Anda di halaman 1dari 18

Ujian Akhir Semester

PENGANTAR HUKUM INDONESIA


“HUKUM PIDANA”

Dosen pengampu:
Dr. I Gusti Ayu Putri Kartika, SH., MH.
Ni Wayan Ella Apryani, SH., MH.

Oleh:
Nama: I Gusti Ayu Agung Intan Liantari
NIM: 2204551286
Kelas: F
Reguler: Pagi

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya lah makalah
dengan judul “Hukum Pidana” dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah “Hukum Pidana”
disusun penulis guna memenuhi penilaian Ujian Akhir Semester 1 (satu) pada mata kuliah
Pengantar Hukum Indonesia di Fakultas Hukum Universitas Udayana tahun ajaran 2022/2023.
Selain itu, penulis juga memiliki harapan agar makalah ini dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan bagi pembaca.

Penulis memberikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. I Gusti
Ayu Putri Kartika, SH., MH. dan Ibu Ni Wayan Ella Apryani, SH., MH. karena telah
membimbing jalannya permbelajaran selama satu semester pada mata kuliah Pengantar Hukum
Indonesia dan telah memberikan Ujian Akhir Semester ganjil yang dapat menambah
pengetahuan dan wawasan penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan di dalam penulisan dan pembuatan
terutama dalam bagian isi dari makalah ini sebab makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi para pembaca dan
bermanfaat bagi masyarakat umum.

Denpasar, 27 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Pidana...........................................................................................3


2.2 Asas, Tujuan dan Teori dalam Hukum Pidana............................................................4
2.3 Sejarah dan Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
di Indonesia................................................................................................................7
2.4 Macam-macam Delik dalam Hukum Pidana.............................................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................................14
3.2 Saran..........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mempelajari dasar-dasar dari hukum pidana merupakan salah satu dari bagian
pembelajaran pengantar hukum Indonesia mata kuliah dasar bagi seseorang yang ingin
menekuni bidang ilmu hukum. Hukum pidana adalah hukum yang menentukan tindakan apa
dan dalam keadaan bagaimana suatu hukum dapat dijatuhkan, serta bagaimana hukuman
yang dapat dijatuhkan bagi tindakan tersebut. Hukum pidana masuk ke dalam ranah hukum
publik dan secara umum diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Untuk
dapat memahami hukum pidana secara garis besar diperlukan pemahaman terhadap dasar-
dasar hukum pidana seperti beragam pengertian hukum pidana menurut para ahli, bagaimana
asas, tujuan dan teori yang terdapat dalam hukum pidana, sejarah dan sistematika Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur hukum pidana, serta macam- macam
delik dalam hukum pidana.
Pemahaman mengenai hukum pidana diperlukan mengingat peran dari hukum sendiri
sebagai pengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat, penjaga ketertiban, keamanan,
keadilan, dan mengantisipasi tindak kejahatan di lingkungan. Selama adanya kontak sosial di
masyarakat, tindak kejahatan akan selalu hadir dalam kehidupan maupun lingkungan sekitar.
Segala aspek kehidupan bermasyarakat dapat menjadi penyebab dari tindak kejahatan. Jika
tindak kejahatan dibiarkan begitu saja tanpa adanya suatu aturan yang mengatur tentu dapat
mengacaukan kehidupan sosial. Oleh karena itu, hukum pidana hadir untuk dimengerti dan
diimplementasikan dengan tepat di masyarakat dan makalah ini dibuat sebab dibutuhkan
pemahaman mendasar mengenai hukum pidana.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari makalah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan hukum pidana?
2. Apa saja asas, tujuan, dan teori yang terdapat di dalam hukum pidana?
3. Bagaimana sejarah dan sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di
Indonesia yang mengatur tentang hukum pidana?
4. Apa macam-macam delik yang terdapat di dalam hukum pidana?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, ada beberapa tujuan yang mendasari penulisan
makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari hukum pidana.
2. Untuk mengetahui dan memahami asas, tujuan, dan teori yang terdapat di dalam hukum
pidana.
3. Untuk mengetahui dan memahami sejarah dan sistematika Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) di Indonesia yang mengatur tentang hukum pidana.
4. Untuk mengetahui dan memahami macam-macam delik yang terdapat di dalam hukum
pidana.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Pidana


Beberapa pengertian hukum pidana menurut pandangan para ahli, yaitu:
1. Menurut W.L.G. Lemaire hukum pidana itu itu terdiri dari norma-norma yang
berisi keharusan keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-
undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yang bersifat khusus.
2. Menurut Sudarto bahwa hukum pidana adalah aturan hukum yang mengikatkan
kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu akibat yang berupa
pidana.
3. Menurut W.F.C. van Hattum hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-
asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat
hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban
hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat
melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap
peraturanperaturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa
hukuman.
4. Hazewinkel-Suringa, hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang
mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya
diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang siapa yang membuatnya.
5. Menurut Moeljatno hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum
yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:
a. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan yang dilarang
dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertenru bagi siapa
yang melanggarnya
b. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar
laranganlarangan itu dapat dikenakan atau diajtuhi sebagaimana yang telah
diancamkan

3
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang telah melanggar tersebut.
Melihat beberapa pengertian dari para ahli di atas dapat ditarik secara garis besar
bahwa Hukum pidana termasuk ke dalam hukum publik karena mengatur hubungan
seseorang dengan Negara. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana yang bertentangan
dengan hukum dan diancam dengan suatu penderitaan. Dimaksud dengan perderitaan adalah
berupa rasa tidak enak atau nestapa. Aturan-aturan di dalam hukum pidana mengandung
keharusan atau larangan terhadap pelanggaran mana diancam dengan hukuman berupa
siksaan badan. Penuntutan terhadap peraturan hukum pidana dilakukan oleh Negara, dalam
hal ini Penuntut Umum (Jaksa).

2.2 Asas, Tujuan dan Teori dalam Hukum Pidana


a. Asas dalam hukum pidana
Terdapat asas-asas yang terkandung di dalam ketentuan Buku I KUHP mengenai hal
yang harus diperhatikan menyangkut penerapan ketentuan hukum pidana. Asas-asas
pemberlakuan hukum pidana, yaitu:
 Asas Legalitas
Asas ini terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyebutkan:
“Suatu peristiwa pidana atau perbuatan pidana tidak dapat dikenai hukuman, selain
atas kekuatan peraturan perundang-undangan pidana yang sudah ada sebelum
peristiwa pidana atau perbuatan pidana ada”.
Asas legalitas juga sering disebut sebagai the principle of legality merupakan asas
yang menentukan bahwa tindak pidana haruslah diatur terlebih dulu dalam undang-
undang atau suatu aturan hukum sebelum seseorang melakukan pelanggaran atau
perbuatannya. Asas ini memiliki 2 makna, yaitu:
1) Untuk kepastian hukum, undang-undang hanya berlaku untuk ke depan dan
tidak berlaku surut (asas non retroactive);
2) Untuk kepastian hukum, sumber hukum pidana tiada lain dari undang-
undang.

4
 Asas Teritorialitas
Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 2 KUHP yang menjelaskan bahwa
ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. Asas ini dilandasi oleh
kedaulatan Negara, oleh karena itu untuk menjamin ketertiban hukum di
wilayahnya, negara berhak menjatuhkan pidana bagi siapapun yang melakukan
tindak pidana di wilayahnya.
 Asas Nasional Aktif
Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 3 KUHP yang berbunyi “Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di
luar wilayah Indonesia melakukan delik di dalam perahu atau pesawat udara
Indonesia”. Terdapat juga dalam Pasal 5 KUHP yang menerangkan bahwa
ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga
negara yang di luar indonesia melakukan salah satu atau sejumlah kejahatan
(yang diatur lebih lanjut dalam sejumlah pasal) dan melakukan salah satu
perbuatan yang dipandang peraturan perundang-undangan Indonesia sebagai
kejahatan dan perbuatannya menurut perundang-undangan negara tempat
kejadian diancam dengan pidana. Dapat disimpulkan bahwa Asas Nasional Aktif
adalah asas yang memberlakukan KUHP terhadap orang-orang Indonesia yang
melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Republik Indonesia.
 Asas Nasional Pasif
Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 4 KUHP dan Pasal 8 KUHP. Asas
nasional pasif adalah berlakunya perundang-undangan pidana didasarkan pada
kepentingan hukum suatu negara yang dilanggar oleh seseorang di luar negeri
dengan tidak dipersoalkan kewarganegaraannya; apakah pelaku adalah warga
negara atau orang asing. Asas ini menitikberatkan pada perlindungan unsur
nasional terhadap siapapun dan di mana pun. 
 Asas Universalitas
Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 4 angka 4 KUHP. Asas universal adalah
asas yang berlaku bagi tindak pidana yang dinilai sebagai kejahatan
internasional, bukan kejahatan transnasional. Asas ini menentang pelaku

5
kejahatan internasional untuk bisa lolos dari hukuman, oleh sebab itu  setiap
negara berhak untuk menangkap, mengadili dan menghukum pelaku kejahatan
internasional.
b. Tujuan dalam hukum pidana
Hukum pidana memiliki tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat sehingga
hak dan kepentingan dari masyarakat terjamin. Hukum pidana memiliki sanksi yang
akan dijatuhkan kepada siapa saja yang melakukan tindak pidana dan melanggar
undang-undang sebagai ultimum remedium (obat terakhir) untuk melindungi
kepentingan masyarakat. Dengan adanya sanksi tersebut akan menjaga keamanan,
ketertiban, dan keteraturan di masyarakat, sehingga segala aktifitas yang dilakukan
oleh masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Sanksi di dalam hukum pidana merupakan hukuman yang bersifat siksaan atau
penderitaan yang dijatuhkan kepada seseorang karena telah melakukan pelanggaran
dan kejahatan sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang. Bentuk hukuman
dari hukum tindak pidana diatur dalam Pasal 10 KUHP berupa:
Hukuman pokok: Hukuman tambahan:
1. hukuman mati 1. pencabutan hak-hak tertentu
2. hukuman penjara 2. perampasan barang-barang tertentu
3. hukuman tutupan 3. pengumuman keputusan hakim
4. hukuman denda
c. Teori dalam hukum pidana
Tujuan hukum pidana berkaitan dengan teori-teori mengapa suatu kejahatan
harus dikenakan hukuman pidana atau mengapa alat-alat negara memiliki hak untuk
mempidanakan seseorang. Ada 3 teori mendasar dalam hukum pidana, yaitu:
1. Teori absoluut atau mutlak
Dalam teori ini suatu kejahatan harus dipidana dengan alasan “pembalasan”
(vergelding). Oleh karena itu, teori absolut ini juga disebut sebagai teori
pembalasan (gelding teorie). Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana,
setiap orang yang telah melakukan kejahatan harus dipidana.
2. Teori relatief atau nisbi

6
Dalam teori ini suatu kejahatan dapat dipidana apabila memiliki tujuan. Oleh
karena itu teori relatif ini disebut juga dengan “teori tujuan” (doel- theorien).
Tujuan penjatuhan hukuman bagi pelaku kejahatan adalah agar dikemudian
hari kejahatan yang telah dilakukan ini tidak terulang lagi (prevensi).
3. Teori gabungan
Teori ini menggabungkan teori absolut dan teori relatif. Dalam teori ketiga
ini mengakui unsur pembalasan, mengakui unsur prevensi dan memiliki
unsur memperbaiki penjahat yang melekat pada setiap pemidanaan.

2.3 Sejarah dan Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia
Pada mulanya terjadi dualisme karena terdapat peraturan-peraturan hukum tersendiri
yang berlaku untuk orang-orang Belanda dan orang-orang Eropa lainnya, yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang termuat dalam Firman Raja Belanda tanggal 10
Februari 1866 (Staatsblad 1866 nomor 55) dan mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 1867.
Sementara untuk orang-orang Indonesia dan orang-orang Timur-Asing berlaku suatu Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana tersendiri yang termuat dalam ordonantie tanggal 6 Mei
1872 (Staatsblad 1872 nomor 85) dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 1873. Kedua kitab
Undang-Undang Hukum Pidana tersebut adalah jiplakan Code Penal dari negara Prancis,
yang oleh Kaisar Napoleon dinyatakan berlaku di Negeri Belanda ketika Belanda ada dalam
kekuasaan Perancis saat permulaan abad ke sembilan.
Selanjutnya pada tahun 1915 di Indonesia dengan Firman Raja Belanda tanggal 15
Oktober 1915 dibentuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru yang disebut dengan
Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie dan diberlakukan tanggal 1 Januari 1918.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru ini berlaku di seluruh Hindia Belanda
(Indonesia) yang secara tidak langsung menggantikan dua Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana sebelumnya.
Setelah kemerdekaan Negara Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
tersebut berlaku melalui ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
Lalu, diadakan penegasan tentang hukum pidana yang berlaku di Republik Indonesia lewat
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 berisikan
aturan tentang hukum pidana yang berlaku, yaitu peraturan-peraturan hukum pidana yang

7
berlaku pada tanggal 8 Maret 1942 (peraturan-peraturan hukum pidana yang berlaku pada
masa Hindia Belanda), nama undang-undang hukum pidana “Wetboek van Strafrecht voor
Neredrlandch-Indie” diubah menjandi “Wetboek van Strafrecht” atau undang-undang
tersebut dapat disebut “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. Sesudah itu, diberlakukan
Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 pada tanggal 29 September 1958 yang menyatakan
berlakunya hukum pidana diseluruh Indonesia dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) sebagai intinya.
Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdiri dari tiga
buku, yaitu:
1. Buku pertama, mengatur tentang ketentuan umum (algemene leerstrukken) yang
meliputi ketentuan tentang :
1) Lingkungan berlakunya ketentuan pidana dalam Undang-Undang.
2) Hukum-hukuman.
3) Pengecualian, pengurangan, dan penambahan hukuman.
4) Percobaan.
5) Turut serta melakukan perbuatan yang dapat dihukum (deelneming).
6) Gabungan perbuatan yang dapat dihukum (samenloop).
7) Memasukkan dan mencabut pengaduan dalam perkara kejahatan yang hanya
boleh dituntut atas pengaduan (klachtdelict).
8) Gugurnya hak menuntut hukuman dan gugurnya hukuman (verjaring).
9) Arti beberapa sebutan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Buku kedua, mengatur tentang tindak-tindak pidana yang termasuk golongan
kejahatan (misdrijven). Adapun ketentuan yang diatur dalam Buku Kedua ini
adalah tentang :
1) Kejahatan terhadap keamanan Negara.
2) Kejahatan melanggar martabat kedudukan Presiden dan martabat kedudukan
Wakil Presiden.
3) Kejahatan terhadap Negara yang bersahabat dan terhadap kepala dan wakil
negara yang bersahabat.
4) Kejahatan mengenai perlakuan kewajiban Negara dan hak-hak Negara.
5) Kejahatan terhadap ketertiban umum.

8
6) Perkelahian satu lawan satu.
7) Kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi keamanan umum, manusia, atau
barang.
8) Kejahatan terhadap kekuasaan umum.
9) Sumpah palsu dan keterangan palsu.
10) Hal memalsukan mata uang dan uang kertas Negara serta uang kertas Bank.
11) Memalsukan meterai dan merek.
12) Memalsukan surat-surat.
13) Kejahatan terhadap kedudukan warga.
14) Kejahatan terhadap kesopanan.
15) Meninggalkan orang yang memerlukan pertolongan.
16) Penghinaan.
17) Membuka rahasia.
18) Kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang.
19) Kejahatan terhadap jiwa orang.
20) Penganiayaan.
21) Mengakibatkan orang mati atau luka karena salahnya.
22) Pencurian.
23) Pemerasan dan ancaman.
24) Penggelapan.
25) Penipuan.
26) Merugikan penagih hutang atau orang yang berhak.
27) Menghancurkan atau merusakkan barang.
28) Kejahatan yang dilakukan dalam jabatan.
29) Kejahatan pelayaran.
30) Pertolongan jahat.
3. Buku ketiga, mengatur tentang tindak-tindak pidana yang termasuk golongan
pelanggaran (overtredingaen) yaitu meliputi ketentuan tentang :
1) Pelanggaran tentang keamanan umum bagi orang, barang dan
2) kesehatan umum.
3) Pelanggaran tentang ketertiban umum.

9
4) Pelanggaran tentang kekuasaan umum.
5) Pelanggaran tentang kedudukan warga.
6) Pelanggaran tentang orang yang perlu ditolong.
7) Pelanggaran tentang kesopanan.
8) Pelanggaran tentang polisi daerah.
9) Pelanggaran dilakukan dalam jabatan.
10) Pelanggaran dalam pelayaran.

2.4 Macam-macam Delik dalam Hukum Pidana


Perbuatan yang dapat dihukum disebut dengan berbagai istilah seperti tindak
pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, dan delik (delict). Delik adalah suatu perbuatan
atau rangkaian perbuatan manusia yang di dalam rumusan undang-undang bersifat melawan
hukum sehingga menimbulkan sanksi pidana dan dilakukan oleh orang yang mampu
mempertanggungjawabkannya. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai delik apabila
memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Adanya perbuatan manusia;
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang disebutkan dalam undang-undang;
3. Harus terbukti adanya kesalahan dari orang yang berbuat;
4. Perbuatan itu harus bertentangan dengan hukum;
5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya di dalam undang-
undang.
Terdapat macam-macam delik, yaitu:
1. Menurut bentuk perbuatannya:
a) Kejahatan (misdrijven)
b) Pelanggaran (overtredingen)
2. Menurut Sifatnya:
a) Kesengajaan (opzet)
Kesengajaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan
diketahui atau dikehendaki akibatnya oleh pelaku.
b) Kelalaian (culpa)

10
Kelalaian adalah suatu perbuatan yang dilakukan karena kekurang hati- hatian
dari pelaku sehingga menimbulkan akibat yang sesungguhnya tidak
dikehendaki oleh pelaku.
3. Menurut cara penuntutannya:
a) Delik aduan (klacht delict) yaitu suatu delik yang diadili apabila ada
pengaduan dari yang berkepantingan (korban). Bila tidak ada pengadian maka
jaksa tidak akan melakukan tuntutan terhadap perbuatan tersebut.
b) Delik biasa, yaitu perbuatan kejahatan dan pelanggaran lainnya yang tidak
memerlukan pengaduan.
4. Menurut jumlahnya:
a) Delik tunggal (enkelvoudig delict), yaitu delik yang terdiri dari satu perbuatan
saja.
b) Delik jamak (samengesteld delict), adalah perbuatan yang terdiri dari
beberapa delik.
5. Menurut tindakan atau akibatnya:
a) Delik materiil, yaitu delik dimana delik itu dikatakan ada bila akibat dari
perbuatan itu telah ada.
b) Delik formal, adalah delik yang merupakan perbuatan sebagaimana yang
disebutkan dalam undang-undang.
6. Menurut ada tidaknya perbuatan:
a) Delik komisi (commisidedelicten), adalah seseorang melakukan perbuatan
aktif dengan melanggar suatu larangan.
b) Delik omisi (ommissiededelicten), adalah delik dikarenakan adanya
pembiaran atau pengabaian (tindakan pasif) yang seharusnya diperintahkan
untuk dilakukan.
Selain delik, dalam hukum pidana terdapat tindak pidana yang tidak dapat dihukum,
artinya seseorang yang telah melakukan perbuatan tindak pidana tidak dapat dihukum sesuai
hukum yang berlaku. Hal ini disebabkan oleh 2 hal, yakni:
 Dari diri pelaku itu sendiri
Artinya perbuatan seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatannya karena tidak memiliki akal yang sempurna atau gila. Diatur dalam

11
Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 45 yang menyebutkan
Pasal 44 ayat (1):
“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan
kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena
penyakit, tidak dipidana”.
Pasal 45:
“Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena
melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat
menentukan memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang
tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun; atau
memerintahkan ...........”.
 Dari luar keadaan pelaku
Artinya perbuatan yang dilakukan pelaku karena sebab/keadaan sekitarnya,
yakni:
1. Keadaan berat lawan (overmacht), sebagaimana diatur dalam Pasal 48
KUHP yang menyebutkan :
“Barangsiapa melakukan perbuatan kerena terpaksa oleh suatu kekuasaan
yang tak dapat dihindarkan tidak boleh dihukum”.
2. Pembelaan terpaksa (noodweer), sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1)
KUHP yang menyebutkan :
3. “Barangsiapa melakukan perbuatan yang terpaksa dilakukan untuk
mempertahankan dirinya atau orang lain, mempertahankan kehormatan atau
harta benda sendiri atau kepunyaan orang lain, daripada serangan yang
melawan hak dan mengancam dengan segera pada saat itu juga, tidak boleh
dihukum”.
4. Keadaan darurat (noodtoestand), sebagaimana diatur dalam
Pasal 49 ayat (2) KUHP. Dimaksud dengan ini adalah sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 50 KUHP yang “Barangsiapa melakukan perbuatan
untuk menjalankan
peraturan perundang-undangan, tidak boleh dihukum”.

12
5. Melaksanakan perintah yang diberikan kepada pengawai dengan sah.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) KUHP yang menyebutkan:
“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan
yang diberikan oleh kuasa yang berhak akan itu tidak boleh dihukum”.
Dalam melakukan perbuatan pidana (delik) jika dilakukan dengan melibatkan
beberapa orang atau turut serta melakukan perbuatan pidana dengan cara bekerjasama atau
memiliki peran yang berbeda-beda disebut Deelneming. Yang dianggap sebagai pelaku
dalam Deelneming diatur dalam Pasal 55, yaitu:
a. Orang yang melakukan (pleger), adalah orang “melakukan” perbuatan pidana.
b. Orang yang turut melakukan (medepleger), adalah orang “turut melakukan”,
dalam arti bersama-sama dengan pleger melakukan perbuatan pidana.
c. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger), adalah orang yang
“menyuruh” melakukan, artinya menyuruh pleger untuk melakukan perbuatan
pidana.
d. Orang yang membujuk melakukan (uitlokker), adalah orang yang dengan
sengaja memberi kesempatan, memberi bantuan, memakai kekerasan,
menyalahgunakan kekuasaan, dengan sengaja membujuk pleger untuk
melakukan perbuatan pidana.
Hukum pidana juga mengenal recidive atau pengulangan suatu perbuatan pidana
yang memiliki arti seseorang yang pernah melakukan tindak pidana dan telah dijatuhi
hukuman (vonis) dan hukuman itu telah dijalankan, tetapi melakukan kejahatan kembali.
Recidive ini akan mendapat hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan orang yang
baru pertamakali melakukan kejahatan.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat beberapa
pendapat dari para ahli mengenai hukum pidana yang secara umum dapat didefinisikan
sebagai hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan
umum, perbuatan mana diancam dengan suatu penderitaan. Terdapat beberapa asas hukum
pidana yang terkandung di dalam ketentuan Buku I KUHP sebagai hal yang harus
diperhatikan menyangkut penerapan ketentuan hukum pidana. Asas-asas tersebut antara lain:
Asas Legalitas, Asas Teritorialitas, Asas Nasional Pasif, Asas Nasional Aktif, dan Asas
Universalitas. Tujuan dari adanya hukum pidana adalah menjatuhkan sanksi kepada pelaku
kejahatan demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat. Dalam hukum pidana dikenal
tiga teori mengenai mengapa suatu kejahatan harus dikenakan hukuman pidana atau
mengapa alat-alat negara memiliki hak untuk mempidanakan seseorang, yaitu Teori absoluut
atau mutlak, Teori relatief atau nisbi, dan Teori gabungan.
Sejarah berlakunya KUHP pertama kali di Indonesia terjadi dualisme, yaitu KUHP
untuk orang-orang Belanda dan orang-orang Eropa lainnya dan KUHP untuk orang-orang
Indonesia dan orang-orang Timur-Asing, lalu dibentuk KUHP baru oleh pemerintah Belanda
pada tanggal 15 Oktober 1915 yang berlaku tanggal 1 Januari 1918 di seluruh Hindia-
Belanda (Indonesia). Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUHP tersebut masih berlaku hingga saat ini.
Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdiri dari tiga buku.
Terdapat macam-macam delik di dalam hukum pidana. Delik adalah suatu perbuatan atau
rangkaian perbuatan manusia yang memenuhi rumusan undang-undang bersifat melawan
hukum sehingga menimbulkan sanksi.
3.2 Saran
Hukum pidana memiliki kekuatan berupa sanksi untuk menindak tindak kejahatan
sehingga memberikan efek jera dan dapat membalas kejahatan yang dilakukan oleh pelaku.
Oleh sebab itu, hukum pidana harus ditegakkan tanpa terkecuali dan harus dijalankan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang ada agar tujuan dari hukum pidana sendiri bisa terlaksana.

14
DAFTAR PUSTAKA

FITRI WAHYUNI, F. I. T. R. I. (2017). DASAR-DASAR HUKUM PIDANA DI INDONESIA.


Pengantar Hukum Indonesia. (27 Desember 2022). simdos.unud.ac.id.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/d3f97548ab16fac822508c98763ff2c9.pdf.
Hukum Pidana Adalah. (27 Desember 2022). Umsu.ac.id. https://umsu.ac.id/hukum-pidana-
adalah/.

15

Anda mungkin juga menyukai