Anda di halaman 1dari 9

A.

Perbedaan KUHPM dan KUHAP

No Kategori Undang-undang Nomor 39 Undang-undang Nomor 8 Tahun


Pembeda Tahun 1947 Ttg KUHPM 1981 ttg KUHAP
Ruang Tindak pidana khusus Tindak pidana umum merupakan
Lingkup adalah tindak pidana khusus perbuatan piadana yang diatur
1.
Tindak merupakan suatu tindak dalam KUHP.
Pidana pidana yang diatur diluar
KUHP dan pengaturannya
menyimpang dari KUHP.
Dikarenakan pertama militer
itu memegang senjata dan
dapat mempergunakan
senjata dan serta mempunyai
tugas untuk pembelaan dan
pertahanan negara.
Kedua cara pandang, pikir
dan bertindak anggota
militer berbeda dengan sipil
(berlaku asa unity of
command, kepentingan
militer, sumpah prajurit dan
sapta marga). Maka
diperlukan adanya suatu
peraturan khusus dalam
rangka pengawasan kinerja
militer. Terdapat
penyimpangan dari
ketentuan pidana umum
seperti sanksinya ataupun
perbuatan (tindak) pidana itu
sendiri. Meskipun
diberlakukan secara khusus
namun para anggota militer
tersebut tetap tunduk pada
ketentuan umum.
2. Kompetensi 1. Prajurit, yakni militer Hukum pidana merupakan hukum
Absolut murni dan masih aktif dalam publik yang mengikat bagi siapa
(Pihak-Pihak organisasi TNI saja, pemberlakuan hukum pidana
yang 2. Orang-orang yang yang bersifat publik tersebut
Diperiksa disamakan dengan prajurit menunjukan kewenangannya
dan Diadili) menurut undang-undang berlaku bagi setiap orang yang
3. Anggota dari badan atau melanggar ketentuan yang ada di
organisasi atau jawatan yang dalam kitab undang-undang hukum
di persamakan dengan pidana
prajurit menurut undang-
undang.
3. Kompetensi Susunan Peradilan: Peradilan Umum. Untuk Upaya
Relatif a. Pengadilan Militer Hukum diatur dalam Pasal 1 butir
b. Pengadilan Militer Tinggi 12 KUHAP. Bahwa Upaya Hukum
c. Pengadilan Militer Utama Biasa dibedakan menajdi
d. Pengadilan Militer pemeriksaan banding pada tingkat
Pertempuran. Pengadilan Tinggi dan
Pemeriksaan Kasasi pada tingkatan
Susunan Kekuasaan Mahkamah Agung sedangkan
Kehakiman dalam Peradilan Upaya Hukum Luar Biasa berupa
Militer: permintaan Pemeriksaan
Peninjauan Kembali.
a.        Mahkamah Militer
(MAHMIL)
b.      Mahkamah Militer
Tinggi (MAHMILTI)
c.       Mahkamah Militer
Agung (MAHMILGUNG).

