SKRIPSI
Oleh:
SITI NABILA
H1A119107
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................6
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................6
D. Manfaat Penelitian...................................................................................6
ii
1. Pertimbangan Yuridis.......................................................................30
A. Tipe Penelitian.......................................................................................35
B. Pendekatan Penelitian............................................................................35
BAB V PENUTUP................................................................................................66
A. Kesimpulan............................................................................................66
B. Saran......................................................................................................67
DAFTAR PUTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pidana biasanya dilandasi dengan berbagai motif maupun rencana, mulai dari sakit
hati, dendam, berselih paham hingga berujung perkelahian, hutang piutang, dan
lain sebagainya.
Dalam hal yang demikian, sering kali seseorang demi menyelamatkan diri
untuk mencapai keadilan sebagai salah satu tujuan hukum. Namun tidak semua
tindak pidana dapat dijatuhi sanksi. Ada keadaan-keadaan tertentu yang dapat
menghapus sifat melawan hukum dari tindak pidana. Didalam Kitab Undang-
pidana yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf. Ketentuan alasan penghapus
1
pidana yang diatur dalam KUHP ini bisa merupakan pembelaan diri terhadap
serangan atas hak-hak tertentu yaitu hak atas diri, kehormatan kesusilaan, dan
harta.
tidak.1 Alasan pemaaf, perbuatan itu salah akan tetapi masih dipertanyakan
oleh Fletcher sangat erat kaitanya dengan elemen-elemen perbuatan pidana yang
terdiri dari memenuhi unsur delik, melawan hukum dan dapat dicela. Elemen
memenuhi unsur delik identik dengan perbuatan pidana itu sendiri, sedangkan
pertanggungjawaban pidana.2
kepada hakim dan peraturan ini menetapkan berbagai keadaan pelaku yang telah
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka,
1
2
memenuhi perumusan delik sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang
dalam kualifikasi alasan pembenar yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP
pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan
kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau
ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”. Alasan
penghapus pidana yang dalam doktrin disebut pembelaan terpaksa yang diatur
dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP ini merupakan terjemahan dalam bahasa belanda
yaitu noodweer.
tetapi dalam hal ini yang diserang adalah untuk membela diri dari sipenyerang.
Oleh karena itu tindakan yang diserang dibenarkan oleh undang-undang atau sifat
pidana misalnya merampas nyawa orang lain, tetapi pada akhirnya dirinya
tidaklah dipidana. Oleh karena perbuatan itu ia lakukan dalam rangka pembelaan
4
M. Hamdan, Alasan Penghapus Pidana Teori dan Studi Kasus, PT. Refika Aditama,
Bandung, 2014, h. 27.
3
terpaksa (noodweer) untuk menyelamatkan atau mempertahankan dirinya dari
dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP.6 Akan tetapi pada kenyataanya sering kali orang
oleh hakim pengadilan sekalipun perbuatanya itu memang perlu dilakukan untuk
perbuatan itu tidak memenuhi unsur-unsur pembelaan terpaksa dalam arti Pasal 49
pidana yang digunakan oleh terdakwa dimuka persidangan yang diharapkan dapat
subsidaritas, yaitu dakwaan Primairnya adalah Pasal 338 KUHP dan dakwaan
5
Revani Engeli Kania Lakoy, Syarat Proposionalitas dan Subsidaritas dalam Pembelaan
Terpaksa Menurut Pasal 49 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2020, h. 46.
6
Ibid.
4
Dalam kasus ini terdakwa telah menghilangkan nyawa korban, dimana hal
diri) dari serangan korban yang bertujuan untuk membunuhnya dengan serangan
tikaman menggunakan senjata tajam berupa badik. Hal itu dipicu oleh dendam
korban yang tidak pernah usai dari kesalah pahaman yang terjadi tujuh tahun yang
lalu antara korban dan keluarga terdakwa, sehingga membuat korban kembali
menemui terdakwa dan mengatakan ingin membunuh terdakwa yang saat itu
alat bukti dan keyakinan dari hakim itu sendiri. Keyakinan Hakim semakin
diperkuat dengan adanya alat-alat bukti yang dihadirkan dan melihat fakta-fakta
yang ada dalam persidangan. Setiap perkara yang diajukan kepadanya, dalam
memberikan putusan, selain harus memiliki dasar yang kuat juga wajib
masyarakat.7
7
Ahmad Kamli dan M. Fauzan, Kaidah-Kaidah Hukum Yurispurdensi, Kencana, Jakarta,
2008, h. 34.
