Anda di halaman 1dari 21

HUKUM PERDATA

Oleh :

1. Ni Made Citra Dewi ( 82122369 )


2. Ni Nyoman Reni Ari Diantini (82122370)
3. Komang Bagus Wicaksana Putra (82122371)
4. Seungmin Yoo (82122372)
5. Ni Kadek Dwi Pransiska Putri (82122373)
6. Natalia Sri Rezeki Siagian (82122374)
7. Adinda Delya Rahman (82122375)
8. Ni Kadek Eta Dwi Lestari ( 82122376 )

FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL


PRODI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat- Nya dan
kerja penulis, maka makalah yang berjudul “HUKUM PERDATA” dapat terselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan .

Makalah ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Hukum
Indonesia. Adapun pembahasan yang dibahas dalam makalah ini, mengenai hal hal yang
berkaitan dengan Hukum Perdata.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Kadek Januarsa Adi Sudharma
S.H.,M.H selaku dosen mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia, karena telah memberikan
kami tugas pembuatan makalah ini serta rekan-rekan yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Dengan adanya makalah ini pembaca diharapkan memiliki
pengetahuan yang lebih mengenai materi bahasna teori dalam penelitian.

Penulis telah berupaya menyelesaikan makalah ini dengan baik, namun disadari pula bahwa
makalah ini masih memiliki kekurangan, untuk itu diharapkan memberikan masukan yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 3 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

PRAKATA..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 3
1.4 Manfaat ............................................................................................................................ 3
BAB II........................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 4
2.1 Pengertian Hukum Perdata. ............................................................................................ 4
2.2 Sejarah Hukum Perdata.................................................................................................... 6
2.3 Pembagian Hukum Perdata. ............................................................................................. 7
2.4 Sumber Hukum Perdata. ................................................................................................. 8
2.5 Sistematika Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata......................................... 9
2.6 Tahapan Penyelesaian Hukum Perdata .......................................................................... 11
2.7 Contoh Hukum Perdata. ................................................................................................. 13
BAB III .................................................................................................................................... 15
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 15
3.1 Kesimpulan. ................................................................................................................... 15
3.2 Saran .............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Timbulnya hukum karena manusia hidup
bermasyarakat. Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan juga
mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu. Hukum
perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut “hukum
perdata material”. Sedangkan, hukum perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan
dan mempertahankan hak dan kewajiban disebut “hukum perdata formal”. Hukum perdata
formal lazim disebut hukum acara perdata.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum acara perdata adalah hukum yang
mengatur bagaimana caranya orang mengajukan perkara ke pengadilan, bagaimana caranya
pihak yang terserang kepentingannya mempertahankan diri, bagaimana hakim bertindak
terhadap pihak-pihak yang berperkara sekaligus mengurus perkara tersebut dengan adil,
bagaimana cara melaksanakan putusan hakim, yang kesemuanya bertujuan agar hak dan
kewajiban yang telah diatur dalam hukum perdata materiil itu dapat berjalan sebagaimana
mestinya.
Dengan adanya hukum acara perdata, masyarakat merasa ada kepastian hukum bahwa
setiap orang dapat mempertahankan hak perdatanya dengan sebaik-baiknya, dan setiap orang
yang melakukan pelanggaran terhadap hukum perdata yang mengakibatkan kerugian
terhadap orang lain dapat dituntut melalui pengadilan. Dengan hukum acara perdata
diharapkan tercipta ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat.
Dengan demikian, bagi orang yang merasa hak perdatanya dilanggar, tidak boleh
diselesaikan dengan cara menghakimi sendiri (eiginrichting), tapi ia dapat menyampaikan
perkaranya ke pengadilan, yaitu dengan mengajukan tuntutan hak (gugatan) terhadap pihak
yang dianggap merugikannya, agar memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya.
Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang
diberikan oleh pengadilan untuk mencegah perbuatan menghakimi diri sendiri
(eigenrichting). Tuntutan hak ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu permohonan dan
gugatan.

