Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HUKUM PIDANA

“SIFAT MELAWAN HUKUM”


DOSEN PENGAMPU : Dr. Marlina SH., M.Hum
NIP : 19750307200212202

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 7:

Nashiroh Nasution (220200092)


Juliana Elsa Fitri br Banjar Nahor (220200423)

Friscilla Manalu (220200433)


Devi amanda Simamora (220200098)

Grace Kezia (220200441)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas rida
dan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya dengan judul “sifat melawan hukum. Adapun tujuan penulisan makalah
ini ialah untuk memenuhi tugas dosen hukum pidana kami dan untukn menambah
pengetahuan hukum pidana kami serta teman-teman sekalian. Dan tidak lupa pula
kami mengucapkan terimakasih banyak kepada dosen pengampu hukum pidana
kami yaitu Ibu Dr. Marlina SH., M.Hum yang telah memberi tugas ini sehingga
kami banyak belajar dan terus mimbingbing kami serta memberi arahan moral
dalam penulisan makalah ini. Serta terimakasih kepada rekan- rekan penulis
makalah atas usahanya dalam penyusunan makalah ini. Dan kami berharap agar
teman – teman memahami makalah kami ini dan dapat belajar banyak dari sini
Mungkin dalam penulisan makalah ini kami kelompok 7 masih manyak melakukan
kekurangan atau kesalahan jadi kami berharap kritik dan saran yang membangun
dari teman – teman agar kedepannya kami belajar banyak dalam hal penulisan
makalah

Medan, 8 maret 2023


Penulis
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................2
BAB I ...............................................................................................................................4
PENDAHULUAN ...............................................................................................................4
1.1 Latar belakang .......................................................................................................4
1.2 Permasalah............................................................................................................4
1.3 Maksud dan tujuan penelitan ................................................................................4
BAB II ..............................................................................................................................5
PEMBAHASAN .................................................................................................................5
2.1 Pengertian .............................................................................................................5
2.2 Macam – macam sifat melawan hukum .................................................................6
2.3 Unsur- unsur sifat melawan hukum........................................................................8
2.4 Konsep kesalahan perbuatan melawan hukum ......................................................9
2.5 Contoh contoh sifat melawan hukum .....................................................................9
BAB III ........................................................................................................................... 12
METEDOLOGI PENELITIAN ............................................................................................. 12
3.1 Jenis dan pendekatan penelitian .......................................................................... 12
3.2 Objek dan subjek penelitian................................................................................. 13
3.3 Data dan sumber data ......................................................................................... 13
3.4 Metode pengumpulan data ................................................................................. 13
BAB IV ........................................................................................................................... 13
PENUTUP ...................................................................................................................... 13
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 13
4.2 Saran ................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 14
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sebelum mempelajari ap aitu sifat melawan hukum ?, maka kita harus tau
apaitu hukum. hukum sediri adalah hukum itu adalah himpunan peraturan-
peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata
tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu1Dan
perilaku melawan hukumpun di bagi atas dua yaitu formil dan materil.
Tetapi dapat di simpulkan bahwa melawan hukum bukan hanya meliputi
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan hukum tertulis tetapi
termasuk juga perbuatan tercela karena bertentangan rasa keadilan atau
norma-norma kehidupan social dalam masyarakat 2
sifat melawan hukum ini merujuk pada pasal 1365 KUHPerdata “
Perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang
karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.“ Pengertian
perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata tidaklah
dirumuskan secara eksplisit. Pasal 1365 KUHPerdata hanya mengatur
apabila seseorang mengalami kerugian karena perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya, maka ia dapat mengajukan
tuntutan ganti rugi kepada Pengadilan Negeri. Jadi Pasal tersebut bukan
mengatur mengenai sifat melawan hukum, melainkan mengatur mengenai
syarat-syarat untuk menuntut ganti kerugian akibat perbuatan melawan.
Maka dalam hal ini kami akan memaparkan secara jelas ap aitu sifat
melawan hukum.

