Anda di halaman 1dari 21

Sesi 1

Jelaskan menurut saudara mengapa hukum sulit didefinisikan dan apa saja unsur-unsur yang terdapat
dalam definisi hukum?

Jawab :

Persoalan mengenai sulitnya hukum untuk didefinisikan karena sifat dari hukum itu sendiri yang abstrak.
Juga terdapat aspek lain yakni luasnya materi kajian dari hukum dan terus berkembang secara dinamis.

Ahli Hukum berpendapat :

Satjipto Rahardjo mengemukakan pendapat bahwa ilmu hukum itu mencakup dan membicarakan segala
hal yang berhubungan dengan hukum. Selanjutnya, Menurut Bernard Arief Sidharta, pengertian yang
dikemukakan oleh Satjipto hampir sama dengan pengertian teori hukum dalam arti luas dan teori hukum
dalam arti sempit yang digunakan oleh Bruggink, hal tersebut diperkuat dengan kalimat yang ia sebut
Jurisprudence.

Immanuel Kant berpendapat ”Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht”
(Artinya: Masih juga para sarjana hukum mencari-cari suatu definisi tentang hukum).

W.L.G Lemaire dalam bukunya “Het Rech In Indonesia” mengemukakan bahwa:

“De veelzijdigheid en veelomavaendheid van het recht brengen niet aen met zich, dat het onmogelijk is in
een enkele definitie aan te geven wat recht is” (Artinya: banyaknya segi dan luanya isi hukum itu tidak
memungkinkan perumusan hukum dalam suatu definisi tentang apakah sebenarnya hukum itu).

Ilmu Hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Karena luasnya
masalah yang dicakup oleh ilmu hukum, ada orang yang pendapat bahwa "batas-batasnya tidak bisa
ditentukan". Ilmu Hukum tidak mempersoalkan suatu tatanan hukum tertentu yang berlaku di suatu negara
(ius constitutum).

Unsur – Unsur Hukum

1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat;


2. Peraturan itu diadakan oleh badan badan resmi yang berwajib;
3. Peraturan itu bersifat memaksa;
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturantersebut adalah tegas

SUMBER : ISIP4130/ MODUL 1/ MATERI INISIASI 1/ OER 1


Sesi 2
a. Menurut anda bagaimana kesimpulan dari Fungsi dan Tujuan Hukum menurut para ahli?
b. Fungsi Hukum apa yang cocok dengan kondisi Indonesia pada saat ini dalam menghadapi perkembangan
teknologi?
Jawab :
Jawab Pertanyaan A :
Berikut adalah fungsi dan tujuan hukum
Fungsi Hukum Sebagai Perlindungan dimana hukum akan melindungi masyarakat dan ancaman bahaya. Fungsi
Keadilan dimana hukum sebagai pelindung, penjaga, dan memberikan keadilan bagi manusia. Dalam Pembangunan
hukum menjadi acuan tujuan Negara. Fungsi dari hukum secara umum adalah :
 Melindungi kepentingan manusia
 Alat untuk ketertiban dan keteraturan manusia dalam masyarakat
 Sarana untuk mewujudkan keadilan sosial
 Sarana alat penggerak pembangunan
 Alat kritik / fungsi kritis
 Menyelesaikan pertikaian

Tujuan hukum adalah untuk melakukan pencapaian dari keadilan yang berada di lingkungan masyarakat dalam hal
ini setiap masyarakat akan dilakukan pemberian apa yang dimana telah menjadi hak dari masing-masing individu .
menjamin kepastian hukum, ada beberapa Pendapat dari para ahli hukum sebagai berikut.
Aristoteles ( Teori Etis ) ( Buku The Ethics of Aristoteles ) Tujuan hukum semata-mata mencapai keadilan. Artinya,
memberikan kepada setiap orang, apa yang menjadi haknya. Disebut teori etis karena isi hukum semata-mata
ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.

Jeremy Bentham (Teori Utilitis) Hukum bertujuan untuk mencapai kemanfaatan. Artinya hukum bertujuan menjamin
kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang/masyarakat ( Jeremy Bentham :1990 ).
Geny ( D.H.M. Meuvissen :1994 ) Hukum bertujuan untuk mencapai keadilan, dan sebagai unsur keadilan adalah
”kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.

Van Apeldorn Tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki
perdamaian. Perdamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan
hukum manusia seperti: kehormatan, kemerdekaan jiwa, harta benda dari pihak-pihak yang merugikan ( Van
Apeldorn :1958 ).

Prof Subekti S.H. Tujuan hukum adalah menyelenggarakan keadilan dan ketertiban sebagai syarat untuk
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan ( Subekti :1977 ).

Purnadi dan Soerjono Soekanto Tujuan hukum adalah kedaimaian hidup manusia yang meliputi ketertiban ekstern
antarpribadi dan ketenangan intern pribadi (Purnadi - Soerjono Soekanto:1978).

Jadi, Hukum dapat disimpulkan memenuhi rasa keadilan, membawa kemanfaatan bagi masyarakat dan harus
mampu menjamin kepastian hukum. Hukum juga sebuah bentuk dari sistem yang terbilang sangatlah penting dalam
melakukan pelaksanaan terhadap pelaksanaan dari sebuah rangkaian akan kekuasaan dari kelembagaan yang
berasal dari sebuah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang berada didalam bidang politik dan ekonomi. Yang
sangat penting untuk jalannya sebuah sistem adalah terutama kenegaraan.
Jawab Pertanyaan B :.
Fungsi hukum yang cocok dengan kondisi Indonesia saat ini dalam menghadapi perkembangan teknologi adalah
Penyelenggaraan Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Karena dalam aspek tata negara, kemajuan teknologi informasi juga dapat dimanfaatkan dalam sistem informasi
Hukum Nasional. Terkait dengan hal tersebut, maka setiap produk peraturan perundang - undangan yang masuk
dalam informasi publik, sudah selayaknya dapat langsung diakses oleh masyarakat secara mudah. Yaitu dengan
memanfaatkan teknologi informasi internet. Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan revolusi sistem informasi
Hukum yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Salah satu kebijakan yang dapat mendorong misalnya
adalah semua jabatan yang berwenang mengeluarkan kebijakan, baik yang bersifat mengatur maupun keputusan
harus memasukannya ke dalam website. Hal ini dikarenakan informasi - informasi dan produk - produk Hukum
tentang kebijakan - kebijakan administrasi yang dianggap penting untuk dikomputerisasikan dan dikembangkan
sebagai bahan dalam rangka komunikasi dan telekomunikasi.

SUMBER : Dwi Cahyati AW, Warsito Adnan. 2011. Pelajaran Kewarganegaraan 1. Jakarta : Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional
Sesi 3
1. Apakah hubungan Hukum Subyektif dan Subyek Hukum.
2. Bagaimana kaitan antara hubungan hukum dan hak&kewajiban, dan akibat hukum berikan
contohnya?
Jawab :
1. Dalam ilmu hukum “Hak” disebut juga hukum subyektif, Hukum subyektif merupakan segi aktif dari pada
hubungan hukum yang diberikan oleh hukum obyektif (norma-norma, kaidah,)

Perlindungan hukum selalu terkait dengan peran dan fungsi hukum sebagai pengatur dan pelindung
kepentingan masyarakat, Bronislaw Malinowski dalam bukunya berjudul Crime and Custom in Savage,
mengatakan “ bahwa hukum tidak hanya berperan di dalam keadaan-keadaan yang penuh kekerasan dan
pertentangan, akan tetapi bahwa hukum juga berperan pada aktivitas sehari- Hari ”.

