Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya sehingga
saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “penyidikan dan penyelidikan dalam hukum acara
pidana” Mata Kuliah Hukum Acara Pidana.

Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pengajar


Bapak Ali Imron, S.H., S.S., M.H. yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami
untuk menyelesaikan tugas ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, Kami mengharapkan kritik dan saran
terhadap makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki, karena kami sadar,
makalah yang kami buat ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Pamulang, 15 september 2023

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang suatu tindak pidana yang terjadi guna
menemukan tersangka Penyidikan merupakan suatu tahap yang terpenting dalam kerangka
hukum acara pidana di Indonesia, karena dalam tahap ini pihak penyidik berupaya
mengungkap fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta
menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut.
Penahanan pada hakikatnya merupakan tindakan pengekangan kebebasan dan
perampasan kemerdekaan seseorang yang berkaitan erat dengan hak asasi manusia, yang
justru harkat dan martabatnya hendak dilindungi oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana. Sudah selayaknyalah apabila masalah penahanan ini mendapat perhatian secara
khusus dari penyidik, agar wewenang untuk melakukan penahanan yang diberikan oleh
undang-undang jangan sampai disalahgunakan, baik karena sengaja maupun karena
ketidaktahuan mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan menurut hukum atau mengenai
apa yang harus diartikan mengenai sesuatu perkataan di dalam undang-undang.
Penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk
memasuki dan melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman seseorang atau untuk
melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya
melakukan pemeriksaan ,tapi bisa juga sekali gus untuk melakukan penangkapan dan
penyitaan
Pengaturan Lembaga Praperadilan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) tercantum dalam Pasal 1 angka
10, Bab X Bagian Kesatu dari Pasal 77 sampai dengan Pasal 83. Dalam Pasal 1 butir 10
menyebutkan : Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan
memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka
atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka ;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan atas

2
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan ;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau
pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan ;
BAB II
PEMBAHASAN

I. Penyidikan dan Penyelidikan

1. Pengertian Penyidikan dan Penyelidikan

Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang suatu tindak pidana yang terjadi guna
menemukan tersangka. Penyidikan merupakan suatu tahap yang terpenting dalam kerangka
hukum acara pidana di Indonesia, karena dalam tahap ini pihak penyidik berupaya mengungkap
fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan tersangka
pelaku tindak pidana tersebut. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti
yang dirumuskan memberi maksud penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang
terdiri dari pejabat yaitu Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI) yang terbagi
menjadi pejabat penyidik penuh dan pejabat penyidik pembantu, serta Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Namun dalam hal tertentu
jaksa juga memiliki kewenangan sebagai penyidik terhadap perkara atau tindak pidana khusus,
seperti perkara Hak Asasi Manusia dan Tindak Pidana Korupsi.

Seiring berkembangnya zaman, penyidik berdasarkan undang-undang No. 30 tahun 2002


tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang merupakan awal mula eksistensi dari lembaga
Komisi Pemberantasan Korupsi (Selanjutnya disebut KPK) disebutkan juga bahwa penyidik
dalam perkara tindak pidana korupsi adalah Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebelum dimulainya suatu proses penyidikan, terlebih dahulu telah dilakukan tahap proses
penyelidikan oleh penyelidik suatu tindak pidana yang terjadi. Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-
Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan pengertian
penyelidikan adalah sebagai berikut: “Penyelidikan adalah serangkaian tindakan
penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak

3
pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini”.

UU No. 16 Tahun 2004, LN. No. 67 tahun 2004, TLN No. 4401, pasal 30 ayat (1), huruf d.
Dalam penjelasan UU. No 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia dijelaskan
bahwa undangundang tersebut mengatur dan menyempurnakan kewenangan kejaksaan untuk
melakukan penyidikan tindak pidana tertentu, hal ini dimaksudkan untuk menampung
beberapa ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan pada kejaksaan untuk
melakukan penyidikan, misalnya UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi
Manusia, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 , dan Undang-Undang
No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dari pengertian tersebut terlihat bahwa penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama
permulaan penyidikan, namun pada tahap penyelidikan penekanan diletakkan pada tindakan
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai suatu tindak
pidana.

Sedangkan pada proses penyidikan titik beratnya diletakkan pada penekanan mencari serta
mnegumpulkan bukti agar dan supaya dalam tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi
terang serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Hampir tidak ada perbedaan
makna antara keduanya (penyelidikan dan penyidikan). Antara penyelidikan dan penyidikan
saling berkaitan dan saling isi mengisi guna dapat diselesaikannya pemeriksaan suatu peristiwa
pidana.

Keberhasilan penyidikan suatu tindak pidana akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya
penuntutan Jaksa Penuntut Umum pada tahap pemeriksaan siding pengadilan nantinya. Namun
bagaimana halnya bila proses penyidikan berhenti di tengah jalan? Undang-Undang
memberikan wewenang penghentian penyidikan kepada penyidik, yakni penyidik berwenang
bertindak menghentikan penyidikan yang telah dimulainya. Hal ini ditegaskan Pasal 109 ayat
2 KUHAP yang memberi wewenang kepada penyidik untuk menghentikan penyidikan yang
sedang berjalan. Pasal 109 ayat 2 KUHAP menyebutkan, “dalam hal penyidik menghentikan
penyidikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan Tindak
Pidana tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka
penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya”.

