BAB IV
A. Pengantar.
informatika. hal ini juga berlaku pada institusi TNI dimana anggota TNI
Indonesia.
125
126
analisis alat bukti penyadapan dalam sistem peradilan militer dan analisis
Indonesia.
Tindakan Penyadapan.
hukum adalah menjaga dan mengawal hukum agar tetap di taati dan di
sehingga hukum akan berfungsi dan bekierja sesuai dengan cita-cita dan
cara atau metode atau sub dari fungsi penyidikan, yang mendahului
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana, Pasal 1 Ke-1.
3
Ibid, Pasal 1 Ke-2.
4
Ibid, Pasal 1 ke-5.
128
penyelidikan.
penyidik adalah: 5
5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan
Militer., Pasal 69.
129
militer adalah tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada
1. Prajurit;
2. yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan
Prajurit;
3. anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang
dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan
undang-undang;
4. seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b,
dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan
persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
6
Ibid, Pasal 9 Angka 1
7
Ibid, Pasal 71.
130
8
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi.
131
ini juga diperlukan penjelasan lebih lanjut dalam pasal diatas terkait
khusus saja sehingga hal ini harus dapat dijabarkan lebih lanjut.
seseorang militer.
9
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, Pasal 31.
133
atas ijin dari Ketua Pengadilan dengan jangka waktu paling lama 1
10
Tiarsen Buaton, Peradilan Militer Dalam Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia,
(Jakarta: Sari Ilmu Pratama, 2012), hlm. 11.
134
oleh militer.
11
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak
Pidana Perdagangan Orang, Pasal 31.
12
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronika, Pasal 31.
135
dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan cara memasang alat atau
hal ini dikarenakan penyidik militer dalam hal ini polisi militer belum
penyadapan tersebut.
yaitu; ankum, oditur dan polisi militer, di sisi lain polisi militer selaku
gunakan untuk kepentingan yang lebih besar dalam hal ini kepentingan
penyidik militer maka hanya akan menambah beban kerja penyidik militer,
dalam hal ini polisi militer adalah penyidik pasif yang artinya bahwa
13
Hasil wawancara dengan Kolonel Chk S. Santosa, S.H, M.H selaku Kepala
Oditur Milter II-08 Jakarta pada tanggal 7 Juli 2017 pukul 11.15 WIB
138
pidana korupsi apabila ada militer yang di duga melakukan tindak pidana
informasi ke polisi militer dan akan di tindak lanjuti oleh polisi milter
bukti tersebut dapat memenuhi unsur-unsur dari alat bukti dan dapat
oleh militer, dengan demikian dapat menjadi dasar bagi hakim untuk dapat
14
Hasil wawancara dengan Mayor Cpm Irianto, S.H, selaku Kepala Seksi
Admimistrasi Penyidikan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat pada tanggal 26 Juli 2017
pukul 10.00 WIB.
139
sehubungan dengan perkara tindak pidana yang terjadi. Dalam hal ini
juga memilik hak asasi yang di lindungi oleh undang-undang. Ini artinya
sehingga KPK tidak ragu dalam menggunakan alat bukti hasil penyadapan
mencari alat bukti lain yang berkaitan dengan peristiwa pidana yang
terjadi, salah satu contoh yang cukup dikenal baru-baru ini adalah
tidak secara tegas dinyatakan seperti yang di atur pada institusi KPK dan
pelaku tindak pidana korupsi yang telah diputus bersalah oleh pengadilan
pelanggaran HAM dan hukum. Setiap orang tidak punya hak sama
sekali memasuki wilayah pribadi orang lain, tidak dibenarkan oleh hukum
hukum. Sehingga ini berarti bahwa hak privasi seseorang tersebut harus
15
H. Sadjijono, Hukum Antara Sollen dan Sein. (Surabaya: UBHARA, 2016), hlm.
59.
142
Tahun 1997 tentang Peradilan Militer Pasal 172 ayat (1), menentukan
alat bukti ini dipakai untuk mengungkap kebenaran suatu tindak pidana
diatas, ditentukan lima jenis alat bukti yang sah secara limitatif. Sehingga
diluar alat bukti itu, tentunya dapat dikatakan bahwa diluar ketentuan
diatas tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. Ketentuan
militer yang bersifat memaksa, artinya semua jenis alat bukti yang telah
berdasarkan:
undang-undang; dan
16
Negatif Wettelijk Stelsel menurut Yahya Harahap merupakan teori antara
sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan system pembuktian
menurut keyakinan atau conviction-in time. Sistem ini menempatkan keyakinan Hakim
paling berperan dan dominan dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa.