1
Dalam perkara perdata, perkara yang diajukan ke pengadilan pada umumnya dalam
bidang wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan “perbuatan melawan hukum” (onrechtmatige daad), pasal 1365 KUH-Perdata
menentukan sebagai berikut: “Tiap perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Berdasarkan rumusan pasal ini, kita dapat mengetahui bahwa suatu perbuatan dapat
dikatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut ini :
1) Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatige daad),
2) Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian,
3) Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan,
4) Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.
Salah satu saja dari unsur-unsur ini tidak terpenuhi, maka perbuatan itu tidak dapat
dikatakan perbuatan melawan hukum. Salah satu contoh perbuatan melawan hukum adalah
menghuni tanah dan bangunan secara tidak sah tanpa seijin pemilik yang menimbulkan
sengketa.
Konflik (sengketa) tanah merupakan persoalan yang bersifat klasik dan selalu ada di
mana-mana di muka bumi. Oleh karena itu, konflik yang berhubungan dengan tanah
senantiasa berlangsung secara terus-menerus, karena setiap orang memiliki kepentingan yang
berkaitan dengan tanah. Perkembangan konflik/sengketa tanah, baik secara kualitas maupun
kuantitas selalu mengalami peningkatan, sedang faktor utama munculnya konflik tanah
adalah luas tanah yang tetap, sementara jumlah penduduk yang memerlukan tanah (manusia)
untuk memenuhi kebutuhannya yang selalu bertambah terus. Maka dari itu , diperlukan suatu
hukum yang mengatur tentang hal tersebut, yang biasa disebut dengan HUKUM PERDATA

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latang belakang di atas, mkaa rumusan masalah yang diangkat dalam
makalah ini yaitu:
1. Apa pengertian dari Hukum Perdata?
2. Bagaimanakan sejarah dari Hukum Perdata ?
3. Apa saja kah pembagian Hukum Perdata?
4. Apa saja kah Sumber dari Hukum Perdata?
5. Bagaimanakah sistematika Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata?
6. Bagaimana tahapan penyelesaian Hukum Perdata?
7. Apa contoh dari Hukum Perdata?

2
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah yang dibuat ini
adalah :
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari Hukum Perdata.
2. Mengetahui dan memahami agaimanakan sejarah dari Hukum Perdata.
3. Mengetahui dan memahami apa saja kah pembagian Hukum Perdata.
4. Mengetahui dan memahami apa saja kah Sumber dari Hukum Perdata.
5. Mengetahui dan memahami bagaimanakah sistematika Menurut Kitab Undang
Undang Hukum Perdata.
6. Mengetahui dan memahami tahapan Penyelesaian Hukum Perdata
7. Mengetahui dan memahami apa contoh dari Hukum Perdata.

1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan makalah yang harus dicapai, maka diharapkan makalah ini
memiliki manfaat. Adapun manfaat makalah ini yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a) Makalah ini diharapkan bisa menjadi landasan bagi mahasisw yang
akan menulis karya ilmiah tertuama dalam penentukan teori dalam
penelitian.
b) Memberikan sumbangan ilmu bagi pembaca dalam penulisan karya
ilmiah.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Mahasiswa

Makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu bagi mahasiswa terutama


dalam hal penentuan teori dalam penelitian.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Perdata.


Memahami Hukum Perdata haruslah terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud
dengan hukum. Meskipun hingga sekarang tidak ada pengertian yang seragam tentang
hukum,Paling tidak jika berbicara hukum ada 4 unsur yang harus ada, yaitu; unsur peraturan,
unsur dibuat oleh pihak yang berwenang, unsur diberlakukan ditengah masyarakat, unsur
adanya sanksi dan sifatnya yang memaksa.
Pada umumnya hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hukum publik dan
hukum privat (hukum perdata).Hukum publik merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur kepentingan umum, mengatur hubungan antara negara dengan alat–alat
perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warganegara) yang
termasuk hukum publik ini antara lain adalah; hukum pidana, hukum tata negara, dan hukum
internasional.

Sedangkan hukum perdata/ hukum privat mengatur mengenai hubungan hukum antara
orang yang satu dengan orang yang lain di dalam pergaulan masyarakat dengan
menitikberatkan kepentingan perseorangan. Yang termasuk hukum perdata ini antara lain,
hukum perkawinan, hukum dagang, hukum perburuhan, hukum waris, hukum perikatan, dan
sebagainya.

Pembagian ini banyak mengundang pro dan kontra. Ada pendapat yang setuju dan
ada juga yang tidak setuju. Namun pada hakikatnya kita tidak dapat memisahkan antara
kepentingan umum dan kepentingan khusus, oleh karena ternyata ada terdapat lembaga-
lembaga hukum yang mempunyai sifat hukum publik bercampur hukum perdata. Oleh sebab
itu tidak mungkin menarik batas secara nyata, bahkan batas antara kedua hal tersebut juga
selalu bergeser. Banyak yang dulu tidak termasuk hukum publik telah memasuki ranahnya
hukum publik.