4
2. Pengertian Penyidik dan Penyelidik

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa yang melakukan proses penyelidikan adalah
pejabat penyelidik. Penyelidik menurut Pasal 1 angka 4 KUHAP adalah pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk
melakukan penyelidikan. Pasal ini menegaskan bahwa penyelidik adalah setiap pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia.

Penyidikan dilakukan oleh seorang penyidik yang mana didalam Pasal 1 angka 1 diartikan
sebagai pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Selain itu
juga terdapat penyidik pembantu, yang dalam Pasal 3 PP No. 27 tahun 1983 menentukan bahwa
penyidik pembantu adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya
berpangkat Sersan Dua Polisi dan pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang sekurangkurangnya berpangkat Pengatur Muda (Golongan
II/a) atau yang disamakan dengan itu.

3. Tugas serta Wewenang Penyidik dan Penyelidik

Tugas seorang penyelidik adalah melaksanakan penyelidikan sesuai dengan arti penyelidikan
dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP. Wewenang penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP, yaitu:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
2. Mencari keterangan dan barang bukti
3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penyitaan


2. Pemeriksaan dan penyitaan surat
3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
4. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

5
Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugasnya kepada
penyidik. Tugas penyidik adalah melaksanakan penyidikan sesuai dengan arti penyidikan itu
sendiri dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, di samping itu penyidik juga mempunyai tugas:

1. Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakannya


2. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum atau jaksa; penyidik yang dari
pegawai negeri sipil menyerahkannya dengan melalui penyidik yang dari pejabat
kepolisian negara.

Sedangkan wewenang seorang penyidik adalah:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka
4. Melakukan penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara
9. Mengadakan penghentian penyidikan
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Wewenang penyidik pembantu juga sama dengan penyidik, kecuali dalam hal melakukan
penahanan wajib mendapatkan pelimpahan wewenang dari penyidik.

II. PENAHANAN

A. Pengertian penahanan
“Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan pendapatnya, dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini” (Pasal 1 butir 21 KUHAP).

Pasal 21 KUHP mengatur baik tentang sahnya maupun tentang perlunnya penahanan.
Teori membedakan tentang sahnya (rechvaar-dighed) dan perlunya (noodzakelijkheid)

6
penahanan. Dalam penahanan adalah satu bentuk rampasan kemerdekaan bergerak seseorang.
Disini terdapat pertentangan antara dua asas, yaitu hak bergerak seseorang yang merupakan
hak asasi manusia yang harus dihormati di satu pihak dan kepentingan ketertiban umum di lain
pihak yang harus di pertahankan untuk orang banyak atau masyarakat dari perbuatan tersangka.
Sahnya penahanan bersifat obyektif dan mutlak, artinya dapat diabaca dalam undang-undang
delik-delik yang mana yang termasuk tersangkanya dapat dilakukan penahanan. Mutlak
karena pasti, tidak dapat diatur-atur oleh penegak hukum. Sedangkan perlunnya penahanan
bersifat karena yang menentukan kapan dipandang perlu diadakan penahanan tergantung
penilaian pejabat yang akan melakuakan penahanan. Kekeliruan dalam penahanan dapat
mengakibatkan hal-hal yang fatal bagi penahanan. Dalam KUHAP diatur tentang ganti rugi
dalam pasal 95 disamping kemungkinan digugat pada praperadilan. Ganti rugi dalam
masalah salah menahan Juga telah menjadi ketentuan universal.
Perintah penahanan atau penahanan lanjutan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang
diduga telah melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup, didasari dengan
adanya kekhawatiran seorang tersangka atau terdakwa tersebut :
1. Melarikan diri;
2. Merusak atau menghilangkan alat bukti;
3. Mengulangi tindak pidana tersebut.

Substansi surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim dalam hal
dilakukannya penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa, di dalam surat tersebut
harus memuat :
a. Identitas tersangka atau terdakwa;
b. Alasan dilakukannya penahanan;
c. Uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan;
d. Serta tempat tersangka/terdakwa ditahan
Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim harus
diberikan kepada keluarga tersangka atau terdakwa. Penahanan dikenakan kepada tersangka
atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan
dalam tindak pidana tersebut dalam hal :
a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima (5) tahun atau lebih
b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat (3), pasal 296, pasal 335 ayat
(1), pasal 353 ayat (1), pasal 372, pasal 378, pasal 379 a, pasal 453, pasal 454, pasal 455,
pasal 459, pasal 480, pasal 560 KUHP