1.2 Permasalah
Apa yang di maksud dengan sifat melawan hukum ?
Apa saja macam -macam sifat melawan hukum ?
Apa saja unsur – unsur sifat melawan hukum
Apa saja konsep kesalahan perbuatan melawan hukum?
Apa saja contoh sifat melawan hukum ?

1.3 Maksud dan tujuan penelitan


Hasil dari penelitian ini diharapkan :

 Memberi pemahaman kempada pembaca mengenail sifat melawan hukum

1
Santoso Lukman and Yahyanto Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Setara Press, 2016.
2
Marcos Moshinsky, Penafsiran Unsur Melawan Hukum Dalam Pasal 2 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Nucl. Phys., 1959, XIII.
 Memberi pemahaman mengenai macam-macam sofat melawan hukum
 Memberi pemahaman mengenai konsep kesalahan perbuatan melawan
hukum

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Istilah “Sifat melawan hukum” tidak selalu berarti sama. Ada empat makna yang
berbeda-beda, tetapi yang masing-masing dinamakan sama, yaitu sifat melawan
hukum. Harus selalu ditanyakan dalam hubungan apa istilah itu dipakai untuk
mengetahui artinya. Dalam ilmu hukum pidana, dikenal beberapa pengertian
melawan hukum (wederrechtelijk), yaitu
1. Menurut Simons, melawan hukum diartikan sebagai “bertentangan dengan
hukum”, bukan saja terkait dengan hak orang lain (hukum subjektif),
melainkan juga mencakup Hukum Perdata atau Hukum Administrasi
Negara.
2. Menurut Noyon, melawan hukum artinya “bertentangan dengan hak orang
lain” (hukum subjektif)
3. Menurut Hoge Raad dengan keputusannya tanggal 18 Desember 1911 W
9263, melawan hukum artinya “tanpa wenang” atau “tanpa hak”.
4. Menurut Vos, Moeljatno, dan Tim Pengkajian Bidang Hukum Pidana
BPHN atau BABINKUMNAS dalam Rancangan KUHPN memberikan
definisi “bertentangan dengan hukum” artinya, bertentangan dengan apa
yang dibenarkan oleh hukum atau anggapan masyarakat, atau yang benar-
benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut
dilakukan. Melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum, atau tidak
sesuai dengan larangan atau keharusan hukum, atau menyerang suatu
kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Istilah melawan hukum itu
sendiri sesungguhnya mengadopsi dari istilah dalam hukum perdata yaitu
“onrechtmatigedaad” yang berarti perbuatan melawan hukum.
Sifat melawan hukum ini sebenarnya ada dalam hukum pidana dan hukum perdata
namun yang jadi pembeda hanyalah hukum perdata lebih dititikberatkan pada
perbedaan sifat Hukum pidana yang bersifat publik dan hukum perdata yang
bersifat privat.

sebagai referensi, kami akan mengutip pendapat dari Munir Fuady dalam bukunya
Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer) yang menyatakan:
“Hanya saja yang membedakan antara perbuatan (melawan hukum) pidana dengan
perbuatan melawan hukum (perdata) adalah bahwa sesuai dengan sifatnya sebagai
hukum publik, maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang
dilanggar (disamping mungkin juga kepentingan individu), sedangkan dengan
perbuatan melawan hukum (perdata) maka yang dilanggar hanya kepentingan
pribadi saja”

2.2 Macam – macam sifat melawan hukum


Dalam pidana sifat perbuatan melawan hukum suatu perbuatan ada 2 (dua) macam,
yakni:

1. Sifat melawan hukum formil (Formale wederrechtelijk)


Menurut pendapat ini, yang dimaksud dengan perbuatan bersifat melawan hukum
adalah perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang, kecuali jika diadakan
pengecualian-pengecualian yang telah ditentukan dalam undang-undang, bagi
pendapat ini melawan hukum berarti melawan undang-undang, sebab hukum
adalah undang-undang.