Pasal 171 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer mengatur
bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
144
pembuktian tersebut.
Keyakinan Hakim harus memiliki sumber, dan sumber itu ialah fakta-fakta
hukum yang terkandung atau diberikan oleh alat bukti yang telah
jenis alat bukti yang sah dan diatur secara limitatif yaitu: keterangan saksi,
1. Keterangan Saksi
utama dalam suatu tindak pidana. Boleh dikatakan, tidak ada tindak
17
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (positif wettelijk
stesel) mengatur bahwa kesalahan terdakwa ditentukan berdasarkan alat-alat bukti yang
diatur dalam undang-undang. Dalam sistem pembuktian ini, keyakinan hakim tidak
memiliki peranan.
145
keterangan saksi.18
satu dengan yang lain dan keterangan saksi dengan alat bukti yang
lain.24
2. Keterangan Ahli
18
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP,
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008), hlm. 286.
19
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan
Militer , Pasal 154.
20
Ibid., Pasal 1 angka 28.
21
Ibid., Pasal 173 ayat (4).
22
Ibid., Pasal 173 ayat (2).
23
Ibid., Penjelasan pasal 173 ayat (1).
24
Ibid., Pasal 173 ayat (6).
146
dapat diterima.25
syarat formil bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli
3. Keterangan Terdakwa.
25
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 286
26
UU Nomor 31 Tahun 1997., Op.Cit, pasal 166.
27
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 318.
28
UU Nomor 31 Tahun 1997., Op.Cit, Pasal 175 ayat (1).
147
4. Surat
diakui sebagai alat bukti yang sah ialah surat yang dibuat atas
Sedangkan syarat materil alat bukti surat ialah bahwa isi surat
suatu keadaan; dan d) hal yang berhubungan dengan isi dari alat
5. Petunjuk
29
Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw, Tinjauan Aspek Hukum
Pidana. (Jakarta: Tatanusa, 2012)., hlm. 268.
148
yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu
siapa pelakunya.30
Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan MIliter ini, maka hasil
penyadapan bukan merupakan salah satu dari alat bukti yang diakui
30
UU Nomor 31 Tahun 1997., Op.Cit, pasal 166.
149
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 26A. Dalam Pasal 26A ini
ditentukan bahwa: 31
berikut:
menyebutkan:32
31
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 26A.
32
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, Pasal 27.
150
Orang, disebutkan:33
33
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 29.
151
berbunyi:34
34
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, Pasal 44.
35
Ibid., Pasal 1 Angka 1.
36
Ibid., Pasal 1 Angka 4.
152
Pasal 5:37
37
Ibid., Pasal 5
38
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
Pasal 86.
153
petunjuk. Pembuktian suatu tindak pidana telah diatur secara tegas dalam
sistem hukum pidana militer formil (UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer)
Sistem ini mengatur suatu proses terjadi dan bekerjanya alat bukti
Dari bunyi pasal ini, maka alat bukti rekaman suara sebagai hasil
39
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan
Militer, Pasal 171.
154
dengan alat bukti lain, namun demikian alat bukti petunjuk tidak dapat
mengkategorikan rekaman suara sebagai alat bukti petunjuk dan alat bukti
sehingga hasil penyadapan merupakan salah satu alat bukti petunjuk dan
bukti petunjuk sesuai hukum acara pidana militer yang berlaku, dalam hal
155
Alat bukti yang paling lemah adalah petunjuk. Alat bukti petunjuk
bukan merupakan alat bukti yang berdiri sendiri seperti halnya alat bukti
yang lain. Alat bukti petunjuk baru ada diperoleh dari alat bukti lain melalui
yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain,
bahwa telah terjadi atau keadaan yang bersesuaian satu sama lain
dengan diperoleh dari alat bukti yang sudah ada, baik dari keterangan
dapat secara arif dan bijaksana serta secara cermat dan seksama
pembuktian suatu petunjuk. Petunjuk sebagai suatu alat bukti yakni yang
Alat bukti petunjuk baru dapat digunakan oleh hakim apabila alat
benar atau tidak terjadinya suatu tindak pidana, jadi dalam ketentuan
156
urutan terakhir hal ini dikarenakan hakim dalam menerapkan alat bukti
menilai alat bukti mana yang layak atau harus ditetapkan dalam
adalah:
40
Ibid., Pasal 177.
157
menjelaskan bahwa:
tersebut.
41
Ibid., Pasal 242 ayat (2).