Hukum menentukan kepentingan-kepentingan masyarakat yang dapat ditingkatkan menjadi hak-hak hukum
yang dapat dipaksakan pemenuhannya. Hak diberikan kepada pendukung hak yang sering dikenal dengan
entitas hukum (legal entities, rechtspersoon) yang dapat berupa orang-perorangan secara kodrati
(naturlijke) dan dapat juga entitas hukum nir kodrati yaitu entitas hukum atas hasil rekaan hukum.

Pendukung hak (entitas hukum) memiliki kepentingan terhadap objek dari hak yang dapat berupa benda (ius ad
rem) atau kepada entitas hukum orang secara kodrati (ius in persona). Pemberian hak kepada entitas hukum,
karena adanya kepentingan dari entitas tersebut kepada obyek hak tertentu.

Menurut Roscoe Pound dalam teori mengenai kepentingan (Theory of interest), terdapat 3 (tiga) penggolongan
kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum, yaitu pertama; menyangkut kepentingan pribadi (individual
interest), kedua; yang menyangkut kepentingan masyarakat (sosial interest), dan ketiga; menyangkut
kepentingan umum (publik interest).

Berdasarkan peristiwa hukum maka hubungan hukum dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1) Hubungan hukum yang bersegi satu (eenzijdige rechtsbetrekkingen),dimana hanya terdapat satu pihak
yang berwenang memberikan sesuatu,berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234
KUHPerdata) sedangkan pihak yang lain hanya memiliki kewajiban.
2) Hubungan hukum bersegi dua (tweezijdige rechtsbetrekkingen), yaitu hubungan hukum dua pihak yang
disertai adanya hak dan kewajiban pada masing-masing pihak, kedua belah pihak masing-masing
berwenang/berhak untuk meminta sesuatu dari pihak lain, sebaliknya masing-masing pihak juga
berkewajiban memberi sesuatu kepada pihak lainnya, misalnya hubungan kerja antara pengusaha dengan
pekerja/buruh.
3) Hubungan antara satu subyek hukum dengan semua subyek hukum lainnya, hubungan ini terdapat dalam
hal hak milik (eigendomrecht).
Dengan demikian setiap hubungan hukum mempunyai dua segi yaitu kekuasaan/wewenang atau hak
(bevoegdheid) dan kewajiban (plicht).
Kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum dinamakan “ Hak”, yaitu
kekuasaan/kewenangan untuk berbuat sesuatu atau menuntut sesuatu yang diwajibkan oleh hak itu.

2. Peristiwa hukum menyebabkan hukum, yaitu hukum objektif beraksi menjadi aktif. Hukum objektif itu sendiri
adalah ketentuan yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih. Karena peristiwa hukum maka hukum
memberi kepada subjek hukum haknya. Peristiwa hukum menimbulkan hak. Hak didefinisikan sebagai suatu
tuntutan atau dapat juga dibuat oleh atau atas nama seorang individu atau kelompok pada beberapa kondisi
atau kekuasaan. Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak
lahir bahkan sebelum lahir.
Allen merumuskan Hak sebagai suatu kekuasaan berdasarkan hukum yang dengannya seseorang dapat
melaksanakan kepentingannya. Selain itu Holland melihat hak itu sebagai kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi perbuatan atau tindakan seseorang tanpa menggunakan wewenang yang dimilikinya, tetapi
didasarkan atas suatu paksaan masyarakat yang terorganisasi.

Contoh nya :
1. Perkawinan antara pria dan wanita yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua pihak, yaitu hak dan
kewajiban sebagai suami dan istri.
2. Kematian seseorang yang akibat hukumnya dapat berupa penetapan pewaris atau ahli waris.
3. Kematian yang diakibatkan oleh orang lain, maka orang tersebut dikenakan akibat hukum berupa
pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya yang telah menghilangkan nyawa orang lain.

SUMBER : ISIP4130/ ILMU PENGANTAR HUKUM/ Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit: Sinar Grafika,
Cetakan Kedelapan 2006
Sesi 4
1. Apakah makna sumber hukum? sumber hukum apa yang paling dominan (penting) di Indonesia yang
mengikuti sistem hukum eropa kontinental (civil law system)?
2. Dalam memutuskan perkara apakah hakim boleh menggunakan hukum tidak tertulis, jelaskan.
Jawab :
Jawab Pertanyaan 1
Makna Hukum di sini diartikan dalam pengertian yang sempit, yaitu sebagai Peraturan Perundang-Undangan. Di
dalam Peraturan itu ada dua hal penting, yaitu Prinsip Hukum dan Ketentuan hukum. Sebenarnya tidak ada
keharusan menyebut Sumber Hukum sebagai Sumber Hukum, hanya saja lazimnya para ahli menyebutnya sebagai
Sumber Hukum. Sumber Hukum yang paling dominan (penting) di Indonesia yang mengikuti sistem hukum eropa
kontinental (civil law system) adalah Undang-Undang. Karena Undang-Undang bersifat mengikat kepada penduduk.
Setelah berlaku dan mengikatnya suatu Undang-Undang, maka setiap orang dianggap telah mengetahui Undang-
Undang dan dengan demikian ia terikat oleh Undang-Undang tersebut. Selain itu menurut sistem Common Law,
menempatkan undang-undang sebagai acuan utama merupakan suatu perbuatan yang berbahaya karena aturan
undang-undang itu merupakan hasil karya kaum teoretisi yang bukan tidak mungkin berbeda dengan kenyataan dan
tidak sinkron dengan kebutuhan. Lagi pula dengan berjalannya waktu, undang-undang itu sudah tidak sesuai lagi
dengan keadaan yang ada, sehingga memerlukan Intrepretasi Pengadilan

Jawab Pertanyaan 2
kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Hakim adalah bagian dari subsistem lembaga peradilan, yaitu sebagai pejabat
yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, sehingga kebebasan Hakim harus selalu berada dalam koridor
kemerdekaan lembaga kekuasaan Kehakiman sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 Undang-Undang No.48
Tahun 2009 yang menyatakan bahwa,
“ dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan “

Dalam putusan Perkara Hakim boleh menggunakan Hukum tidak tertulis, sesuai dengan Putusan Pengadilan Pasal
50 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
“ Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili “

Jadi, Hakim sebagai penyelenggaran peradalin dalam penegak hukum dan keadilan serta memiliki kekuatan untuk
melaksanakan kehakimannya, sehingga hakim dapat menggunakan hukum tidak tertulis sebagai dasar memutuskan
perkara

Sumber : OER 4/ Jurnal Supremasi, Hukum Dan Sumber-Sumber Hukum/ UU No. 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman
Skor : 75
1. Apakah hubungan Hukum Subyektif dan Subyek Hukum.
Jawab Pertanyaan 1 :
Hukum subyektif yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku terhadap orang tertentu atau lebih.
Hukum subyektif ada yang menyebut dengan hak, dan ada juga yang mengartikan sebagai hak dan kewajiban.
Hukum subjektif merupakan konkretisasi dari hukum objektif, yang tertuju kepada subjek hukum atau orang
yang melaksanakan hukum tersebut. Sesorang yang mengadakan hubungan hukum dengan orang lain akan
memperoleh hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban seseorang yang diperoleh karena saling mengadakan
hubungan hukum dinamakan hukum subjektif. Subjek hukum atau persoon adalah suatu pendukung hak, yaitu
manusia dan badan hukum yang menurut hukum berkuasa atau berwenang menjadi pendukung hak. Subjek
hukum mempunyai kekuasaan untuk mendukung hak rechtsvoegd-heid. Subjek hukum adalah sesuatu yang
menurut hukum dapat memilliki hak dan kewajiban atau pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum terdiri
atas manusia ( natuurlijke person ) dan badan hukum ( reacht person ).