7
B. Pejabat Yang Berhak Menahan
Penahanan dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan kepentingan
penuntutan di sidang pengadilan (Pasal 20 KUHAP)
1. Penyidik atau Penyidik Pembantu (Pasal 11 ayat 1 KUHAP)
2. Penuntut Umum (Pasal 11 ayat 2 KUHAP)
3. Hakim (Pasal 11 ayat 3 KUHAP), hanya memperpanjang penahanan yang dilakukan oleh
jaksa.
Pejabat yang berwenang memperpanjang penahanan sesuai dengan pasal 29 ayat (3) berbeda
dengan yang berwenang memperpanjang yang biasa. Dalam ayat itu ditentukan bahwa:
a) Pada tingkat penyidik dan penuntut diberikan oleh ketua pengadilan negeri.
b) Pada tingkat pemerikasaan di pengadilan negeri diberikan olek ketua pengadilan tinggi.
c) Pada tingkat pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung.
d) Pada tingkat kasasi diberikan oleh ketua Mahkamah Agung
Dalam hal penggunaan wewenang perpanjangan penahanan tersebut KUHAP member batas-
batas sebagai berikut:
1. Tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan dalam tingkat penyidikan dan
penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi, pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan
banding kepada ketua Mahkamah Agung (pasal 29 ayat (7) KUHAP).
2. Tersangka atau terdakwa berhak minta ganti kerugian sesuai dengan ketentuan yang
dimaksud dalam pasal 95 dan pasal 96.
C. Jangka Waktu Penahanan
a. penyidik = berwenang untuk menahan tersangka selama 20 hari dan demi kepentingan
penyidikan dapat diperpanjang selama 40 hari
b. penuntut umum = berwenang untuk menahan tersangka selama 20 hari dan demi
kepentingan pemeriksaan yanmg belum selesai dapat diperpanjang selama 30 hari
c. hakim pengadilan negeri = berwenang untuk mengeluarkan surat perintah penahanan
terhadap tersangka untuk paling lama 30 hari dan guna kepentingan pemeriksaan dapat
diperpanjang selama 60 hari.
Artinya adalah ketika dalam tiap tingkat pemeriksaan tersangka atau terdakwa tidak terbukti
dan atau masa penahanan untuk kepentingan pemeriksaan sudah lewat waktu nya maka
tersangka atau terdakwa harus dikeluarkan dalam tahanan demi hukum.
Rincian penahanan dalam hukum acara pidana Indonesia sebagai berikut:
1) Penahanan oleh penyidik atau pembantu penyidik 20 hari
2) Perpanjangan oleh penuntut umum 40 hari
8
3) Penahanan oleh penuntut umum 20 hari
4) Perpanjangan oleh ketua pengadilan negeri 30 hari
5) Penahanan oleh hakim pengadilan negeri 30 hari
6) Perpanjangan oleh ketua pengadilan negeri 60 hari
7) Penahanan oleh hakim pengadilan tinggi 30 hari
8) Perpanjangan oleh ketua pengadilan tinggi 60 hari
9) Penahanan oleh Mahkamah Agung 50 hari
10) Perpanjangan oleh ketua Mahkamah Agung 60 hari
Jadi, seseorang tersangka atau terdakwa dari pertama kali ditahan dalam rangka penyidikan
sampai pada tingkat kasasi dapat ditahan paling lama 400 hari. Pejabat yang berwenang
memperpanjang penahanan sesuai dengan pasal 29 ayat 3.
Menurut pasal 30 KUHAP, apabila tenggang waktu penahanan sebagaimana tersebut pada
pasal 24, pasal 25, pasal 26, pasal 27 dan pasal 28 atau perpanjangan penahanan sebagimana
tersebut pada pasal 29 ternyata tidak sah, tersangka atau terdakwa berhak minta ganti
kerugian sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam pasal 95 dan 96.
D. Syarat Penahanan
1. Syarat Obyektif, yaitu syarat tersebut dapat diuji ada atau tidaknya oleh orang lain;
2. Syarat Subyektif, yaitu karena hanya tergantung pada orang yang memerintahkan
penahanan tadi apakah syarat itu ada atau tidak (Moeljanto (1978:25)
 Syarat Penahanan diatur dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP :
“Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam
hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan
melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak
pidana”.
 Pasal 21 ayat 4 KUHAP:
Tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun
pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
1. Tindak pidana itu diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih.
2.Tindak pidana tersebut melanggar pasal:
a. 282 ayat 3 : penyebaran tulisan-tulisan, gambar-gambar, atau barang-barang lain yang
isinya melanggar kesusilaan dan perbuatan tersebut merupakan suatu kebiasaan atau sebagai
mata pencaharian