5
B. Rumusan Masalah
yaitu apa dasar ratio decidendi hakim mengabaikan konsepsi pembelaan terpaksa
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
(noodweer).
2. Manfaat Praktis
bidang ilmu yang telah ditekuni baik dalam teori maupun praktek.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dengan berbagai istilah antara lain, Strafbaarfeit dan sering pula menggunakan
adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana.
Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya suatu perbuatan
terdapat dalam WvS Belanda dengan demikian juga WvS Hindia Belanda
(KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yan dimaksud dengan
strafbaarfeit.8
yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah
undangan kita.
8
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002, h. 67.
9
Ibid.
7
3. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan
5. Perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam
pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan
istilah strafbaarfeit itu sebagai kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-
undang, melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.11
Tindak pidana yang merupakan hasil terjemahan dari strafbaarfeit ini telah
masksudnya masih sama. Topo Santoso mengatakan, tindak pidana berarti suatu
yang dengan sengaja maupun tidak disengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku,
8
atau aan schuld wijten atau yang bersifat melawan hukum yang telah dilakukan
Dari apa yang telah diuraikan oleh pompe, ada hubungan yang sangat erat
kaitanya antara strafbaarfeit atau tindak pidana dengan sifat melawan hukum dari
adanya perbuatan pidana. Dalam menjatuhkan suatu hukuman itu tidak cukup
person atau seseorang yang dapat dihukum, dimana orang tersebut dapat dijatuhi
hukuman apabila tindak pidana yang telah ia lakukan itu bersifat melawan hukum
dan ia lakukan dengan sengaja maupu tidak dengan sengaja. Bersifat melawan
hukum dapat berarti bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan
yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan
perbuatan saja yaitu sifat dilarang dengan ancaman dengan pidana jika dilanggar.
13
PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1997,
h. 207.
14
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Rajawali Pers,
Jakarta, 2016, h. 55-59.
9
Berdasarkan pendapat beberapa ahli hukum yang telah dikemukakan
diatas, maka dapat diartikan yang dimaksud dengan tindak pidana adalah suatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia, diatur oleh undang-undang yang memuat
perintah dan larangan apabila tidak dipatuhi diberikan sanksi pidana, yang mana
Setiap tindak pidana yang terdapat didalam KUHP itu pada umumnya
yang diperlukan untuk dapat dipidananya suatu perbuatan dari pelaku dan yang
muncul dari bagian umum kitab undang-undang dan asas hukum umum. Untuk
seorang tersebut telah melakukan sesuatu tindakan yang dilarang oleh undang-
undang.
Ada dua sudut pandang mengenai unsur-unsur tindak pidana yaitu sudut
merupakan sudut pandang yang berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang
tercermin pada bunyi rumusannya. Maksudnya ialah unsur tindak pidana ini
berlandaskan pada apa yang dikemukakan oleh para ahli hukum. Sedangkan
10
a. Unsur-unsur tindak pidana menurut beberapa teoritis
adalah :
berikut :16
jika dilhat seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti
berikut :
11
3. Diancam dengan hukuman.
5. Dipersalahkan/kesalahan.
pidana meliputi:17
1. Subjek.
2. Kesalahan.
berikut:18
17
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Suatu pengantar, Reflika Aditama,
Bandung, 2011, h. 99.
18
Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1983, h. 26-27.
12
b. Unsur-unsur tindak pidana dalam undang-undang
tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, sementara dalam buku ke III
maka dapat diketahui ada delapan unsur tindak pidana yaitu unsur tingkah laku,
unsur melawan hukum, unsur kesalahan, unsur akibat konstutif, unsur keadaan
yang menyertai, unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana, unsur
syarat tambahan untuk memperberat pidana, unsur syarat tambahan untuk dapat
dipidana.
