Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“PROSES PERADILAN PIDANA DI INDONESIA”

Dosen Pengampu:

H. Fatich Nurhadi S.H M.H

Disusun Oleh:

Meli Rama Dani

(2174201039)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WIDYA GAMA MAHAKAM

SAMARINDA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan

karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul "Proses Peradilan

Di Indonesia". Makalah ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat kelulusan salah

satu mata kuliah di program studi Ilmu Hukum.

Dengan keseriusan dan ketekunan dalam pembuatan makalah karya ilmiah ini, harapan

saya dapat memberikan manfaat bagi teman-teman dan para pembaca, khususnya memotivasi

untuk memulai menulis karya ilmiah. Serta dapat menjadi pembelajaran bagi saya dalam

pembuatan sebuah makalah, terkhusus dalam materi karya ilmiah.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan

dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi materi maupun dari tata bahasa. Oleh karena itu

dengan tangan terbuka saya menerima kritik dan saran dari teman-teman demi perbaikan

makalah ini.

Akhir kata semoga makalah karya ilmiah ini, dapat menjadi inspirasi bagi teman-teman

dan pembaca, untuk memulai berkarya khususnya dalam hal tulis menulis

Samarinda, 17 Juni 2023

Meli Rama Dani


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I ...................................................................................................................

PENDAHULUAN ................................................................................................

1.1 Latar Belakang ................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan ...........................................................................................

BAB II ..................................................................................................................

PEMBAHASAN ..................................................................................................

2.1 Pengertian Peradilan ........................................................................................

2.2 Pengertian Peradilan Pidana ............................................................................

2.3 Proses Peradilan Pidana Di Indonesia ..............................................................

BAB III ................................................................................................................

PENUTUP ............................................................................................................

3.1 Kesimpulan .....................................................................................................

3.2 Saran ...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peradilan pidana di Indonesia merupakan sistem utama, karena sistem peradilan pidana

di Indonesia memiliki sistem yang berkembang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Proses sistem peradilan pidana bersifat berurutan, dimana satu tingkat

mempengaruhi yang lain. Proses peradilan pidana di Indonesia meliputi penyelidikan,

penyidikan, penuntutan dan wawancara di pengadilan oleh aparat penegak hukum. Dalam

sistem peradilan pidana di Indonesia, polisilah yang berwenang melakukan penyelidikan

dan penyidikan, sedangkan yang berwenang mengadili adalah kejaksaan, sedangkan

kewenangan mengadili di pengadilan tingkat pertama. hakim.

Walaupun kekuasaan hakim, pengacara dan polisi berbeda, namun prinsipnya

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pelaksanaan hukum oleh aparat dan

pelaksanaan pidana oleh aparat penegak hukum harus memperhatikan asas-asas yang

terkandung dalam KUHAP. Pelepasan praperadilan tersebut disebabkan karena dalam

menjalankan kewenangannya, aparat penegak hukum tidak lepas dari melakukan hal-hal

yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, kajian

praperadilan bertujuan untuk mengambil tindakan terhadap aparat penegak hukum agar

dalam menjalankan kewenangannya tidak melakukan kecurangan atau penyalahgunaan

wewenang.

Adanya penahanan praperadilan tidak serta merta berarti sistem peradilan pidana di

Indonesia bebas dari tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum. Bukti

menunjukkan bahwa dalam praktiknya masih sering terjadi pelanggaran dalam sistem

peradilan pidana di Indonesia. Salah satu pelanggaran yang paling umum adalah
penangkapan dan penahanan tanpa surat perintah, sebagaimana didefinisikan dalam

dokumen tersebut peraturan dan regulasi ada.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan demikian yang telah dijelaskan pada latar belakang diatas, dapat disimpulkan

bahwa rumusan masalah pada penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan peradilan?

2. Apa yang dimaksud dengan peradilan pidana?

3. Bagaimana proses peradilan pidana di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian peradilan.

2. Untuk mengetahui pengertian peradilan pidana.

3. Untuk mengetahui proses peradilan pidana di Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan begitu, adanya penulisan ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat

terkhususnya untuk:

1. Untuk penulis, diharapkan dapat memberikan manfaat penambahan ilmu serta

melatih menulis karya ilmiah dengan lebih baik dan benar.