9
b. Pasal 296 KUHP : tindak pidana sebagai mata pencaharian atau membantu perbuatan
cabul.
c. 335 ayat 1 KUHP : tindak pidana memaksa orang untuk melakukan sesuatu, tidak
melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu.
d. 351 ayat 1 KUHP: Tindak pidana penganiayaan
e. 353 ayat 1 KUHP: Tindak pidana penganiayaan yang direncanakan lebih dahulu
f. 372 KUHP: Tindak pidana penggelapan
g. 378 KUHP: Tindak pidana penipuan
h. 379a KUHP: Tindak pidana penipuan dalam jual beli
i. 453 KUHP: Tindak pidana yang dilakukan nahkoda kapal Indonesia dengan sengaja atau
melawan hukum menghindarkan diri memimpin kapal
j. 454 KUHP: Tindak pidana melarikan diri dari kapal bagi awak kapal
k. 455 KUHP: Tindak pidana melarikan diri dari kapal bagi pelayan kapal
l. 459 KUHP: Tindak pidana yang dilakukan penumpang kapal yang menyerang nahkoda
m. 480 KUHP: Tindak pidana penadahan
n. 506 KUHP: Tindak pidana melakukan pekerjaan sebagai germo.
 Tindak pidana diluar KUHP
1. Pelanggaran terhadap ordonansi Bea Cukai, terakhir diubah dengan staatsblad Tahun 1931
Nomor 471 (Rechten Ordonantie) Paal 25 dan 26
2. UU No.8 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi Paal 1,2,3
3. UU No. 9 Tahun 1976 tentang Narkoika Pasal 36 ayat 7, 41, 42, 43, 47 dan 48
E. Dasar penahanan:
a.Unsur Objektif/Yuridis:
– Tindak pidana yg disangkakan diancam dgn 5 (lima) tahun penjara atau lebih.
– Pidana dlm psl 282/3(kesusilaan), 296(perbuatan cabul), 335/1(perbuatan tdk
menyenangkan, pencemaran nama baik), 351/1(penganiayaan berat kecuali percobaan
penganiayaan), 372(penggelapan), 378(penipuan), 379a(penipuan), 453, 454, 455, 459, 480
dan 506 KUHAP, 25 dan 26 stbld 1931 no. 471 (pelanggaran terhadap ordonansi beacukai),
psl 1, psl 2 dan psl 4 UU TP Imigrasi.
b. Unsur Subjektif:
Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri,
merusak atau menghilangkan barang bukti, atau dikhawatirkan akan mengulangi tindak
pidana (psl 21/1 KUHAP).

10
F. Tata cara penahanan
a. dengan surat perintah penahanan dari penyidik/penuntut umum/hakim yg berisi:
– identitas tersangka,
– menyebut alasan penahanan,
– uraian singkat kejahatan yg disangkakan,
– menyebut dgn jelas ditempat mana tersangka ditahan. (psl 21/2)
b. menyerahkan tembusan surat perintah penahanan kepada keluarga tersangka.
G. Keberatan atas penahanan:
a. tersangka, keluarga, atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan
atau atas jenis penahanan yang dikenakan kepada tersangka kepada penyidik yang melakukan
penahanan itu (psl 123/1)
b. apabila dalam waktu 3 (tiga) permintaan tersebut belum dikabulkan oleh penyidik,
tersangka, keluarga atau PH dapat mengajukan hal itu kepada atasan penyidik (psl 123/3).
c. Penyidik atau atasan penyidik sebagaimana dalam ayat tersebut dapat mengabulkan
permintaan dengan atau tanpa syarat (psl 123/5).
H. Macam-macam bentuk penahanan:
a. Rumah tahanan negara (Rutan)
Tersangka atau terdakwa yang masih sedang dalam proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan pengadilan ditahan di Rutan.
Perbedaan jenis-jenis penahanan sebagaimana yang di maksud pasal 22 (1) KUHAP, dapat
juga dilihat perbedaan cara pengurangannya dari pidana yang di jatuhkan. Dalam pasal 22
ayat 4 KUHAP dinyatakan bahwa masa penangkapan dan penahanan (Rutan) dikurangkan
sepenuhnya dari pidana yang di jatuhkan. Kemudian dalam ayat 5 pasal tersebut dinyatakan
pula bahwa penahanan rumah hanya dikurangkan 1/3 dan tahanan kota dikurangkan 1/5 dari
pidana yang dijatuhkan. Mengenai jangka waktu penahanan diatur dalam pasal 24 sampai
dengan pasal 29 KUHAP, pengaturan tersebut dilakukan secara instansional sesuai dengan
tahap pemeriksaan.
Pengeluaran tahanan
a. pengeluaran tahanan atas permintaan penyidik untuk kepentingan pemeriksaan (psl 112)
b. pengeluaran tahanan karena pengalihan jenis penahanan (psl 22/1 dan 3b)
 Pembebasan tahanan
a. apabila seorang tersangka/terdakwa tidak diperlukan lagi penahanan guna kepentingan
pemeriksaan, instansi yang melakukan penahanan dapat atau berwenang untuk