2. Sifat melawan hukum materil (materielewederrechtelijk)


Menurut pendapat ini belum tentu perbuatan yang yang memenuhi rumusan
undang-undang itu bersifat melawan hukum. Bagi pendapat ini yang dinamakan
hukum itu bukan hanya undang-undang saja (hukum yang tertulis), tetapi juga
meliputi hukum yang tidak tertulis, yakni kaidah-kaidah atau kenyataan-kenyataan
yang berlaku di masyarakat 3
Selain pendapat di atas, Nico Keijzer juga memberikan pendapatnya terkait sifat
melawan hukum (wederrechtelijk) ini. Nico Keijzer dalam ceramahnya pada
Penataran Nasional Hukum Pidana di Universitas Diponegoro Semarang pada
tanggal 6 sampai dengan 12 agustus 1987 mengatakan bahwa dalam dogmatik
hukum pidana istilah sifat melawan hukum itu mempunyai empat makna yang
berbeda, yakni:
1) Sifat melawan hukum formil.

Sifat melawan hukum formil berarti semua bagian dari rumusan delik telah
terpenuhi, yang terjadi karena melanggar ketentuan pidana menurut undang-
undang. Sifat melawan hukum formil ini merupakan syarat untuk dapat dipidananya
perbuatan bersumber pada asas legalitas.Apakah rumusan delik telah terpenuhi, jadi
apakah ada sifat melawan hukum formil, tidak begitu saja dapat disimpulkan dari
bunyi rumusan delik ini harus ditafsirkan, sebab untuk dapat menjawab pertanyaan

3
Fitri Wahyuni, Dasar Dasar Hukum Pidana Di Indonesia (jakarta: pustaka data, 2017).
apakah suatu bagian tertentu telah dipenuhi, lebih dahulu diperlukan arti yang tepat
dari bagian tersebut.
2) Sifat melawan hukum materil.

Sifat melawan hukum materil berarti melanggar atau mebahayakan kepentingan


hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam rumusan delik
tertentu.Pada delik-delik material atau delik-delik yang dirumuskan secara material,
sifat melawan hukum material dimasukkan dalam rumusan delik sendiri dan karena
itu bukti dari sifat melawan hukum material termasuk dalam bukti dari rumusan
delik.Pada delik-delik ini, pengertian sifat melawan hukum formil dan sifat
melawan hukum material itu pada umumnya menyatu.Misalnya dalam rumusan
delik pembunuhan, hanya dipenuhi kalau kepentingan hukum di belakangnya yaitu
nyawa dilanggar. Sedangkan dalam delik-delik formil atau delik-delik yang
dirumuskan secara formil sifat melawan hukum material itu tidak dimasukkan
dalam delik sendiri, jadi tidak perlu dibuktikan.
3) Sifat melawan hukum umum.

Sifat melawan hukum umum (sifat melawan hukum sebagai bagian luar undang-
undang) yang berarti bertentangan dengan hukum objektif. Hal ini pada umumnya
terjadi jika perbuatannya bersifat melawan hukum formil dan tidak ada alasan
pembenar. Alasan pembenar ini mungkin ada, baik pada delik materil maupun pada
deik formil. Pada delik formil contohnya; seseorang diserang secara melawan
hukum dan satu-satunya jalan adalah membunuh penyerangnya, jika ia sendiri tidak
ingin mati, maka ia harus melanggar rumusan delik Pasal 338 KUHP. Akan tetapi
perbuatannya dengan mengingat semua keadaan, tidak bersifat melawan
hukum.Pada delik formil,
contohnya; seorang pengendara mobil berhenti di jalan yang terdapat larangan
berhenti, itu dilakukannya atas perintah seorang polisi lalu lintas, perbuatannya
memenuhi rumusan delik, namun perbuatannya tidak bersifat melawan hukum.

