Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum hal tersebut tercantum dalam Pasal 1
ayat (3) UUD Tahun 1945. Pengakuan sebagai negara yang berdasarkan atas
hukum mengandung pengertian bahwa hukum merupakan suatu pedoman
dan ukuran tertinggi dalam setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di Indonesia. Hal tersebut, diwujudkan dengan lahirnya seperangkat
instrumen hukum dalam tata hukum Indonesia baik dalam bentuk peraturan
perundangan maupun lembaga-lembaga negara yang bertujuan guna menjalankan
peraturan perundangan tersebut. Melalui Pembukaan UUD 1945 dinyatakan
dalam alinea empat bahwa Negara Indonesia sebagai suatu persekutuan bersama
bertujuan untuk melindungi warganya terutama dalam kaitannya dengan
perlindungan hak-hak asasinya. 

Hak asasi manusia sering kita sebut sebagai HAM adalah terjemahan dari
istilah human right atau the right of human. Secara terminologi istilah ini artinya
adalah hak-hak manusia. Namun dalam beberapa literatur pemakaian” istilah hak
asasi manusia (HAM) lebih sering digunakan dari pada pemakaian hak-hak
manusia.Di Indonesia hak-hak manusia pada umumnya lebih dikenal dengan
istilah “hak asasi" sebagai terjemahan dari basic right (Inggris) dan
groundrechten (Belanda), atau bisa juga disebut hak-hak fundamental.1Pada
hakikatnya HAM terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak
bersamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir HAM yang
lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini hak asasi manusia lainnya sulit akan
ditegakkan. 2

Mempelajari Hukum HAM sebagai salah satu jenis hukum dalam kasanah
hukum nasional, fokus pembelajarannya tidak bisa dilepaskan dari variabel-
variabel pembentuk terminologi Hukum HAM itu sendiri, yakni terminologi
1
M. Syukri Albani Nasution dan Zul Pahmi Lubis. Hukum Dalam Pendekatan Filsafat,
(Jakarta :PT Karisma Putra Utama), Hlm.267
2
H.Baharudin Lopa, Al-Qur’an dan hak-hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 1996),Hlm 2.

1
2

hukum dan HAM. Sangat perlu disadari, dalam konteks pembelajaran Hukum
HAM, penguasaan mendasar terhadap maknawi dari variabel-variabel dimaksud
3
sudah harus dipahami dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul “HUKUM dan HAM”.

3
Widiada gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017),
Hlm 43.
3

B. Identifikasi Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum ?
2. Apa yang dimaksud dengan HAM ?
3. Apa yang dimaksud dengan Hukum HAM

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan hukum.
2. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan HAM.
3. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Hukum
HAM.

D. Kegunaan Penelitian
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi kontribusi baik dari segi
teoritis maupun dari segi praktis bagi seluruh masyrakat.
1. Kegunaan Teoritis
Makalah ini diharapkan berguna untuk pengembangan ilmu hukum
terutama bagi pengembangan ilmu hukum dan HAM.
2. Kegunaan Praktis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran
terhadap pengetahuan terkait Hukum dan HAM.
BAB II
TUNJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN HUKUM dan HAM