11
memerintahkan pembebasan tahanan dari rutan (psl 24, 25, 26, 27, 28)
b. apabila hukuman yang dijatuhkan telah sesuai dengan masa tahanan yang dijalani, pejabat
rutan berwenang untuk mengeluarkan seorang tahanan dari rutan apabila putusan
peminadanaan yang dijatuhkan pengadilan terhadap tahanan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, sedang pemidanaan yang dijatuhkan pengadilan sama lamanya dengan masa
tahanan yang dijalani. Kepala rutan tidak memerlukan surat perintah dari instansi manapun
untuk membebaskan tahanan.
 Pembebasan tahanan demi hukum
Apabila masa tahanan telah habis, tetapi tidak ada surat perpanjangan penahanan. Maka
kepala rutan harus membebaskan tahanan dari rutan.
 Pengeluaran tahanan
a. pengeluaran tahanan atas permintaan penyidik untuk kepentingan pemeriksaan (psl 112)
b. pengeluaran tahanan karena pengalihan jenis penahanan (psl 22/1 dan 3b)
 Pembebasan tahanan
a. apabila seorang tersangka/terdakwa tidak diperlukan lagi penahanan guna kepentingan
pemeriksaan, instansi yang melakukan penahanan dapat atau berwenang untuk
memerintahkan pembebasan tahanan dari rutan (psl 24, 25, 26, 27, 28)
b. apabila hukuman yang dijatuhkan telah sesuai dengan masa tahanan yang dijalani, pejabat
rutan berwenang untuk mengeluarkan seorang tahanan dari rutan apabila putusan
peminadanaan yang dijatuhkan pengadilan terhadap tahanan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, sedang pemidanaan yang dijatuhkan pengadilan sama lamanya dengan masa
tahanan yang dijalani. Kepala rutan tidak memerlukan surat perintah dari instansi manapun
untuk membebaskan tahanan.
 Pembebasan tahanan demi hukum
Apabila masa tahanan telah habis, tetapi tidak ada surat perpanjangan penahanan. Maka
kepala rutan harus membebaskan tahanan dari rutan.
b. Rumah, penahanan rumah dijelaskan dalam peraturan pelaksanaan KUHAP,tapi hal ini
tidak disebut dalam PP Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP. Dalam praktik,
jarang dilakukan penahanan rumah.
c. Kota (psl 22/1)
Dilakukan di kota/desa/kampung tempat kediaman tersangka. Selama dalam tahanan wajib
melapor pada waktu yang ditentukan (psl 22/3) Pengalihan jenis penahanan (psl 23).
Perbedaan jumlah pengurangan masa penahanan Rutan dan penahanan rumah/kota tersebut di

12
dasarkan pada pemikiran bahwa penahanan Rutan dirasakan sebagai bentuk penahanan yang
paling berat di bandingkan dengan jenis penahanan rumah/kota.
pasal 22 ayat (5), untuk penhanan kota pengurangannya 1/5 dari jumlah lamanya waktu
penahanan. Ini berarti bahwa penyidik atau penuntut umum atau hakim dalam mengalihkan
bentuk penahanan dari satu ke yang lain harus menghitung dengan seksama.
I. Tata cara pengalihan penahanan:
Penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan
yang satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 22.
Pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengn surat perintah dari penyidik
atau penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka
atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan pasal 23
(berkenaan dengan jangka waktu penahanan menurut pasal 24 KUHAP):
a. perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 20,
hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
b. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat 1 apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang
untuk paling lama empat puluh hari. Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan
oleh pejabat yang berwenang untuk itu atas dasar alas an dan resume hasil pemeriksaan yang
diajukan kepadanya.
c. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika
kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
d. Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka
dari tahanan demi hukum.
Setiap orang yang ditahan dapat mengajukan permohonan pengalihan jenis penahanan dari
penahanan rutan ke jenis penahanan rumah atau jenis penahan kota.
 Pengurangan masa tahanan:
a. Penahanan rutan, pengurangannya sama dengan jumlah masa penahanan.
b. Penahanan rumah,pengurangannya sama dengan 1/3 x jumlah masa penahanan.
c. Penahanan kota, jumlah pengurangan masa penahanannya sma dengan 1/5 x jumlah masa
penahanan kota yang telah dijalani. (psl 22/5)
 Kunjungan penasihat hukum ke rutan
Harus meminta ijin dulu dari instansi yang bertanggungjawab secara yuridis atas

13
penahanan (psl 20 Per MenKeh No. M.04.UM.01.06/1983)
 Penangguhan penahanan
Atas permintaan tersangka atau terdakwa penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai
dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan
atau tanpa jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan. (psl 31 KUHAP Jo. Psl 35 dan
36 PP no. 27/1983 Jo. Psl 25 Per MenKeh No. M.04.UM.01.06/1983. tgl 16 Desember 1983
Jo. Kep MenKeh No. M.14-PW.07.03/1983 tanggal 10 Desember 1983)
 Syarat yang ditentukan dalam hal penangguhan penahanan adalah :
a. tidak keluar rumah dan kota;
b. wajib lapor.
 Penangguhan penahanan dapat terjadi apabila ada:
1. permintaan dari tersangka/terdakwa
2. permintaan disetujui oleh instansi yang menahan dengan syarat dan jaminan yang
ditetapkan
3. ada persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan jaminan
yang ditetapkan
 Jaminan penangguhan penahanan bisa berupa
1. Jaminan Uang yang ditetapkan secara jelas dan disebutkan dalam surat perjanjian
penangguhan penahanan. Uang jaminan tersebut disimpan di kepaniteraan Pengadilan Negeri
yang penyetorannya dilakukan oleh tersangka/terdakwa atau keluarganya atau kuasa
hukumnya berdasarkan formulir penyetoran yang dikeluarkan oleh instansi yang menahan.
Bukti setoran tersebut dibuat dalam rangkap tiga dan berdasarkan bukti setoran tersebut maka
instansi yang menahan mengeluarkan surat perintah atau surat penetapan penangguhan
penahanan
2. Jaminan orang, maka si penjamin harus membuat pernyataan dan kepastian kepada instansi
yang menahan bahwa penjamin bersedia bertanggung jawab apabila tersangka/terdakwa yang
ditahan melarikan diri. Untuk itu harus ada surat perjanjian penangguhan penahanan pada
jaminan yang berupa orang yang berisikan identitas orang yang menjamin dan instansi yang
menahanenetapkan besarnya jumlah uang yang harus ditanggung oleh penjamin (uang
tanggungan)
 Penyetoran uang tanggungan baru bisa dilaksanakan apabila
1. tersangka/terdakwa melarikan diri
2. setelah tiga bulan tidak diketemukan

