Anda di halaman 1dari 15

HUKUM PIDANA

DISUSUN OLEH:

Bayu Rahul Alexander Sagala 110110180053


Salsabila Muharani 110110180080
Melin Simorangkir 110110180081
Ester Natalia Manurung 110110180090
Deandra Salsabila Khairunnisa 110110180096
Dimas Muhammad A 110110140213

UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hukum
Pidana” tepat pada waktunya.

Adapun penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Kami pun berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran
konstruktif agar dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah
memberikan bantuannya dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun

Sumedang, 12 November 2018

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………… ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………... 2
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 2
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………..…....... 2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………… 2
2.1 Pengertian Hukum Pidana…………………………………………… 3
2.1.1 Fungsi Hukum Pidana……………………………………... 3
2.1.2 Pembagian Hukum Pidana………………………………… 4
2.1.3 Sumber-Sumber Hukum Pidana…………………………… 4
2.1.4 Asas-Asas Hukum Pidana…………………………………. 5
2.1.5 Ruang Lingkup Hukum Pidana……………………………. 6
2.1.6 Unsur-Unsur Tindak Pidana……………………………….. 7
2.2 Penerapan Hukum Pidana dalam Kasus Pencurian………………….. 8
BAB III PENUTUP……………………………………………………………… 12
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial yang hidup secara berdampingan dalam melakukan
interaksi diperlukan batasan-batasan yang mengatur tingkah laku agar perilaku
seseorang tidak melanggar aturan yang berlaku di masyarakat. Batasan-
batasan itulah yang kemudian menjadi awal mula terbentuknya hukum. Di
Indonesia hukum sendiri dijadikan sebagai aturan atau pedoman dalam
bertingkah laku dalam masyarakat dimana dalam aturan aturan tersebut
terdapat sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya. Hukum Indonesia
dibedakan menjadi hukum yang mengatur antar individu yang disebut dengan
Hukum Perdata dan hukum yang mengatur antara individu dengan
kepentingan umum yang dinamakan Hukum Pidana.
Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang belaku di
suatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dimana di dalamnya terdapat aturan aturan mengenai
keharusan dan larangan dan di Indonesia telah disusun dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan peninggalan zaman
penjajahan Belanda. KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum
pidana di Indonesia, dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi
semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP.yang membedakan hukum
pidana dari bidang hukum yang lain ialah sanksi berupa pidana yang diancam
kepada pelanggaran pelanggar normanya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu hukum pidana?
2. Bagaimana penerapan hukum pidana dalam kasus pencurian?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Mengenai Hukum Pidana
2. Mengetahui Penerapan Hukum Pidana Dalam Suatu Kasus Pencurian

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hukum Pidana
Menurut Profesor Doktor W.L.G. Lemaire dalam bukunya yang berjudul
Hetrecht in Indonesia halaman 145 hukum pidana itu terdiri dari norma-
norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh
pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa
hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian
dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-
norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat keharusan
untuk melakuan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu
dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi
tindakan-tindakan tersebut. Berdasarkan rumusan di atas dapat disimpulkan
bahwa Hukum Pidana yaitu berupa asas atau kaidah tertulis yang berisi
larangan dan keharusan mengenai apa yang harus dilaksanakan dan yang tidak
dilaksanakan dengan diikuti berupa sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya.
Di Indonesia sendiri Hukum Pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Hukum Pidana dipandang sebagai ultimum
remedium atau sebagai upaya yang dipergunakan sebagai upaya terakhir untuk
memperbaiki kelakuan manusia dimana dapat diaartikan Hukum Pidana
sebagai alat untuk memulihkan keadaan yang tidak tentram dalam masyarakat
yang harus diadili dengan batasan tertentu agar tidak menyebabkan orang main
hakim sendiri.