2. Bagaimana  kaitan  antara hubungan hukum dan hak & kewajiban, dan akibat hukum berikan contohnya?
Jawab ;
Kaitan antara hubungan hukum dan hak & kewajiban berupa Kesepakatan para pihak untuk mengikatkan dirinya
dalam sebuah perjanjian kemitraan menimbulkan akibat hukum berupa lahirnya hubungan hukum baru antara
para pihak di mana hubungan hukum tersebut menimbulkan hak dan kewajiban terhadap masing-masing pihak.
Hubungan hukum tersebut memiliki kekuatan mengikat layaknya undang-undang sebagimana mengacu pada
Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan “ Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang - Undang bagi mereka yang membuatnya “.

Contohnya :

Pelayanan fitur Go - Food di dalam aplikasi Go - Jek. dalam hal ini, PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa ( AKAB )
bertanggung jawab atas terselenggaranya aplikasi Go - Jek termasuk fitur di dalamnya yang aman serta
bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya, PT. Go - Jek Indonesia
( GI ) bertanggung jawab terhadap kualitas penyedia layanan driver Go - Jek ( mitra ), driver Go - Jek ( mitra )
bertanggung jawab melaksanakan pelayanan dalam bentuk pesan-antar makanan yang sebelumnya telah
dilakukan oleh konsumen.

Jadi, berdasarkan kesepakatan tersebut diatas, sebuah perjanjian antara kemitraan yang menimbulkan akibat
Hukum dan mengikat dari kesepekatan Perjanjian, Perikatan, dan Kemufakatan

Sumber : Jurnal Varia Hukum


Sesi 5
1. Mahzab hukum apa yang diterapkan di Indonesia berkaitan dengan adagium ”hakim tidak boleh menolak suatu
perkara dengan alasan hukumnya tidak ada atau tidak jelas”?
2. Jelaskan kelebihan dan kelemahan Mahzab Hukum Alam dan Mahzab Sejarah?

Jawab Pertanyaan 1
Dalam penerapan Peraturan Perundang -Undangan, seorang hakim dalam mengambil keputusan dibebankan
kewajiban oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ( Pasal 50 ayat 1 ) untuk
harus memuat pasal tertentu dari Peraturan Perundang-Undangan yang bersangkutan yang dijadikan dasar untuk
mengadili. Dominasi pandangan hukum tertentu dalam pertimbangan hukum adalah bahwa hukum yang
berkembang menunjukkan adanya harapan agar pengadilan, khususnya hakim, tidak hanya mampu memberikan
keadilan prosedural semata berdasar teks perundang-undangan, akan tetapi Iebih utama adalah keadilan substantif.
Keadilan substantif bukan berarti hakim harus selalu mengabaikan bunyi undang-undang, melainkan dengan
keadilan substantif berarti hakim bisa mengabaikan undang-undang yang tidak memberi rasa keadilan, tetapi tetap
berpedoman pada formal undang-undang yang sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum.

Selanjutnya, terkait Mazhab hukum di Indonesia yang berkaitan dengan adagium  " hakim tidak boleh menolak
perkara dengan alasan tidak ada hukumnya ", hal tersebut diatur dalam 16 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi : “ Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya ”.  Dalam adagium latin dikenal dengan " Ius Curia Novit " yang dijadikan salah
satu asas hukum dan termuat dalam Code Civil, yang merupakan bagian dari Code Napoleon di Perancis. Pada
mulanya asas itu ditafsirkan secara sempit, yaitu “ hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan
alasan hukum tidak ada atau kurang jelas ”.

Penafsiran tersebut didasarkan pada keyakinan yang berkembang saat itu, bahwa hukum tertulis yang terkodifikasi
itu telah secara lengkap memuat aturan tentang seluruh peristiwa hukum dan hubungan hukum yang mungkin terjadi
dalam seluruh segi kehidupan manusia. Namun kemudian ternyata bahwa hukum yang telah terkodifikasi itu tidak
pernah lengkap dan selalu tertinggal oleh perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karenanya asas itu
kemudian ditafsirkan secara luas, yaitu memberikan wewenang kepada pengadilan ( hakim ) untuk menemukan
hukum ( rechtsvinding ) untuk mengadili perkara yang diajukan kepadanya, manakala hukum yang terkodifikasi
belum mengaturnya.

Jawab Pertanyaan 2
Kelebihan mazhab hukum alam, karena hukum ini bersumber dari Tuhan akan menumbuhkan rasa optimis bahwa
hukum ini akan memberikan rasa keadilan sebagaimana Tuhan yang maha Adil dan akan membentuk moral/akhlak
yang mulia/ baik berupa menjalankan hukum - hukumNya. Kelemahann mazhab ini tidak ada ruang untuk membuat
perubahan didalamnya karena bersifat abadi. Sesungguhnya tidak ada kelemahan mazhab ini karena sumbernya
dari Tuhan ( tidak mungkin Tuhan lemah dalam membuat hukum ). Kelebihan mazhab sejarah adalah sikap tegas
yang mengatakan bahwa hukum itu merupakan derivasi nilai - nilai yang dianut oleh suatu masyarakat.
Kelemahannya yakni tidak diberikannya tempat bagi ketentuan yang sifatnya tertulis ( Peraturan Perundang-
Undangan ), konsepsinya tentang kesadaran hukum sifatnya sangat abstrak serta konsepsinya tentang jiwa rakyat
tidak memuaskan banyak pihak; dan inkonsistensi sikap mengenai hukum yang terbaik bagi suatu bangsa.
Sumber : Hasanuddin Law Review, Vol. 1 No. 1. April 2015/ Jambi Lawclub/ Jurnal Ilmu Hukum Volume 14 Nomor
28 Agustus 2018 – Januari 2019 Syofyan Hadi
Skor : 85
Sesi 6
a. Dalam hal apa dapat dilakukan penemuan hukum (dalam bentuk konstruksi hukum, dan interpretasi atau
penfasiran hukum)?
b. Berikan contoh-contoh konstruksi hukum dan penafsiran hukum?