14
3. penyetoran uang tanggungan ke kas negara dilakukan oleh orang yang menjamin melalui
kepaniteraan Pengadilan Negeri
4. pengeluaran surat perintah penangguhan didasarkan atas jaminan dari si penjamin.

III. PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN

A. Penggeledahan
1. Pengertian Penggeledahan
Penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk
memasuki dan melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman seseorang atau untuk
melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya
melakukan pemeriksaan ,tapi bisa juga sekali gus untuk melakukan penangkapan dan
penyitaan. Hal ini sesuai dengan KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
(KUHAP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 32 Untuk kepentingan penyidikan,
penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau
penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Mengenai
Penggeledahan hal ini diatur dalam UU No 8 Tahun 1981 pasal 32 sampai 37.

2. Pejabat yang berwenang Menggeledah


Wewenang penggeladahan semata-mata hanya diberikan kepada pihak penyidik,baik
penyidik Polri maupun penyidik pegawai negri sipil (PNS).Penuntut umum tidak memiliki
wewenang untuk menggeledah,demikian juga hakim pada semua tingkat peradilan, tidak
mempunyai wewenang untuk itu.Penngeledahan benar-benar ditempatkan pada pemeriksaan
penyelidikan dan penyidikan ,tidak terdapat pada tingkatan pemeriksaan selanjutnya baik
dalam taraf tuntutan dan pemeriksaan peradilan.Pemberian fungsi itu sesuai dan sejalan
dengan tujuan dan pengertian penggeledahan, yang bertujuan untuk mencari dan
mengumpulkan fakta dan bukti serta dimasukan untuk mendapatkan orang yang diduga keras
sebagai tersangka pelaku tindak pidana.

Akan tetapi dalam melaksanakan wewenang penggeledahan ,penyidik tidak seratus persen
berdiri sendiri,penyidik diawasi dan dikaitkandengan Ketua Pengadilan Negri dalam
melakukan setiap penggeledahan .Pada setiap tindakan penggeledahan ,penyidik wajib
memerlukan bantuan dan pengawasan ketua Pengadilan Negri,bantuan itu berupa keharusan:

1. Kalau keadaan penggeledahan secara biasa atau dalam keadaan normal penggeledahan
baru dapat dilakukan penyidik ,setelah lebih dulu mendapat izin dari ketua Pengadilan Negri .

15
2. Dalam keadaan luar biasa dan mendesak ,penyidik dapat melakukan
penggeledahan tanpa lebih dulu mendapatkan izin dari ketuan Pengadilan Negri ,namun segera
sesudah penggeledahan ,penyidik wajib meminta persetujuan ketua Pengadilan Negri
setempat.

3. Waktu Penggeledahan
Penggeledahan yang baik dan tepat adalah apabila penggeledahan dilakukan disiang
hari,hal ini disebabkan pada siang hari anak-anak tersangka sedang berada di sekolah dan
tetanggapun sibuk diluar rumah,kecuali dalam hal-hal tertentu.Sama-sama kita ketahui bahwa
penggeladahan menimbulkan akibat yang luas terhadap kehidupan pribadi dan mengundang
perhatian masyarakat,maka waktu penggeledahan harus dipilih dengan tepat.Sementara itu
penggeledahaan pada malam hari adalah saat yang tidak tepat dan tidak baik,karena
penggeledahan pada tengah malam akan menimbulkan ketakutan dan kekagetan yang sangat
,trauma bagi anak-anak,itu sebabnya berdasarkan Stbl 1865, pasal 3,melarang penggeledahan
rumah dilakukan pada malam hari .Oleh karena itu penggeledahan sebisa mungkin untuk bisa
dilakukan pada siang hari,itupun hendaknya dicari waktu dan momen yang dapat menghindari
akibat sampingan,yang bisa merusak pertumbuhan kejiwaan dan mental anak-anak dan
keluarga tersangka.

4. Jenis Penngeledahan :
1. Penggeledahan rumah
Penggeledahan rumah adalah suatu tindakan dari penyidik untuk memasuki rumah tempat
tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan pemeriksaan dan atau penyitaan dan
penangkapan, atas dua, yaitu:sesuai dengan undang-undang (pasal 1 butir 17
KUHAP).Wewenang mengadakan penggeledahan rumah, diatur dalam KUHAP pasal 33

Membicarakan penggeledahan rumah tempat kediaman, dapat dibedakn sifatnya.pertama


bersifat biasa atau dalam keadaan normal,kedua bersifat atau dalam keadaan yang sangat perlu
dan mendesak.perbedaan sifat ini dengan sendirinya membawa perbedaan dalam tata cara
pelaksanaan.
a. Penggeledahan Biasa
Penngeledahan biasa diatur dalam pasal 33 KUHAP.Tata cara penggeledahan yang diatur
dalam pasal 33 pada saranya merupakan aturan pedoman umum penggeledahan.