158
alat bukti hasil penyadapan berupa rekaman secara elektronik yang tidak
menunjukkan suatu tempat atau perbuatan nyata dari adanya suatu tindak
adalah fakta materil dari adanya perbuatan yang melanggar hukum. Alat
suatu tindak pidana secara nyata dalam hal ini tindakannya dilakukan
dimana, kapan, pada saat siang hari/malam hari dan lain sebagainya
dalam suatu berita acara tidak menunjukkan fakta materil, dimana dalam
42
Hasil wawancara dengan Kolonel Chk S. Santosa, S.H, M.H selaku Kepala
Oditur Milter II-08 Jakarta pada tanggal 7 Juli 2017 pukul 11.15 WIB.
159
Letkol Sus Tri Achmad, S.H, M.H menyatakan bahwa alat bukti
bukti petunjuk adalah alat bukti di urutan terakhir ini artinya bahwa alat
saksi, ahli, terdakwa, dan surat masih belum belum dapat meyakinkan
dalam perkara tindak pidana korupsi saja karena sudah di atur oleh
penyadapan bukan merupakan salah satu dari alat bukti yang diakui sah
bahwa hasil rekaman termasuk alat bukti petunjuk. Di samping itu, Pasal 5
ayat (1) dan (2) UU ITE menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau
43
Hasil wawancara dengan Letnan Kolonel Sus Tri Achmad, S.H, M.H selaku
Hakim Pengadilan Milter II-08 Jakarta pada tanggal 7 Juli 2017 pukul 13.30 WIB
160
sah sebagai perluasan dari alat bukti yang sah sesuai menurut hukum
oleh aparat penegak hukum menjadi suatu alat bukti pada proses
peradilan pidana, salah satunya adalah tindak pidana korupsi dan tindak
(das sein).
melanggar hak privasi seseorang yang di atur dalam dan di lindungi dalam
sistem hukum di Indonesia, antara lain dalam Pasal 28 G (1) UUD 1945
UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 27 ayat (3)
Dalam hal ini majelis hakim juga tidak dapat dipersalahkan apabila
tersebut maka segala alat bukti yang diajukan di persidangan dapat diakui
sebagai alat bukti yang sah di persidangan oleh hakim, selama alat bukti
berlaku di Indonesia.
alat bukti yang sah, sehingga alat bukti dari hasil tindakan penyadapan
materil, alat bukti hasil tindakan penyadapan dapat juga melindungi orang
Perundang-Undangan Di Indonesia.
terhadap tindak pidana khusus yang sudah diatur dalam hukum pidana
khusus juga hal ini dikarenakan tidak pidana tersebut merupakan tindak
itu ialah “Lex specialis derogate lex generalis”. Ketentuan seperti ini dalam
tindakan dapat dilakukan oleh siapa saja, tetapi dalam banyak hal suatu
44
SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya,
(Jakarta: PSHM, 2013), hlm. 22.
163
golongan jenis kelamin atau dari suatu golongan yang bekerja pada
jelaskan arti dari penyadapan secara tegas dan jelas adalah kegiatan
atau bentuk baru ataupun tindak pidana modern dewasa ini telah
45
Ibid., hlm. 205.
46
Ibid., hlm. 206.
164
kondisi seperti ini mengakibatkan hukum dan aparat penegak hukum sulit
untuk dapat mengiringinya. Untuk itu untuk dapat mengiringi jenis tindak
yang bersifat ekstra ordinary (extra ordinary crime), kejahatan atau tindak
putih (white collar crime), kejahatan atau tindak pidana yang bersifat
dimensi baru yang belum diatur secara tegas oleh hukum (new dimention
berbangsa dan bernegara serta tindak pidana yang sifatnya rumit atau
yang dilakukan oleh penyidik atas adanya bukti permulaan yang cukup
47
Kristian dan Yopi Gunawan, Sekelumit tentang Penyadapan Dalam Hukum
Positif Di Indonesia, (Bandung: Nuansa Aulia, 2013), hlm. 262.
166
sanksi, baik berupa pidana dan/atau tindakan. Tentu saja hal ini harus
searah dengan tujuan hukum dan tidak dilanggar oleh siapapun. Kegiatan
penegakan hukum.49
48
Muladi, dan Diah Sulistyani, Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana dan
Kebijakan Kriminal, (Bandung: PT. Alumni, 2016), hlm. 79.
49
H. Sadjijono., Op.Cit, hlm. 40.
167
bagian dari kebijakan /politik hukum pidana (penal policy). Makna dan
50
Barda Nawawi, Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup 2008), hlm.22.