Jawab Pertanyaan a:
Konstruksi Hukum
Penemuan hukum diartikan sebagai proses pembentukan tiukum oleh hakim, atau aparat hukum lainnya yang
ditugaskan untuk menerapkan peraturan hukum umum pada peristiwa hukum konkret. Sedangkan, penerapan
hukum adalah konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das Sollen) yang bersifat umum dengan mengingat
akan peristiwa konkrit tertentu (das Sein). Penemuan hukum dalam arti ini oleh van Eikema Hommes disebut
sebagai pandangan peradilan yang typis logicistic, di mana aspek logis analitis dibuat absolut, atau yang oleh Wiarda
disebut penemuan hukum heteronom.

Achmad Ali menyatakan menurut aliran ini, hakim diberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya untuk melakukan
penemuan Hukum, dalam arti kata bukan sekedar penerapan Undang-Undang oleh Hakim, tetapi juga mencakup
memperluas dan membentuk peraturan dalam putusan hakim. Untuk mencapai keadilan yang setinggi -tingginya,
hakim bahkan boleh menyimpang dari undang-undang demi kemanfaatan masyarakat.

Montesquieu menyatakan ada tiga bentuk negara dan pada setiap negara terdapat penemuan hukum yang cocok
untuk masing-masing bentuk negaranya. Dalam etat despotique yang tidak ada Undang-Undang, Hakim dalam
mengadili setiap peristiwa individual didasarkan atas apresiasi pribadinya secara arbitrer sehingga terjadi penemuan
hukum secara " Otonom Mutlak ". Sedangkan dalam Negara etat republikcain, terdapat penemuan hukum yang
heteronom di mana Hakim menerapkan Undang-Undang sesuai dengan bunyinya. Adapun dalam etat monarchique,
meskipun Hakim berperan sebagai corong undang-undang, tetapi dapat menafsirkan dengan mencari jiwanya. Di
sini terdapat sistem penemuan hukum yang bersifat heteronom dan otonom.

Hukum ini dapat dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara:


1. Argumentum per analogiam atau sering disebut analogi. Pada analogi, peristiwa yang berbeda namun serupa,
sejenis atau mirip yang diatur dalam undang-undang diperlakukan sama.
2. Penyempitan hukum. Pada penyempitan hukum, peraturan yang sifatnya umum diterapkan terhadap peristiwa
atau hubungan hukum yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan memberi ciri-ciri.
3. Argumentum a contrario atau sering disebut a contrario, yaitu menafsirkan atau menjelaskan undang-undang
yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dan peristiwa yang diatur
dalam undang-undang.

Interpretasi atau Penafsiran Hukum


Metode Penemuan Hukum ini yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks Undang-Undang agar ruang
lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Metode interpretasi ini adalah sarana atau
alat untuk mengetahui makna undang-undang. Interpretasi adalah metode penemuan hukum dalam hal
peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya.

Di Indonesia mengenal penemuan hukum heteronom dan otonom sehingga karenanya apabila dihadapkan suatu
kasus sesulit apapun Hakim wajib menemukan Hukumnya, baik melalui terobosan Hukum ( Contra Legem ), atau
melalui Konstruksi Hukum (rechtsconstruksi ), baik dengan cara menafsirkan hukum yang sudah ada maupun
dengan cara menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Peranan Hakim di sini lebih bersifat otonom. Agar
putusan yang dijatuhkan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara yuridis maupun secara moral, maka dalam
menghadapi fakta konkret, hakim harus mampu menemukan Hukumnya melalui interpretasi.

Ada beberapa jenis metode penemuan hukum, yaitu:


1. Metode subsumtif, yaitu interpretasi terhadap teks Undang-Undang dengan sekedar menerapkan sillogisme.
Terhadap intepretasi model ini ciri khas cara berfikir system subsumtif ini adalah memasukkan peristiwanya
dalam Peraturan Perundang -undangan.
2. Metode interpretasi formal atau disebut juga interpretasi otentik, yakni penjelasan resmi yang diberikan Undang-
Undang dan terdapat pada teks Undang-Undang tersebut.
3. Interpretasi gramatikal, yaitu menafsirkan kata-kata dalam Undang-Undang sesuai kaidah bahasa dan kaidah
Hukum tata bahasa. Dalam metode ini hakim berusaha menemukan makna kata dengan menelusuri kata mana
yang oleh pembuat Undang -Undang digunakan dalam mengatur peristiwa sejenis dan sekaligus menelusuri di
tempat mana lainnya dan dalam hubungan apa pembentuk Undang -Undang menggunakan kata yang sama.
4. Interpretasi historis, yakni dengan melihat sejarah dan latar belakang pembentukan Undang-Undang agar
diketahui secara pasti tujuan dibentuknya Peraturan.
5. Interpretasi sistematis, yaitu metode yang menafsirkan Undang-Undang atau Peraturan sebagai bagian dari
keseluruhan sistem Perundang-Undangan yang terkait. Hakim harus memahami seluruh bagian darisuatu
peraturan yang mengatur terhadap suatu peristiwa yang terkait, dan tidak boleh memisah-misahkannya.
Demikian juga antara Undang-Undang yang satu dengan Undang-Undang yang lain yang mempunyai hubungan
yang sama dan atau sejenis.
6. Interpretasi sosiologis atau teleologis. Penafsiran ini merupakan penyesuaian antara Peraturan Hukum dengan
keadaan baru yang dibutuhkan dalam masyarakat.
7. Interpretasi komparatif membandingkan antara dua atau lebih aturan Hukum terhadap suatu peristiwa tertentu
untuk diambil salahsatudi antaranya yanglebih memenuhi rasa keadilan, serta berkemanfaatan, dan
berkepastian Hukum.
8. Interpretasi futuris atau disebut juga interpretasi antisipatif, yaitu pemecahan yang dilakukan dengan
menggunakan Peraturan-Peraturan yang belum berlaku yang sedang dalam proses pengundangan
( Rancangan Undang-Undang).
9. Interpretasi restriktif, yaitu metode yang sifatnya membatasi, artinya peraturan Perundang-Undangan itu tidak
bisa diperluas karena sifatnya yang mutlak dan terbatas.
10. Interpretasi ektensif, yaitu kebalikan dari metode restriktif, yaitu penafsiran yang bersifat meluas, artinya apa
yang disebut dalam Undang-Undang itu diperluas maksudnya.