Unsur-unsur setiap tindak pidana pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua
macam unsur yakni unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah
unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan segala
sesuatu yang terkandung didalam hatinya, keadaan dimana yang sifat melawan
hukumnya terletak didalam hati sanubari (batin) pelaku itu sendiri. Sendangkan
unsur objektif adalah semua unsur yang berada diluar keadaan batin
unsur tindak pidana yang ada dalam KUHP tersebut, unsur melawan hukum dan
obyektif.
13
menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Berdasaran pengertian tersebut,
tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa dan
gejala masyarakat.
3. Psikologi kriminil yaitu ilmu penegtahuan tentang penjahat yang dilihat dari
sudut jiwanya.
kejahatan.
kejahatan.
19
Eddy O.S. Hiariej, Op.Cit., h. 6-7.
14
Adapun faktor-faktor sosial yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap
1. Faktor ekonomi, meliputi sistem ekonomi yang tidak saja merupakan sebab
utama (basic causa) dari terjadinya kejahatan terhadap hak milik, juga
20
Stepen Huwitz, Kriminologi, Saduran Moeljatno, Bina Aksara, Jakarta, 1986, h. 86.
15
c. Adanya demonstration effects, yaitu kecenderungan masyarakat untuk
g. Penyakit kejiwaan.
penting terjadi tindak pidana yaitu adanya nia dan kesempatan. Kedua faktor ini
dua kelompok besar yaitu dalam buku kedua dan buku ketiga yakni kejahatan dan
dilindungi oleh KUHP terhadap tindak pidana tersebut. Misalnya Bab I buku
21
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, h. 58.
16
hukum yang dirasa melanggar rasa keadilan. Sedangkan delik undang-undang
melanggar apa yang ditentukan oleh undang-undang. Disamping itu dari sudut
pandang yang lain kejahatan ialah delik yang melanggar kepentingan hukum dan
Delik formil adalah delik dimana dengan dilakukan perbuatan itu maka
delik itu dianggap selesai. Atau bisa disebut juga delik yang titik beratnya pada
perbuatan itu. Sebaliknya delik materil, delik itu dianggap selesai apabila
akibatnya sudah terjadi. Seperti pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338
KUHP, yang dilihat adalah dari perbuatanya itu menyebabkan matinya seseorang
omissionem commissa23
Kemudian delicta omissionis atau juga disebut delik omisi yaitu tidak
Delik omisi didasarkan pada suatu adagium “qui potest et debet vetara, tacens
jubet” artinya, seseorang yang berdiam, tidak mencegah atau tidak melakukan
22
Andi Hamzah, Op. Cit., h. 98-99.
23
Eddy O.S. Hiariej, Loc. Cit., h. 137-138.
17
sesuatu yang harus dilakukan, sama saja seperti ia yang memerintahkan.
Contohnya Pasal 224 KUHP. Bila seseorang dipanggil sebagai saksi dan tidak
hadir tanpa alasan yang sah, maka orang tersebut telah melakukan delik omisi.
commissionis per omissionem commissa. Secara singkat dapat dipahami, delik ini
menimbulkan akibat.
Delik dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaan atau dengan
sengaja. Sedangkan delik culpa didalam rumusanya memuat unsur kealpaan atau
karena kesalahanya.
Pembagian delik menjadi delik biasa atau gewone delic dan delik aduan
atau klacht delic memiliki arti penting dalam proses peradilan pidana. Delik aduan
merupakan tidak pidana yang dapat dilakukan penuntutan apabila ada pengaduan
dari orang yang dirugikan. Delik biasa adalah tindak pidana yang dapat dituntut
Pada dasarnya hampir semua delik dalam KUHP adalah delik tunggal atau
enkelvoudige delic. Delik tunggal adalah delik yang pelakunya dapat dipidana
hanya dengan satu kali saja melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak
delik gabungan ini terlihat dari perbuatan-perbuatan pelaku yang relevan satu
18
sama lain, sedangkan secara subjektif delik gabungan tersebut memperlihatkan
seseorang, yang terdiri dari 13 Pasal yakni Pasal 338, Pasal 339, Pasal 340, Pasal
341, Pasal 342, Pasal 343, Pasal 344, Pasal 345, Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348,
Pasal 349, dan Pasal 350. Bentuk pokok dari kejahatan ini adalah pembunuhan
lain.
