Anda di halaman 1dari 15

Pengertian dan Jenis-Jenis Tuntutan Hak

( Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Perdata)

Dosen Pengampu : Hj. Ida mursidah, S.H., M., M. MH.

KELOMPOK III :

SYAFA ANNISA 201110086

MUHAMMAD NASITH RIDHO 201110088

MOCH. DENI SUPIYANI 2011110108

LOLA NUR NASYIFA 201110117

FAKULTAS SYARIAH

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN

MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2022
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim…

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat kuasanya
pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dan sholawat serta salam
kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan hingga zaman kebenaran.

Terima kasih kepada ibu Hj. Ida Mursidah S.H., M.M.M.H selaku dosen pengampu
mata kuliah Hukum Acara Perdata yang telah meberikan tugas agar kita dapat mengerti dan
memahami tentang pengertian dan jenis-jenis tuntutan hak.

Tujuan penulisan ini untuk menginformasikan kepada pembaca mengenai pengertian


peradilan agama beserta asas-asasnya dan untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh ibu Hj.
Ida Mursidah S.H., M. M.M.H selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Acara perdata.
Semoga materi ini dapat bermanfaat, khususnya kepada penulis dan umumnya untuk teman-
teman yang membaca makalah ini.

Mungkin dalam penulisan makalah ini, jika ada beberapa kesalahan penulisan kata
maupun kesalahan dalam sistematika penulisan yang tidak kami sadari, maka dari itu, kami
berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulisan
selanjutnya dapat lebih baik.

Serang, 08 Oktober 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................................5
C. TUJUAN PEMBAHASAN...............................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. Pengertian Hak..................................................................................................................5
B. Jenis-Jenis Tuntutan
Hak..........................................................................................................5
BAB III.....................................................................................................................................12
PENUTUP................................................................................................................................12
A. KESIMPULAN...............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia dalam berinterkasi satu sama lainnya dalam kehidupan masyarakat


sering menimbulkan konfilk. Konflik ini adakalanya dapat diselesaikan secara damai,
tetapi adakalanya konflik tersebut menimbulkan ketegangan yang terus- menerus
sehingga menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak. Agar dalam
mempertahankan hak masing-masing pihak itu tidak melampaui batas-batas dari
norma yang ditentukan maka perbuatan sekehendaknya sendiri haruslah dihindarkan.
Apabila para pihak merasa hak- haknya terganggu dan menimbulkan kerugian, maka
orang yang merasa haknya dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan
Negeri dengan prosedur yang berlaku.
Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak
yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrighting” (main hakim
sendiri). Tindakan menghakimi sendiri merupakan tindakan untuk melaksanakan hak
menurut kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang- wenang, tanpa persetujuan dari
pihak lain yang berkepentingan, sehingga akan menimbulkan kerugian. Tindakan
menghakimi sendiri ini tidak dibenarkan dalam hal kita hendak memperjuangkan atau
melaksanakan hak kita.
Sengketa perdata merupakan perselisihan kepentingan yang terjadi antara
subjek hukum, baik orang pribadi (naturlijk person) maupun badan hukum (recht
person), yaitu :
a. Antara orang pribadi
b. Antara individu dan badan hukum
c. Antar badan hukum
Gugatan dalam hukum acara perdata umumnya terdapat 2 (dua) pihak
atau lebih, yaitu antara pihak penggugat dan tergugat, yang mana terjadinya gugatan
umumnya pihak tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban
yang merugikan pihak penggugat. Terjadinya gugatan umumnya setelah pihak
tergugat melakukan pelanggaran hak dan kewajiban yang merugikan pihak
penggugat, tidak mau secara sukarela memenuhi hak dan kewajiban yang diminta
oleh pihak penggugat, sehingga akan timbul sengketa antara penggugat dan tergugat.

