Anda di halaman 1dari 5

KEADILAN SEBAGAI TUJUAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF

FILSAFAT HUKUM

Sabatika Sinung Wibawanti

Pendahuluan

Filsafat hukum merupakan salah satu bidang kajian yang merupakan hasil pengembangan
filsafat secara umum. Filsafat hukum sudah sejak dulu ada dan pada mulanya hanya memiliki
porsi pembahasan yang terbatas. Seiring dengan berkembangnya zaman permasalahan yang
dihadapi manusia menjadi semakin kompleks sehingga porsi pembahasan filsafat hukum dewasa
ini menjadi sedemikian berkembang. Salah satu permasalahan filsafat hukum yang masih banyak
dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum adalah tujuan hukum.

Secara umum aliran konvensional mengenal tiga sudut pandang tujuan hukum. Sudut
pandang tujuan hukum tersebut meliputi: (1) sudut pandang filsafat hukum, yang lebih
menekankan kepada keadilan (Gerechtigkeit); (2) sudut pandang sosiologi hukum, yang lebih
menekankan kepada kemanfaatan (Zweckmassigkeit); dan (3) sudut pandang ilmu hukum positif
normatif, yang lebih menekankan kepada kepastian hukum (Rechtssicherheit). Secara ideal,
sesuai dengan pemikiran Gustav Radbruch, hukum seharusnya dapat mengakomodasi baik
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Namun pada praktiknya terkadang penegak hukum
dihadapkan kepada suatu kenyataan bahwa ia harus condong kepada satu tujuan hukum dan
memberi perhatian yang lebih sedikit, bahkan mengabaikan tujuan hukum yang lain.

Pada tulisan ini, penulis akan membahas secara lebih jauh mengenai keadilan sebagai
tujuan hukum dalam perspektif filsafat hukum. Hal ini dikarenakan penulis beranggapan bahwa
keadilan merupakan tujuan hukum yang terutama di samping kemanfaatan dan kepastian hukum.
Selain itu keadilan juga erat kaitannya dengan hak asasi manusia yang merupakan hak bersifat
mendasar sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Pembahasan

Filsafat berasal dari akar kata “philo” dan “sophia” yang berarti pecinta kebijaksanaan.1
Sementara filsafat hukum adalah filsafat yang merenungkan aspek filosofis dari eksistensi
hukum dan praktik hukum.2 Objek dari filsafat hukum adalah hukum dan filsafat hukum
mempelajari hukum baik secara spekulatif dan kritis. 3 Secara spekulatif berarti filsafat hukum
mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat dari hukum itu sendiri dan secara kritis
filsafat hukum berusaha untuk mengevaluasi gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada
terkait dengan koherensi, korespondensi dan fungsinya.4

Para filsuf Yunani memiliki pemikiran tersendiri tentang hukum pada masanya dikaitkan
dengan keadilan. Misalnya saja Plato berusaha untuk mendapatkan konsep keadilan dari ilham
sementara Aristoteles mengembangkan kosep dari analisa ilmiah atas prinsip-prinsip rasional
dengan latar belakang masyarakat dan undang-undang yang saat itu telah ada dan berlaku di
masyarakat. Kontribusi Aristoteles bagi filsafat hukum terkait dengan formulasinya terhadap
masalah keadilan menghasilkan pembedaan terhadap keadilan menjadi keadilan yang bersifat
distributif dan korektif (remidial) 5. Keadilan distributif mengacu kepada pembagian barang dan
jasa kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat, yang dikaitkan lagi
dengan kosep kesederajatan di hadapan hukum (equality before the law). Sementara itu keadilan
korektif merupakan ukuran teknis dari prinsip-prinsip yang mengatur penerapan hukum, seperti
tentang standar yang umum digunakan untuk memperbaiki setiap akibat dari pelanggaran
hukum. Keadilan menurut hukum menurut Aristoteles mendapatkan kekuasaannya dari apa yang
ditetapkan oleh hukum.6

1
Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum 2007¸ (Jakarta :
Kencana), h.1
2
I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum: Dimensi Tematis dan Historis 2013, (Malang: Setara Press), h. 2
3
Prisca Oktaviani Samosir, “Jurnal Ilmiah: Tujuan dan Fungsi Hukum Dalam Perspektif Filsafat Hukum”,
(20..) Universitas Lampung, h. 3
4
Ibid.
5
Inge Dwisivimiar, “Jurnal Imiah: Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum”, (2011) (11) Jurnal
Dinamika Hukum, h. 527
6
Ibid.
Secara aspek filosofis eksistensi hukum, penentuan makna dan tujuan dari hukum dan
fungsi hukum masuk ke dalam teleologi hukum (ajaran finalitas).7 Teleologi hukum mengajarkan
tiga teori tujuan hukum yang meliputi: (1) teori etis; (2) teori utilitas; dan (3) teori campuran.8

1) Teori Etis
Teori etis menekankan kepada tujuan hukum yang bernuansa moral-etis baik bagi
individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Di teori inilah keadilan
dititikberatkan sebagai tujuan hukum. Hal ini dikarenakan isi hukum dianggap
ditentukan oleh keyakinan etis terhadap apa yang adil (justice) dan yang tidak adil
(unjustice)
2) Teori Utilitas
Teori utilitas menekankan kepada tujuan hukum yang memberikan kebahagian
yang sebesar-besarnya (the greatests happiness the greatest number). Teori inilah
yang dianut oleh aliran utilitatianisme yang menitikberatkan kepada kemanfaatan
sebagai tujuan hukum.
3) Teori Campuran
Teori Campuran berusaha mencari keseimbangan di antara tujuan hukum.