4. Penyidik Pasal 69 ayat (1) Undang- Pasal 6 KUHAP menyebutkan


Undang Nomor 31 tahun “yang dimaksud dengan penyidik
1997 menyebutkan “ yang adalah : a. Pejabat polisi negara
Republik Indonesia. b. Pejabat
dimaksud dengan penyidik
pegawai negeri sipil tertentu yang
adalah : a. Atasan yang diberi kewenangan oleh undang-
berhak menghukum, b. undang”.
Polisi Militer, c. Oditur.”
Sedangkan dalam ketentuan
pasal 69 ayat (2) undang-
undang no.31 tahun 1997
menyebutkan “ yang
dimaksud dengan penyidik
pembantu adalah : a. Provos
Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Darat, b. Provos
Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Laut, c. Provos
Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Udara, d. Provos
Kepolisian Negara Republik
Indonesia.” Dalam
ketentuan diatas
memperlihatkan adanya
letak perbedaan dalam
lembaga penyidikan yang
berada dalam lingkungan
peradilan umum dan
lembaga peradilan militer.
Penyidikan dalam lembaga
peradilan umum dilakukan
oleh penyidik dari
Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan juga bisa
dilakukan oleh pegawai
negeri sipil yang diberikan
wewenang oleh undang-
undang. Sedangkan dalam
lembaga peradilan militer
penyidikan dilakukan oleh
tiga (3) lembaga yakni
atasan yang berhak
menghukum (ANKUM),
Polisi Militer dan Oditur.
Adanya perbedaan dalam
penanganan penyidikan di
lembaga peradilan yang
berbeda menyebabkan
adanya perbedaan
kewenangan dan kewajiban
pula di tiap lembaga
penyidik tersebut. Dan juga
dalam lembaga penyidikan
peradilan militer
mempunyai penyidik
tambahan yang mempunyai
tugas sendiri.
5 Penangkapan Pasal 77 undang-undang Pasal 18 ayat (1) KUHAP
no.31 tahun 1997 menyebutkan “pelaksanaan tugas
menyebutkan “Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh
tugas penangkapan petugas Kepolisian Negara
dilakukan oleh Penyidik Republik Indonesia dengan
atau anggota Polisi Militer memperlihatkan surat tugas serta
atau anggota bawahan memberikan kepada tersangka
Atasan yang Berhak surat perintah penahanan yang
Menghukum yang mencantumkan identitas tersangka
bersangkutan dengan dan menyebutkan alasan
memperlihatkan surat penangkapan serta uraian singkat
perintah penangkapan yang perkara kejahatan yang di
mencantumkan identitas persangkakan serta tempat ia
Tersangka, menyebutkan diperiksa.”
alasan penangkapan, uraian
singkat perkara kejahatan
yang dipersangkakan, dan
tempat ia diperiksa.” .
proses peangkapan dalam
lembaga peradilan umum
dilakukan oleh Kepolisian
sedangkan dalam lembaga
peradilan militer
penangkapan dilakukan oleh
bawahan dari atasan yang
berhak menghukum ataupun
dari polisi militer. Dan
dilam kententuan pasal 77
ayat (4) menyebutkan “
sesudah penangkapan
dilakukan. Penyidik wajib
melaporkan kepada atasan
yang berhak menghukum
yang bersangkutan.” Dapat
terlihat bahwa atsan
mempunyai peranan penting
terhadap anak buahnya, ini
merupakan salah satu
karakteristik mengapa
militer ini dibedakan dari
masyarakat sipil pada
umumnya
6 Penahanan Pasal 79 ayat (2) undang- Pasal 21 ayat (4) KUHAP
undang No.31 tahun 1997 menyebutkan “ penahan tersebut
menyebutkan :“ Penahanan hanya dapat dilkenakan terhadap
sebagaimana dimaksud pada tersangka atau terdakwa yang
ayat (1) hanya dapat melakukan tindak pidana
dikenakan terhadap percobaan maupun pemberian
Tersangka yang disangka bantuan dalam tindak pidana
melakukan tindak pidana tersebut dalam hal : a. tindak
dan/atau percobaan maupun pidana itu diancam dengan pidana
pemberian bantuan dalam penjara lima taun atau lebih ; b.
tindak pidana yang diancam tindak pidana sebagaimana
dengan pidana penjara 3 dimaksudkan dalam pasal 282 ayat
(tiga) bulan atau lebih.”. (3), pasal 296, pasal 335 ayat (1),
Penahanan yang pasal 351 ayat (1), pasal 353 (1),
dimaksudkan dalam pasal 372, pasal 378, pasal 379 a,
lembaga peradilan umum pasal 453, pasal 454, pasal 455,