Metode penemuan hukum sebagaimana disebutkan di atas oleh Achmad Ali digolongkan ke dalam penemuan
Hukum dengan Interpretasi, karena masih berpegang pada teks undang-undang. Sedangkan yang termasuk dalam
konstruksi hukum yang dilakukan hakim dalam menghadapi kekosongan atau ketidaksempurnaan undangundang
dapat dilakukan melalui beberapa instrument, sebagai berikut: a. Argumentum peran alogian, yaitu metode berfikir
analogi. b. Argumentum a contrario, yaitu jikau undang-undang menetapkan hal tertentu untuk suatu peristiwa
tertentu, maka peraturan itu terbatas pada peristiwa tersebut. c. Rechtsverfinding (penyempitan hukum) yaitu
pengkonkretan hukum atau ada juga yang menyebut penghalusan hukum atau penyulingan hukum. d. Fiksi hukum,
yaitu menciptakan sesuatu yang belum ada atau belum nyata, tetapi untuk kepentingan hukum perlu diadakan atau
dianggap ada.
Jadi, dalam menciptakan dan membentuk hukum untuk diterapkan dalam peristiwa - peristiwa konkret. Penemuan
hukum dilakukan oleh hakim manakala peraturanya tidak jelas, ambigu, terjadi kekaburan norma, atau tidak ada
aturan yang mengatur. metode penemuan hukum oleh hakim dalam menyelesaikan perkara - perkara konkrit yang
dihadapinya dilakukan dengan metode penafsiran ( interpretasi), dan Kontruksi Hukum. Interpretasi dilakukan oleh
Hakim dalam hal Peraturanya ada, akan tetapi tidak jelas, ambigu, atau terjadi kekaburan norma ( vague normen )
untuk diterapkan dalam peristiwa konkret. Sedangkan kontruksi hukum dilakukan oleh hakim dalam hal peraturan
tidak ada atau terjadi kekosongan norma ( rechts vacuum ), atau kekosongan Undang-Undang ( wet vacuum ), maka
hakim menggunakan penalaran logisnya dengan cara argumentum a contrario, dan argumentum per analogium.

Jawab Pertanyaan b
Beberapa Contoh Konstruksi Hukum, Sebagai Berikut :
Argumentum Per Analogi
Argumentum Per Analogi memberi penafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata
dalam peraturan tersebut sesuai dengan azas hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk
kedalamnya dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut karena ada kesamaan.Contohnya :
Dalam pasal 1576 ayat (1) KUH Perdata pengertian kalimat “koopbreekt geen huur” pada kata “koop” yang dimaksud
dan artinya apabilabarang dijual. Kata “koop” atau barang dijual;barang itu dihibahkan ,sehingga pasal 1576 ayat (1)
KUH Perdata pengertian “koop breekt geenhuur” setelah dilakukan secara analogi rumusnya menjadi “levering
breekt geenhuur”, artinya setiap pemindahtanganan suatu barang yang dalam perjanjiansewa menyewa, maka
perjanjian sewa menyewa tidak gugur.

Penyempitan hukum
Penafsiran yang membatasi/ mempersempit maksud suatu pasal dalam Undang-Undang. Contohnya :
Putusan Hoge Road Belanda tentang kasus Per Kereta Api “ Linden Baum ” bahwa kerugian yang dimaksud pasal
1365 KUHPerdata juga termasuk kerugian immateril yaitu pejalan kaki harus bersikap hati -hati sehingga pejalan
kaki juga harus menanggung tuntutan ganti rugi separuhnya ( orang yang dirugikan juga ada kesalahannya ).
Kerugian tidak termasuk kerugian yang tak berwujud seperti sakit, cacat dan sebagainya.

Argumentum a Contrario
Penafsiran Undang -Undang yang didasarkan atas pengingkaran artinya berlawanan pengertian antara soal yang
dihadapi dengan soal yang diatur dalam suatu pasal dalam Undang- Undang. Contohnya :
Pasal 34 KUH Perdata menyatakan bahwa seorang wanita tidak diperbolehkan kawin lagi sebelum lewat waktu 300
hari sejak saat perceraian .Dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah No.9/1975 sebagai pelaksana UU No.1/1974
tentang Perkawinan disebutkan bahwa waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam pasal 11 ayat (2)
UU Perkawinan karena kematian, 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari apabila putuskarena perceraian.

Beberapa Contoh Penafsiran Hukum, sebagai berikut :


Penafsiran Tata Bahasa (Grammatikal)
Penafsiran yang menafsirkan Undang - Undang menurut arti kata-kata ( istilah ) yang terdapat pada Undang-
Undang. Contohnya :
Pasal 1 Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964 yangmengatur tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati
diIndonesia. ( Hanya menegaskan bahwa pelaksanaan hukuman itu dilakukan dengan cara ditembak ). Meskipun
demikian, secara gramatikal tentunya dapat ditafsirkan bahwa penembakan tersebut bukanlah asal sembarangan
menembak, melainkan penembakan yang menyebabkan kematian si terhukum atau dengan perkataan lain, si
terhukum ditembak sampai mati.
Penafsiran Sahih (Autentik/Resmi)
Penafsiran yang didasarkan pada tafsir yang dinyatakan oleh pembuat Undang-Undang. Contohnya :
Penafsiran kata “ malam ” yang dalam pasal 98 KUHP yang berarti waktu atau masa di antara matahari terbenam
dan matahari terbit.

Penafsiran Sistematis
Menafsirakan Peraturan Perundang-Undangan dihubungkan dengan peraturan hukum atau Undang -Undang lain
atau dengan keseluruhan sistem hukum. Contohnya:
Pengertian tentang “ makar ” yang diatur dalam pasal 87 KHUP secara sistematis dapat ditafsirkan sebagai
dasarbagi pasal-pasal 104 s.d. 108 KUHP, pasal 130 dan 140KUHP yang mengatur tentang aneka macam maker
besertasanksi hukumnya masing-masing bagi para pelakunya.

Penafsiran Historis
Penafsiran Undang - Undang dengan cara melihat sejarah terjadinya suatu Undang-Undang. Penafsiran sejarah
hukum, Penafsiran dengan jalan menyelidiki dan mempelajari sejarah perkembangan segala sesuatu yang
berhubungan dengan hukum. Contohnya :
KUHPerdata dikodifikasikan pada tahun 1848, sejarahnya mengikuti civil Perancis dan di Belanda dikodifikasi pada
tahun 1838 3.2. Penafsiran sejarah penetapan suatu Undang-Undang Yakni mencari maksud dari Perundang-
Undangan itu seperti apa yang dilihat oleh pembuat Undang-Undang ketika Undang- Undang itu dibentuk dulu, di
sini kehendak pembuat Undang- Undang yang menentukan.

Penafsiran Teleologis/Sosiologis
Penafsiran Undang-Undang menurut makna/ tujuan kemasyarakatan Contohnya:
Didaerah suku Dayak di Kalimantan, tanah dianggap seperti ibu yang dapat dimiliki oleh setiap orang dan harus
dijaga layaknya menjaga seorang ibu. Dalam hal ini hakim harus menserasikan pandangan sosial
kemasyarakatannya dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria

Penafsiran Ekstensif (Luas)


Metode interpretasi ekstentif yaitu penafsiran dengan cara memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam Undang-
Undang sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan kedalamnya. Contohnya :
Yurisprudensi di Belanda : “ Menyambung ” atau “ menyadap ” aliran listrik dapat dikenakan pasal 362 KUHP
sehingga Yurisprudensi memperluas pengertian unsur barang ( benda ), dalam pasal 362 KUHP

Penafsiran Futuristis
Interprestasi futuristis adalah penafsiran Undang- Undang yang bersifat antisipasi dengan berpedoman kepada
Undang-Undang yang belum mempunyai kekuatan hukum ( ius constituendum ). Contohnya :
Suatu rancangan Undang-Undang yang masih dalam proses perundangan, tetapi pasti akan diundangkan.