jiwa seseorang, yang dilakukan dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain
menghilangkan jiwa orang lain itu seseorang pelaku harus melakukan sesuatu atau
suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan
catatan bahwa niat dari pelakunya itu harus ditujukan pada akibat berupa
19
tersebut dianggap telah selesai. Artinya jika akibat berupa meninggalnya orang
lain belum timbul berarti suatu tindak pidana pembunuhan belum dapat dikatakan
macam-macam yaitu dapat berupa menikam dengan pisau atau benda tajam,
menembak menggunakan senja api, memukul dengan alat berat, mencekik dengan
tangan, memberikan racun, dan sebagainya, bahkan dapat berupa diam saja
kesengajaan dalam salah satu dari tiga wujud, yaitu sebagai tujuan untuk
perbuatan yang dilakukan dengan akibat yang terjadi yaitu hilangnya nyawa
seseorang itu.
25
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, 2012, h. 68.
26
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap tubuh & nyawa, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, h.
82.
20
2. Unsur dan Jenis Tindak Pidana Pembunuhan
pembunuhan itu diatur dalam pasal yang berbeda, artinya unsur dalam setiap
Pasal 338, Pasal 339, Pasal 340, Pasal 341, Pasal 342, Pasal 343, Pasal
344, Pasal 345, Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348, Pasal 349 dan Pasal 350.
misdrijven), yang dimuat dalam BAB XXI khusus pada Pasal 359.
Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya dimuat dalam Pasal 338,
27
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002, h. 56.
28
Adami Chazawi, Op. Cit., h. 55-56.
21
Dilihat dari segi “kesengajaan (dolus/opzet)” maka tindak pidana terhadap
biasa yang merupakan delik pembunuhan dalam bentuk pokok atau doodslag,
yang termasuk dalam Pasal 338 Bab XIX KUHP. Rumusan dalam Pasal 338
KUHP yaitu “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
objektif.
1. Dengan sengaja:
29
https://www.negarahukum.com/hukum/kejahatan-terhadap-nyawa.html.
22
suatu maksud atau tujuan yakni adanya niat untuk menghilangkan nyawa
orang lain.
b) Jika timbulnya akibat hilangnya jiwa orang lain tanpa dengan sengaja atau
bukan menjadi tujuan atau bukan bermaksud dan tidak pernah diniatakan,
dilakukan dengan sengaja, jadi dalam hal ini pelaku atau pembuat harus
timbulnya suatu maksud atau niat untuk membunuh tidak dengan pikir-
23
pembuktianya unsur ini apabila tersangka atau terdakwa tersebut
meninggal dunia.
a) Unsur ini disyaratkan adanya orang mati. Diamana orang mati adalah
b) Pengertian orang lain adalah semua orang yang tidak termasuk dirinya
sendiri si pelaku.
24
d) Kematian tersebut tidak perlu terjadi seketika itu atau sesegera itu, tetapi
e) Untuk memenuhi unsur hilangnya jiwa atau matinya orang lain tersebut
pelaku, harus menjadi tujuan dan niat dimana perbuatan itu dilakukan untuk
kehendak dari perbuatan tersebut. Dengan sengaja berarti mempunyai maksud dan
seseorang tanpa dengan sengaja atau bukan dari tujuan dan maksudnya, maka
hanya dari akibat perbuatanya yaitu menghilangkan jiwa seseorang. Untuk dapat
dengan besi, menusuk atau menikam dengan senjata tajam, mencekik lehernya,
25
C. Tinjauan Umum Tentang Noodweer
Pembelaan terpaksa atau disebut juga dengan noodweer, terdiri dari dua
kata yakni “nood” yang artinya darurat, dan “weer” artinya pembelaan. Sehingga
secara harfiah perkataan noodweer itu dapat diartikan sebagai suatu pembelaan
penghapus pidana dirumuskan dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP yang berbunyi
serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum terhadap diri
sendiri maupun orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri
maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat
serangan yang bersifat seketika dan bersifat melawan hukum yang dalam ilmu
30
Wenlly Dumgair, Pembelaan Terpaksa (Noodweer) dan pembelaan terpaksa yang
melampaui batas (Noodweer Axces) Sebagai Alasan Penghapus Pidana, Lex Crimen, Fakultas
Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2016, h. 62.