4) Sifat melawan hukum khusus.


Sifat melawan hukum khusus (sifat melawan hukum sebagai bagian dari undang-
undang) memiliki arti khusus dalam tiap-tiap rumusan delik di dalamnya itu sifat
melawan hukum menjadi bagian dari undang-undang dan dapat dinamakan suatu
fase dari sifat melawan hukum umum, Contoh;

 Pasal 362 KUHP (pencurian) pada anak kalimat “dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum”.
 Pasal 167 KUHP (mengganggu ketentraman rumah tangga) pada anak
kalimat “memaksa masuk secara melawan hukum, atau berada disitu secara
melawan hukum dan tidak pergi”.
 Pasal 378 KUHP (penipuan) pada anak kalimat “menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dll4

2.3 Unsur- unsur sifat melawan hukum


Untuk terjadinya perbuatan melawan hukum, menurut Hoffman harus memiliki
empat unsur, yaitu:

 Harus ada suatu perbuatan


yaitu Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh perbuatan si pelakunya.
Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan di sini
dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (secara aktif) maupuntidak berbuat
sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu padahal ia
berkewajiban untuk membantunya, kewajiban mana timbul dari hukum
yang berlaku (karena ada juga kewajiban yang timbul dari kontrak). Karena
itu terhadap perbuatan melawan hukum tidak ada unsur persetujuan atau
katasepakat dan tidak ada juga unsur “causa yang diperbolehkan” sebagai
mana yang terdapat dalam kontrak.
 Perbuatan itu harus melawan hukum
yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau yang
bertentangan dengan kewajiban hukum dari sipembuat sendiri yang telah
diatur dalam undang-undang.
 Harus ada kesalahan, syarat ini dapat di ukur secara :
a. Objektif, yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti
itumanusia yang normal dapat menduga kemungkinan akan
timbulnya akibatdan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang
baik untuk berbuatatau tidak berbuat
b. Subyektif, yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si
pembuatberdasarkankeahlian yang ia miliki dapat menduga akan
akibat dari perbuatannya5.
 Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian bagi orang lain, dapat berupa :
a. Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari
kerugianyang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya
diperoleh. Jadipada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan
melawan hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk

4
Memahami Tindak and others, Asas-Asas Hukum Pidana, 2012.
5
Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang Diduga
Melakukan Medikal Malpraktek (Mandar Maju, 2008).
kerugian yang nyata tetapi juga keuntungan yang haruysnya
diperoleh
b. Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun
dapatmenimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan,
sakit dankehilangan kesenangan hi
 Perbuatan itu karena kesalahan yang ditimpakan kepadanya 6

2.4 Konsep kesalahan perbuatan melawan hukum


Di dalam ilmu hukum, unsur kesalahan di anggap ada jika memenuhi salah satu
antara tiga syarat ini :

a) Ada unsur kesengajaan


b) Ada unsur kelalaian
c) Tidak ada alasan pemebenar atau pemaaf
Kesalahan mencakup dua pengertian, yakni kesalahan dalam arti luas (terdapat
kelalaian dan kesengajaan) dan kesalahan dalam arti sempit (hanya berupa
kesengajaan). Apabila seseorang pada waktu melakukan perbuatan melawan
hukum itu tahu betul bahwa perbuatannya akan berakibat suatu keadaan tertentu
yang merugikan pihak lain maka dapat dikatakan bahwa pada umumnya seseorang
tersebut dapat dipertanggung-jawabkan. Syarat untuk dapat dikatakan, bahwa
seseorang itu tahu betul akan adanya akibat itu, ialah bahwa seseorang itu tahu hal
adanya keadaan-keadaan sekitar perbuatannya yang tertentu itu, yaitu keadaan-
keadaan yang menyebabkan kemungkinan akibat itu akan terjadi 7.