Pengalusan Hukum (Rechtsverfijning)


Mengkonstruksi hukum dari aturan hukum yang sudah ada dan masih bersifat umum, untuk suatu fakta yang khusus
yang tidak secara jelas tertera dalam aturan tersebut. Contohnya :
Pasal 362 KUHP tentang pencurian yang berbunyi: Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali
ataumelawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjaraselama-lamanya lima tahun atau denda
sebanyak -banyaknya Rp.900 . Dari pasal tersebut kalimat yang menyatakan bahwa “ Barangsiapa mengambil
sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagiantermasuk kepunyaan orang lain ”, masih bersifat sangat umum
karenapada faktanya tindakan pencurian itu di latar belakangi dan bertujuanoleh dan untuk hal- hal yang bermacam-
macam.

Sumber : Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum/ AL-HUKAMA The Indonesian Journal of Islamic Family Law Volume
07, Nomor 01, Juni 2017/ https://www.slideshare.net/EsikaAnugrah/penemuan-hukum-rechtsvinding
Skor : 95
Sesi 7
1. Jelaskan three of elements of legal system menurut Lawrence. M Friedman?
2. Sistem hukum apa yang berlaku di Indonesia pada saat ini berikan contoh-contohnya
3. Bagaimana hubungan antara Sistem Hukum dan Politik Hukum?
Jawab Pertanyaan 1
Komponen sistem hukum menurut Lawrence M. Friedman adalah sebagai berikut:
1. Struktur hukum atau legal structure Secara sederhana struktur hukum tersebut berkaitan dengan tatanan
kelembagaan dan kinerja kelembagaan beserta dengan aparatnya dalam melaksanakan dan menegakkan
hukum, termasuk di dalamnya pola bagaimana hukum itu dilaksanakan dan ditegakkan sesuai dengan aturan
formalnya (menyangkut pula kinerja hukum)
2. Substansi hukum atau legal substance Komponen kedua dari sistem hukum, yaitu substansi hukum, yaitu: "...
the actual rules, norm, and behavior patterns of people inside the system". Substansi hukum ini menyangkut
aturan, norma dan pola perilaku manusia yang berada dalam sistem itu, bahkan termasuk asas dan etika, serta
putusan pengadilan. Dengan demikian yang disebut komponen substansi hukum disini adalah keseluruhan
aturan hukum (termasuk asas hukum dan norma hukum), baik yang tertulis (law books) maupun tidak tertulis
(living law), serta putusan pengadilan yang dipedomani oleh masyarakat dan pemerintah. Dalam perlindungan
konsumen, substansi hukum ini meliputi peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga atau badan-
badan yang berwenang serta asas-asas hukum yang tertulis dan tidak tertulis yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen. Substansi hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis tersebut dengan sendirinya
hams berakar dan mengakar pada falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, yang berfungsi pula sebagai
pedoman, pemandu, atau penuntun bagi pembentukan dan penerapan hukum di Indonesia.
3. Budaya atau kultur hukum atau legal culture. Budaya atau kultur hukum merupakan suatu hal yang vital di
dalam sistem hukum, yaitu suatu "tuntutan", "permintaan" atau "kebutuhan" yang datangnya dari masyarakat
atau pemakai jasa hukum. yang berkaitan dengan ide, sikap, keyakinan, harapan dan opini mengenai hukum.
Oleh karena itu budaya hukum masyarakat bisa juga diartikan sebagai nilai-nilai dan sikap serta perilalcu
anggota masyarakat dalam kehidupan hukum. Budaya hukum masyarakat tercermin oleh perilaku pejabat
(eksekutif, legislatif maupun yudikatif), tetapi juga perilaku masyarakat. Kultur hukum atau budaya hukum
masyarakat juga dipakai untuk menjelaskan sistem hukum. Misalnya untuk menjelaskan mengapa sistem
hukum tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya atau dalam perjalanannya berbeda dari pola aslinya.
Budaya hukum masyarakat juga dapat diberikan batasan yang sama dengan kesadaran hukum.

Ketiga komponen sistem hukum saling terkait satu sama Iainnya. Dengan mengibaratkan struktur hukum seperti
mesin. Substansi apa yang dihasilkan atau dikerjakan oleh mesin itu. Dan budaya hukum masyarakat adalah apa
saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan atau mematikan mesin itu serta memutuskan
bagaimana mesin itu digunakan.

Jawab Pertanyaan 2
Negara Indonesia yang menegaskan dirinya sebagai Negara Hukum sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-
Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memiliki sistem hukum. Menariknya, Indonesia
menganut tiga sistem hukum sekaligus yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat maupun
ketatanegaraan yakni sistem hukum civil, sistem hukum adat, dan sistem hukum Islam. Sistem hukum civil yang
memiliki karakter “ Hukum Tertulis “ berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda dan tetap bertahan
hingga sekarang mempengaruhi produk-produk hukum saat ini. Meskipun masa kolonial telah berakhir 72 tahun
yang lalu, namun benih-benihnya masih dapat dirasakan hingga sekarang ini mengingat masih eksis dan berlakunya
beberapa produk Hukum Civil kolonial Belanda.
Contohnya, Di bidang Hukum Pidana, Wetboek van Strafrechts (WvS) masih berlaku melalui Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1947 sebagai kitab pedoman dalam bidang pidana ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ). Di bidang
Perdata, Burgerlijke Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Wetboek Van Kopenhandel
(WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku. Sedangkan dalam bidang acara perdata, Herzien
Inlandsch Reglement (HIR), Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg) dan Reglement op de Burgerlijke
Rechtsvordering (RR) juga masih diberlakukan dan belum ada perubahan.

Selain itu, Hukum Adat sebagai hukum yang asli yang tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan
masyarakat yang sangat mempengaruhi proses berlakunya hukum di Indonesia, dan hukum adat ini sangat beragam
di Indonesia. Sehingga, dalam penerapan secara umum akan menghadapi kendala tetapi cukup efsien untuk
masyarakat setempat yang memberlakukannya. Bahkan, apabila di kalkulasikan, lebih banyak masyarakat yang
patuh dan tunduk pada hukum adat daripada Hukum Negara. Cornelis van Vollenhoven sebagai ahli pertama yang
menggagas pembagian hukum adat, mengklasifkasikan 23 lingkungan adat di Nusantara yakni: Aceh, Gayo dan
Batak, Nias dan sekitarnya, Minangkabau, Mentawai, Sumatra Selatan, Enggano, Melayu, Bangka dan Belitung,
Kalimantan (Dayak), Sangihe-Talaud, Gorontalo, Toraja, Sulawesi Selatan (Bugis/ Makassar), Maluku Utara, Maluku
Ambon, Maluku Tenggara, Papua, Nusa Tenggara dan Timor, Bali dan Lombok, Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran),
Jawa Mataraman, dan Jawa Barat (Sunda). Sementara itu, menurut Gerzt orang Amerika menyatakan bahwa
masyarakat Indonesia memiliki 350 budaya, 250 bahasa dan seluruh keyakinan dan Agama di dunia ada di
Indonesia

Menariknya, Hukum Islam juga mempengaruhi corak hukum di Indonesia karena mayoritas penduduk di Indonesia
menganut agama Islam yang memungkinkan hukum Islam menjadi bagian yang pentng dan berpengaruh dalam
sistem hukum di Indonesia. Adanya peraturan perundang-undangan yang bernafaskan Syariah Islam seperti dalam
UU penyelengaraan Haji, UU Perbankan Syariah, UU Wakaf, UU Zakat, Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Peraturan
Daerah Syariah (Perda Syariah) telah cukup membuktkan bahwa negara Indonesia tdak melepaskan tanggungjawab
urusan beragama dengan urusan negara/ pemerintah. Sehingga dapat dikatakan bahwa hukum Indonesia
dipengaruhi oleh warna hukum kontnental, hukum adat dan hukum Islam yang pada kenyataannya masing-masing
mempunyai pengaruh yang besar dalam sistem hukum di Indonesia.