31
Ibid.
32
Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, Sinar Harapan, Jakarta, 1983, h. 32.
26
pengetahuan hukum pidana disebut juga dengan istilah notwehr, legitim defense,
suatu pembelaan diri dari ancaman seseorang yang menyangkut harta benda
maupun kesusilaan diri sendiri maupun orang lain pada waktu yang bersamaan
dan dalam keadaan yang sudah sangat terpaksa sehingga sudah tidak ada lagi
pilihan selain untuk melakukan tindakan yang termasuk dalam tindak pidana
tersebut.
adalah menghakimi terhadap orang yang berbuat melawan hukum terhadap diri
orang itu atau orang lain. Perbuatan itu dilarang oleh undang-undang namun
dalam pembelaan terpaksa dengan alasan keadaan darurat, hal itu menjadi
adalah:34
b. Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta
c. Ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu.
33
https://www.negarahukum.com/hukum/syarat-pembelaan-terpaksa.html.
34
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, h. 158.
27
Lebih lanjut, Andi Hamzah menjelaskan bahwa pembelaan harus
seimbang dengan serangan atau ancaman. Serangan tidak boleh melampaui batas
(subsidiariteit). 35
Harus seimbang antara kepentingan yang dibela dan cara yang
dipakai disatu pihak dan kepentingan yang dikorbankan. Jadi harus proposional.
Pembelaan terpaksa juga terbatas hanya pada tubuh, kehormatan kesusilaan, dan
harta benda. Tubuh meliputi jiwa, melukai dan kebebasan bergerak badan.
1. Untuk membela dirinya sendiri atau orang lain, artinya serangan itu ditujukan
kehormatan kesusilaan.
3. Untuk membela harta benda sendiri atau harta benda orang lain, artinya
itu merupakan lingkup noodweer perlu ditinjau satu per satu dengan
seorang penyerang.
35
Ibid., h. 158-159.
36
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, 2003, h. 87.
28
Dalam Pasal 49 KUHP, R. Sughandi mengatakan bahwa agar tindakan ini
dihukum, maka tindakan itu harus memenuhi tiga macam syarat sebagai berikut:
demikian perlu sehingga boleh dikatakan tidak ada jalan lain yang lebih baik.
3. Harus ada serangan yang melawan hak dan ancaman yang mendadak (pada
saat itu juga). Untuk dapat dikatakan “melawan hak”, penyerang yang
melakukan serangan itu harus melawan hak orang lain atau tidak mempunyai
harta benda.
29
Dari presepsi pembelaan terpaksa yang termuat dalam Pasal 49 ayat (1)
KUHP, maka yang dapat dipahami bahwa pembelaan terpaksa dilakukan apabila:
4. Serangan itu diadakan terhadap diri sendiri, diri orang lain, kehormatan
5. Pembelaan terhadap serangan itu perlu diadakan yakni pembelaan itu bersifat
darurat.
6. Alat yang dipakai untuk membela atau cara membela harus setimpal.
1. Pertimbangan Yuridis
diterapkan sebagai hal yang harus dimuat didalam putusan.37 Pertimbangan hakim
atau ratio decidendi adalah argumentasi atau alasan yang dipakai oleh hakim
persidangan dan oleh undang-undang ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat
maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang
37
Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011, h. 147.
38
Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2007, h. 212-221.