2.5 Contoh contoh sifat melawan hukum


Dari segi berat ringannya, derajat kesalahan dari pelaku perbuatan melawan hukum,
maka dibandingkan dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
unsur kelalaian, maka perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan unsur
kesengajaan derajat kesalahannya lebih tinggi. Jika seseorang yang dengan sengaja
merugikan orang lain (baik untuk kepentingannya sendiri atau bukan), berarti dia
telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum tersebut dalam arti yang sangat
serius ketimbang dilakukannya hanya sekedar kelalaian belaka
I. Kesengajaan Dalam Unsur KesalahanUnsur kesengajaan dalam perbuatan
melawan hukum dianggap ada apabila dengan perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja tersebut telah menibulkan konsekuensi tertentu terhadap
fisik dan/atau mental atau harta benda korban, meskipun belum merupakan

6
Jennifer Brier and lia dwi jayanti, MERETAS TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UPAYA PENEGAKAN
HUKUM, 2020, XXI <http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203>.
7
Eva Novianty, ‘Analisa Perbuatan Melawan Hukum’, UNIVERSITAS INDONESIA, 2011, 40–48.
kesengajaan untuk melukai (fisik atau mental) dari korban tersebut. Van
Bemmelen dan Van Hattum telah mengemukakan adagium “tiada hukuman
tanpa kesalahan” dan Rutten telah berusaha menerapkan adagium tersebut
dalam bidnag perdata dengan mengemukakan tiada pertanggungan gugat
atas akibat-akibat daripada perbuatannya yang melawan hukum tanpa
kesalahan atau sebagaimana dikemukakan oleh Meyers bahwa perbuatan
melawan hukum mengharuskan adanya kesalahan (een onrechtmatige daad
verlangt schuld)
Unsur kesengajaan dianggap eksis dalam suatu tindakan manakala
memenuhi elemen-elemen sebagai berikut
a. Adanya kesadaran (state of mind) untuk melakukan
b. Adanya konsekuensi dari perbuatan. Jadi, bukan hanya
adanya perbuatan
c. Kesadaran untuk melakukan, bukan hanya untuk
menimbulkan konsekuensi, melainkan juga adanya
kepercayaan bahwa dengan tindakan tersebut “pasti” dapat
menimbulkan konsekuensi tersebut.
II. Kelalaian Dalam Unsur Kesalahan Dalam sejarah hukum, mula-mulanya
kelalaian tidak diterima sebagai suatu bidang perbuatan melawan hukum
yang berdiri sendiri. Di negara-negara Eropa Kontinental barulah setelah
kasus Lindenbaum vs. Cohen, perbuatan kelalaian (ketidakhati-hatian)
yang berupa pelanggaran terhadap kebiasaan dan kepatutan dalam
masyarakat, diterima sebagai suatu bagian dari perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad). Namun demikian di negara-negara Common Law,
pengakuan perbuatan kelalaian sebagai bidang yang mandiri dari perbuatan
melawan hukum telah diterima sejak awal abad ke-19. Pada tahap-tahap
awal perkembangannya, perbuatan kelalaian diterima dalam kasus-kasus
kelalaian dari orang yang menjalankan kepentingan publik, seperti dokter
dan pengangkut manusia.Perkembangan pengakuan terhadap perbuatan di
awal abad ke-19 tersebut mempunyai hubungan sebab-akibat dengan
perkembangan revolusi industri saat itu. Sebab, banyak juga kasus
kelalaian diterapkan terhadap kasuskasus kelalaian pelaku industri yang
menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Bahkan sampai dengan abad ke-
19, setiap orang yang menyebabkan kerugian kepada orang lain (sengaja
atau tidak) harus mengganti kerugian tanpa melihat apakah orang tersebut
bersalah atau tidak, karena konsep kelalaian belum berkembang. Akan
tetapi, mulai pada abad ke-19, orang mulai berpikir bahwa tidak ada alasan
yang wajar untuk memindahkan beban tanggung jawab dari korban kepada
pelaku.selama pelaku tidak dalam keadaan bersalah. Oleh karena itu,
mulailah dikembangkan konsep kelalaian dalam hukum tentang perbuatan
melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum dengan unsur kelalaian berbeda dengan perbuatan
melawan hukum dengan unsur kesengajaan. Dengan kesengajaan, ada niat dalam
hati dari pihak pelaku untuk menimbulkan kerugian tertentu bagi korban, atau
paling tidak dapat mengetahui secara pasti bahwa akibat dari perbuatannya tersebut
akan terjadi. Akan tetapi, dalam kelalaian tidak ada niat dalam hati dari pihak pelaku
untuk menimbulkan kerugian, bahkan mungkin ada keinginannya untuk mencegah
terjadinya kerugian tersebut. Dengan demikian, dalam perbuatan melawan hukum
dengan unsur kesengajaan, niat atau sikap mental menjadi faktor dominan, tetapi
pada kelalaian, yang dipentingkan ialah sikap lahiriah dan perbuatan yang
dilakukan tanpa terlalu mempertimbangkan apa yang ada dalam pikirannya.

Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa agar suatu perbuatan dapat dianggap sebagai
kelalaian, haruslah memenuhi unsur pokok sebagai berikut:

 Adanya suatu perbuatan atau mengabaikan sesuatu yang mestinya


dilakukan
 Adanya suatu kewajiban kehati-hatian (duty of care)
 Tidak dijalankan kewajiban kehati-hatian tersebut
 Adanya kerugian bagi orang lain
 Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan atau tidak melakukan
perbuatan dengan kerugian yang timbul.
Persyaratan (unsur) pokok terhadap kelalaian tersebut sejalan dengan persyaratan
yang diberikan oleh Pasal 1365 KUHPerdt. Pada umumnya tingkatan kelalaian
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kelalaian ringan (slight negligence)
b. Kelalaian biasa (ordinary negligence)
c. Kelalaian berat (gross negligence)

Mengenai kelalaian yang berat, terdapat pembedaan sebagai berikut:

a. Beratnya tingkat kehati-hatian; Bagi sekelompok orang tertentu (seperti


pengangkut public, penjaga alat-alat berbahaya, dan pelaku kegiatan yang
riskan) diperlukan tingkat kepedulian atau kehati-hatian yang lebih tinggi
(high degree of care), sehingga bisa saja bagi orang kebanyakan merupakan
kelalaian ringan tetapi bagi kelompok super hati-hati ini untuk perbuatan
yang sama sudah merupakan suatu kelalaian berat.
b. Beratnya tingkat kelalaian
c. Perbuatan kecerobohan.
Perbuatan kecerobohan (willful and wanton misconduct) merupakan tingkat
kelalaian yang lebih tinggi derajatnya bahkan lebih tinggi dari kelalaian
berat sekalipun. Bahkan, untuk perbuatan kecerobohan ini sering disebut
dengan “kuasi kesengajaan”. Perbuatan kecerobohan memang sangat berat
unsur kelalaiannya, bahkan tempatnya sebenarnya sudah berada di tengah
antara perbuatan kesengajaan dengan perbuatan kelalaian8

BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan pendekatan penelitian


Jenis dan pendekatan penelitian dari pembuatan makalah ini ialah penelitian
analisis kualitatif yaitu sebuah penelitian yang bersifat deskriptif dan banyak
menandung analisis. Metode penelitian kualitatif ialah metode pengolahan data
dengan cara meringkas, menafsirkan seta menggabungkan.
Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati9.Pada penelitian kuantitatif biasanya lebih menekankan kepada cara pikir
yang lebih positivitis yang bertitik tolak dari fakta sosial yang ditarik dari realitas
objektif, disamping asumsi teoritis lainnya, sedangkan penelitian kualitatif bertitik
tolak dari paradigma fenomenologis yang objektivitasnya dibangun atas rumusan
tentang situasi tertentu sebagaimana yang dihayati oleh individu atau kelompok
sosial tertentu dan relevan dengan tujuan dari penelitian.Penelitian kualitatif
dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif,
peneliti adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori
dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi
obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna
dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk
mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk
mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah
perkembangan.