2. Untuk pembaca, diharapkan agar dapat memberikan sedikit banyaknya ilmu

pengetahuan mengenai proses peradilan pidana di Indonesia dan juga dapat

memberikan wawasan atau referensi acuan bagi para pembaca.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Peradilan

Peradilan adalah segala sesuatu yang dilakukan di sidang pengadilan yang berkaitan

dengan tugas menyelidiki, memutus, dan mengadili dengan menerapkan hukum dan/atau

menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan asas-asas hukum pada kenyataannya

hal-hal tersebut diberikan kepadanya). untuk diadili, dan berhenti) untuk mempertahankan dan

menjamin kepatuhan yang ketat terhadap hukum, menggunakan prosedur hukum. Kata

"hakim" berasal dari kata dasar "baik", dengan awalan "par" dan akhiran "an". Kata

“menghakimi” merupakan terjemahan dari “qadha”, yang berarti “memutuskan”,

“menyelesaikan”, “menyelesaikan”. Ada juga yang mengatakan bahwa dalam kamus pada

umumnya tidak ada perbedaan antara kasus dan kasus.

2.2 Pengertian Peradilan Pidana

Sistem peradilan pidana adalah suatu sistem dalam masyarakat untuk menangani

masalah kejahatan. Menang di sini berarti berusaha mengendalikan kejahatan agar tetap berada

dalam batas-batas penerimaan publik. Untuk membangun sistem peradilan pidana yang

efektif, diperlukan koordinasi antar aparat penegak hukum, yaitu. Polisi, kejaksaan, pengadilan

dan lembaga pemasyarakatan adalah sistemnya. Sistem peradilan pidana beroperasi

berdasarkan layanan dari empat subsistem sesuai dengan fungsi dan kewenangannya yang

berbeda. penyidikan polisi dan prosedur penyidikan, hak untuk mencari dan mengambil

keputusan serta memutuskan hakim mana yang menggunakan kantor kejaksaan. Yurisdiksi

dijalankan oleh hakim dan lembaga pemasyarakatan adalah lembaga pemasyarakatan. Sistem

peradilan di Indonesia telah ada sejak masa penjajahan sampai sekarang, masa revolusi.

Peradilan seperti menjaga keseimbangan antara masyarakat, budaya dan aspek masyarakat
lainnya. Landasan hukum pengadilan di Indonesia adalah dalam Pasal 24 Undang-Undang

Dasar 1945 dan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang

sistem peradilan. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman ada

pada Mahkamah Agung dan cabang kehakiman yang berkedudukan di lingkungan peradilan

umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan tata usaha

negara. Pengadilan dan Pengadilan Hukum.

a. Peradilan Umum

Peradilan Umum adalah pembagian kekuasaan kehakiman yang

dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung.

Pengadilan Negeri pada umumnya melaksanakan diskresi pada tingkat

pertama. Perbedaan antara Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung

terletak pada letaknya. Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu

kota/kota, sedangkan Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibu kota.

Dalam lingkungan peradilan umum dapat dibentuk pengadilan khusus

menurut undang-undang. Dalam pengadilan khusus ini dapat diangkat

seorang hakim ad hoc. Perannya adalah untuk menyelidiki, menilai dan

menilai. Susunan pengadilan negeri ini terdiri dari hakim tinggi,

panitera, panitera dan jurusita. Ketika dia berada di Mahkamah Agung,

dia adalah ketua, hakim, panitera dan sekretaris. Keadilan menyangkut

orang-orang yang mencari keadilan umum dalam kasus perdata dan

pidana.

b. Peradilan Agama

Dalam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan

Agama disebutkan bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu

ajudikator bagi mereka yang mencari keadilan dalam Islam secara


hukum. Pengadilan Agama memiliki tanggung jawab dan wewenang

untuk menyelidiki, memutuskan dan menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan perkawinan, warisan, hak, hibah, wakaf, zakat, infak,

shadaqah dan kekayaan syariah. Pengadilan Agama dan Pengadilan

Tinggi Agama menjalankan yurisdiksi atas Pengadilan Agama. Status

peradilan agama terbatas pada Mahkamah Agung sebagai Mahkamah

Agung negara.

c. Peradilan Tata Usaha Negara

Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) merupakan salah satu bagian dari

pengadilan sengketa tata usaha negara yang timbul akibat pelaksanaan

keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa perburuhan. Peradilan

Tata Usaha Negara menangani masalah sengketa tata usaha negara.

Pengadilan tata usaha negara berkedudukan di kabupaten/ibukota.