2.1.1. Fungsi Hukum Pidana


 Fungsi Preventif yaitu untuk menakut-nakuti setiap orang agar
mereka tidak melakukann perbuatan pidana

3
 Fungsi Represif yaitu untuk mendidik orang yang telah melakukan
peerbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar menjadi orang
yang baik dan dapat diterima dalam lingkungan masyarakat

2.1.2. Pembagian Hukum Pidana


 Hukum Pidana Objektif atau strafctieve in objectieve zin
Menurut Profesor Simons dalam bukunya yang berjudul Leerboek
halaman 1 hukum pidana objektif adalah keseluruhan dari
larangan-larangan dan keharusan-keharusan, yang atas
pelanggarannya oleh negara atau oleh suatu masyarakat hukum
umum lainnya telah dikaitkan dengan suatu penderitaan yang
bersifat khusus berupa suatu hukuman, dan keseluruhan dari
peraturan-peraturan di mana syarat-syarat mengenai akibat-hukum
itu telah diatur serta keseluruhan dari pertauran-peraturan yang
mengatur masalah penjatuhan dan pelaksanaan dari hukumannya itu
sendiri yang disebut sebagai hukum positif atau ius poenale.
 Hukum Pidana Subjektif atau strafrecht in subjectieve zin
Hukum pidana dalam arti subjektif atau disebut dengan ius puniendi
mempunyai dua pengertian, yaitu:
- hak dari negara dan alat-alat kekuasaannya untuk menghukum,
yakni hak yang telah mereka peroleh dari peraturan-peraturan
yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif.
- hak dari negara untuk mengaitkan pelanggaran terhadap
peraturan-peraturannya dengan hukuman.

Di atas telah dikatakan bahwa salah satu pengertian dari hukum


pidana dalam arti subjektif itu adalah hak dari negara dan alat-alat
kekuasaannya untuk menghukum, yaitu hak yang telah mereka
peroleh dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum

4
pidana dalam arti objektif. Peraturan-peraturan ini membatasi
kekuasaan dari negara untuk menghukum.

2.1.3. Sumber-Sumber Hukum Pidana


Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan menjadi sumber tertulis dan
sumber tidak tertulis.
 Sumber tertulis yaitu bersumber dari aturan-aturan yang tertulis
serta disusun secara sistematik yang dibedakan menjadi UU Pidana
dan juga UU Non Pidana. Bagi UU pidana diatur dalam Kitab
Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan bagi UU Non Pidana
seperti halnya UU Lingkungan, UU Pers, UU Pendidikan Nasional,
UU Perbankan, UU Pajak, UU Pemilu dan UU Partai Politik.
 Sumber tidak tertulis yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun
sifatnya tidak tertulis yang pada dasarnya muncul akibat kebiasaan-
kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat yang kemudian diakui dan
ditaati. Contoh dari sumber hukum tidak tertulis yaitu Hukum
Pidana Adat.

2.1.4. Asas-Asas Hukum Pidana Dalam Pasal 1 Ayat (1) KUHP


Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berisi:
“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan
ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya.”
Berdasarkan ketentuan isi pasal di atas mengandung tiga buah asas yang
sangat penting,yaitu:
 Bahwa Hukum Pidana yang berlaku di negara kita merupakan suatu
hukum yang tertulis atau asas legalitas. Artinya, tidak ada suatu
perbuatan yang dapat dihukum apabila belum ada peraturan atau
hukum yang berlaku sebelum perbuatan tersebut dilakukan.

5
 Bahwa Undang-Undang Pidana yang berlaku di negara kita tidak
dapat diberlakukan surut (retroaktif). Artinya, yaitu Hukum Pidana
tidak dapat diterapkan untuk menghukum orang yang melakukan
kejahatan atau pelanggaran selama belum ada UU yang dapat
menghukum orang tersebut atas tindakannnya.
 Bahwa penafsiran secara analogis itu tidak boleh dipergunakan
dalam menafsirkan Undang-Undang Pidana. Yaitu larangan untuk
membandingkan sesuatu yang hampir sama dalam menafsirkan suatu
perbuatan yang melanggar aturan tertentu seperti membuat perbuatan
yang tidak tercantum secara tegas dalam undang-undang tetapi ada
kemiripannya, dijadikan/dianggap sebagai tindak pidana/delik.

2.1.5. Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana


Hukum Pidana dibagi menjadi 2 yaitu Waktu/Tempo (Tempus Delicti)
dan Tempat/Lokasi (Locus Delicti).
 Waktu/Tempo (Tempus Delicti) Pasal 1 Ayat (2) KUHP
Yaitu waktu yang menunjukan pada saat delik dilakukan yang
bertujuan untuk mengetahui apakah pada saat suatu delik dilakukan,
sudah ada atau tidaknya UU yang mengatur. Tempus Delicti juga
berkaitan dengan Daluwarsa, pengertian ini memuat bagaimana
seseorang dapat dituntut, karena tidak selamanya seseorang dapat
dituntut, dan apakah saat perbuatan dilakukan pelaku yang melakukan
sudah dewasa apa masih di bawah umur yang berkaitan dengan
pengadilan mana yang berhak mengadili. Adapun tujuan diketahuinya
Tempus Delicti adalah sebagai berikut :
- Untuk keperluan kadaluarsa dan hak penuntutan
- Untuk mengetahui apakah pada saat itu sudah berlaku hukum
pidana atau belum
- Apakah si pelaku sudah mampu bertanggung jawab atau belum
 Lokasi/tempat (Locus Delicti) Pasal 2 s/d 9 KUHP

6
Yaitu tempat atau lokasi yang menunjukan suatu tindak pidana
dilakukan. Dengan Locus Delicti dapat diketahui hukum pidana apa
yang akan diberlakukan berdasarkan asas-asas keberlakukan hukum
dan juga dapat digunakan untuk mengetahui pengadilan mana yang
berhak untuk mengadili suatu perkara yang diatur dalam Hukum
Acara Pidana. Locus Delicti perlu diketahui untuk:
- Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap
perbuatan pidana tersebut atau tidak
- Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus
perkaranya (kompetisi relative)
- Sebagai salah satu syarat mutlak sahnya surat dakwaan
Adapun teori-teori Locus Delicti adalah:
- Teori Perbuatan Material (de leer van de lichamelijke daad)
Menegaskan bahwa yang dianggap sebagai tempat terjadinya
tindak pidana adalah tempat dimana perbuatan tersebut dilakukan.
- Teori Bekerjanya Alat Yang Digunakan (de leer van het
instrument)
Menurut teori ini, yang harus dianggap sebagai locus delicti adalah
tempat dimana alat yang digunakan menimbulkan akibat tindak
pidana
- Teori Akibat
Teori ini menyatakan bahwa yang diangap sebagai locus delicti
adalah tempat dimana akibat dari tindak pidana tersebut timbul

2.1.6. Unsur-Unsur Tindak Pidana


 Objektif,
Suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum dan
mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman
hukum. Yang dijadikan titik utama dari pengertian objektif di sini
adalah tindakannya.

7
 Subjektif,
Perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-
undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang
atau beberapa orang).

2.2. Penerapan Hukum Pidana dalam Suatu Kasus


Jarah Toko Ponsel, Mantan Satpam Nyaris Tewas Dihakimi Warga
Selasa, 17 Maret 2015 – 14:11 WIB
JAKARTA - Dua remaja nyaris tewas dihakimi warga karena tepergok
menjarah toko ponsel di Palmerah, Jakarta Barat. Bahkan salah satu pelaku
sudah dibacok warga dengan golok di bagian punggung.

Wahyu Maulana (27) dan Andika Haikal (26) terselamatkan setelah mobil
patroli melintas di lokasi di Jalan Andong Raya, Kota Bambu Selatan,
Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat.

Ditemui diruang SPKT Polsek Palmerah, Wahyu, warga asal Cengkareng,


Jakarta Barat yang terkena luka bacok di punggung kiri oleh warga, mengaku
nekat mencuri karena butuh biaya untuk bayaran kontrakan.

"Ibu kostan udah nagih terus mas," ujar mantan security disalah perusahaan
swasta ini, Selasa (17/3/2015).

Kapolsek Metro Palmerah, Kompol Darmawan mengungkapkan


tertangkapnya dua pelaku ini, saat anak pemilik konter memergoki keduanya
saat beraksi.

"Kejadian sekitar pukul 09.00 WIB. Pelaku yang kaget kabur namun berhasil
ditangkap warga dan digebukin hingga babak belur, beruntung petugas patroli

8
yang lewat langsung mengamankan keduanya," ujar Darmawan di Polsek
Palmerah.

Mendapatkan luka lebam hingga bacokan dipunggungnya, kata Darmawan,


pihaknya langsung bergegas membawa keduanya ke Rumah Sakit.

"Salah satu pelaku (Andika) mengalami luka parah dibagian tangan


kanannya," ujarnya. Dari tangan keduanya, polisi mengamankan sebuah motor
jenis Vega nopol B 3609 BKH dan tiga buah handphone.

"Keduanya saat ini masih dalam pemeriksaan oleh unit reskrim polsek," tutup
Darmawan singkat.

Analisi Kasus:
1. Locus Delicti
Locus Delicti ini berkaitan dengan hukum pidana mana yang diberlakukan
serta kompetensi relatif pengadilan. Hukum pidana yang dapat diterapkan
dalam kasus ini adalah hukum pidana Indonesia, karena dalam kasus ini
terjadi di Indonesia. Sedangkan kompetensi relatif pengadilan berkaitan
dengan pengadilan mana yang berhak mengadili dalam kasus ini. Untuk
kasus ini, menggunakan teori perbuatan fisik, maka pencurian diadili oleh
Pengadilan Negeri, Jakarta. Teori Perbuatan Fisik adalah teori yang
mengatakan dimana perbuatan fisik dilakukan disitulah pengadilan berhak
mengadili tindak pidana.
2. Tempus Delicti
Tempus Delicti adalah waktu terjadinya delik atau peritiwa pidana. Dalam
kasus ini waktu terjadinya delik saat pencurian dilakukan adalah pukul
09.00 WIB pada hari Selasa, 17 Maret 2015.
3. Asas berlakunya KUHP

9
Menurut pasal 2 KUHP ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu delik di
Indonesia. Pasal ini menganut asas teritorial, karena dalam kasus diatas
sudah dijelaskan bahwa pelaku melakukan tindak pidana di wilayah
Indonesia yaitu Jakarta. Dengan demikian ketentuan hukum pidana yang
ada di Indonesia dapat berlaku bagi pelaku pencurian dalam kasus diatas.
4. Pelanggaran terhadap KUHP
Melihat kasus diatas,pelaku di dalam kasus di atasdapat dijerat pasal 362
KUHP tentang pencurian. Pasal KUHP 362 yang berbunyi “Barangsiapa
mengambil barang sesuatu,yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau
pidana dendan paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Pasal 362 memiliki lima unsur pembuktian. Kelima unsur yang terdapat
dalam pasal 362 antara lain, “barangsiapa”, “mengambil barang sesuatu”,
“yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”, “dengan maksud
untuk dimiliki”, dan “secara melawan hukum”. Sementara “dengan pidana
penjara paling lama tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah”, itu bukan unsur pembuktian.
1. Unsur “Barangsiapa” itu adalah sebuah pembuktian bahwa pelaku
adalah subjek hukum (siapa saja setiap orang). Dalam kasus ini sudah
terbukti bahwa si pelaku Wahyu Maulana (27) dan Andika Haikal (26)
yang melakukan pencurian.
2. Unsur “mengambil barang sesuatu” adalah pembuktian bahwa adanya
perpindahan suatu barang kedalam kekuasaan seseorang tanpa adanya
tanpa ada pemindahan kekuasaan dari si pemilik. Dalam kasus ini
sudah dapat dilihat adanya tindakan menjarah atau “merampas milik
orang lain” dimana si pelaku mengambil barang yang bukan haknya
bahkan tidak ada pemindahan kekuasaan dari si pemilik ponsel
tersebut.

10
3. “Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain “adalah
pembuktian dimana toko ponsel serta-merta isinya bukan milik dari si
pelaku yang sah sebab dilihat dari kasus tersebut mereka diserang oleh
warga karena si anak pemilik counter ini memergokinya.
4. Unsur “dengan maksud untuk dimiliki” adalah pembuktian bahwa
adanya niat mengambil atau memiliki oleh si pelaku. Dimiliki disini
yang dimaksud adalah dimana ia dapat menggunakan benda atau
barang yang dicurinya seolah-olah milik mereka. Sehingga ia bebas
menggunakan barang yang dicurinya sesuka hatinya, baik dijual atau
memakainya (jika uang termasuk didalamnya).
5. Unsur “secara melawan hukum” adalah pembuktian terjadi suatu
peristiwa pidana dengan menghiraukan hak orang lain. Hukum positif
kewajaran dimana kita melihat si pelaku menghiraukan hak daripada si
pemilik counter yang secara sah memiliki toko tersebut yang tidak
memiliki kekuatan hukum dalam pengambilan barang apapun dari
counter tersebut (ditentang dalam KUHP dan Hukum Positif).
5. Delik terhadap kasus pidana diatas
Jenis delik yang terjadi terhadap kasus diatas dipastikan adalah delik
materil, mengapa delik materill karena sadar akan kasus pencurian
walaupun si pelaku langsung diproses. Selain delik materill juga terdapat
delik dolus adanya unsur kesengajaan dimana si pelaku mengatakan
mereka terpaksa mencuri untuk membayar biaya kost,dan dapat kita lihat
bentuk kesalahan yang terjadi ialah dolus (kesengajaan) diakibatkan oleh
faktor atau latar belakang tertentu. Untuk ajaran kausalitas pada kasus ini
sudah dilihat dapat dipakai karena kasus ini termasuk dalam delik materil
dimana berdasarkan teori-teori yang sudah ada ,maka siapa yang diminta
pertanggungjawaban adalah si pelaku .

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai makhluk sosial yang hidup secara berdampingan dalam melakukan interaksi
diperlukan batasan-batasan yang mengatur tingkah laku agar perilaku seseorang tidak
melanggar aturan yang berlaku di masyarakat. Batasan-batasan itulah yang kemudian
menjadi awal mula terbentuknya hukum. Hukum di Indonesia dibedakan menjadi
hukum yang mengatur antar individu yang disebut dengan Hukum Perdata dan
hukum yang mengatur antara individu dengan kepentingan umum yang dinamakan
Hukum Pidana. Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang
belaku di suatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara. Yang membedakan hukum pidana dari bidang hukum yang
lain ialah sanksi berupa pidana yang diancam kepada pelanggaran pelanggar
normanya. Menurut Profesor Doktor W.L.G. Lemaire dalam bukunya yang berjudul
Hetrecht in Indonesia (hal 145) hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang
berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-
undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yang bersifat khusus. Di Indonesia sendiri Hukum Pidana diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum Pidana memiliki dua fungsi
yakni fungsi preventif dan fungsi represif. Sumber Hukum Pidana dapat berasal dari
sumber tertulis maupun tidak tertulis. Ruang lingkup Hukum Pidana sendiri dapat
dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan waktu (tempus delicti) dan berdasarkan tempat
(locus delicti).

12
Daftar Pustaka
Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. 2014. Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia.

Jakarta: Sinar Grafika

https://www.slideshare.net/mobile/aspihani/hukum-pidana-ruang-lingkup-

berlakunya-pidana

R. Abdoel Djamali, S.H. 2018. Pengantar Hukum Indonesia (4). Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada

https://metro.sindonews.com/read/977684/170/jarah-toko-ponsel-mantan-satpam-

nyaris-tewas-dihakimi-warga-1426576266

DR. Andi Hamzah, S. H. 2011. KUHP & KUHAP (13). Jakarta: Rineka Cipta

13

Anda mungkin juga menyukai