4
Jadi dapat dikatakan bahwa antara hukum privat dan hukum publik dapat dibedakan tapi
tidak dapat dipisahkan dan terdapat hubungan satu sama lain, dimana kepentingan individu
tidak dapat dipisahkan dari kepentingan umum/publik.

Pengertian Hukum Perdata Menurut Para Ahli :


1. Prof. Subekti
Menurut Prof. Subekti, hukum perdata merupakan semua hukum private materiil berupa
segala hukum pokok mengatur kepentingan perseorangan.

2. Prof. Sudikno Mertokusumo


Hukum perdata yakni keseluruhan peraturan mempelajari tentang hubungan antara orang
yang satu dengan orang lainnya. Baik meliputi hubungan keluarga dan pergaulan masyarakat.

3. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan


Hukum perdata diartikan sebagai hukum yang mengatur kepentingan warga negara
perseorangan yang satu dan perseorangan lainnya.

Hukum perdata terbagi menjadi empat, yaitu:

a. Hukum tentang diri seseorang

Hukum ini memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum,
peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk
bertindak sendiri, melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan itu.

b. Hukum Keluarga

Hukum keluarga berisi tentang pengaturan hubungan-hubungan hukum yang timbul dari
hubungan kekeluargaan. Misalnya perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan
curatele.

c. Hukum Kekayaan

Hukum ini mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Kekayaan yang dimaksudkan ialah jumlah segala hak dan kewajiban orang yang

5
bersangkutan dan dapat dinilai dengan uang. Dapat disimpulkan hukum ini berisi peraturan
yang mengatur hubungan hukum antara perseorangan dengan harta kekayaan. Hukum ini
meliputi hukum kebendaaan (Buku II BW), hukum perikatan (Buku III BW), dan Hukum
Waris(erfrecht).

d. Hukum Waris.

Hukum waris mengatur hal ihwal tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal.
Selain itu, hukum waris juga mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang.

Dari pengertian yang dijelaskan Subekti, terdapat istilah hukum perdata privat materiil.

Jadi selain terbagi menjadi empat, hukum perdata juga terdiri dari dua jenis bila dilihat dari
segi fungsi.

2.2 Sejarah Hukum Perdata.


Sejarah hukum perdata di Indonesia berhubungan dengan sejarah hukum perdata
Eropa. Terutama Eropa kontinental yang diberlakukan Hukum Perdata Romawi menjadi
hukum orisinil dari benua Eropa. Akan tetapi karena kultur dan aturan masyarakat masing-
masing wilayah berbeda, membuat orang-orang mencari kepastian dan kesatuan hukum.
Berdasarkan catatan Napoleon pada tahun 1804, telah dihimpun hukum perdata yang
dinamakan Code Civil de Francais. Masyarakat Eropa juga mengenalnya dengan sebutan
Code Napoleon. Terhitung tahun 1809-1811 dimana Perancis tengah menjajah Belanda.
Seiring dengan itu pula Raja Lodewijk Napoleon menerapkan Wetboek Napoleon Ingeriht
Voor het Koninkrijk Hollad. Isinya hampir sama dengan Code Civil de Francais dan Code
Napoleon diberlakukan menjadi sumber hukum perdata Belanda.
Usai masa penjajahan berakhir, Belanda akhirnya menerapkan secara tetap Code
Napoleon dan Code Civil des Francais sebagai aturan hukum. Barulah tahun 1814, Belanda
mengkodifikasi susunan ini menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil).
Dasar kodifikasi hukum Belanda tersebut dibuat Mr.J.M.Kemper dan dikenal sebagai
Ontwerp Kemper. Namun, sebelum tugasnya selesai Kemper meninggal dunia pada tahun
1824. Selanjutnya, kodifikasi hukum Belanda diteruskan oleh Nicolai yang ketika itu menjadi
Ketua Pengadilan Tinggi di Belanda. Pada tanggal 6 Juli 1830, perumusan hukum selesai
dengan berhasil membuat BW atau Burgerlijik Wetboe (Kitab Undang-Undang Hukum

6
Perdata Belanda). Serta dibuat WvK atau Wetboek van Koophandle (Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang).
Ketika Belanda menjajah Indonesia, secara gamblang menerapkan kedua kitab
undang-undang tersebut. Bahkan, KUHPerdata dan KUHDangan hingga kini masih
digunakan oleh bangsa Indonesia. Pada tahun 1948 atas dasar asas concordantie (asas
politik), Indonesia memberlakukan kedua Kitab Undang-Undang tersebut secara resmi.

