300516073

1
DAFTAR ISI

BAB I ......................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ..................................................................................... 3
A. Latar Belakang .................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
BAB II ....................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
A. Tinjauan umum tentang tindak pidana. ............................................. 6
B. Tinjauan umum tentang tindak pidana pembunuhan berencana. ..... 7
C. Tinjauan umum tentang hukum pidana militer. ................................ 9
BAB III ...................................................................................................... 9
PEMBAHASAN ....................................................................................... 9
1. Penegakan hukum bagi anggota militer yang melakukan tindak
pidana pembunuhan berencana. ........................................................... 11
2. Penerapan sanksi bagi anggota militer yang melakukan tindak
pidana pembunuhan berencana. ........................................................... 13
BAB IV .................................................................................................... 14
PENUTUP ............................................................................................... 14
A. Kesimpulan ..................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................ 14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan dan pembinaan serta pembaharuan hukum Nasional harus


sesuai dengan dan mengacu pada cita-cita hukum yang ditetapkan bangsa
Indonesia yakni Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945. Dalam hal ini, dari satu sisi, hukum harus
menampilkan wibawa untuk menyelenggarakan ketertiban dan kesejahteraan
sosial atau kemakmuran, yang artinya secara simultan hukum menumbuhkan
ketertiban dan kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Dari sisi lain
hukumpun harus mampu menegakkan kehidupan yang demokratis,
berkeadilan sosial dan berperikemanusiaan dan yang berketuhanan yang maha
esa. Hukum Militer merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari sistem
Hukum Nasional yang sekaligus juga merupakan subsistem dari ketentuan
yang mengatur tentang Pertahanan Keamanan Negara. Dengan demikian
system asas-asas pokok hukum militer harus berpangkal tolak dari tugas
militer dan dari sistem serta asas-asas pokok Hukum Nasional, disisi lain
hukum militer berkewajiban menjamin terselenggaranya tugas-tugas militer
tersebut dengan baik dan benar.
Hukum pidana militer merupakan suatu aturan hukum yang diberlakukan
khusus untuk orang-orang yang berada di bawah nama besar Tentara Nasional
Indonesia (TNI), yaitu hukum yang mengatur perilaku seorang anggota
militer atau kejahatan militer terhadap kaidah-kaidah hukum militer yang ada,
dimana kejahatan militer itu sendiri dapat terdiri atas kejahatan militer biasa
dan kejahatan perang. Perilaku menyimpang seorang anggota militer yang

3
melanggar hukum disebut melakukan tindak pidana. Tindak pidana dalam
lingkungan hukum militer terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Tindak Pidana Militer Murni Yaitu tindakan-tindakan terlarang yang pada
prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer, karena keadaannya
yang bersifat khusus atau karena suatu kepentingan militer menghendaki
tindakan tersebut ditentukan sebagai tindak pidana, yang meliputi:
a. Seorang militer yang dalam keadaan perang dengan sengaja menyerahkan
seluruhnya atau sebagian dari suatu pos yang diperkuat kepada musuh tanpa
ada usaha mempertahankannya sebagaimana dituntut atau diharuskan
daripadanya (Pasal 73 KUHPM).
b. Kejahatan Desersi (Pasal 87 KUHPM).
c. Meninggalkan Pos Penjagaan (Pasal 118 KUHPM).

2. Tindak Pidana Militer Campuran Yaitu tindakan-tindakan terlarang atau


diharuskan yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundang-
undangan lain, akan tetapi diatur lagi dalam KUHPM (atau dalam undang-
undang hukum pidana militer lainnya) karena adanya suatu keadaan yang
khas militer atau karena adanya suatu sifat yang lain, sehingga diperlukan
ancaman pidana yang lebih berat, bahkan mungkin lebih berat dari ancaman
pidana pada kejahatan semula dengan pemberatan tersebut dalam Pasal 52
KUHP. Alasan pemberatan tersebut adalah karena ancaman pidana dalam
undang-undang hukum pidana umum itu dirasakan kurang memenuhi
keadilan, mengingat hal-hal yang khusus dan melekat bagi seseorang militer.