8
Novianty.
9
Lexy J Moleong, ‘Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi’, 2007.
3.2 Objek dan subjek penelitian
Objek dalam makalah ini ialah masyarakat Indonesia yang melawan hukum,
sedangkan sunjeknya adalah sifat – sifat yang di sebut dalam melawan hukum, atau
sifat- sifat yang dapat dikenakan sanksi.
3.3 Data dan sumber data
Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang sudah ada dan di
kumpulkan oleh peneliti dalah hal melengkaspi kebutuhan saat Menyusun makalah.
Data sekunder dalam makalah ini ialah jurnal, buku cetak, e-book, dan media
lainnya.
3.4 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data di lakukan dengan observasi data dari sumber-sumber
data yang di ambil, dan merumuskan masalah- masalah dalam makalah, lalu
mencari hasil dari permasalahan di sumber – sumber yang di ambil.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Maka kesimpulannya sifat melawan hukum adalah unsur dari perbuatan, sehingga
tindak pidana berkaitan dengan perbuatan yang bersifat melawan hukum.seperti
yang kita bahas, sifat melawan hukum terjadinya karena perbuatan melawan
hukum, seperti , Harus ada yang melakukan perbuatan, Perbuatan itu harus
melawan hukum.
Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian bagi orang lain
dan perbuatan itu karena kesalahan yang ditimpakan kepadanya.tetapi,perbuatan
melawan hukum bukan hanya merupakan perbuatan atau perbuatan yang melanggar
hak orang lain, namun juga merupakan perbuatan atau perbuatan yang bertentangan
dengan kewajiban hukum si pelaku dan bahwa orang yang melanggar peraturan
perundang-undangan telah melakukan perbuatan melawan hukum, tanpa
mempersoalkan apakah peraturan tersebut bernilai keperdataan ataukah bersifat
hukum publik. Dan sifat melawan hukum terbagi atas dua yaitu formil dan materil.

4.2 Saran
Dilihat dengan banyaknya sifat melawan hukum di harapkan kelak negara ini
berkembang dengan baik dengan berkurangnya sifat melawan hukum. Seperti yang
kita ketahui melawan hukum bukan hanya melanggar undang-undang namun juga
melanggar norma-norma kehidupan di dalam masyarakat. Dan di harapkan juga
agar masyarakat Indonesia lebih peduli satu sama lain agar semakin berkurang sifat
melawan hukum.

DAFTAR PUSTAKA
Brier, Jennifer, and lia dwi jayanti, MERETAS TINDAK PIDANA KORUPSI DAN
UPAYA PENEGAKAN HUKUM, 2020, XXI <http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203>
Lukman, Santoso, and Yahyanto Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Setara Press,
2016
Machmud, Syahrul, Penegakan Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter
Yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek (Mandar Maju, 2008)
Moleong, Lexy J, ‘Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi’, 2007
Moshinsky, Marcos, Penafsiran Unsur Melawan Hukum Dalam Pasal 2 Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Nucl. Phys., 1959, XIII
Novianty, Eva, ‘Analisa Perbuatan Melawan Hukum’, UNIVERSITAS
INDONESIA, 2011, 40–48
Tindak, Memahami, Pidana Dan, Pertanggungjawaban Pidana Sebagai, and Syarat
Pemidanaan, Asas-Asas Hukum Pidana, 2012
Wahyuni, Fitri, Dasar Dasar Hukum Pidana Di Indonesia (jakarta: pustaka data,
2017)

Anda mungkin juga menyukai