B. RUMUSAN MASALAH
a) Apa pengertian hak?
b) Apa pengertian tuntutan hak?
c) Ada berapa jenis-jenis tuntutan hak?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
a) Untuk mengetahui pengertian hak
b) Untuk mengetahui pengertian tuntutan hak
c) Untuk mengetahui jenis-jenis tuntutan hak
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak

Hukum yang mengatur hubungan hukum antara tiap orang, tiap masyarakat, tiap
lembaga, bahkan tiap Negara. Hubungan hukum tersebut terlaksana pada hak dan
kewajiban yang diberikan oleh hukum. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh
hukum selalu mempunyai dua sisi. Sisi yang satu ialah hak dan sisi lainnya adalah
kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Sebaliknya, tidak ada kewajiban tanpa hak.
Karena pada hakikatnya sesuatu itu ada pasangannya. Hak adalah suatu kewenangan atau
kekuasaan yang diberikan oleh hukum. Suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum.
Baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau
layak diterima. Contoh hak untuk hidup, hak untuk mempunyai keyakinan, dan lain lain . 1
Pengertian lain menyebutkan bahwa Hak adalah kewenangan yang diberikan oleh hukum
obyektif kepada subyek hukum.

Pengertian lain juga menyebutkan bahwa hak adalah tuntutan sah agar orang lain
bersikap dan berperilaku dengan cara tertentu. Kewenangan yang diberikan oleh hukum
obyektif tersebut pada subyek hukum berimplikasi kepada subyek hukum itu sendiri
sehingga ia dapat berbuat apa saja terhadap sesuatu yang menjadi haknya tersebut asal
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban
umum maupun kepatutan yang ada.2

Hak dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu dari segisegi eksistensi hakitu sendiri, dari
segi keterkaitan hak itu dalam kehidupan bernegara dan dari segi keterkaitan hak itu
dalam kehidupan bermasyarakat. Dari segi eksistensi hak itu sendiri, terdapat dua macam
hak, yaitu hak orisional dan hak derivatif. Dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara,
terdapat hak-hak dasar dan hak-hak politik.
Hak-hak dasar itu sendiri dibedakan antara hak-hak dasar yang bersifat klasik dan
hak-hak dasar sosial. Dilihat dari segi keteraitanantara hak itu dan kehidupan
bermasyarakat, terdapat hak-hak privat yang terdiri dari hak-hak absolut dan hak-hak
1
Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pt RajaGrafindo Persada,2012).Cet.1.h.115
2
Lysa Angrayni, Diktat Pengantar Ilmu Hukum, (Riau: Suska Press , 2014).h.31-32
relatif. Disamping itu masih terdapat sejenis hak yang lain yang baru menjadi
perbincangan pada 1890 di Amerika Serikat yaitu privacy. 3

a) Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum antara lain :


1. Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek hak
itu, ia juga disebut sebagai orang yang memiliki hak atas barang yang menjadi
sasaran dari hak.
2. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban antara
hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif.
3. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu perbuatan.
4. Perbuatan yang diberikan itu disebut dengan objek dari hak.
5. Setiap hak menurut hukum itu mempunyai title, yaitu suatu peristiwa tertentu yang
menjadi alasan melekatkannya hak itu pada pemiliknya.4

b) Hak – hak dapat dikelompokkan sebagai berikut :


1) Hak-hak yang sempurna dan yang tidak sempurna
Hak yang sempurna adalah yang dapat dilaksanakan melalui hukum seperti kalau
perlu melalui pemaksaan hukum. Hak yang tidak sempurna adalah yang diakui oleh
hukum, tetapi tidak selalu dilaksanakan oleh pengadilan, seperti hak yang dibatasi
oleh lembaga daluarsa.
2) Hak-hak utama dan tambahan.
Hak utama adalah yang diperluas oleh hak-hak lain. Hak tambahan adalah hak yang
melengkapi hak-hak utama, seperti perjanjian sewa menyewa tanah yang
memberikan hak tambahan kepada hak utama dari pemilik tanah.
3) Hak-hak publik dan perdata Hak publik adalah yang ada pada masyarakat pada
umumnya, yaitu Negara. Hak perdata adalah yang ada pada perorangan, seperti hak
seseorang untuk menikmati barang yang dimilikinya;
a) Hak-hak positif dan negatif