Peradilan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu Peradilan Tata Usaha

Negara pada tingkat pengadilan pertama dan Peradilan Tata Usaha

Negara pada tingkat kasasi. Pengadilan tata usaha negara ini dibentuk

dengan keputusan presiden. Komposisi pengadilan tata usaha negara ini

terdiri dari pejabat, hakim, panitera dan panitera. Peran PTUN adalah

mempertimbangkan, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha

negara.

d. Peradilan Militer

Pengadilan militer adalah pengadilan yang mengatur keadilan dalam

situasi militer. Pengadilan militer mengadili urusan militer. Pengadilan

militer meliputi pengadilan militer, pengadilan militer tertinggi,

pengadilan militer besar dan pengadilan militer tempur. Jenis sistem


pengadilan di Indonesia berurusan dengan kasus-kasus di mana

kejadiannya berada dalam yurisdiksinya dan terdakwa adalah salah satu

yurisdiksinya.

2.3 Proses Peradilan Pidana Di Indonesia

Proses sistem peradilan pidana mulai dari tingkat penyidikan, persidangan, penyidikan

di pengadilan, sampai dengan pelaksanaan di pengadilan atau eksekusi. Hukum pidana adalah

hukum yang mengatur kejahatan, dan kejahatan yang mungkin dilakukan terhadap kepentingan

umum. Dalam hukum acara pidana diketahui bahwa sistem peradilan pidana terdiri dari

beberapa tahapan.

1. Tahap Penyidikan

Setelah laporan diterima oleh pihak kepolisian dan dipelajari apakah laporan tersebut

merupakan tindak pidana atau tidak. Apabila peristiwa yang dilaporkan dicurigai

merupakan tindak pidana, maka kepolisian akan melakukan tahap penyidikan ini.

Penyidikan adalah serangkaian upaya dalam mencari serta mengumpulkan bukti, agar

tindak pidana menjadi lebih jelas.

2. Tahap Penuntutan

Setelah mendapatkan bukti yang menjelaskan kejahatan tersebut, ia memasuki masa

persidangan yang dipimpin oleh kejaksaan. Kejaksaan Agung atau Kantor Umum akan

membawa kasus tersebut ke pengadilan tinggi yang berwenang. Penuntut atau penuntut

umum pada tingkat ini akan meminta kepada hakim untuk memeriksa dan memutus

perkara tersebut.

3. Tahap Pemeriksaan

Setelah kasus tersebut dipindahkan ke pengadilan negeri, sistem peradilan selanjutnya,

yaitu hakim, akan melakukan penyelidikan atas kejahatan yang dilaporkan. Hakim
disini juga akan diberikan kewenangan untuk mengeluarkan putusan pengadilan.

Pemberhentian akan dilakukan atas dasar prinsip kejujuran, kemandirian dan

ketidakberpihakan. Kali ini juga akan disertakan dalam pemaparan keterangan jaksa

penuntut umum yang diperoleh dari hasil penyidikan polisi. Tentu saja, seseorang yang

diadili karena kejahatan juga memiliki kesempatan untuk membela diri. Mereka juga

memiliki hak untuk tampil di pengadilan dengan perwakilan hukum untuk membela

mereka.

4. Tahap Eksekusi

Proses penegakan hukum merupakan tahap akhir dari proses peradilan pidana. Apabila

semua pihak menyetujui putusan hakim, maka putusan tersebut mempunyai kekuatan

hukum tetap. Jadi tahap ini adalah pelaksanaan putusan pengadilan terhadap terdakwa.

Proses peradilan pidana di atas dapat berlangsung dalam waktu yang singkat atau dalam

waktu yang lama, tergantung pada keseriusan kasusnya. Namun apabila dalam putusan

hakim pengadilan ternyata ada pihak lain yang menentang, maka dapat dilakukan kasasi

ke Mahkamah Agung. Selain itu, terdakwa juga memiliki opsi untuk mengajukan

banding.