2.3 Pembagian Hukum Perdata.


a. Hukum Perdata dalam Arti Luas dan Hukum Perdata dalam Arti Sempit

Hukum perdata dalam arti yang luas meliputi semua hukum “privat materiil”, yaitu
segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. “Perdata” juga
lazim dipakai sebagai lawan dari “Pidana”. Namun, ada juga yang memakai perkataan
“hukum sipil” untuk hukum privat materiil, tetapi karena pcrkataan “sipil” itu juga lazim
dipakai sebagai lawan dari “militer”, maka lebih baik dipakai istilah “hukum perdata” untuk
segenap peraturan hukum privat materiil Sedangkan, perkataan “Hukum Perdata” dalam arti
yang sempit dipakai sebagai lawan “Hukum Dagang”

Menurut Prof. Soedewi Masjchoen Sofwan, hukum perdata tertulis sebagaimana


diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang selanjutnya disebut Hukum
Perdata, merupakan Hukum perdata dalam arti sempit. Sedangkan hukum perdata dalam arti
luas termasuk di dalamnya Hukum Dagang. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan,
bahwa:

1. Hukum perdata dalam arti sempit meliputi seluruh peraturan-peraturan yang


terdapat dalam KUHPer (BW), yaitu: Hukum Pribadi, Hukum Benda (Hukum
Harta Kekayaan), Hukum Keluarga, Hukum Waris, Hukum Perikatan serta Hukum
Pembuktian dan Daluwarsa.

2. Hukum perdata dalam arti luas meliputi seluruh peraturan-peraturan yang terdapat
dalam KUHPer, KUHD beserta peraturan undang-undang tambahan lainnya
(seperti: Hukum Agraria, Hukum Adat, Hukum Perdata Islam, Hukum
Perburuhan, dan sebagainya).
b. Hukum Perdata Materiil dan Hukum Perdata Formil.

7
Menurut Prof. Dr. L.J. van Apeldoorn, hukum perdata dibagi dalam hukum perdata
materil dan hukum perdata formil. Hukum perdata materil mengatur kepentingan-
kepentingan perdata, sedangkan hukum perdata formil mengatur pertikaian hukum mengenai
kepentingan-kepentingan perdata atau dengan perkataan. lain, cara mempertahankan
peraturan-peraturan hukum perdata materiil dengan pertolongan hakim. Lebih lanjut menurut
beliau, hukum perdata materiil disebut juga hukum sipil.

Sedangkan menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo, yang dimaksudkan dengan


hukum perdata materiil ialah kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur
hak-hak dan kewajiban perdata. Lawannya ialah hukum perdata formil, yaitu kesemuanya
kaidah hukum yang menentukan dan mengatur bagaimana caranya melaksanakan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban perdata tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksudkan dengan: Hukum


perdata materiil adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban perdata.
Misalnya: Hukum Dagang, Hukum Perkawinan, Hukum Waris, Hukum Perjanjian, Hukum
Adat, dan sebagainya. Hukum perdata formil adalah aturan-aturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya melaksanakan serta mempertahankan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
perdata (hukum perdata materil) misalnya Hukum Acara Perdata

c. Hukum Perdata Tertulis dan Tidak Tertulis

Hukum Perdata ini dapat berbentuk tertulis, seperti yang dimuat dan diatur dalam
KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek van Koophandel), serta peraturan
perundang-undangan lainnya, dan dapat juga berbentuk tidak tertulis, seperti Hukum Adat.

2.4 Sumber Hukum Perdata.


Sumber hukum perdata tidak hanya satu. Sejauh ini ada dua sumber hukum perdata
yakni hukum perdata tertulis dan tidak tertulis atau kebiasaan. Sumber hukum tertulis pun
banyak macamnya. Berikut ini adalah contoh sumber hukum perdata tertulis:

1. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB).

8
2. Burgelik Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ketetapan
produk hukum dari Hindia Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan asas concordantie.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel (WvK).