3
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2009).h.172.
4
Ibid, h.185
Hak positif menuntut dilakukan perbuatan-perbuatan positif dari pihak tempat
kewajiban korelatif nya berada, seperti hak untuk menerima keuntungan pribadi.
Demikian sebaliknya untuk hak negative.
b) Hak-hak milik dan pribadi
Hak-hak milik berhubungan dengan barang-barang yang dimiliki oleh seseorang yang
biasanya bias dialihkan. Hak-hak pribadi berhubungan dengan kedudukan seseorang
yang tidak pernah bisa dialihkan.

c) Hak yang dimiliki oleh subyek hukum dapat timbul atau lahir maupun lenyap/hapus
karena disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Hak, dapat timbul atau lahir apabila ada
peristiwa hukum, adapun timbul atau lahirnya hak dapat disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu:
1. Karena adanya subyek hukum baru baik berupa orang maupun badan hukum.
2. Karena adanya perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak yang mengadakan
perjanjian.
3. Karena adanya kerugian yang diderita oleh seseorang akibat kesalahan orang lain.
4. Karena seseorang telah melakukan kewajiban yang merupakan syarat untuk
memperoleh hak itu.
5. Karena kadaluarsa (verjaring), biasanya acquisitief verjaring yang dapat melahirkan
hak bagi seseorang sebaliknya kalau extinctief verjaring dapat menghapuskan hak
atau kewajiban seseorang.5

Sedangkan lenyap atau hapusnya hak, dapat disebabkan oleh karena beberapa hal,
yaitu:
1) Karena pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia dan tidak ada
pengganti atau ahli waris yang ditunjuk baik oleh pemegang hak yang
bersangkutan maupun oleh hukum
2) Masa berlakunya hak telah habis dan tidak dapat diperpanjang lagi.
3) Telah diterimanya sesuatu benda yang menjadi objek hak.
4) Kewajiban yang merupakan syarat untuk memperoleh hak sudah dipenuhi.
5) Kadaluars (verjaring), dapat menghapus hak.6

5
Zainal Asikin, Op.cit., h.117
6
Lysa Anggrayni, Op.Cit,. h.48-51.
B. TUNTUTAN HAK

Persoalan yang dihadapi seseorang yang diajukan ke pengadilan perdata dalam bentuk
tuntutan hak. Tuntutan Hak ada dua m, yaitu berupa persoalan yang mengandung konflik
dan persoalan yang tidak mengandung konflik. Tuntutan hak dalam pasal 142 ayat (1)
Rbg / pasal 118 ayat (1) HIR disebut tuntutan / gugatan perdata (burgerlijke vordering),
merupakan tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh
pengadilan untuk mencegah “eigenrichting”atau main hakim sendiri. Tuntutan hak harus
mempunyai kepentingan yang cukup (point d’interet, pointd’action). 7
Ada dua macam tuntutan hak, yaitu permohonan dan gugatan, yang bertitik tolak pada
ada atau tidak adanya sengketa. Tuntutan hak yang mengandung sengketa disebut
gugatan, dimana terdapat sekurang-kurangnya dua pihak yaitu penggugat dan tergugat,
dan tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa yang disebut permohonan, dimana
hanya ada satu pihak saja, yaitu pemohon.
Sejalan dengan itu, peradilan juga lazim dibedakan pula menjadi dua, yaitu peradilan
sukarela atau peradilan volunter (voluntaire jurisdictie / jurisdictio voluntaria) atau
sering pula disebut peradilan “tidak sesungguhnya” karena memeriksa dan memutus
permohonan yang mana tidak ada unsur sengketa dan terdiri dari satu pihak saja; dan
peradilan contensius (contentieuse jurisdictie / jurisdictio contentiosa) atau sering pula
disebut peradilan “sesungguhnya” karena sifatnya yang mengadili perkara antara dua
pihak atau lebih.8