A. Pengertian Hukum
Membicarakan pengertian hukum, berarti membicarakan pengertian dari
4
obyek ilmu hukum. Mengingat objek kajiannya adalah ”hukum”, maka
pengertian atau pemahaman kita tentang ”hukum” haruslah dipahami secara
mendalam, sehingga nantinya akan diketahui ”apakah sesungguhnya yang
menjadi hakikat hukum itu” ?
Di dalam kepustakaan ilmu hukum terdapat banyak pengertian atau
definisi ”hukum”, namun tidak satupun definisi yang ada itu dapat memuaskan
para ahli hukum lainnya, karena tidak mungkin ada satu definisipun tentang
"hukum” yang sekaligus dapat mengeksplorasi kedalaman batas-batas substansi
yang sedemikian luasnya yang berkaitan dengan ”hukum”. Akibatnya, tidak ada
satupun definisi “hukum” yang ada di dunia ini diakui oleh para juris. Sulitnya
mendefinisikan “hukum” ini sebenarnya sudah lebih dari satu abad yang lalu
dikemukakan oleh Immanuel Kant, dan sampai dengan saat ini masih dirasakan
kebenaranya. Filsuf kenamaan ini mentakbirkan, bahwa : “nach suchen die
juristen eine definition zu ihrem begriffe von recht” (disitasi dari van Apeldoorn,
1993 : 1). Artinya : “Tidak seorang ahli hukumpun yang mampu membuat definisi
tentang hukum”. Hukum itu banyak seginya dan sangat luas ruang lingkupnya,
sehingga tidak mungkin untuk dirumuskan dalam suatu definisi (Lili Rasjidi dan
Ira Rasjidi, 2001 : 1).
Sehubungan dengan sulitnya “hukum” didefinisikan, Lemaire mengatakan,
bahwa hukum yang banyak seginya serta meliputi segala lapangan ini
menyebabkan orang tidak mungkin membuat suatu defenisi apa “hukum” itu
sebenaranya (Disitasi dari Pipin Syarifm, 1998 : 21). Sedangkan van Apeldoorn
(1983 : 13) mengatakan, bahwa tidak mungkin memberikan defenisi tentang
hukum yang sungguh-sungguh dapat memadai kenyataan.

4
Widiada gunakaya, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Pustaka Harapan Baru, 2014),
Hlm 82.
5

Korelasi dengan premis di atas kaitannya dalam pembelajaran Hukum


HAM, perlu dianut satu pengertian hukum sebagaimana acuan yang dikemukakan
oleh Mochtar Kusurhaatmadia sebagai berikut;
“Hukum itu tidak saja merupakan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat melainkan meliputi pula lembaga'lembaga
(institusions) dan proses-proses (process) yang mewujudkan berlakunya kaidah-
kaidah itu dalam kenyataannya”. 5
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan hukum itu adalah suatu
kumpulan peraturan atau kaidah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan
normatif. Bersifat umum karena berlaku bagi setiap orang, Sedangkan bersifat
normatif karena menentukan apa yang seyogyanya atau seharusnya dilakukan. 6

B. Istilah dan Pengertian HAM


Istilah HAM dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai istilah hak-hak dasar
manusia atau hak dan kewajiban dasar manusia7. Sedangkan dalam bahasa asing
dikenal berbagai istilah, misalnya human rights (bahasa Inggris], droit de
l'homme (bahasa Perancis) dan menseh’jkerechten atau grondrechten [bahasa
Belanda)“. Mengacu pada istilah-istilah tersebut, secara konstitusional dan formal
yuridikal, di dalam negara hukum Indonesia telah disepakati untuk mengguakan
istilah hak asasi manusia yang disingkat dengan HAM.
Guna pemahaman komprehensif terhadap istilah HAM sebagaimana
dimaksud di atas, perlu dijelaskan satu persatu pengertian dari terminologi yang
membetuk istilah HAM, mulai dari pengertian terminologi ”hak”, ”asasi, ”hak
asasi”, dan ”manusia” sebagaimana diuraikan berikut ini.

1. Pengertian Hak dan Asasi serta Hak Asasi


Hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Sedangkan ”hak
asasi” adalah kepentingan mendasar dan bersifat sangat mutlak yang harus
dilindungi oleh hukum. Kepentingan adalah ”tuntutan perorangan atau kelompok
5
Mochtar Kusuatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Binacipta,
Bandung, 1975, hlm 11.
6
Widiada gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017), Hlm 46.
7
6

yang diharapkan untuk dipenuhi”, pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang


dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam pelaksanaannya. Pemilik hak
melaksanakan hak ( kehendaknva] menurut cara tertentu vang. diarahkan untuk
memuaskan dirinya sebagai oemegang hak. Menurut Sudikno Mertokusumo,
setiap hak di dalam. mengandung empat unsur yang satu sama lam saling
berhubungan, yaitu:
1) Subjek hukum
2) Objek hukum
3) Hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban, dan
4) Perlidungan hukum.
Jadi pada umumnya, hak itu (HAM) adalah sesuatu yang dimiliki secara
mutlak oleh manusia sebagai subjek hukum dan terhadap sesuatu yang menjadi
haknya itu. Ia mempunyai kebebasan yang dijamin oleh aturan hukum untuk
melakukan sesuatu apa pun tanpa halangan dari pihak manapun. Oleh karena ia
memiliki hak (HAM), maka dengan sendirinya ia juga memiliki kebebasan dan
kewenangan mutlak atas haknya tersebut untuk melakukan satu perbuatan hukum
tertentu, asalkan tidak melanggar hak (HAM) orang lain. Orang-orang lain ini
justru berkewajiban untuk mengakui dan menghormati hak (HAM) yang
dijalankan oleh subjek hukum pemilik hak (HAM).
Disinggung masalah ”kewajiban”, memang sejatinya hak (HAM) itu selalu
berkait dengan kewajiban bahkan sifatnya mengikat (binding) bagi orang orang
lain. jadi dapat dlkatakan, tidak ada hak tanpa kewajiban, atau tidak ada hak asasi
tanpa kewajiban asasi. Di dalam Hukum HAM, kewanban asasi tersebut,
kendatipun tidak dalam rangka suatu hubungan hukum, orang-orang lain tadi tetap
berada dalam posisi ”terikat akan kewajibannya” untuk menghormati HAM orang
lain. Jadi tidak salah jika terdapat pendapat yang mengistilahkan HAM dengan
istilah “hak dan kewajiban dasar manusia” sebagaimana dikemukakan oleh Padmo
Wahjono. 8
Di dalam ilmu hukum sudah menjadi suatu ajaran (rechts dogmatiek)
bahwa hak dan kewajiban itu menyatu, satu dengan yang lain tidak terpisahkan.
Oleh karena itu, di dalam kehidupan bermasyarakat, sudah menjadi suatu
8
Kuntjoro Purbopranoto, Hak-hak Dasar Manusia dan Pancasila Negara Republik Indonesia, PN.
Pradnya Paramita, Jakarta, 1960, hlm. 28.
7

dogmatika hukum pula, bahwa hak dan kewajiban manusia secara individual
selalu berkonotasi dengan hak dan kewajiban individu anggota masyarakat
(manusia-manusia) lainnya. Ini berarti pula, hukum mengatur hubungan antara
individu dengan masyarakat. jika dikaitkan dengan Hukum HAM, maka HAM
secara individual berkontraksi pula dengan “HAM masyarakat” sebagai kesatuan
komunitas.
Bersenergi dengan premis di atas, dapat diketahui bahwa ham pada
hakikatnya mengandung dua aspek, yaitu HAM dalam arti hak asasi manusia dan
HAM dalam arti hak asasi masyarakat. Kedua aspek tersebut merupakan
karakteristik dan sekaligus identitas hukum, yaitu aspek kemanusiaan dan aspek
kemasyarakatan. Di dalam konteks demikian inilah menjaga benar adanya, bahwa
seorang individu dalam merealisasikan apa yang menjadi hak asasinya tidak boleh
sebebas-bebasnya menurut sekehendak hatinya, akan tetapi harus pula
memperhatikan hak-hak kemasyarakatan (hak-hak'orang-orang lain).

C. Pengertian Hukum HAM


Mengingat eksistensi HAM sedemkian absolut kemelekatanya pada diri
individu manusia, dan bersifat universal, sehingga tidak dapat dipisahskan dari
hakikat dan keberadaan manusia itu sendiri, maka menurut Paul Sieghart,
"Sangat diharamkan adanya diskriminasi dalam bentuk apa pun (race, colour, sex,
language, religion, political order opinion, national or social origin, property,
birth, or other status). 9Namun demikian, apabila negara dalam keadaan darurat,
pembatasan terhadap HAM, menurut ketentuan HAM di atas untuk sementara
waktu diperkenankan, yaitu dalam keadaan perang atau dalam keadaan darurat
umum (public emergency) yang mengancam keselamatan negara. Demikian pula
mengenai tindakan yang akan diberlakukan untuk membatasi HAM harus
dibatasi sejauh hal itu memang benar-benar diperlukan karena gawatnya keadaan.
Namun “demikian, terdapat beberapa hak yang tidak dapat dibatasi dan dikurangi,
misalnya the rights of life, the freedom from torture and other illtreutment, the
freedom from slavery and servilude, and the imposition of retroactive penal laws
“.