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Keberadaan UU ini


mencabut berlakunya Buku II KUHP yang berkaitan dengan hak atas tanah, kecuali hipotek.
Undang-undang Agraria secara umum mengatur mengenai hukum pertanahan yang
berlandaskan hukum adat.

5. UUg Nomor 16 Tahun 2019 jo No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

6. UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan terhadap tanah dan benda
berhubungan dengan tanah.

7. UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

8. UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Jaminan Simpanan.

9. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

2.5 Sistematika Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


a. Buku I tentang orang Ketentuan yang diatur dalam buku I ini mengatur tentang
hukum orang dan hukum keluarga, hal tersebut mengingat menurut pembuat undangundang
pengertian hukum orang dalam arti luas, juga meliputi hukum keluarga. Berkaitan dengan
ketentuan Buku I KUHPerdata dewasa ini dengan telah diundangkannya UU No. 1 Th. 1974
tentang Perkawinan maka segala ketentuan yang berkaitan dengan perkawinan sepanjang
sudah diatur dalam UU tersebut maka ketentuan perkawinan dalam KUHPerdata tidak
berlaku lagi.

b. Buku II tentang benda Ketentuan yang diatur dalam buku II KUHPerdata


menyangkut tentang hak-hak kebendaan yang merupakan bagian dari hukum kekayaan
sebagaimana diatur dalam doktrin. Menurut doktrin hukum kekayaan dibagi menjadi dua,
yaitu hukum kekayaan yang absolut yang merupakan hak kebendaan yang diatur dalam Buku

9
II tentang Benda. Dan hukum kekayaan yang relatif merupakan hak-hak perseorangan yang
diatur dalam Buku III tentang Perikatan. Berkaitan dengan ketentuan Buku II tentang Benda,
KUHPerdata tidak diberlakukan lagi, yaitu dengan berlakunya UU No. 5 Th. 1960 tentang
peraturan dasar pokok-pokok agraria. Berdasarkan UU tersebut semua ketentuan hukum
menyangkut bumi (tanah), air, dan kekayaan alam lain yang terkandung di dalamnya yang
telah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 dinyatakan tidak berlaku. Selain itu, berkaitan
dengan jaminan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dulu
menggunakan ketentuan hipotik sebagaimana diatur dalam Buku II KUHPerdata, dengan
berlakunya UU No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam buku II tentang Benda KUHPerdata tersebut juga diatur ketentuan hukum waris
berdasarkan 2 alasan yang menurut pembuat UU melalui ketentuan Pasal 584 KUHPerdata
yang menyebutkan mewaris adalah salah satu cara memperoleh hak milik. Selain itu,
ketentuan dalam Pasal 528 KUHPerdata ditentukan hak waris merupakan hak kebendaan.

c. Buku III tentang perikatan Hukum perikatan yang diatur dalam buku III
KUHPerdata sebagaimana disebutkan sebelumnya merupakan bagian dari hukum kekayaan
yang relatif (menurut doktrin). Hukum perikatan mengatur tentang hubungan hukum antara
orang yang satu dengan orang yang lain untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau
tidak berbuat dalam ruang lingkup hukum kekayaan yang bersumber dari UU maupun
perjanjian. Khusus tentang hukum perjanjian berlaku asas kebebasan berkontrak (freedom of
contract), dalam hal ini setiap pihak diperbolehkan mengatur sendiri perjanjian yang
mengikat di antara mereka bahkan boleh menyimpangi ketentuan yang berlaku dalam
KUHPerdata.

d. Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa Dalam buku IV KUHPerdata diatur


tentang alat-alat bukti yang digunakan untuk menuntut atau mempertahankan hak-hak
keperdataan seseorang di muka pengadilan. Selain itu, Buku IV KUHPerdata juga mengatur
tentang daluwarsa atau masa jangka waktu tertentu yang menyebabkan seseorang dapat
kehilangan hak-hak keperdataannya atau mendapatkan hak-hak keperdataan, misalnya jangka
waktu kapan seseorang kehilangan hak untuk menuntut hak miliknya atau jangka waktu yang
menyebabkan orang dapat memperoleh hak milik. Berkaitan pengaturan yang termuat dalam
buku IV KUHPerdata, para ahli hukum (doktrin) berpendapat seharusnya itu tidak
dimasukkan dalam hukum perdata materil4 , tetapi dimasukkan dalam hukum perdata formil
(hukum acara)5 , tetapi pembuat UU beranggapan bahwa berkaitan dengan alat bukti dan

10
daluwarsa merupakan hukum acara materiil sehingga dimasukkan ke dalam hukum materiil.
Pembuat UU membedakan antara hukum acara materiil yang masuk dalam ruang lingkup
hukum materiil dan hukum acara formil yang masuk dalam ruang lingkup hukum acara
(formil).