Tata cara penggeladahan dalam hal biasa.

16
a. Harus ada surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat
b. Petugas Kepolisian membawa dan memperlihatkan surat tugas
c. Setiap penggeledahan rumah tempat kediaman harus ada pendamping :
1. Didampingi dua orang saksi,jika tersangka atau penghuni rumah yang dimasuki dan
digeledah menyetujui.
2. Jika tersangka atau penghuni rumah tidak setuju, dan tidak menghadiri, maka petugas harus
menghadirkan Kepala Desa atau Kepala Lingkungan (RW/RW) sebagai saksi dan ditambah
dua orang saksi lain yang diambil dari lingkungan warga yang bersangkutan.
d. Kewajiban membuat berita acara penggeledahan (Diatur dalam Pasal 126 dan 127 KUHAP)
1. Dalam waktu dua hari atau paling lambat dalam tempo dua hari setelah memasuki rumah
dan atau menggeledah rumah ,harus dibuat berita acara yang memuat penjelasan tentang
jalanya dan hasil penggeledahan rumah.
2. Setelah berita acara siap dibuat ,penyidik atau petugas yang melakukan penggeledahan
membacakan lebih dulu berita acara kepada yang bersangkutan.
3. Setelah siap dibacakan ,kemudian berita acara penggeledahan :
• Diberi tanggal
• Ditanda tangani oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni
rumah serta oleh kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan
• Dalam hal tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu
dicatat dalam berita acara dan sekali gus menyebut alasan penolakanya.
4. Penyampaian turunan berita acara penggeledahan rumah .Turunan berita acara
penggeledahan rumah yang telah ditandatangani oleh pihak yang terkait,disampaikan kepada
pemilik atau penghuni rumah.
e. Penjagaan rumah atau tempat.Hal ini diatur dalam Pasal 127 KUHAP yang memberikan
wewenang kepada penyidik untuk :
1. Mengadakan penjagaan terhadap rumah yang digeledah.
2. Penyidik jika dianggap perlu dapat menutup tempat yang digeledah.
3. Disampaing hal-hal yang dijelaskan diatas, penyidik berhak memerintahkan setiap setiap
orang yang dianggap perlu untuk tetap tinggal ditempat penggeledahan selama penggeledahan
masih berlangsung.
b. Penggeledahan dalam keadaan mendesak
Hal ini diatur dalam pasal 34 KUHAP yang menegaskan: dalam keadaan yang sangat
perlu dan mendesak,bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk lebih

17
dulu mendapat surat izin Ketua Pengadilan Negeri, penyidik dapat langsung bertindak
mengadakan penggeledahan

Tata cara penggeledahan dalam keadaan mendesak :

1. Penggeladahan dapat langgsung dilaksanakan tanpa terlebih dahulu ada izin ketua
Pengadilan Negeri.Tempat-tempat yang digeledah meliputi :
• Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada.dan yang ada di
atasnya.
• Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal,berdiam atau ada.
• Ditempat penginapan dan tempat umum lainnya.

3. Dalam tempo dua hari setelah penggeledahan ,penyiidik membuat berita acara,yang
berisi jalanya dan hasil enggeledahan.

• Berita acara dibacakan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan


• Diberi tanggal
• Ditanda tangani oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni
rumah serta oleh kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan
• Dalam hal tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu
dicatat dalam berita acara dan sekali gus menyebut alasan penolakanya.
3. Kewajiban penyidik segera melapor:
• Melaporkan penggeledahan yang telah dilakukan kepada ketua pengadilan
negeri,dan
• Sekaligus dalam laporan itu penyidik meminta persetujuan ketua pengadilan negeri
atas penggeledahan yang telah dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak.

B. PENYITAAN
C. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan
tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan
peradilan. (KUHAP Pasal 1 butir 16).
D. Dengan penyitaan sesuatu benda diartikan pengambil alihan atau penguasaan benda itu
guna kepentingan acara pidana (Pasal 134).
E. Persamaan kedua definisi tersebut ialah pengambilan dan penguasaan milik orang. Dengan
sendirinya hal itu langsung menyentuh dan bertentangan dengan hak asasi manusia yang