9
Paul Sieghart, the lawful Rights mankind, Oxford, 1986.
8

Sinergi dengan definisi hukum yang dikemukakan oleh Mochtar


Kusumaatmadja, serta dikaitkan dengan makna dan hakikat HAM sebagaimana
dipaparkan di atas, maka ”Hukum HAM” dapat dibuat pengertiannya sebagai
seperangkat asas dan kaidah yang mengatur tentang hak-hak asasi manusia yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai ciptaan dan anugerah
Tuhan, yang memerlukan lembaga dan proses untuk merealisasikan kaidah itu
dalam kenyataannya, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Jika definisi Hukum HAM di atas dikorelasikan dengan definisi hukum
yang dikemukakan di muka, maka terdapat dua Variabel penting yang secara
signifikan berkaitan dengan "definisi intensional" dan “definisi ekstensional”
hukum HAM. 10Pertama, berkaitan dengan definisi intensional:

a. Seperangkat aturan normatif tentang HAM.


b. Asas-asas Hukum HAM
c. Tujuan hukum HAM yang bercitakan keadilan kemanfaatan dan kepastian.
d. Struktur Hukum HAM.
e. Kultur masyarakat terhadap aspek-aspek Hukum HAM.
f. Pengendalian dalam arti penegakan, penerapam dan penjatuhan sanksi terhadap
pelanggaran Hukum HAM.
g. Sistem berpikir ilmiah tentang Hukum HAM.
h. Pengembanan terhadap Hukum HAM.
i. Terwujudnya ketertiban dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara berdasarkan sistem hukum HAM.
Berdasarkan pengertian "definisi intensional' hukum HAM di atas. maka
terminologi hukum HAM dan atau aforisme hukum HAM atau variabel-variabel
hukum HAM yang terkandung di dalamnya adalah hal-hal yang dirinci dari poin 1
s/d 9 di atas.
Kedua, yang menjadi definisi ekstensional Hukum HAM (ruang lingkup
Hukum HAM secara keseluruhan) adalah segala turunan atau hal-hal yang

10
Widiada Gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017), Hlm 59.
9

menjadi realitas Hukum HAM yang dikaji yang berkaitan langsung dengan setiap
“terminologi hukum HAM” yang telah disebutkan di atas.

D. Asas-asas dan Kaidah-kaidah Hukum HAM


Pembelajaran mengenai Hukum HAM, konteks pembelajarannya tidak
bisa dilepaskan dari pembelajaran terhadap “hukum” itu sendiri. Sebab, hukum
HAM pada hakikatnya adalah hukum11. Oleh karena itu, membicarakan asas-asas
Hukum HAM diskursusnya tidak bisa dilepaskan dari “asas-asas hukum” secara
umum (asas-asas hukum umum), baik yang terdapat pada rezim Hukum
Internasional (HI) maupun Hukum Nasional. Asas-asas dalam HI di antaranya
asas kemerdekaan, kedaulatan, dan kesamaan derajat negara-negara, pacta
suntservanda, (perjanjian harus ditepati), clausula sic stantibus/ceteris paribus
(asas persetujuan hanya berlaku bila keadaannya tetap sama/tidak berubah),
bonavida (asas itikad baik), asas reciprocity (asas timbal balik), asas et aqua et
bona (asas berdasarkan keadilan), non bis in idem principle atau double joepardy
(tidak diadili untuk kedua kalinya terhadap perkara yang sama), presumption of
innocent (praduga tak bersalah), asas penghormatan dan perlindungan terhadap
HAM). Asas-asas Hukum Nasional di antaranya seperti asas legalitas,
culpabilitas, non-retroactive (tidak berlaku surut), praduga tak bersalah, ne bis in
idem, asas peradilan yang cepat dan murah.
Asas-asas hukum umum di atas keberadaannya sangat berkaitan erat
dengan penghormatan, pengakuan, dan perlindungan dalam rangka penguatan
HAM itu sendiri. Oleh karena itu, adanya pendapat yang memasukkan “asas-asas
hukum umum” sebagai “asas-asas Hukum HAM” dinilai sudah tepat. Namun
demikian, secara tersendiri Hukum HAM memiliki asas-asas yang bersifat
khusus. “Asas-asas Khusus dari Hukum HAM” ini sesungguhnya dapat diketahui
ketika dibicarakan definisi HAM, yang menyatakan bahwa HAM itu adalah hak-
hak absolut yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia (inherent dignity)
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan diproteksi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang. Ini berarti mengandung konsekuensi, bahwa hak-hak