2.6 Tahapan Penyelesaian Hukum Perdata


Penyelesaian dalam perkara perdata terbagi menjadi beberapa langkah, di antaranya adalah
sebagai berikut :

a. Tahap Mediasi

Pada hari sidang yang telah ditentukan oleh Majelis Hakim, jika Penggugat dan Tergugat
(“Para Pihak”) telah hadir, maka sebelum melanjutkan pemeriksaan, Majelis Hakim wajib
mengusahakan upaya perdamaian dengan mediasi, yaitu penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh
Mediator.

Mediator merupakan pihak netral yang membantu Para Pihak yang terlibat dalam perkara
untuk mencari penyelesaian secara mufakat. Mediator boleh seorang Hakim Pengadilan
(yang bukan memeriksa perkara) dan dapat juga seseorang dari pihak lain yang sudah
memiliki sertifikat sebagai Mediator.

b. Tahap Pembacaan Gugatan (termasuk Jawaban, Replik, dan Duplik)

Apabila Majelis Hakim mendapatkan pernyataan Mediasi gagal dari Mediator, maka
pemeriksaan perkara akan dilanjutkan ke tahap ke-2 berupa pembacaan surat Gugatan.
Kesempatan pertama diberikan kepada pihak Penggugat untuk membacakan surat
Gugatannya.

Pihak Penggugat pada tahap ini juga diberikan kesempatan untuk memperbaiki surat
Gugatannya apabila terdapat kesalahan-kesalahan, sepanjang tidak merubah pokok Gugatan,
bahkan lebih dari itu pihak Penggugat dapat mencabut Gugatannya. Kedua kesempatan
tersebut diberikan sebelum Tergugat mengutarakan jawabannya.

Setelah pembacaan surat Gugatan, maka secara berimbang kesempatan kedua diberikan
kepada pihak Tergugat atau kuasanya untuk membacakan Jawabannya. Jawaban yang

11
dibacakan tersebut dapat berisi bantahan terhadap dalil-dalil Gugatan itu saja, atau dapat juga
berisikan bantahan dalam Eksepsi dan dalam pokok perkara. Bahkan lebih dari itu, dalam
Jawaban dapat berisi dalam rekonpensi (apabila pihak Tergugat ingin menggugat balik pihak
Penggugat dalam perkara tersebut).

c. Tahap Pembuktian

Tahap ini nantinya akan menentukan apakah dalil Penggugat atau bantahan Tergugat akan
terbukti. Dari alat-alat bukti yang diajukan Para Pihak, Majelis Hakim dapat menilai
peristiwa hukum apa yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat.

Dari peristiwa hukum yang terbukti tersebut nantinya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan hukum yang akan digunakan dalam perkara dan memutuskan siapa yang
menang dan kalah dalam perkara tersebut.

d. Tahap Kesimpulan

Pengajuan Kesimpulan oleh Para Pihak setelah acara Pembuktian selesai tidak diatur dalam
HIR maupun dalam Rbg, tetapi Kesimpulan yang diajukan ini timbul dalam praktek
persidangan. Dengan demikian, jika ada pihak yang tidak mengajukan Kesimpulan,
sebenarnya merupakan hal yang diperbolehkan.

Bahkan terkadang, Para Pihak menyatakan secara tegas untuk tidak mengajukan Kesimpulan,
melainkan memohon kebijaksanaan Hakim untuk memutuskan dengan seadil-adilnya.

Kesempatan pengajuan Kesimpulan sangat perlu dilaksanakan oleh kuasa hukum Para Pihak,
sebab melalui Kesimpulan inilah seorang kuasa hukum akan menganalisis dalil-dalil
Gugatannya atau dalil-dalil Jawabannya melalui Pembuktian yang didapatkan selama
persidangan.