4
Berdasarkan pada KUHP, terdakwa yang dalam hal ini adalah seorang anggota
militer ketika melakukan tindak pidana, terdakwa sedang memangku suatu
jabatan sebagai seorang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Disebutkan dalam
Pasal 92 ayat (3) KUHP bahwa semua anggota Angkatan Perang juga
dianggap sebagai pejabat, yang dalam hal ini harus tunduk pada aturan-aturan
yang berhubungan dengan TNI yakni KUHP, KUHPM, Undang-Undang 34
tahun 2004 tentang Undang-Undang TNI dan juga sumpah prajurit, dan Sapta
Marga. Hukum Pidana Militer dalam arti luas mencakup pengertian hukum
pidana militer dalam arti materiil dan hukum pidana militer dalam arti formil.
Hukum pidana militer dalam arti materiil merupakan kumpulan peraturan
tindak pidana yang berisi perintah dan larangan untuk menegakkan ketertiban
hukum dan apabila perintah dan larangan itu tidak ditaati maka diancam
hukuman pidana. Hukum pidana dalam arti formil yang lebih dikenal disebut
Acara Pidana merupakan kumpulan peraturan yang berisi ketentuan tentang
kekuasaan peradilan dan cara pemeriksaan, pengusutan, penuntutan dan
penjatuhan hukuman bagi yang melanggar hukum pidana materiil.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penegakan hukum bagi anggota militer yang melakukan tindak
pidana pembunuhan berencana
2. Bagaimana Penerapan sanksi bagi anggota militer yang melakukan tindak
pidana pembunuhan berencana

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum tentang tindak pidana.


1. Pengertian Tindak Pidana
Konsep hukum indonesia terdapat beberapa perbedaan dalam
menyebutkan istilah tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak
pidana tersebut sebagai peristiwa pidana, perbuatan pidana dan delik.
Sedangkan dalam bahasa Belanda istilah tindak pidana tersebut dengan
“straf baar feit” atau delict. Berikut ini pendapat beberapa sarjana
mengenai tindak pidana : Menurut Roeslan Saleh, perbuatan pidana adalah
perbuatan yang bertentangan dengan tata ketertiban yang dikehendaki oleh
hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu
perbuatan yang terhadap pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.
Sedangkan menurut Tresna, peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan
atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-
undang dan peraturan perundang-undangan lain terhadap perbuatan mana
diadakan Tindakan penghukuman.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana maka harus
memenuhi beberapa unsur. Unsur-unsur tindak pidana yang diberikan
beberapa tokoh memiliki perbedaan, tetapi secara prinsip intinya sama.
Adapun unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2(dua) segi
yaitu:
a. Unsur Subyektif Yaitu hal-hal yang melekat pada diri si pelaku atau
berhubungan dengan si pelaku, yang terpenting adalah yang

6
bersangkutan dengan batinnya. Unsur subyektif tindak pidana meliputi
Kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa), Niat atau maksud dengan
segala bentuknya, dan Ada atau tidaknya perencanaan.
b. Unsur Obyektif Merupakan hal-hal yang berhubungan dengan
keadaanlahiriah yaitu dalamkeadaanmanatindak pidana itu
dilakukandanberada diluar batin si pelaku.
3. Jenis jenis tindak pidana
Menurut sistem KUHP, dibedakan antara Kejahatan terdapat dalam Buku
II dan Pelanggaran dimuat dalam Buku III. Kejahatan adalah perbuatan
yang bertentangan dengan keadilan meskipun peraturan perundang-
undangan tidak mengancamnya dengan pidana. Sedangkan Pelanggaran
atau tindak pidana undang-undang adalah perbuatan yang oleh masyarakat
baru dirasa sebagai tindak pidana karena ada peraturan perundang-
undangan yang mengaturnya. Menurut M.v.T (Memorie van Toelichting)
yang dikutib oleh Moeljatno, bahwa kejahatan adalah “rechtsdelicten”
yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-
undang, sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagi perbuatan yang
bertentangan dengan tata hukum. Sedangkan pelanggaran adalah
“wetsdelicten” yaitu perbuatan-perbuatan yang sifatnya melawan
hukumnya baru dapat diketahui setelah ada ketentuan yang menentukan
demikian.