dengan pasal diatas untuk pasal, 459, pasal 480 dan pasal 506
pemberian bantuan dalam kitab undang-undang hukum
tindak pidana yang diancam pidana, pasal 25 dan pasal
5 tahun sedangkan dalam 26 rechtenordonantie (pelanggaran
lembaga peradilan militer terhadap ordonansii bea dan cukai
pemberian bantuan tindak terakhir diubah dengan staatblad
pidana yang diancam 3 nomor 471 tahun1931), pasal 1,
bulan atau lebih. pasal 2 dan pasal 4 undang-undang
tindak pidana imigrasi (undang-
undang Drt tahun 1955, lembaran
negara tahun 1955 nomor 8), pasal
36 ayat (7), pasal 41, pasal 42,
pasal 43, pasal 47 dan pasal 48
undang-undang No.9 tahun 1976
tentang narkotika (lembaran negara
tahun 1976 nomor 37, tambahan
lembaran negara nomor 3086).”
7 Jangka Pasal 78 Undang-Undang Pasal 24 KUHAP menyebutkan
Waktu Nomor31 Tahun 1997 “(1) Perintah penahanan yang
Penahanan menyebutkan “(1) Untuk diberikan oleh penyidik
kepentingan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
Atasan yang Berhak Pasal 20, hanya berlaku paling
Menghukum dengan surat lama dua puluh hari. (2) Jangka
keputusannya, berwenang waktu sebagaimana tersebut pada
melakukan penahanan ayat (1) apabila diperlukan guna
Tersangka untuk paling kepentingan pemeriksaan yang
lama 20 (dua puluh) hari. (2) belum selesai, dapat diperpanjang
Tenggang waktu oleh penuntut umum yang
sebagaimana dimaksud pada berwenang untuk paling lama
ayat (1) apabila diperlukan empat puluh hari. (3) Ketentuan
guna kepentingan sebagaimana tersebut pada ayat (1)
pemeriksaan, dapat dan ayat (2) tidak menutup
diperpanjang oleh Perwira kemungkinan dikeluarkannya
Penyerah Perkara yang tersangka dari tahanan sebelum
berwenang dengan berakhir waktu penahanan tersebut,
keputusannya untuk setiap jika kepentingan pemeriksaan
kali 30 (tiga puluh) hari dan sudah terpenuhi. (4)Setelah waktu
paling lama 180 (seratus enam puluh hari tersebut, penyidik
delapan puluh) hari. (3) harus sudah mengeluarkan
Ketentuan sebagaimana tersangka dari tahanan demi
dimaksud pada ayat (1) dan hukum.”
ayat (2) tidak menutup
kemungkinan
dikeluarkannya Tersangka
dari tahanan sebelum
berakhir waktu penahanan
tersebut, apabila
kepentingan pemeriksaan
sudah dipenuhi. (4) Sesudah
waktu 200 (dua ratus) hari,
Tersangka harus sudah
dikeluarkan dari tahanan
demi hukum“.
8 Penangguhan Pasal 81 ayat (1) undang- Pasal 31 ayat (1) menyebutkan
Penahanan undang no.31 tahun 1997 “Atas permintaan tersangka atau
menyebutkan “Atas terdakwa, penyidik atau penuntut
permintaan Tersangka, umum atau hakim, sesuai dengan
Atasan yang Berhak kewenangan masing-masing, dapat
Menghukum atau Perwira mengadakan penangguhan
Penyerah Perkara sesuai penahanan dengan atau tanpa
dengan kewenangan jaminan uang atau jaminan orang,
masing-masing berdasarkan berdasarkan syarat yang
saran Polisi Militer atau ditentukan”.
Oditur dapat mengadakan
penangguhan penahanan
dengan persyaratan yang
ditentukan.”. dalam
ketentuan diatas tersebut
terdapat perbedaan
mengenai penangguhan
penahanan, bagaimana cara
atau bagaimana
penangguhan penahanan itu
diberikan kepada tersangka
Mencabut Pasal 81 ayat (2) undang- Pasal 31 ayat (2) menyebutkan
Penangguhan undang no.31 tahun 1997 “Karena jabatannya penyidik atau
Penahanan menyebutkan “Karena penuntut umum atau hakim
jabatannya, Atasan yang sewaktu-waktu dapat mencabut
Berhak Menghukum atau penangguhan penahanan dalam hal
Perwira Penyerah Perkara tersangka atau terdakwa melanggar
sewaktu-waktu dapat syarat sebagaimana dimaksud
mencabut penangguhan dalam ayat (1).
penahanan dalam hal
Tersangka melanggar
persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)”.
sebagaimana ketentuan
diatas mengatur mengenai
pencabutan penangguhan
penahanan, sebab-sebab
pencabutan penahan dan
juga siapa yang dapat
mencabut penangguhan
tersebut telah diatur dalam
ketentuan pasal-pasal diatas.