Jawab Pertanyaan 3
Lahirnya suatu sistem Hukum yang kemudian dipergunakan di suatu Negara tidak lepas sejarah tradisi (hukum) dan
budaya (hukum) legal culture yang dianut pada masyarakat tersebut. Ketika tradisi dan budaya tata tulis telah
menjadi semangat kepastian hukum suatu bangsa, maka sistem hukumnya menjelma menjadi sistem hukum tertulis
yang dikodifikasikan. Berangkat dari latar belakang itulah kemudian lahirlah bermacam-macam sistem hukum di
dunia yang mengikuti tradisi dan budaya masyarakat itu.

Setiap negara terdapat politik hukum yang perannya sebagai kebijakan dasar bagi penyelenggara negara untuk
menentukan arah, bentuk maupun isi hukum yang akan dibentuk. Sebagaimana pengertian politik hukum menurut
Padmo Wahjono dengan mengatakan bahwa Politik Hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa
yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu yang di dalamnya mencakup pembentukan, penerapan, dan
penegakan hukum.

Hukum dan politik mempunyai hubungan timbal-balik. Hukum, jika berada di atas politik, maka hukum positif
mencakup semua standar di mana antara lain, kesepakatan dalam masyarakat dicapai melalui proses yang
konstitusional. Dalam menafsirkan hukum, penguasa memisahkan dirinya dari perjuangan untuk meneruskan
kekuasaan dan tidak dikotori oleh pengaruh politik. Sebaliknya, pelaku-pelaku politik dapat menerima Otonomi dari
Institusi - Institusi Hukum jika mereka yakin bahwa Peraturan-Peraturan yang harus ditaati didasarkan pada
kebijaksanaan yang juga mereka anut. hukum sangat dipengaruhi oleh politik, karena hukum sendiri adalah
keputusan - keputusan politik

Sumber : ISIP4130, Modul 10/ Jurnal RechtsVinding, Vol. 8 No. 1, April 2019, hlm. 37–54/
Skor : 95

Sesi 8
a. Jelaskan Hukum Positif yang berlaku di Indonesia dibidang Hukum Tata Negara, Hukum Perdata, dan Hukum
Pidana?
b. Bagaimana kaitan antara hukum yang pernah berlaku (sejarah hukum), hukum yang akan datang (ius
contituendum) dan hukum positif yang berlaku sekarang (ius constitutum)?

Jawab Pertanyaan a:
Hukum Positif dalam Black's Law Dictionaty dikenal sebagai Positive law dalatn bahasa Inggris. Selanjutnya,
Logemann berpendapat bahwa suatu kaidah hukum yang berlaku sebenarnya merumuskan suatu hubungan yang
pantas antara fakta hukum dengan akibat hukum, yang merupakan abstraksi dad keputusan-keputusan. Suatu
gambaran tentang Hukum Positif selalu merupakan lukisan tentang tertib Hukum tertentu, yang berarti suatu tertib
hukum yang terikat oleh tempat dan waktu tertentu

Unsur-unsur lain dari Hukum Positif adalah sebagai berikut:


1. Hukum Positif mengikat secara umum atau khusus Mengikat secara umum berarti aturan hukum yang berlaku
umum, yaitu Peraturan Perundang-Undangan diakui sebagai Hukum Positif. Mengikat secara khusus berarti
Hukum yang mengikat subjek tertentu atau objek tertentu saja yang secara keilmuan dinamakan beschikking.
2. Hukum Positif ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan. Unsur ini menimbulkan paham bahwa
Hukum Positif bersifar memaksa. Hukum ( Positif ) menurut Hans Kelsen adalah suatu tatanan yang memaksa.
3. Hukum Positif berlaku dan ditegakkan di Indonesia Unsur ini hanya menunjukkan bahwa Hukum Positif adalah
suatu aturan Hukum yang bersifat nasional, bahkan lokal.

Hukum Positif ada yang tertulis dan yang tidak tertulis. Hukum Positif yang bersifat tertulis dapat dibedakan menjadi
Hukum positif yang berlaku umum seperti Peraturan perundang-undangan dan Peraturan kebijakan lalu Hukum
positif yang berlaku khusus seperti Ketetapan atau keputusan administrasi negara yang bersifat konkrit dan
Ketetapan atau keputusan konkrit badan kenegaraan yang bertindak untuk dan atau nama Negara bukan atas nama
Pemerintah (administrasi negara). Sedangkan, Hukum Positif tidak tertulis terdiri atas Hukum Adat, Hukum
Keagamaan, Hukum Yurisprudensi, dan Hukum tidak tertulis lainnya.

Hukum Tata Negara Indonesia


Hukum Tata Negara Hukum Tata Negara dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah staatsrecht atau hukum
negara ( state law ) yang meliputi 2 pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin ( dalam arti luas ), dan staatsrecht in
engere zin ( dalam arti sempi t). Staatsrecht in engere zin atau Hukum Tata Negara dalam arti sempit itulah yang
biasanya disebut Hukum Tata Negara atau Verfassungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas dan
yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas ( in ruimere zin ) mencakup Hukum Tata Negara
(verfassungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Administrasi Negara ( verwaltungsrecht ). Di sisi lain, istilah "Hukum
Tata Negara" identik dengan pengertian "Hukum Konstitusi" sebagai tedemahan dari Constitutional Law (Inggris),
Droit Constitutionnel (Perancis), Diritto Constitutionale (Italia), atau Verfassungsrecht (Jerman). Dari segi bahasa,
Constitutional Law memang biasa diterjemahkan menjadi "Hukum Konstitusi". Namun, istilah "Hukum Tata Negara"
jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, kata yang dipakai adalah Constitutional Law.

Berikut adalah definisi Hukum Tata Negara menurut para Ahli :


1. Kusumadi Pudjosewojo, Hukum Tata Negara ialah Hukum yang mengatur bentuk Negara (kesatuan atau
federal) dan bentuk Pemerintahan (kerajaan atau republik) yang menunjukkan masyarakat - masyarakat Hukum
yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatan yang selanjutnya menegaskan wilayah dan
Iingkungan dari masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat kelengkapan dari masyarakat Hukum
itu beserta susunan, wewenang, tingkatan pengembangan dari alat-alat kelengkapan Negara.
2. Van Vollenhoven, Hukum Tata Negara mengatur semua masyarakat Hukum atasan dan masyarakat Hukum
bawahan menurut tingkatan-tingkatannya, yang masing-masing menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya
sendiri-sendiri, dan menentukan badan-badan dalam lingkungan masyarakat Hukum yang bersangkutan beserta
fungsinya masing-masing, serta menentukan pula susunan dan kewenangan badan-badan yang dimaksud.
3. Paul Scholten, Hukum Tata Negara itu tidak lain ialah hukum yang mengatur mengenai tata organisasi negara.
4. Logeman, Hukum Tata Negara adalah Hukum yang mengatur organisasi negara. Negara menurut Logeman
adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta
menyelenggarakan sesuatu masyarakat.