B. Tinjauan umum tentang tindak pidana pembunuhan berencana.


Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah
“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan

7
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun”. Pembunuhan berencana itu dimaksudkan
oleh pembentuk undang-undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang
memberatkan, yang rumusannya dapat berupa “pembunuhan yang
dilakukan dengan rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan
dengan rencana”. Merumuskan pasal 340 KUHP dengan cara demikian,
pembentuk undang-undang sengaja melakukannya dengan maksud
sebagai kejahatan yang berdiri sendiri. Pembunuhan berencana itu
memiliki dua unsur, yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif. unsur
subyektif, yaitu : dengan sengaja, dengan rencana lebih dahulu. unsur
obyektif, yaitu perbuatan (menghilangkan nyawa), obyeknya (nyawa
orang lain). Pembunuhan berencana adalah suatu pembunuhan biasa
seperti pasal 338 KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan
terdahulu. Direncanakan lebih dahulu (voorbedachte rade) sama dengan
antara timbul maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih
ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya
dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu 2 akan dilakukan. Perbedaan
antara pembunuhan dan pembunuhan direncanakan yaitu kalau
pelaksanaan pembunuhan yang dimaksud pasal 338 itu dilakukan seketika
pada waktu timbul niat, sedang pembunuhan berencana pelaksanan itu
ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara
bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak waktu antara
timbulnya niat untuk membunuh dan pelaksanaan pembunuhan itu masih
demikian luang, sehingga pelaku masih dapat berfikir, apakah
pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan, atau pula nmerencana dengan
cara bagaimana ia melakukan pembunuhan itu.

8
C. Tinjauan umum tentang hukum pidana militer.
Hukum Militer dari suatu Negara merupakan sub-sistem Hukum dari Hukum
Negara tersebut, oleh karena Militer itu adalah bagian dari suatu masyarakat
atau bangsa. Pengertian militer berasal dari bahasa yunani “milies” yang
berarti seseorang yang dipersenjatai dan siap untuk melakukan pertempuran
terutama dalam rangka pertahanan negara. Sedangkan pengertian secara
formil menurut undang-undang dapat ditemukan dalam pasal 46, 47 dan 49
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer. Hukum Pidana Militer dalam
arti luas mencakup pengertian hukum pidana militer dalam arti materiil dan
hukum pidana militer dalam arti formil. Hukum pidana militer dalam arti
materiil merupakan kumpulan peraturan tindak pidana yang berisi perintah
dan larangan untuk menegakkan ketertiban hukum dan apabila perintah dan
larangan itu tidak ditaati maka diancam hukuman pidana. Hukum pidana
dalam arti formil yang lebih dikenal disebut Acara Pidana merupakan
kumpulan peraturan yang berisi ketentuan tentang kekuasaan peradilan dan
cara pemeriksaan, pengusutan, penuntutan dan penjatuhan hukuman bagi
yang melanggar hukum pidana materiil.