Bagi penyidik (polisi) untuk dapat mengintervensi (menyelidiki) suatu tindak pidana

dikenal 3 sumber, yaitu berita acara (pasal 1 pasal 24 KUHAP), laporan (Pasal 1 Bab

25 KUHAP). ), atau ditangkap (Bab 1 Bab 19 KUHP). Pada saat menerima laporan,

pengaduan atau penangkapan dari pelaku kejahatan, maka petugas penyidik (petugas

kepolisian) menyelidiki apakah telah terjadi suatu tindak pidana atau tidak, dalam hal

ini penelitian. Menurut Pasal 1 KUHP, penyidikan adalah perbuatan penyidik yang

mencari dan mengetahui dugaan tindak pidana untuk menentukan dilakukan atau

tidaknya penyidikan sesuai dengan ketentuan perseroan. KUHP.. KUHAP. Jika


penyelidik percaya bahwa kejahatan telah dilakukan, lanjutkan penyelidikan. Jika

kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti telah selesai, maka langkah selanjutnya

adalah melakukan penelitian. Dalam Pasal 1 KUHAP, penyidikan adalah proses

penyidikan berikut dan menurut hukum acara untuk mencari dan mengumpulkan bukti-

bukti yang dilakukan guna menemukan tersangka. Dalam hal ini penyidik adalah polisi

atau pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Dalam upaya memperoleh bukti dan keterangan yang cukup dari penyidik, ia

berwenang menangkap dan menahan seseorang.

Berkas yang diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum dan penuntut umum

akan dilakukan penelaahan secara rinci. Apabila penuntut umum merasa berkas

penyidikan belum lengkap, ia menyerahkan berkas pidana kepada penyidik dengan

petunjuk untuk dilengkapi. Setelah proses penyidikan, pengumpulan bukti dan

penyidikan oleh penuntut umum/penuntut umum, Jaksa Agung akan menerbitkan berita

acara yang memuat masalah dugaan tindak pidana yang telah ditutup dan dikeluarkan

dari hasil penyidikan. 'Penyelidikan. penyidikan, dan merupakan dasar dan landasan

pemeriksaan hakim di sidang pengadilan. Setelah mengajukan dakwaan, menurut pasal

143 ayat 1 KUHP, penuntut umum melimpahkan perkara yang memberatkannya ke

pengadilan de grande dengan permintaan untuk segera diadili dan tuntutan, serta

pemanggilan mereka yang terlibat dalam kasus tersebut untuk datang ke pengadilan

(diatur dalam pasal 145 KUHP dan pasal 146).

Proses akan dimulai dengan pemeriksaan terhadap identitas terdakwa. Pemeriksaan

identitas ini akan dicocokkan dengan surat dakwaan dan berkas perkara dengan tujuan

untuk meyakinkan persidangan bahwa memang terdakwalah yang dimaksud dalam

surat dakwaan sebagai pelaku tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Setelah itu

dilanjutkan dengan pembacaan surat dakwaan yang telah diajukan oleh penuntut
umum. Proses sentral dalam peradilan adalah pembuktian/ pemeriksaan alat-alat bukti,

yang nantinya dari proses pemeriksaan ini dijadikan dasar apakah terdakwa memang

bersalah atau tidak. Apabila alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang tidak

cukup membuktikan kesalah terdakwa maka terdakwa dibebaskan dari hukuman.

Namun jika alat-alat bukti dapat membuktikan bahwa terdakwa memang bersalah,

maka hukuman akan dijatuhkan kepada terdakwa.

Dari berbagai pengertian-pengertian terkait dengan istilah Sistem Peradilan Pidana,

maka pada dasarnya sudah dapat diketahui tujuan dari Sistem Peradilan Pidana,

walaupun masih terdapat ahli hukum yang tidak secara gamblang dan lugas dalam

menjelaskan tujuan dari Sistem Peradilan Pidana. Salah satu ahli hukum yang cukup

secara jelas dan gamblang menjelaskan tujuan dari Sistem Peradilan Pidana adalah

Mardjono Reksodiputro. Beliau menjelaskan bahwa tujuan dari pembentukan Sistem

Peradilan Pidana merupakan suatu upaya untuk penanggulangan dan pengendalian

kejahatan yang terjadi di masyarakat. Mardjono Reksodiputro menjelaskan secara rinci

terkait dengan tujuan dari Sistem Peradilan Pidana sebagai berikut.

Sistem peradilan pidana merupakan tempat mengolah setiap bentuk kejahatan agar

dapat diadili. Apapun bentuknya, mulai dari kejahatan biasa sampai pada taraf

kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). Pendekatan yang dilakukan dalam sistem

peradilan pidana, membutuhkan organ sub-sistem (Polisi, Jaksa, Advokat, Pengadilan

dan Lembaga Pemsyarakatan). Sub-sistem tersebut merupakan tiang dasar dan harapan

bagi berlangsungnya roda negara agar masyarakat dapat berkehidupan layak dan adil-

beradab.