Dari analisis yang dilakukan itu akan didapatkan suatu Kesimpulan apakah dalil Gugatan
terbukti atau tidak, dan kuasa Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan
dikabulkan. Sebaliknya kuasa Tergugat memohon kepada Majes Hakim agar gugatan
Penggugat ditolak.

e. Tahap Putusan

12
Selanjutnya di dalam putusan perkara perdata memuat pertimbangan. Pertimbangan ini dibagi
menjadi dua; Pertimbangan tentang duduknya perkara dan Pertimbangan tentang hukumnya.
Dalam rumusan Putusan sering dibuat dengan huruf kapital dengan judul “TENTANG
DUDUKNYA PERKARA dan TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM”.

Dalam Pertimbangan tentang duduknya perkara memuat isi surat Gugatan Penggugat, isi
surat Jawaban Tergugat yang ditulis secara lengkap, alat-alat bukti yang diperiksa di
persidangan, baik alat bukti dari pihak Penggugat maupun alat bukti dari pihak Tergugat.

Jika terdapat saksi yang diperiksa, maka nama saksi dan seluruh keterangan saksi tersebut
dicantumkan dalam Pertimbangan ini, sedangkan Pertimbangan hukum suatu putusan perkara
perdata merupakan pekerjaan ilmiah dari seorang Hakim, karena melalui Pertimbangan
hukum inilah Hakim akan menerapkan hukum ke dalam peristiwa konkret dengan
menggunakan logika hukum.

Biasanya Pertimbangan hukum ini diuraikan secara sistematis, dimulai dengan


mempertimbangkan dalil-dalil Gugatan yang sudah terbukti kebenarannya karena sudah
diakui oleh Tergugat atau setidak-tidaknya tidak dibantah oleh Tergugat. Setelah
merumuskan hal yang telah terbukti tersebut, akan dirumuskan pokok perkara berdasarkan
bantahan Tergugat.

2.7 Contoh Hukum Perdata.


Berikut beberapa kasus contoh yang termasuk contoh hukum perdata antara lain :
1. Kasus Hukum Perdata Ruben Onsu
Ruben Onsu lagi-lagi melaporkan akun channel youtube si Z karena telah menuding
restoran miliknya menggunakan pesugihan. Akun channel youtube si Z dianggap juga telah
mencemarkan nama baik dan merugikan usaha yang di kelola ruben. Oleh karena itu,
pihaknya mengurus dan melaporkan ke pihak berwajib. Akun channel youtube pun dikanai
pasal pelanggaran UU ITE yang nantinya akan di telusur dan akan di dalami.
2. Kasus Hukum Perdata Nenek Minah
Contoh kasus perdata yang terjadi pada 19 november 2009 pernah menjadi perbincangan
hangat. Nenek Minah yang berusia 55 tahun dipenjara selama 1 bulan 15 hari di PN

13
Purwokerto hanya karena mencuri 3 buah kako di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan
(RSA) di Banyumas.
Persidangan ini ternyata berjalan dengan haru dan drama. Sampai Ketua majelis hakim,
Muslih Bambang LUqmono SH menangis saat membaca vonis hukum karena kasus sepele.
3. Kasus Ruben Onsu Atas Tuduhan Pencemaran Nama Baik
Ruben Onsu melaporkan si X ke pihak kepolisian karena telah mengejek putra angkatnya,
Betran Peto menggunakan wajah binatang ke pihak ke polisian. Ruben Onsu ingin
memberikan efek jera agar tidak sembarangan melayangkan komentar atau membuat konten
yang tidak sewajarnya. Pengajuan laporan Roben pun langsung di dalami oleh pihak
kepolisian.
4. Contoh Kasus Kisa Mantra Desa
Contoh kasus hukum perdata yang tidak kalah menarik adalah kisah Mantra Desa,
bernama Misran. Akibat menolong kehidupan oranglain tetapi dianggap salah karena Misran
bukanlah seorang dokter. Misran Dipenjara selama 3 bulan oleh pelaporan PN Tenggarong
pada tahun 2009 silam.
Merasa didiskriminasi, 8 mentri memohon keadilan ke MK karena merasa
dikriminalisasi oleh UU kesehatan. MK pun mengabulkan permohonan Misran, dan
memutuskan bahwa mantra desa diperbolehkan melayanan dan menolong hidup masyarakat
layaknya dokter atau apoteker dalam kondisi terdesak dan darurat saja.
Contoh hukum perdata yang pernah terjadi pada tahun 2008 yang juga semper gempar
pada waktu itu. yaitu kasus susu formula berbakteri. Dulu IPB merilis sebuah informasi di
website tentang susu formula yang tercemar oleh bakteri yang bernama Enterobacter
Sakazakii.
Kemudian Dovid Tobing, salah satu warga Negara Indonesia menggugat pemerintah
atas sikap diam ke Mahkamah Agung. Dirinya meminta untuk mencantumkan mereka susu
apa saja yang tercemar enterobacter sakazaki. Hingga sampai sekarang, menkes pun tetap
bungkam.