BAB III
PEMBAHASAN

Posisi Kasus
Dalam pembahasan ini kami memakai satu kasus Empat anggota TNI AD
yang terlibat dalam kasus pembunuhan empat warga Nduga, Jayapura, papua.
Majelis hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Papua, Rabu (15/2/2023),
memvonis Prajurit Satu Rahmat Amin Sese dan Prajurit Satu Rizky Oktav
Muliawan penjara seumur hidup. Keduanya terbukti terlibat pembunuhan
9
berencana terhadap empat warga Kabupaten Nduga. Sementara, dua terdakwa
lainnya, yakni Prajurit Satu Robertus Putra Clinsman divonis 20 tahun penjara
dan Prajurit Kepala Pargo Rumbouw divonis 15 tahun penjara. Sidang
putusan atas empat terdakwa itu dipimpin oleh Kolonel (Chk) Rudy Dwi
Prakamto selaku hakim ketua. Sementara, Kolonel (Chk) Yunus Ginting dan
Mayor (Chk) Fathurahman Yasir sebagai oditur. Dari pantauan Kompas,
persidangan dimulai pada pukul 13.30 WIT dan berlangsung sekitar 30 menit.
Turut hadir Gustaf Kawer selaku kuasa hukum dan perwakilan keluarga
korban yang berjumlah sekitar 20 orang. Kolonel (Chk) Rudy Dwi Prakamto
dalam putusannya menyatakan keempat terdakwa memenuhi unsur tiga pasal
dalam kasus pembunuhan empat warga asal Kabupaten Nduga di sebuah lahan
kosong di Jalan Budi Utomo, Kabupaten Mimika, pada 22 Agustus 2022.
Identitas empat korban yakni Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Leman Nirigi, dan
Atis Tini. Rudy memaparkan, tiga pasal yang terbukti dilanggar oleh empat
terdakwa adalah Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 406
KUHP tentang merusak dan menghancurkan barang orang lain, serta Pasal
181 KUHP tentang menguburkan jenazah untuk menyembunyikan kematian.
Adapun hal yang memberatkan sebagai dasar putusan hakim terhadap empat
terdakwa yakni melanggar Sapta Marga, sumpah prajurit dan delapan wajib
prajurit TNI, serta merugikan nama baik institusi TNI di mata masyarakat
Papua. Sementara, hal yang meringankan adalah keempat prajurit belum
pernah dihukum dan mengaku bersalah sehingga memudahkan proses
penyidikan kasus ini.
Kasus ini bermula saat empat korban bertemu sembilan pelaku (lima anggota
TNI dan empat warga sipil) untuk membeli senjata jenis AK-47 dan FN di
sebuah lahan kosong di Jalan Budi Utomo, Timika, sekitar pukul 22.00. Para
korban membawa uang tunai Rp 250 juta dalam transaksi tersebut. Para
10
pelaku ternyata ingkar janji karena tidak menyiapkan dua pucuk senjata
tersebut. Demi mengambil uang korban, mereka membunuh dan memutilasi
tubuh para korban. Potongan tubuh korban dimasukkan ke dalam enam
karung yang lantas dibuang ke Sungai Pigapu. Para pelaku juga membakar
sebuah mobil yang ditumpangi keempat korban. Dalam sidang pada 24
Januari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura juga telah
memvonis Mayor (Inf) Helmanto Fransiskus Dakhi penjara seumur hidup
karena terbukti terlibat pembunuhan berencana terhadap empat warga
tersebut. Fransiskus juga diberhentikan dari dinas militer sebagai anggota TNI
Angkatan Darat.

1. Penegakan hukum bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana


pembunuhan berencana.
KUHPM tidak mengatur tentang tindak pidana pembunuhan, sesuai dengan
Pasal 2 KUHPM yakni:
Terhadap tindak pidana yang tidak tercantum dalam kitab undang-undang ini,
yang dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada kekuasan badan-badan
peradilan militer, diterapkan hukum pidana umum, kecuali ada
penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Ketika didalam KUHPM tidak mengatur tindak pidana pembunuhan, maka
mengacu pada KUHP. Berkaitan dengan topik penelitian ini tindak pidana
pembunuhan dalam KUHP diatur dalam Pasal:
Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339