18
pokok, yaitu merampas penguasaan hak milik orang.
F. Jadi Penyitaan adalah suatu cara yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang
untuk menguasai sementara waktu barang-barang, baik yang merupakan hak milik
tersangka/terdakwa ataupun bukan, tetapi berasal dari atau ada hubungannya dengan suatu
tindak pidana dan berguna untuk pembuktian.
G.
H. Benda-benda yang dapat disita adalah:
I. a) Benda atau tagihan tersangka/terdakwa, yang seluruhnya atau sebagian diduga
diperoleh dari tindak pidana atau hasil tindak pidana
J. b) Benda yang telah dipergunakan secara langsung melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya (Pasal 39 ayat (1) butir b KUHAP)
K. c) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan (Pasal 39 ayat (1)
butir c KUHAP)
L. d) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana (Pasal 39 ayat
(1) butir d KUHAP)
M. e) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan
(Pasal 39 ayat (1) butir e KUHAP).
N. Menurut Pasal 39 (2) KUHAP, benda yang berada dalam sitaan karena perkara atau karena
pailit, juga dapat disita untuk kepentingan penyidikkan, penuntutan dan pengadilan perkara
pidana.
O. Dalam hal tertangkap tangan, penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau
yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang
dapat dipakai sebagai barang bukti (Pasal 40 KUHAP).Dalam hal tertangkap tangan
penyitaan tidak memerlukan izin dari Ketua Pengadilan Negeri di tempat tersebut.
Selanjutnya dapat dilihat dalam KUHAP Pasal 41 dan 43.
P. Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan Negara (Pasal 44 ayat (1)
KUHAP). Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan Negara di tempat yang
bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor kepolisian
Negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di gedung bank pemerintah dan
dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda
itu disita.
Q. Dalam pasal 44 ayat (2) KUHAP di sebutkan penyimpanan benda sitaan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang
sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang
19
untuk dipergunakan oleh siapapun juga.Diatur juga dalam Pasal 45 ayat (1) KUHAP
tentang pemeliharaan dan penyelesaian benda-benda sitaan yang lekas rusak atau
membahayakan atau biaya penyimpanannya terlalu tinggi. Benda-benda semacam itu jika
masih di tangan penyidik atau penuntut umum, dapat dijual lelang atau dapat diamankan
oleh penyidik atau penuntut umum dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya. Jika
sudah ada di tangan pengadilan dapat dilakukan hal yang sama oleh penuntut umum atas
izin hakim yang menyidangkan perkaranya.
R. Menyangkut benda sitaan atau rampasan berupa narkotika, sama dengan ketentuan Pasal
45 ayat (4) KUHAP tersebut di muka, dimusnahkan atau diserahkan kepada dinas
kesehatan. Untuk ini, telah ditandatangani piagam kerja sama antara Jaksa Agung dan
Menteri Kesehatan pada tanggal 8 Juni 1983. Penyitaan dapat berakhir sebelum ada
putusan hakim. Dalam Pasal 46 ayat (1) KUHAP menyebutkan tentang berakhirnya suatu
penyitaan sebagai berikut:
S. 1. Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari
siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:
T. a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi.
U. b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau tidak merupakan
delik.
V. c. Perkara tersebut dikesampingkan demi kepentingan umum atau perkara tersebut
ditutup demi hukum, kecuali benda tersebut diperoleh dari suatu delik atau yang
dipergunakan untuk melakukan suatu delik.
W. 2. Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan
kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika
menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk Negara, untuk dimusnahkan atau untuk
dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan
sebagai barang bukti dalam perkara lain.
X.
Y. Pasal-pasal terkait dengan penyitaan yaitu:
Z. ➢ Pasal 38 KUHAP :
(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua PN setempat.
(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera
bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat
melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan
kepada Ketua PN setempat guna memperoleh persetujuannya.
20
➢ Pasal 39 KUHAP :
(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah :
a) Benda atau tagihan tersangka/terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh
dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana.
b) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya.
c) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
d) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana.
e) Benda lain yanng mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan
(2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga
disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang
memenuhi ketentuan Ayat (1).

➢ Pasal 42 KUHAP :
(1) Penyidikan berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang
disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada
yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
➢ Pasal 43 KUHAP :Penyitaan surat atau tulisan lain dan mereka yang berkewajiban
menurut UU untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya
dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas izin khusus Ketua PN setempat kecuali
UU menentukan lain.
➢ Pasal 46 KUHAP :
(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan
siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila :
a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi
b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak
merupakan tindak pidana
c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut
ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau yang
dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
(2) Apabila suatu perkara telah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan
dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut
kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan

21
atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih
diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.
➢ Pasal 128 KUHAP :Dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu dia
menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita.
➢ Pasal 129 KUHAP :
(1) Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu
akan disita atau kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan
disita itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan 2 orang saksi.
(2) Penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada
orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani
oleh penyidik maupun orang atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan
dengan 2 orang saksi.
(3) Dalam hal orang dari mana benda itu disita atau keluarganya tidak mau membubuhkan
tandatangannya hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
(4) Turunan dari berita acara itu disampaikan oleh penyidik kepada atasannya, orang
darimana benda itu disita atau keluarganya dan kepala desa.
➢ Pasal 130 KUHAP :
(1) Benda sitaan sebelum dibungkus :
Dicatat• berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing
Ciri• maupun sifat khas
Tempat•
Hari• dan tanggal penyitaan
Identitas• orang dari mana benda itu disita, dll
Diberi• hak dan cap jabatan dan ditandatangani oleh penyidik
(2) Dalam hal benda sitaan tidak mungkin dibungkus, penyidik memberi catatan
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), yang ditulis diatas label yang ditempelkan dan atau
dikaitkan pada benda tersebut.

22
23

Anda mungkin juga menyukai