14
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan.
1. Hukum diartikan sebagai seperangkat kaidah, sementara perdata adalah pengaturan
hak, harta benda dan kaitannya antara individu maupun badan hukum atas dasar
logika. Hukum perdata populer dengan sebutan hukum private sebab mengatur
kepentingan perseorangan.
2. Hukum perdata pertama kali di bawah oleh belanda ke Indonesia dan dotterapkan di
Indonesia pada saat belanda sedang menjajah Indonesia, kemudian hkum tersebut di
kenal dengan KUHPerdata , KUHPerdata di harapkan dapat sesuai dengan hukum di
Indonesia. Kemudian belanda membentuk Panitia Mahkama Agung di angkatlah Mr.
C.C Hagemann sebagai ketua Mahkama Agung pada masa Hindia Belanda
( Hoogerechtshof ), Dia di beri tugas untuk mempersiapakan Kodifikasi di Indonesia.
Kemudian Mr. C.C Hegemann di anggap tidak berhasil, sehingga tahun 1836
kemudian ia di pulangkan kembali ke belanda. Setelah itu Kedudukannya sebagai
Ketua MA di gantikan oleh Mr. C.J Scolten Van Oud Haarlem. Hukum Perdata terus

15
berlangsung dan berkembang setelah berganti kepanitiannya, akhirnya KUHPerdata
Belanda di contoh KUHPerdata Indonesia , selanjutnya KUHPerdata tersebut di
umumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Statsblad No.23/ Lembaran Negara
No.23 dan mulai diberlakukan Januari 1948.
3. Hukum perdata dalam arti sempit meliputi seluruh peraturan-peraturan yang terdapat
dalam KUHPer (BW), yaitu: Hukum Pribadi, Hukum Benda (Hukum Harta
Kekayaan), Hukum Keluarga, Hukum Waris, Hukum Perikatan serta Hukum
Pembuktian dan Daluwarsa sedangkan Hukum perdata dalam arti luas meliputi
seluruh peraturan-peraturan yang terdapat dalam KUHPer, KUHD beserta peraturan
undang-undang tambahan lainnya (seperti: Hukum Agraria, Hukum Adat, Hukum
Perdata Islam, Hukum Perburuhan, dan sebagainya).

4. Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu KUHperdata
,traktat, yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi
menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis.
5. Bila berdasarkan pada KUHPerdata atau Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
Maka sistematika dari hukum perdata ini terdiri atas Buku I tentang Orang, Buku II
tentang Benda, Buku III tentang Perikatan, dan Buku IV tentang Pembuktian dan
Daluarsa
6. Pada garis besar, proses persidangan perdata pada peradilan tingkat pertama di
Pengadilan Negeri terdiri dari berikut:
a. Tahap Mediasi.
b. Tahap Pembacaan Gugatan (termasuk Jawaban, Replik, dan Duplik)
c. Tahap Pembuktian.
d. Tahap Kesimpulan.
e. Tahap Putusan.
7. Contoh kasus perdata yang terjadi pada 19 november 2009 pernah menjadi
perbincangan hangat. Nenek Minah yang berusia 55 tahun dipenjara selama 1 bulan
15 hari di PN Purwokerto hanya karena mencuri 3 buah kako di perkebunan milik PT
Rumpun Sari Antan (RSA) di Banyumas. Persidangan ini ternyata berjalan dengan
haru dan drama. Sampai Ketua majelis hakim, Muslih Bambang LUqmono SH
menangis saat membaca vonis hukum karena kasus sepele.

3.2 Saran

16
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan, maka dari itu
pembaca diharapkan untuk dapat mencari referensi yang lebih banyak lagi untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengetahui Hukum Perdata.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://www.dslalawfirm.com/hukum-perdata/
https://penerbitbukudeepublish.com/contoh-hukum-perdata/
https://voi.id/berita/39343/hukum-perdata-jenis-jenis-dan-tahap-penyelesaian-di-
dalamnya

18

Anda mungkin juga menyukai