11
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana,
yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya
dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan
penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam
dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun.
Tindak pidana umum merupakan tindak pidana militer yang termasuk dalam
yuridiksi peradilan militer, begitu juga dengan tindak pidana khusus yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan lain dan tindak pidana yang
diatur dalam KUHPM.
Tindak pidana pembunuhan merupakan tindak pidana umum karena telah
diatur dalam Pasal 338 KUHP yaitu:
“barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Meskipun tindak pidana pembunuhan merupakan tindak pidana umum,
namun apabila dilakukan oleh anggota militer maka akan diadili di peradilan
militer karena merupakan tindak pidana campuran dalam hukum pidana
militer. Hukum pidana militer memiliki aturan tersendiri bagaimana anggota
militer harus mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukan oleh
anggota militer, karena pertanggungjawaban tindak pidana pembunuhan yang
dilakukan oleh anggota militer akan berbeda dengan pertanggungjawaban
12
tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh warga sipil, bahkan sanksinya
pun akan jauh lebih berat dibanding sanksi pidana terhadap warga sipil.

2. Penerapan sanksi bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana


pembunuhan berencana.
Regulasi terkait jenis sanksi pidana dalam delik militer tercantum dalam Buku
I Bab II tentang Pidana KUHPM. Substansi yang terdapat dalam BAB II
tentang Pidana terdiri dari 25 Pasal (Pasal 6 sampai dengan Pasal 31
KUHPM), yang mana mengatur tentang jenis sanksi pidana, pelaksanaan
pidana mati, pidana penjara sementara, penunjukan rumah rumah
pemasyarakatan militer, pemecatan dari dinas militer, penurunan pangkat,
hingga pencabutan hak hak tertentu. Pasal 6 KUHPM telah menentukan dua
jenis sanksi pidana, yaitu antara lain:
A. Pidana utama: 1) Pidana mati; 2) Pidana penjara: 3) Pidana kurungan; 4)
pidana tutupan

B. Pidana tambahan:
1) Pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan haknya
untuk memasuki Angkatan Bersenjata;
2) Penurunan pangkat;
3) Pencabutan hak hak yang disebutkan pada Pasal 35 Ayat pertama pada
nomor nomor ke 1, ke 2, dan ke 3 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Pasal 35 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana nomor ke 1, ke 2,
dan ke 3 menyebutkan bahwa hak hak terpidana yang dengan putusan
hakim yang dapat dicabut dalam hal hal yang ditentukan dalam kitab
undang undang ini, atau dalam aturan umum lainnya, antara lain:

13
a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
b. Hak memasuki Angkatan Bersenjata;
c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan
aturan aturan umum

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindak pidana umum merupakan tindak pidana militer yang termasuk dalam
yuridiksi peradilan militer, begitu juga dengan tindak pidana khusus yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan lain dan tindak pidana yang
diatur dalam KUHPM. Hukum pidana militer memiliki aturan tersendiri
bagaimana anggota militer harus mempertanggungjawabkan tindak pidana
yang dilakukan oleh anggota militer, Berdasarkan posisi kasus yang kami
bawa, majelis hakim menerapkan sanksi pidana berdasarkan ketentuan pidana
umum yaitu KUHP serta menjatuhkan pidana tambahan berupa pemecatan
dari dinas militer.
B. Saran
Diharapkan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan
yang dilakukan oleh anggota TNI dapat dilakukan secara tegas dan adil.
Penegak hukum, khususnya yang dalam hal ini majelis hakim diharapkan
untuk lebih berani dan tegas Ketika menjatuhkan putusan, demi memenuhi
rasa keadilan, baikbagi korban, maupun terdakwa sendiri. Penegakan hukum
tersebut juga diharapkan mampu menjadi pembelajaran bagi anggota
militerlainya, serta masyarakat sipil pada umumnya agar tidak melakukan
perbuatan yang sama.

14

Anda mungkin juga menyukai