Perbedaan yang jelas antara jurisdictio contentiosa dengan jurisdictio voluntaria


dapat digambarkan dari beberapa segi (Abdulkadir Muhammad, 2008: 12- 13), yaitu :
a. Pihak yang berperkara.
Pada jurisdictio contentiosa ada dua pihak yang berperkara, sedangkan pada
jurisdictio voluntaria hanya ada satu pihak yang berkepentingan.
b. Aktivitas pengadilan yang memeriksa.
Pada jurisdictio contentiosa aktivitaspengadilan terbatas pada yang
dikemukakan dan diminta oleh pihak-pihak, sedangkan pada jurisdictio
voluntaria aktivitas pengadilan dapat melebihi apa yang dimohonkan karena

7
Soetandyo Wignjosoebroto, 2006, Menggagas Terwujudnya Peradilan Yang Independen Dengan Hakim
Profesional Yang Tidak Memihak. Buletin Komisi Yudisial.
8
Chidir Ali, 1985, Yurisprudensi Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: CV Nur Cahya, hlm. 218
tugas pengadilan bercorak administratif yang bersifat mengatur (administratif
regulation).
c. Kebebasan Pengadilan.
Pada juridictio contentiosa, pengadilan hanya memerhatikan dan menerapkan
apa yang telah ditentukan oleh undang-undang dan tidak berada di bawah
pengaruh atau tekanan pihak manapun. Pengadilan hanya menerapkan ketentuan
hukum positif. Sedangkan pada juridictio voluntaria, pengadilan selalu memiliki
kebebasan menggunakan kebijaksanaan yang dipandang perlu untuk mengatur
suatu hal.
d. Kekuatan mengikat keputusan pengadilan.
Pada juridictio contentiosa, putusan pengadilan hanya mempunyai kekuatan
mengikat pihak-pihak yang bersengketa. Sedangkan pada juridictio voluntaria,
putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat terhadap semua orang.
Berkaitan dengan permohonan, pengadilan negeri Jakarta Selatan dalam
Penetepan Pengadilan Negeri Selatan No. 1193 / Pdt.P /2012 / PN.Jak.Sel.
tanggal 16 Juli 2013 telah menyimpulkan dalam pertimbangannya bahwa unsur-
unsur yang harus dipenuhi suatu perkara yang diajukan melalui permohonan
adalah :
i. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata ( for the benefit
of one party only);
ii. Permasalahan yang dimohonkan penyelesaian kepada Pengadilan Negeri,
pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (without disputes or
differences with another party);
iii. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi
bersifat ex parte artinya benar-benar murni dan mutlak satu pihak tanpa
menarik pihak lain sebagai lawan ;
iv. Kewenangan itu hanya terbatas sampai pada hal-hal yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan;

e. Tidak menimbulkan akibat hukum baru.

Sudikno Mertokusumo (1982: 4) menambahkan: perbuatan hakim dalam


peradilan yang “tidak sesungguhnya” lebih merupakan perbuatan di bidang
administratif, sehingga putusannya merupakan suatu penetapan ( ps. 272 RBg ,
ps. 236 HIR ). Bagi peradilan volunter pada umumnya tidak berlaku peraturan
tentang pembuktian dari BW buku IV. Demikian pula, RBg dan HIR pada
umumnya hanya disediakan untuk peradilan contentieus. Penyelesaian perkara
dalam peradilan contentieus disebut putusan, sedangkan penyesaian perkara
peradilan volunter disebut penetapan. Demikian juga yang dikemukakan oleh
Asep Iwan Iriawan ( 2010 : 6 ), permohonan ( Juridictio voluntaria ) adalah
tuntutan hak yang tidak mengandung 9 sengketa diajukan ke pengadilan untuk
mendapatkan penetapan. Penetapan atas permohonan merupakan keputusan
pengadilan tingkat pertama dan terakhir, yang tidak dapat dimohonkan banding
(Yahya Harahap, 2008 : 42 – 43).9