168
dan yang lain tidak, maka akan timbul kesulitan dalam pelaksanaannya
diperbaharui dan yang lain tidak, maka akan timbul kesulitan dalam
penanggulangan kejahatan
51
Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia, (Yogyakarta:
Liberty, 1987), hlm. 6
169
hak privasi. Yang ada hanyalah rumusan Pasal 6 yang sangat normatif,
52
https://anggara.files.wordpress.com/2009/12/rpp-tata-cara-intersepi-hasil-06-
oktober-09_bersih.pdf. Diakses tanggal 11 Juli 2017 Pukul 2015 WIB.
170
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik 53 bahwa tidak seorang pun
memang tidak diatur secara tegas, tetapi RPP tentang tata cara intersepsi
sehingga harus jelas alasan dan tujuan Intersepsi, serta harus dilakukan
53
https://www.kontras.org/baru/Kovenan%20Sipol.pdf. Diakses tanggal 10 Juli
2017 pukul 19.30 WIB.
54
Penjelasan umum paragraph ke-12 Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
tata cara intersepsi.
171
diajukan oleh Mulyana Wirakusumah pada tahun 2006, dimana salah satu
1945.”55
55
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b55a9abe4094/dasar-hukum-
pembuatan-rpp-penyadapan-diuji-ke-mk, di akses tanggal 10 Juli 2017 pukul 21.00 Wib.
172
jika perlakuan Negara yang membatasi hak asasi manusia hanya diatur
oleh peraturan setingkat peraturan menteri, maka dari itu dianggap perlu
56
Ibid.
57
Trias Yuliana, dkk, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang
Penyadapan, (Tim Legislative Drafting UNPAR, 2010), hlm. 3.
173
manusia.58
Wetgeving diartikan:
58
Ibid.
59
A. Hamid, SA, Dalam Masyarakat Transparansi Indonesia, Penyusunan
Peraturan Daerah yang Partisipatif, (Jakarta: 2003), hlm. 91-92.
60
Ibid.
174
memakan waktu yang lama, dan hukum dapat selalu berada di depan,
undangan, yaitu: 62
61
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan, jenis, fungsi dan materi
muatan, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 2.
62
Adib Achmadi, Masyarakat Transparansi Indonesia, Penyusunan Peraturan
Daerah yang Partisipatif, (Jakarta, 2003), hlm. 92-93.
175
dapat.
63
Ibid., hlm. 105.
176
1. Kejelasan tujuan;
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
4. Dapat dilaksanakan;
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. Kejelasan rumusan;
7. Keterbukaan.
suatu tindak pidana harus mempunyai dasar yang jelas dan alasan-alasan
jelas dan pasti. Di sisi lain asas-asas ini menjadi dasar legitimasi bagi
1. Asas Legalitas
64
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 5.
177
adalah dalam pengertian luas, yaitu bukan saja secara tertulis telah
65
S.R. Sianturi., Op.Cit, hlm 73.
178
Hal ini berarti akan terdapat kepastian hukum bagi setiap pencari
tersebut.
masyarakat bangsa-bangsa.66
penyadapan.
2. Asas Efisiensi
66
Fajrimei A. Gofar,dkk., Asas Legalitas dalam Rancangan KUHP 2005 (Position
Paper Advokasi RUU KUHP Seri #1), ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat,
Jakarta, 2005. hlm. 6.
67
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi
Daerah, Pasal 20.
180
merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam
kehidupan manusia.68
68
Masyhur Effendi. Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum
Nasional dan Internasional, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994), hlm. 3.
69
Wahyu Wibowo, Pengantar Hukum Hak Asasi Manusia, (Jakarta: PSHM, 2014),
hlm. 7.
181
memperhatikan hak asasi manusia dalam hal ini adalah hak privasi
di miliki oleh setiap orang dalam hal ini adalah warga Negara
tersebut.
70
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1.
182
persyaratan yang ketat. Pasal 83 ayat (1) RUU KUHAP berbunyi :72
71
Antasari Azhar, 2008, “Upaya Pemberantasan Korupsi Seiring Kemajuan
Teknologi Informasi”, (Jurnal Legislasi Indonesia Vol.5 No.4, Desember 2008), hlm.14-
15.
183
72
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Tahun 2010 yang didapat dari https://dfcsurabaya.files.wordpress.com/2011/12/ruu-
kuhap-tahun-2010.pdf, di unduh pada tanggal 3 Juli 2017 pukul 21.00 Wib.
73
Ibid.