30
timbul dan merupakan konklusi kumulatif dari keterangan para saksi, keterangan
pidana yaitu lokasi perbuatan itu dilakukan, waktu kejadian, dan modus operandi
tentang bagaimana tindak pidana itu dilakukan. Kemudian dapat juga diperhatikan
akibat langsung dan tidak langsung dari perbuatan terdakwa, barang bukti apa saja
dakwaan Penuntut Umum, keterangan saksi, keterangan terdakwa, serta alat bukti
bersifat yuridis saja akan tetapi juga mempertimbangkan yang bersifat non
yuridis. Pertimbangan non yuridis dapat dilihat dari latar belakang, akibat
Melihat kondisi diri terdakwa, dalam hal ini terdakwa dilihat apakah
39
Ibid.
31
arti sudah dewasa atau cakap menurut hukum dan sadar (sedang tidak
gangguan jiwa/gila).
Motif dan tujuan dilakukanya suatu tindak pidana adalah setiap perbuatan
melakukan delik tersebut. Unsur yang dimaksud adalah unsur adanya niat.
Sikap batin pelaku, hal ini dapat diidenifikasikan dengan melihat pada rasa
Riwayat hidup dan sosial ekonomi pelaku tindak pidana juga sangat
adalah pelaku dalam dimintai keterangan atas kejadian suatu perkara, jika
perbuatanya dengan berterus terang dan berkata jujur maka hal tersebu dapat
pelaku.
32
g) Pengaruh pidana pada masa depan pelaku
Pengaruh pidana pada masa depan pelaku artinya pidana juga mempunyai
tujuan yaitu membuat jera kepada pelaku tindak pidana. Juga untuk
berguna.40
di dalam praktik, tidak akan dapat menjawab apabila beribu-ribu masalah yang
ditulis tetap seperti apa yang tertulis. Sebaliknya, manusia tidak pernah berhenti
bergerak. Dari apa yang dikemukakan, Portalis mengakui bahwa di dalam praktik
kewenanganya.41
40
Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, h. 63.
41
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana, Jakarta, 2017, h.
187-188.
33
1. Putusan Pemidanaan
Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) Undang-undang Nomor
yang berbunyi:
2. Putusan Bebas
Putusan bebas ini diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
3. Putusan Lepas
Putusan lepas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP
yang berbunyi:
Pada putusan hakim ada asas mutlak yang harus dihormati yakni asas geen
straf zonder schuld yang artinya tidak ada pidana tanpa kesalahan. Hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada siapa saja (terdakwa) yang melakukan tindak
pidana jika orang tersebut tidak mempunyai kesalahan. Laksana sebuah gedung
Karena kesalahan pidana menjadi sah. Dengan perkataan lain, kesalahan adalah
42
M. Hamdan, Jenis-Jenis Putusan Hakim dalam Perkara Pidana (Suatu Catatan tentang
Pembaruan KUHAP), USU Press, Medan, 2010, h. 507 mengutip schaffmeister, Hukum Pidana,
Liberty, Yogyakarta, 1995, h. 83.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah tipe
yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa
perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan
(act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum)
B. Pendekatan Penelitian
yang dapat dipilih. Dengan pendekatan itu, peneliti akan mendapatkan informasi
dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dipecahkan. Dalam
approach).
43
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., h. 47.
35
undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan
telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang
tetap. Yang menjadi kajian pokok didalam pendekatan kasus adalah ratio
hukum dibedakan menjadi sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum yang digunakan penulis dalam
36
1. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat outoritatif,
Hukum Pidana.
mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang paling utama
adalah buku teks, karena buku teks brisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu
kualifikasi tinggi. Selain buku teks, bahan hukum sekunder dapat berupa
3) Hasil penelitian.
4) Artikel-artikel.
37
D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan studi
dokumen atau studi kepustukaan yaitu dilakukan dengan mengumpulkan bahan hukum
ilmiah maupun artikel yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk kemudian
Dalam penelitian ini, bahan hukum yang telah diperoleh diolah secara analisis
menjawab permasalahan yang diteliti. Hasil analisis diuraiakan secara sistematis. Dari
hasil analisis itu maka diambil kesimpulan beranjak dari yang bersifat umum ke khusus
yang kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan.
38