Prof. van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het
Nederlandse recht” mengatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia
secara damai.9 Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, keadilan bukanlah satu-satunya tujuan
hukum, melainkan terdapat tujuan lain seperti kemanfaatan dan kepastian hukum. Ketiga tujuan
tersebut tidak saling bertentangan bahkan saling melengkapi satu sama lain. Namun demikian
banyak ahli hukum yang menitikberatkan keadilan sebagai tujuan hukum. Rudolf Stammler dan
Radbruch adalah salah satunya. Radbruch menyatakan bahwa keadilan sebagai tujuan umum
dapat diberikan arah yang berbeda-beda untuk mencapai keadilan yang sebagai tujuan dari
hukum.10

Pembahasan mengenai keadilan sebagai umum yang terus berkembang dari masa ke
masa pada akhirnya sampai kepada uraian tentang keadilan oleh John Rawls. Uraian John Rawls

7
I Dewa Gede Atmadja, op.cit., h. 11
8
Op.cit., h. 36
9
…, Pengantar Filsafat Hukum, (Jakarta: Universitas Gunadarma), h. 2
10
Inge Dwisivimiar, op.cit., h. 526
dianggap sebagai teori keadilan yang paling komprehensif saat ini.11 Rawls pada mulanya
berangkat dari pemikiran utilitarianisme sehingga pemikirannya banyak dipengaruhi tokoh-tokoh
utilitarianisme seperti Jeremy Bentham. Rawls berpendapat bahwa perlu ada keseimbangan di
antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama, dimana bagaimanakah ukuran dari
keseimbangan itu harus diberikan itulah yang disebut dengan keadilan. Hukum ada agar tidak
terjadi benturan kepentingan pribadi dan kepentingan bersama itu, sehingga hukum baru akan
ditaati apabila ia mampu meletakkan prinsip-prinsip keadilan. 12 Keadilan hanya dapat ditegakkan
apabila negara melaksanakan asas keadilan sehingga setiap orang mendapatkan hak-haknya yang
mendasar. Pendapat inilah yang membuat Rawls lebih sering dimasukkan ke dalam kelompok
penganut realisme hukum.

Rawls memunculkan suatu ide dalam bukunya yang berjudul “A Theory of Justice”
dengan cara menyajikan konsep keadilan yang mengeneralisasikan dan mengangkat teori kontrak
sosial ke tingkat yang lebih tinggi. Cara pandang keadilan menurut Rawls sering disebut dengan
istilah keadilan sebagai fairness.13 Fairness dimulai dengan salah satu pilihan yang paling umum
yang bisa dibuat orang bersama-sama. Lebih lanjut lagi Rawls mendasarkan idenya pada dua
prinsip yakni (1) equal right dan (2) economic equality. Perbedaan pandangan menurut Rawls
hanya dapat berkerja jika hak-hak dasar tiap manusia tidak ada yang dicabut.

Keadilan berusaha memberikan kepada siapapun hal-hal apa yang menjadi haknya yang
dilakukan secara proporsional dan tidak melanggar hukum. Bahkan pembuat undang-undang
diharuskan berpatokan bahwa dalam setiap produk hukum yang dibuat harus didasarkan pada
keadilan, yang menurut teori etis tujuan hukum adalah semata-mata untuk mewujudkan keadilan.
Keadilan menjadi lebih penting lagi karena erat kaitannya dengan hak dan kewajiban.
Memperhatikan semua pembahasan dalam tulisan ini, keadilan dalam filsafat hukum akan selalu
ada disepanjang usaha pelaksanaan penegakan hukum dikarenakan hakikatnya yang dapat
mengimbangi unsur-unsur tujuan hukum lain seperti kemanfaatan dan kepastian hukum.

11
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimanakah Filsafat
Hukum Indonesia 2006, (Jakarta: Gramedia), h. 161
12
Ibid., h. 161-162
13
Inge Dwisivimiar, op.cit., h. 528
Penutup

Keadilan sebagai tujuan hukum dalam perspektif filsafat hukum ada untuk menjembatani
kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan dianggap sebagai tujuan umum dan merupakan
tujuan hukum itu sendiri. Di Indonesia pelaksanaan keadilan didasarkan kepada ketentuan Pasal
16 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa
keadilan menjadi wajib untuk tetap ditegakkan kendatipun tidak ada dalam ketentuan normatif.

DAFTAR PUSTAKA

Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana,


Jakarta, 2007;

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimanakah
Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2006;

I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum: Dimensi Tematis dan Historis, Setara Press, Malang,
2013;

Inge Dwisivimiar, “Jurnal Imiah: Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum”, Jurnal
Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3, 2011;

Prisca Oktaviani Samosir, “Jurnal Ilmiah: Tujuan dan Fungsi Hukum Dalam Perspektif Filsafat
Hukum”, Universitas Lampung, 20…

Anda mungkin juga menyukai