11
Widiada Gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017), Hlm 61.
10

itu merupakan hak dasar yang melekat secara absolut pada diri setiap individu
manusia yang tidak dapat dicabut (inalienable) dan tidak boleh dilanggar
(inviolable) oleh siapa pun. Sebagai hak dasar, HAM secara kodrati melekat pada
diri setiap individu manusia, konse uensinya setiap individu manusia memiliki
kesederajatan, kesetaraan dan ekualitas. Ini berarti pula HAM memiliki sifat
universal dan eternal (Ianggeng/abadi), tanpa memandang apa pun rasnya, warna
kulitnya, jenis kelaminnya, bahasanya, agama atau kepercayaannya, pendapat
politiknya, kebangsaan atau nasionalitasnya, dan suku bangsanya Selain itu hak-
hak dasar dimaksud antara satu dengan lainnya sangat korelatif sehingga tidak
bisa dipisahlepaskan dan tidak bisa dibagi-bagi.12
Linier dengan substansi proposisi di atas yang sangat mengimperasikan
“HAM harus diperlakuan dan memiliki sifatsifat demikian” karena memang
sejatinya di dalam maknawi HAM secara intrinsik terkandung dan merekat
prinsip-prinsip dasar yang sangat bersifat asasi, serta memiliki kebenaran
toutologi (suatu realitas yang dengan sendirinya benar adanya dan kebenarannya
itu bersifat mutlak). Mengingat hak-hak dasar kemanusiaan itu bersifat asasi dan
memiliki kebenaran tautologi, maka hak-hak dasar dimaksud dalam kerangka
Ilmu Hukum fungsional sifatnya sebagai "asas” dalam rangka penguatan
eksistensi HAM. Oleh karena itu, hak-hak dasar tadi di dalam pembelajaran
Hukum HAM ditetapkan menjadi asasasas Hukum HAM. Asas-asas dimaksud
adalah. 13

a. Asas Kemelekatan (Alienable Principle)


Suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa hak asasi melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan
anugerah-Nya, sehingga tidak dapat dicabut (inalienable) dan diabaikan
(indemgable) oleh siapa pun. Dengan Demikian asas kemelekatan ini menurunkan
asas atau prinsip tidak boleh dicabut (inalienable principle) dan asas atau prinsip
tidak boleh diabaikan (inderogable principle). Asas adalah suatu pernyataan yang
mengandung kebenaran universal, .oleh karena itu “asas” bukan atau tidak
merupakan pendapat pribadi, tetapi pernyataan umum yang terdapat di dalam
12
Ibid., Hlm 62.
13
Ibid,. Hlm 63.
11

Hukum Internasional (HI) dan diakui oleh para ahli. Demikian pula HAM yang
pada awalnya merupakan studi dari HI, karena memiliki aturan-aturan tertentu di
dalam perkembangannya menjadi Hukum HAM yang asas-asasnya bersumber
dari asas HI dan Hukum HAM.

b. Asas Kesederajatan/Kesetaraan (Equality Principle)


Suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa oleh karena setiap individu
manusia (orang) memiliki HAM, maka setiap individu manusia memiliki
kedudukan yang sederajat atau setara dengan individu manusia lainnya. Asas ini
juga melahirkan asas ekualitas (equality principle). Artinya, setiap orang harus
diperlakukan sama (diperlakukan setara dengan orang/manusia lainnya) pada
situasi yang sama, dan diperlakukan berbeda pada situasi yang berbeda.
(Substansi alasan sama dengan di atas). Pernyataan tersebut adalah pendapat
penulis sendiri yang dibuat berdasarkan postulasi. bahwa setiap manusia adalah
sederajat atau setara dan sama-sama memiliki HAM sebagai hak dasar yang
secara kodrati melekat pada diri setiap individu manusia, konsekuensinya setiap
individu manusia memiliki Kesederajatan, kesetaraan, dan ekualitas. Ini berart
pula HAM memiliki sifat universal dan “eternal" (langgeng, abadi), tanpa
memandang apapun rasnya, warna kulitnya, jenis kelaminnya, bahasanya, agama
atau kepercayaannya, pendapat politiknya, kebangsaan atau nasionalitasnya, dan
suku bangsanya. Selain itu hak-hak dasar dimaksud antara satu dengan lainnya
sangat korelatif sehingga tidak bisa dipisahkan dan tidak bisa dibagi-bagi
(interrelated, interdependent, dan indivisible).

c. Asas Nondiskriminasi (Nondiscrimination Principle)


Asas nondiskriminasi timbul sebagai konsekuensi dari adanya asas atau
prinsip ekualitas. Pengertian asas nondiskriminasi adalah, Suatu prinsip dasar
yang menentukan bahwa setiap manusia adalah sama sebagai ciptaan Tuhan YME
tanpa membedakan agama (keyakinan kepada Tuhan YME), warna kulit, bahasa,
suku bangsa, kewarganegaraan. keyakinan politik dan lain sebagainya lain
sebagainya. Oleh karena itu. harus mendapat perlakuan sama (nondiskriminasi).
(Substansi alasan pada prinsipnya sama dengan di atas). Penulis berpendapat
12

bahwa HAM yang dimaksud bukanlah hanya untuk orang perorangan, tetapi
merujuk pada semua orang sebagai ciptaan Tuhan YME dan HAM itu merupakan
anugerah-Nya. Manusia diciptakan Tuhan beragam warna kulit, bahasa, suku
bangsa, kewarganegaraan. dan lain sebagainya, serta sebagai makhluk
interminisme diberi hak untuk bebas memilih keyakinan politiknya, dan memeluk
agama sebagai keyakinannya. Di dalam Hukum HAM, kebebasan adalah HAK
yang bersifat mendasar yang tidak boleh dicabut oleh siapa pun, tidak terkecuali
Negara, hukum dan pemerintah. Oleh karena itu hukum HAM dan juga negara
dan pemerintah tidak boleh membeda-bedakan perlakuan antara manusia satu
dengan yang lainnya. Tidak satupun manusia itu istimewa dihadapan Tuhan.

d. Asas Universal
Suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa eksistensi HAM melekat
pada hakikat dan keberadaan pada setiap diri manusia sebagai makhluk Tuhan
YME dan merupakan anugerah-Nya tanpa memandang apa pun rasnya, warna
kulitnya, jenis kelaminnya, bahasanya, agama atau kepercayaannya, pendapat
politiknya, kebangsaan atau nasionalitasnya, dan suku bangsanya, kebenarannya
telah diakui sebagai prinsip-prinsip umum hukum Internasional yang telah diakui
oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia (general principlesof law recognized
by civilized nations). Sebagai konsekuensinya, asas HAM yang bersifat universal
melahirkan asas turunan di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Asas perlindungan terhadap HAM.
2) Asas penghormatan terhadap HAM.
3) Asas mempertahankan eksistensi HAM.
4) Asas tidak boleh mengabaikan HAM.
5) Asas tidak boleh mengurangi HAM orang lain
6) Asas tidak boleh melanggar HAM.
7) Asas tidak boleh merampas HAM.

e. Asas Eternal
Lahir sebagai derivasi dari prinsip, bahwa eksistensi HAM melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan
13

anugerahNya. Pengertian asas eternal adalah, Suatu prinsip dasar yang


menentukan bahwa HAM eksistensinya melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia secara terus menerus, bersifat langgeng atau abadi. Apa yang penulis
kemukakan pada asas eternal ini, substansi alasannya sama dengan ketika
dijelaskan alasan pemetapan Asas Nondiskriminasi (Nondiscrimination
Principle). Hanya saja pada tataran praksis pemberlakuan dan atau penerapan
terhadap asas nondiskriminasi tersebut tidak boleh bersifat ad hoc (sementara),
tetapi harus diaplikasi secara terus menerus, dan bersifat abadi atau langgeng
(eternal).