9 Hukuman Pasal 6 Hukuman Pokok Hukuman Pokok terdiri atas:


terdiri atas: a.       Hukuman Mati
a.       Hukuman Mati b.      Hukuman Penjara
b.      Hukuman Penjara c.       Hukuman Kurungan
c.       Hukuman Kurungan d.      Hukuman Denda
Hukuman Tambahan terdiri Hukuman Tambahan terdiri atas:
atas: a.       Pencabutan hak-hak tertentu
a.       Pemecatan dari dinas b.      Perampasan barang tertentu
tentara yang disertai atau c.       Pengumuman putusan hakim
tidak disertai pencabutan
hak untuk bekerja pada
kekuasaan bersenjata.
b.      Penurunan pangkat
c.       Pencabutan hak
menjabat segala jabatan atau
jabatan yang ditentukan, hak
masuk pada kekuasaan
bersenjata, hak memilih dan
dipilih dalam pemilu.
10 Perangkat a.       Hakim a.       Hakim
Pengadilan b.      Panitera b.      Panitera
c.       Oditurat terdiri dari: c.       Penuntut Umum
Oditurat Militer, Oditurat d.      Penasehat Hukum
Militer Tinggi, Oditurat
Jenderal, Oditurat Militer
Pertempuran
d.      Bantuan
Hukum  terdiri dari:
Dinas Bantuan Hukum di
Lingkungan Militer,
Diusahakan sendiri oleh
Tersangka/Terdakwa

KESIMPULAN
Dari paparan tabel diatas perbandingan proses penyelesaian perkara dalam lingkup
peradilan umum dengan proses penyelesaian perkara dalam lingkup peradilan militer
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Antara militer dengan sipil mempunyai perbedaan yang mendasar, yakni bagaimana
sdalam militer ditempa dan menjalani kehidupan yang mempunyai disiplin prajurit
serta kode kehormatan prajurityang harus dijaga dengan sikap yang tentunya
masyarakat sipil mempunyai cara yang lebih bebas dalam menjalaninya. Serta
bagaimana militer dipersenjatai sehingga mereka memang harus dibedakan dari
masyarakat sipil.
2. Sejak kemerdekaan RI hingga saat sekarang ini, peradilan militer telah menjalani
perubahan berkali-kali, baik dari segi penamaan, tingkatan maupun kewenangan
mengadili. Hal ini ditandai dengan lahirnya beberapa peraturan tentang peradilan
militer, yang pada akhirnya lahir UU No. 31 tahun 1997. Tentang Peradilan Militer,
yang mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi beberapa peraturan sebelumnya.
4. Militer sebagai orang terdidik, dilatih dan dipersiapkan untuk bertempur, bagi
mereka diadakan norma-norma yang khusus. Mereka harus tunduk tanpa reserve pada
tata kelakuan yang telah ditentukan dan diawasi dengan ketat. Karena kekhususan
dalam mengemban tugas ini, mengakibatkan terjadinya pemisahan peradilan anggota
tentara dengan masyarakat umum. Penegakan disiplin yang sangat ketat dan harus
dipertanggung jawabkan di lembaga khusus jika melanggar. Mereka diadili dengan
aturan yang khusus berlaku bagi mereka dengan tidak mengesampingkan kenyataan
yang hidup ditengah masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai