DISUSUN OLEH:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hukum
Pidana” tepat pada waktunya.
Adapun penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Kami pun berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran
konstruktif agar dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah
memberikan bantuannya dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar…………………………………………………………………… ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………... 2
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 2
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………..…....... 2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………… 2
2.1 Pengertian Hukum Pidana…………………………………………… 3
2.1.1 Fungsi Hukum Pidana……………………………………... 3
2.1.2 Pembagian Hukum Pidana………………………………… 4
2.1.3 Sumber-Sumber Hukum Pidana…………………………… 4
2.1.4 Asas-Asas Hukum Pidana…………………………………. 5
2.1.5 Ruang Lingkup Hukum Pidana……………………………. 6
2.1.6 Unsur-Unsur Tindak Pidana……………………………….. 7
2.2 Penerapan Hukum Pidana dalam Kasus Pencurian………………….. 8
BAB III PENUTUP……………………………………………………………… 12
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………. 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial yang hidup secara berdampingan dalam melakukan
interaksi diperlukan batasan-batasan yang mengatur tingkah laku agar perilaku
seseorang tidak melanggar aturan yang berlaku di masyarakat. Batasan-
batasan itulah yang kemudian menjadi awal mula terbentuknya hukum. Di
Indonesia hukum sendiri dijadikan sebagai aturan atau pedoman dalam
bertingkah laku dalam masyarakat dimana dalam aturan aturan tersebut
terdapat sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya. Hukum Indonesia
dibedakan menjadi hukum yang mengatur antar individu yang disebut dengan
Hukum Perdata dan hukum yang mengatur antara individu dengan
kepentingan umum yang dinamakan Hukum Pidana.
Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang belaku di
suatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dimana di dalamnya terdapat aturan aturan mengenai
keharusan dan larangan dan di Indonesia telah disusun dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan peninggalan zaman
penjajahan Belanda. KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum
pidana di Indonesia, dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi
semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP.yang membedakan hukum
pidana dari bidang hukum yang lain ialah sanksi berupa pidana yang diancam
kepada pelanggaran pelanggar normanya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu hukum pidana?
2. Bagaimana penerapan hukum pidana dalam kasus pencurian?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Mengenai Hukum Pidana
2. Mengetahui Penerapan Hukum Pidana Dalam Suatu Kasus Pencurian
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hukum Pidana
Menurut Profesor Doktor W.L.G. Lemaire dalam bukunya yang berjudul
Hetrecht in Indonesia halaman 145 hukum pidana itu terdiri dari norma-
norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh
pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa
hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian
dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-
norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat keharusan
untuk melakuan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu
dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi
tindakan-tindakan tersebut. Berdasarkan rumusan di atas dapat disimpulkan
bahwa Hukum Pidana yaitu berupa asas atau kaidah tertulis yang berisi
larangan dan keharusan mengenai apa yang harus dilaksanakan dan yang tidak
dilaksanakan dengan diikuti berupa sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya.
Di Indonesia sendiri Hukum Pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Hukum Pidana dipandang sebagai ultimum
remedium atau sebagai upaya yang dipergunakan sebagai upaya terakhir untuk
memperbaiki kelakuan manusia dimana dapat diaartikan Hukum Pidana
sebagai alat untuk memulihkan keadaan yang tidak tentram dalam masyarakat
yang harus diadili dengan batasan tertentu agar tidak menyebabkan orang main
hakim sendiri.
3
Fungsi Represif yaitu untuk mendidik orang yang telah melakukan
peerbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar menjadi orang
yang baik dan dapat diterima dalam lingkungan masyarakat
4
pidana dalam arti objektif. Peraturan-peraturan ini membatasi
kekuasaan dari negara untuk menghukum.
5
Bahwa Undang-Undang Pidana yang berlaku di negara kita tidak
dapat diberlakukan surut (retroaktif). Artinya, yaitu Hukum Pidana
tidak dapat diterapkan untuk menghukum orang yang melakukan
kejahatan atau pelanggaran selama belum ada UU yang dapat
menghukum orang tersebut atas tindakannnya.
Bahwa penafsiran secara analogis itu tidak boleh dipergunakan
dalam menafsirkan Undang-Undang Pidana. Yaitu larangan untuk
membandingkan sesuatu yang hampir sama dalam menafsirkan suatu
perbuatan yang melanggar aturan tertentu seperti membuat perbuatan
yang tidak tercantum secara tegas dalam undang-undang tetapi ada
kemiripannya, dijadikan/dianggap sebagai tindak pidana/delik.
6
Yaitu tempat atau lokasi yang menunjukan suatu tindak pidana
dilakukan. Dengan Locus Delicti dapat diketahui hukum pidana apa
yang akan diberlakukan berdasarkan asas-asas keberlakukan hukum
dan juga dapat digunakan untuk mengetahui pengadilan mana yang
berhak untuk mengadili suatu perkara yang diatur dalam Hukum
Acara Pidana. Locus Delicti perlu diketahui untuk:
- Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap
perbuatan pidana tersebut atau tidak
- Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus
perkaranya (kompetisi relative)
- Sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan
Adapun teori-teori Locus Delicti adalah:
- Teori Perbuatan Material (de leer van de lichamelijke daad)
Menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya
tindak pidana adalah tempat dimana perbuatan tersebut dilakukan.
- Teori Bekerjanya Alat Yang Digunakan (de leer van het
instrument)
Menurut teori ini, yang harus dianggap sebagai locus delicti adalah
tempat dimana alat yang digunakan menimbulkan akibat tindak
pidana
- Teori Akibat
Teori ini menyatakan bahwa yang diangap sebagai locus delicti
adalah tempat dimana akibat dari tindak pidana tersebut timbul
7
Subjektif,
Perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-
undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang
atau beberapa orang).
Wahyu Maulana (27) dan Andika Haikal (26) terselamatkan setelah mobil
patroli melintas di lokasi di Jalan Andong Raya, Kota Bambu Selatan,
Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat.
"Ibu kostan udah nagih terus mas," ujar mantan security disalah perusahaan
swasta ini, Selasa (17/3/2015).
"Kejadian sekitar pukul 09.00 WIB. Pelaku yang kaget kabur namun berhasil
ditangkap warga dan digebukin hingga babak belur, beruntung petugas patroli
8
yang lewat langsung mengamankan keduanya," ujar Darmawan di Polsek
Palmerah.
"Keduanya saat ini masih dalam pemeriksaan oleh unit reskrim polsek," tutup
Darmawan singkat.
Analisi Kasus:
1. Locus Delicti
Locus Delicti ini berkaitan dengan hukum pidana mana yang diberlakukan
serta kompetensi relatif pengadilan. Hukum pidana yang dapat diterapkan
dalam kasus ini adalah hukum pidana Indonesia, karena dalam kasus ini
terjadi di Indonesia. Sedangkan kompetensi relatif pengadilan berkaitan
dengan pengadilan mana yang berhak mengadili dalam kasus ini. Untuk
kasus ini, menggunakan teori perbuatan fisik, maka pencurian diadili oleh
Pengadilan Negeri, Jakarta. Teori Perbuatan Fisik adalah teori yang
mengatakan dimana perbuatan fisik dilakukan disitulah pengadilan berhak
mengadili tindak pidana.
2. Tempus Delicti
Tempus Delicti adalah waktu terjadinya delik atau peritiwa pidana. Dalam
kasus ini waktu terjadinya delik saat pencurian dilakukan adalah pukul
09.00 WIB pada hari Selasa, 17 Maret 2015.
3. Asas berlakunya KUHP
9
Menurut pasal 2 KUHP ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu delik di
Indonesia. Pasal ini menganut asas teritorial, karena dalam kasus diatas
sudah dijelaskan bahwa pelaku melakukan tindak pidana di wilayah
Indonesia yaitu Jakarta. Dengan demikian ketentuan hukum pidana yang
ada di Indonesia dapat berlaku bagi pelaku pencurian dalam kasus diatas.
4. Pelanggaran terhadap KUHP
Melihat kasus diatas,pelaku di dalam kasus di atasdapat dijerat pasal 362
KUHP tentang pencurian. Pasal KUHP 362 yang berbunyi “Barangsiapa
mengambil barang sesuatu,yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau
pidana dendan paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Pasal 362 memiliki lima unsur pembuktian. Kelima unsur yang terdapat
dalam pasal 362 antara lain, “barangsiapa”, “mengambil barang sesuatu”,
“yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”, “dengan maksud
untuk dimiliki”, dan “secara melawan hukum”. Sementara “dengan pidana
penjara paling lama tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah”, itu bukan unsur pembuktian.
1. Unsur “Barangsiapa” itu adalah sebuah pembuktian bahwa pelaku
adalah subjek hukum (siapa saja setiap orang). Dalam kasus ini sudah
terbukti bahwa si pelaku Wahyu Maulana (27) dan Andika Haikal (26)
yang melakukan pencurian.
2. Unsur “mengambil barang sesuatu” adalah pembuktian bahwa adanya
perpindahan suatu barang kedalam kekuasaan seseorang tanpa adanya
tanpa ada pemindahan kekuasaan dari si pemilik. Dalam kasus ini
sudah dapat dilihat adanya tindakan menjarah atau “merampas milik
orang lain” dimana si pelaku mengambil barang yang bukan haknya
bahkan tidak ada pemindahan kekuasaan dari si pemilik ponsel
tersebut.
10
3. “Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain “adalah
pembuktian dimana toko ponsel serta-merta isinya bukan milik dari si
pelaku yang sah sebab dilihat dari kasus tersebut mereka diserang oleh
warga karena si anak pemilik counter ini memergokinya.
4. Unsur “dengan maksud untuk dimiliki” adalah pembuktian bahwa
adanya niat mengambil atau memiliki oleh si pelaku. Dimiliki disini
yang dimaksud adalah dimana ia dapat menggunakan benda atau
barang yang dicurinya seolah-olah milik mereka. Sehingga ia bebas
menggunakan barang yang dicurinya sesuka hatinya, baik dijual atau
memakainya (jika uang termasuk didalamnya).
5. Unsur “secara melawan hukum” adalah pembuktian terjadi suatu
peristiwa pidana dengan menghiraukan hak orang lain. Hukum positif
kewajaran dimana kita melihat si pelaku menghiraukan hak daripada si
pemilik counter yang secara sah memiliki toko tersebut yang tidak
memiliki kekuatan hukum dalam pengambilan barang apapun dari
counter tersebut (ditentang dalam KUHP dan Hukum Positif).
5. Delik terhadap kasus pidana diatas
Jenis delik yang terjadi terhadap kasus diatas dipastikan adalah delik
materil, mengapa delik materill karena sadar akan kasus pencurian
walaupun si pelaku langsung diproses. Selain delik materill juga terdapat
delik dolus adanya unsur kesengajaan dimana si pelaku mengatakan
mereka terpaksa mencuri untuk membayar biaya kost,dan dapat kita lihat
bentuk kesalahan yang terjadi ialah dolus (kesengajaan) diakibatkan oleh
faktor atau latar belakang tertentu. Untuk ajaran kausalitas pada kasus ini
sudah dilihat dapat dipakai karena kasus ini termasuk dalam delik materil
dimana berdasarkan teori-teori yang sudah ada ,maka siapa yang diminta
pertanggungjawaban adalah si pelaku .
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai makhluk sosial yang hidup secara berdampingan dalam melakukan interaksi
diperlukan batasan-batasan yang mengatur tingkah laku agar perilaku seseorang tidak
melanggar aturan yang berlaku di masyarakat. Batasan-batasan itulah yang kemudian
menjadi awal mula terbentuknya hukum. Hukum di Indonesia dibedakan menjadi
hukum yang mengatur antar individu yang disebut dengan Hukum Perdata dan
hukum yang mengatur antara individu dengan kepentingan umum yang dinamakan
Hukum Pidana. Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang
belaku di suatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara. Yang membedakan hukum pidana dari bidang hukum yang
lain ialah sanksi berupa pidana yang diancam kepada pelanggaran pelanggar
normanya. Menurut Profesor Doktor W.L.G. Lemaire dalam bukunya yang berjudul
Hetrecht in Indonesia (hal 145) hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang
berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-
undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yang bersifat khusus. Di Indonesia sendiri Hukum Pidana diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum Pidana memiliki dua fungsi
yakni fungsi preventif dan fungsi represif. Sumber Hukum Pidana dapat berasal dari
sumber tertulis maupun tidak tertulis. Ruang lingkup Hukum Pidana sendiri dapat
dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan waktu (tempus delicti) dan berdasarkan tempat
(locus delicti).
12
Daftar Pustaka
Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. 2014. Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia.
https://www.slideshare.net/mobile/aspihani/hukum-pidana-ruang-lingkup-
berlakunya-pidana
RajaGrafindo Persada
https://metro.sindonews.com/read/977684/170/jarah-toko-ponsel-mantan-satpam-
nyaris-tewas-dihakimi-warga-1426576266
DR. Andi Hamzah, S. H. 2011. KUHP & KUHAP (13). Jakarta: Rineka Cipta
13