184
Pasal 84;74
(1) Dalam keadaan mendesak, penyidik dapat melakukan
penyadapan tanpa surat izin dari hakim komisaris, dengan
ketentuan wajib memberitahukan penyadapan tersebut kepada
hakim komisaris melalui penuntut umum.
(2) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. bahaya maut atau ancaman luka fisik yang serius yang
mendesak;
b. permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap
keamanan negara; dan/atau
c. permufakatan jahat yang merupakan karakteristik tindak
pidana terorganisasi.
(3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaporkan kepada hakim komisaris paling lambat 2 (dua) hari
terhitung sejak tanggal penyadapan dilakukan untuk
mendapatkan persetujuan.
(4) Dalam hal hakim komisaris tidak memberikan persetujuan
penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka
penyadapan dihentikan.
ada kecuali, KPK pun melakukan penyadapan harus dengan izin hakim
74
Ibid.
75
A. Hamzah, dkk, Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Jakarta,
2008), hlm. 16.
185
lain yang telah ada dan di bahas oleh penulis sebelumnya, hal ini akan
sehingga berdasarkan Pasal 175 RUU KUHAP alat bukti yang sah
mencakup:76
a. barang bukti;
b. surat-surat;
c. bukti eletronik;
d. keterangan seorang ahli;
e. keterangan seorang saksi;
f. keterangan terdakwa;
g. pengamatan hakim.
Yang baru ialah “barang bukti” yang lazim disebut di Negara lain
jika ada dua saksi maka memenuhi bukti minimum dua alat bukti. Ini sama
76
RUU KUHAP.,Op.Cit, Pasal 175.
77
A. Hamzah., Op.Cit. hlm 25.
186
surat) dan verklaringen van een getuige (keterangan seorang saksi). Bukti
dengan KUHAP Belanda) agar jangan dikira jika tidak ada saksi tidak ada
Alat bukti “petunjuk” yang berasal dari KUHAP Belanda tahun 1838 yang
hakim sendiri) berupa kesimpulan yang ditarik dari alat bukti lain
sebagai berikut: buku I terdiri dari 6 BAB dan 218 pasal yang merupakan
Ketentuan Umum, Buku II terdiri atas 39 BAB dan 568 pasal tentang
78
Ibid.
79
Ibid.
80
Ibid.
187
pasal demi pasal yang tidak ada dalam KUHP saat ini (WvS); secara
bahwa KUHP saat ini terdiri dari 569 pasal berupa; Buku I yang berisi
aturan umum terdiri dari 9 BAB dan 103 pasal, Buku II tentang kejahatan
terdiri atas 31 BAB dan 385 pasal, Buku III tentang Pelanggaran terdiri
atas 9 BAB dan 81 pasal, banyaknya pasal dalam RUU KUHP bukan
Pasal 303:
81
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang
didapatkan dari Kolonel Chk Agustinus M.P.H, S.H, M.H. pada tanggal 3 Juli 2017.
82
Ibid., Pasal 302.
188
Pasal 304:
Pasal 305:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer
dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke,
dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik
tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan
perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya
perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.
83
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
189
dokumen Elektronik, cakupan ini lebih luas dari peraturan yang ada dalam
84
Ibid.
190
atau di luar rumah, ruangan atau halaman tertutup, atau yang berlangsung
perekaman, hal ini merupakan hal baru yang diatur dalam hukum
penyadapan dilakukan oleh pejabat secara melawan hukum. Hal ini perlu
Mengacu pada rumus Lord Acton plus asumsi bahwa tidak semua
yang dapat merugikan warga negara Indonesia. Saat ini, memang ada
pada saat rencana penyadapan itu diajukan pertama kali. Yang terjadi
penyadapan dalam RUU KUHP dan RUU KUHAP sudah tepat walaupun
dan tentunya harus mendapat ijin dari kepala pengadilan. Sehingga dalam
seperti yang ada di Indonesia, tentunya hal ini dapat membuat keabsahan
beberapa faktor diantaranya adalah hak privasi seseorang yang telah ada
dan diatur dalam UUD 1945. Dalam pelaksanaannya pun harus dibuat
penegak hukum, sehingga hanya ada 1 (satu) badan saja yang di beri
ini juga kita belajar dari Amerika Serikat yang sudah mengalami baik
85
Hasil wawancara dengan DR. Reda Manthovani, S.H., LLM, selaku Kepala
Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada tanggal 1 Agustus 2017 pukul 09.00 WIB.
194
lebih dari itu adalah untuk menegakkan due process of law yang
hukum yang jelas, maka kinerja aparat penegak hukum ketika melakukan