f. Asas Saling Keterhubungan, Ketergantungan dan TidakTerbagl


Prinsip ini berangkat dari perbedaan pandangan antara negara-negara maju
yang lebih menekankan pada hak sipil dan politik dengan negara-negara
berkembang yang lebih menekankan pentingnya hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya. Situasi ini melahirkan kesepakatan bahwa HAM harus diperhitungkan
sebagai satu kesatuan yang menyeluruh. Dimaksud dengan asas saling
keterhubungan, ketergantungan, dan tidak terbagi (interrelated, interdependent,
dan indivisible) adalah “Suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa eksistensi
prinsip-prinsip HAM memiliki saling keterhubungan, ketergantungan dan tak
terbagi antara satu dengan yang lain”. Sebagai contoh, Kesempatan sosial dalam
bentuk penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan, dapat memfasilitasi
partisipasi ekonomi. Fasilitas ekonomi dalam bentuk partisipasi perdagangan dan
produksi dapat mendorong kemakmuran dan pengayaan sumber-sumber publik
untuk fasilitas sosial. Dengan demikian, kebebasan akan meningkatkan kapabilitas
dan kemudian kualitas hidup, sehingga kebebasan dalam berbagai bentuknya
dapat saling memperkuat hak yang lain.
Asas-asas HAM sebagaimana disebutkan di atas, demi penghormatan,
pengakuan dan perlindungannya, oleh negaranegara beradab dan penganut negara
hukum kesejahteraan, secara moral mengimplementasikan asas-asas HAM
dimaksud ke dalam suatu kaidah hukum atau seperangkat aturan normatif Hukum
HAM, yang biasa disebut dengan instrumen Hukum HAM, baik (dalam skala)]
intemasional maupun nasional.
14

Instrumen HAM (dalam skala) internasional dimotor oleh PBB, yang


dikenal juga dengan istilah “the international bill of human rights” dan (dalam
skala) nasional dilakukan oleh masing-masing negara nasional. Di dalam negara
nasional ditetapkan secara rinci di dalam konstitusinya maupun dalam peraturan
perundang-undangan yang secara khusus subtsansinya mengatur tentang HAM
termasuk pelangaran berat HAM, maupun peraturan perundang-undangan lainnya
yang suntansinya mengatursecara parsial, namun erat berkaitan dengan
penghormatan, pengakuan dan perlinsungan terhadap HAM.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum itu


adalah suatu kumpulan peraturan atau kaidah yang mempunyai isi yang bersifat
umum dan normatif. Bersifat umum karena berlaku bagi setiap orang, Sedangkan
bersifat normatif karena menentukan apa yang seyogyanya atau seharusnya
dilakukan.
HAM) adalah sesuatu yang dimiliki secara mutlak oleh manusia sebagai
subjek hukum dan terhadap sesuatu yang menjadi haknya itu. Ia mempunyai
kebebasan yang dijamin oleh aturan hukum untuk melakukan sesuatu apa pun
tanpa halangan dari pihak manapun. Oleh karena ia memiliki hak (HAM), maka
dengan sendirinya ia juga memiliki kebebasan dan kewenangan mutlak atas
haknya tersebut untuk melakukan satu perbuatan hukum tertentu, asalkan tidak
melanggar hak (HAM) orang lain. Orang-orang lain ini justru berkewajiban untuk
mengakui dan menghormati hak (HAM) yang dijalankan oleh subjek hukum
pemilik hak (HAM).
Hukum HAM dapat dibuat pengertiannya sebagai seperangkat asas dan
kaidah yang mengatur tentang hak-hak asasi manusia yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai ciptaan dan anugerah Tuhan, yang memerlukan
lembaga dan proses untuk merealisasikan kaidah itu dalam kenyataannya, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Gunakaya, W. 2017. Hukum Hak Asasi Manusia.Yogyakarta : Penerbit Anggi


Gunakaya, W. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : Pustaka Harapan Baru
Pramthama, S. 2015. Perlindungan Hak Konsumen [skripsi]. Bandung (ID):
Sekolah Tinggi Hukum Bandung
Wikipedia. Tanggal artikel dibuat. Hak Asasi Manusia. Diakses pada 10 maret
2019. https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia.

Anda mungkin juga menyukai