Sumber Hukum Tata Negara yaitu :


1. Sumber Hukum Material adalah Sumber Hukum yang menentukan isi kaidah Hukum. Pancasila sebagai
staaufundamentalnorm atau norma Negara yang paling fundamental, ideologi. Dengan demikian sumber Hukum
material adalah Pancasila.
2. Sumber Hukum dalam arti Formal merupakan bentuk peristiwa-peristiwa dari mana atau dengan apa (proses)
terbentuknya Kaidah Hukum yang berlaku (Kaidah Hukum Positif). Sumber yang pertama, Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku. Berdasarkan hierarkinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-
Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan :
 Undang-Undang Dasar 1945
 TAP MPR
 Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
 Peraturan Pemerintah
 Peraturan Presiden
 Peraturan Daerah Provinsi
 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Asas-asas Hukum Tata Negara adalah yaitu Asas Pancasila, Asas Negara Hukum, Asas Kedaulatan Rakyat dan
Demokrasi, serta Asas Negara Kesatuan. Selanjutnya, Hukum Tata Negara juga memiliki hubungan dengan Ilmu
Negara sebagai berikut:
1. Ilmu Negara merupakan dasar dalam penyelenggaraan praktek Ketatanegaraan yang diatur lebih lanjut dalam
Hukum Tata Negara
2. Ilmu Negara mempelajari konsep, teori tentang negara yang merupakan dasar dalam Hukum Tata Negara.

Hukum Tata Negara memiliki hubungan dengan Ilmu Politik. Hukum Tata Negara mempelajari Peraturan-Peraturan
Hukum yang mengatur organisasi kekuasaan Negara, sedangkan Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dilihat dari
aspek perilaku kekuasaan tersebut.

Hukum Perdata
Hukum Perdata dibagi menjadi Hukum Perdata Materiil dan Hukum Perdata Formil. Hukum Perdata Materiil
mengatur kepentingan-kepentingan Perdata. Hukum Perdata Formil mengatur pertikaian Hukum mengenai
kepentingan-kepentingan perdata atau dengan perkataan lain, mempertahankan Peraturan-Peraturan Hukum
Perdata Materiil dengan pertolongan Hakim. Menurut Subekti, perkataan "Hukum Perdata" dalam arti yang luas
meliputi semua Hukum "Privat Materiil", yaitu segala Hukum Pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan. Perkataan "Perdata" juga lazim dipakai sebagai lawan dari "Pidana". Ada juga orang memakai
perkataan "Hukum Sipil" untuk Hukum Privat MateriI itu, tetapi karena perkataan sipil itu juga lazim dipakai sebagai
lawan dari "militer" maka lebih baik menurut Subekti kita memakai istilah "hukum perdata" untuk segenap peraturan
hukum privat materiil.

Hukum Perdata Materiil dikodifikasi ketentuan-ketentuannya ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). KUHP terdiri dari empat buku, yaitu Buku I
mengatur "Perihal Orang", Buku II mengatur "Perihal Benda", Buku III mengatur "Perihal Perikatan", Buku IV
mengatur "Perihal Bukti dan kadaluwarsa". Hukum pribadi diatur di dalam Buku I BAB 1-3, dan Buku III BAB 9
KUHPerdata. Hukum Keluarga diatur di dalam Buku I BAB 4-18. Selanjutnya, Hukum Kekayaan diatur dalam Buku II
BAB 1-2, BAB 19-21, dan Buku III. Sedangkan, Hukum Waris diatur di dalam Buku II BAB 12-18. Buku IV KUH
Perdata itu berisi ketentuan-ketentuan hukum perdata formil.

Hukum Pidana
Istilah Hukum Pidana merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda strafrecht. Straf berarti pidana, dan recht
berarti hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa istilah Hukum Pidana itu dipergunakan sejak pendudukan
Jepang di Indonesia untuk menerjemahkan pengertian strafrecht dad bahasa Belanda, dan untuk membedakannya
dari istilah hukum perdata yaitu burgerlijkrecht atau privaatrecht dari bahasa Belanda.

Definisi Hukum Pidana menurut para ahli sebagai berikut :


1. Hukum Pidana menurut Moelyatno antara lain bahwa Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
 Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dengan disertai ancaman
pidana bagi siapa yang melanggarnya.
 Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan dapat dikenakan pidana.
 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
melanggarnya.
2. W.L.G. Lemaire mengatakan bahwa Hukum Pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-
keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi
berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus.
3. Menurut Simons, Hukum Pidana itu dapat dibagi menjadi Hukum Pidana dalam arti objektif atau strafrecht in
objectieve zin dan Hukum Pidana dalam arti subjektif atau strafrecht in subjectieve zin.

Fungsi Hukum Pidana sebagai berikut :


1. Fungsi yang umum Hukum Pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh karena itu fungsi Hukum
Pidana juga sama dengan fungsi Hukum pada umumnya, yaitu untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau
untuk menyelenggarakan tata dalam masyarakat
2. Fungsi yang khusus Fungsi khusus bagi Hukum Pidana adalah untuk melindungi kepentingan Hukum terhadap
perbuatan yang hendak memperkosanya (rechtsguterschutz) dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya
Iebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang Hukum lainnya.

Jawab Pertanyaan b :
Ius Constitutum artinya Hukum yang berlaku saat ini atau hukum yang telah ditetapkan (Hukum Positif). Sedangkan
Ius Constituendum berarti Hukum yang dicita - citakan atau yang diangan - angankan di masa mendatang.
Kaitan antara Hukum yang pernah berlaku ( sejarah hukum ), Hukum yang akan datang ( ius contituendum ) dan
Hukum Positif yang berlaku sekarang ( ius constitutum ) adalah salah satunya Ius Constituendum berubah menjadi
Ius Constitutum dengan cara :
1. Digantinya Undang-Undang dengan Undang-Undang yang baru (Undang-Undang yang baru pada mulanya
merupakan rancangan Ius Constituendum).
2. Perubahan Undang-Undang yang ada dengan cara memasukkan unsur-unsur baru (unsur-unsur baru pada
mulanya berupa Ius Constituendum).
3. Penafsiran Peraturan Perundang-Undangan. Penafsiran yang ada kini mungkin tidak sama degan penafsiran
pada masa lampau. Penafsiran pada masa kini, dahulu merupakan Ius Constituendum.
4. Perkembangan doktrin atau pendapat sarjana hukum terkemuka di bidang teori hukum.

Sumber : ISIP4130, Modul 11/

Anda mungkin juga menyukai