A. Permohonan Gugatan dan Syarat-syarat Permohonan isi gugatan :


Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 (sebagaimana diubah
dengan UU No. 35 Tahun 1999) dan sekarang diatur dalam pasal 16 Ayat (1) UU
No. 4 Tahun 2004 sebagai Pengganti UU N0. 14 Tahun 1970. Tugas dan
kewenangan Badan Peradilan dibidang perdata adalah menerima, memeriksa, dan
mengadili serta menyelesaikan sengketa diantara para pihak yang berperkara. Hal
inilah yang menjadi tugas pokok peradilan. Ada dua masalah yang selalu terjadi
di dalam lingkungan Peradilan terutama di lingkungan Peradilan Umum, yang
pertama Permohonan atau biasa juga disebut dengan istilah Gugatan Voluntair
yaitu Gugatan Permohonan secara sepihak tanpa ada pihak lain yang ditarik
sebagai tergugat, dan yang kedua masalah Gugatan yang sering di sebut dengan
Yurisdiksi Contentiosa yaitu Perkara sengketa yang bersifat Partai (ada pihak
Penggugat dan Tergugat).

Ada beberapa hal yang menjadi perbedaan antara Permohonan dan Gugatan
Yaitu:
1) Dalam perkara Gugatan ada suatu sengketa, suatu Konflik yang harus
diselesaikan dan harus diputus oleh Pengadilan, sedangkan dalam
permohonan tidak ada sengketa atau perselisihan. (seperti penetapan ahli
waris atau penetapan anak dll).

9
Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan
Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 137
2) Dalam suatu Gugatan ada dua atau lebih pihak yaitu pihak Penggugat dan
tergugat yang merasa haknya atau hak mereka dilanggar, sedangkan
dalam permohonan hanya ada satu pihak yaitu pihak pemohon.
3) Suatu Gugatan dikenal sebagai Pengadilan Contentiosa atau Pengadilan
Sungguh-sungguh, sedangkan suatu permohonan dikenal sebagai
pengadilan Voluntair atau Pengadilan Pura-pura.
4) Hasil dari suatu Gugatan adalah Putusan (Vonnis) sedangkan hasil dari
suatu permohonan adalah Penetapan (Beschikking).

Sebuah Gugatan adalah merupakan suatu tuntutan hak yang merupakan


tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh
pengadilan untuk mencegah “Eigenrichting” (Main Hakim Sendiri).10

10
Ibid., hlm. 147
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Bahwasannya Pengertian hak adalah tuntutan sah agar orang lain bersikap dan
berperilaku dengan cara tertentu. Kewenangan yang diberikan oleh hukum obyektif tersebut
pada subyek hukum berimplikasi kepada subyek hukum itu sendiri sehingga ia dapat berbuat
apa saja terhadap sesuatu yang menjadi haknya tersebut asal tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum maupun kepatutan yang ada.

Tuntutan Hak merupakan cara untuk memperoleh perlindungan terhadap hak


seseorang maupun badan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya
tindakan main hakim (eigenrichhting).

Ada dua macam Tuntutan Hak, yaitu Permohonan dan Gugatan, yang bertitik tolak
pada ada atau tidak adanya sengketa. Tuntutan hak yang mengandung sengketa disebut
Gugatan, dimana terdapat sekurang-kurangnya dua pihak yaitu penggugat dan tergugat, dan
tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa yang disebut Permohonan, dimana hanya ada
satu pihak saja, yaitu pemohon.
DAFTAR PUSTAKA

Zainal Asikin, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2012). Pengantar Ilmu Hukum,
Cet.1.h.115

Lysa Angrayni, (Riau: Suska Press , 2014). Diktat Pengantar Ilmu Hukum, .h.31-32
Peter Mahmud Marzuki, (Jakarta: Kencana, 2009). Pengantar Ilmu Hukum,.h.172.

Ibid, h.185

Zainal Asikin, Op.cit., h.117

Lysa Anggrayni, Op.Cit,. h.48-51.

Soetandyo Wignjosoebroto, (Buletin Komisi Yudisial 2006), Menggagas Terwujudnya


Peradilan Yang Independen Dengan Hakim Profesional Yang Tidak Memihak.

Chidir Ali, (Yogyakarta: CV Nur Cahya 1985), Yurisprudensi Hukum Acara Perdata
Indonesia, hlm. 218

Yahya Harahap, (Jakarta: Sinar Grafika 2005), Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, hlm. 137

Ibid., hlm. 147

Anda mungkin juga menyukai