Sebagaimana kita ketahui bersama, Sistem Peradilan Pidana (SPP) harus memiliki

dasar (Ground Norm maupun Ground Program), tujuan utamanya untuk menciptakan
tatanan sistem yang kondusif berjalan sesuai rel yang tetap sesuai dengan yang

diinginkan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyelenggaraan peradilan pidana merupakan mekanisme bekerjanya aparat penegak

hukum pidana mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan, penangkapan, penahanan,

penuntutan sampai pemeriksaan di sidang pengadilan, atau dengan kata lain bekerjanya polisi,

jaksa, hakim dan petugas lembaga pemasyarakatan, yang berarti pula berprosesnya atau

bekerjanya hukum acara pidana. Sistem peradilan pidana disebut juga sebagai "criminal justice

system" yang dimulai dari proses penangkapan, penahanan, penuntutan, dan pemeriksaan di

muka pengadilan, serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana di Lembaga

pemasyarakatan.Sistem peradilan pidana untuk pertama kali diperkenalkan oleh pakar hukum

pidana dan para ahli dalam criminal justice system di Amerika Serikat sejalan dengan

ketidakpuasan terhadap mekanisme kerja aparatur penegak hukum dan institusi penegak

hukum.

Sistem peradilan pidana sebagai suatu sistem pada dasarnya merupakan suatu open

system, dalam pengertian sistem peradilan pidana dalam geraknya akan selalu mengalami

interfence (interaksi, interkoneksi dan interpendensi) dengan lingkungannya dalam peringkat-

peringkat, masyarakat: ekonomi, politik, pendidikan dan tekhnologi serta subsistem-subsistem

dari sistem peradilan pidana itu sendiri (subsystem of criminal justice system).

3.2 Saran

Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum menjunjung tinggi hak asasi manusia dan

menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan

serta wajib menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi tanpa ada pengecualian. Selain
hukum, keadilan merupakan raja dari segenap gerak-gerik baik langsung maupun tidak yakni

hubungan antara rakyat dan pemerintah Indonesia. Sebagai negara yang merupakan bekas

jajahan kolonial Belanda, maka, dalam lapangan hukum pidana masih menggunkan hukum

pidana peninggalan kolonial Belanda sehingga masih digunakannya hukum pidana

peninggalan kolonial Belanda di Indonesia, suka maupun tidak suka, akan mengoyak rasa

keadilan dalam masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena baik secara filosofis, sosiologis

maupun tujuan pembuatan hukum pidana oleh pemerintah Belanda sudah tentu bukanlah

berdasarkan rasa keadilan yang ada pada masyarakat Indonesia, sehingga tentunya sudah

saatnya negara kita memiliki hukum pidana sendiri yang berdasarkan nilai-nilai kemanusian

bangsa Indinesia.
DAFTAR PUSTAKA

Ahli Pemohon Jelaskan Peran Advokat dalam Sistem Peradilan . June 14, 2023.

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18486&menu=2

Deflem, M. (2019). Methods of Criminology and Criminal Justice Research. Emerald Group

Publishing.

Edwards, B. D. (2014). Introduction to Criminal Justice. Routledge.

Iman, C. H. (2018). Kebijakan hukum pidana perlindungan anak dalam pembaruan sistem

peradilan pidana anak di indonesia. Jurnal Hukum Dan Peradilan, 2(3), 358.

https://doi.org/10.25216/jhp.2.3.2013.358-378

Komariah, K., & Cahyani, T. D. (2017). EFEKTIFITAS KONSEP DIVERSI DALAM

PROSES PERADILAN ANAK PELAKU TINDAK PIDANA MENURUT UU NO. 11

TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Dalam Proses

Peradilan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Kabupaten Malang). Jurnal Ilmiah Hukum

LEGALITY, 24(2), 266. https://doi.org/10.22219/jihl.v24i2.4276

Pelaksanaan diversi pada sistem peradilan pidana anak. June 14, 2023.

https://www.mahkamahagung.go.id/id/artikel/2613/keadilan-restoratif-sebagai-tujuan-

pelaksanaan-diversi-pada-sistem-peradilan-pidana-anak

Soediro, S. (2019). Perbandingan Sistem Peradilan Pidana Amerika Serikat dengan Peradilan

Pidana di Indonesia. Kosmik Hukum, 19(1).

https://doi.org/10.30595/kosmikhukum.v19i1.4083

Anda mungkin juga menyukai