Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DAN PENGERTIAN


HUKUM BISNIS

Disusun Oleh :
Prina Putri Aulia (2014190043)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya,
sehingga Penulis dapat menyelesaikan Makalah ini guna melengkapi tugas yang
diberikan oleh Bapak Laurensius Joni Idris, SH., MMdi Universitas Persada Indonesia
Y.A.I dengan judul “SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DAN PENGERTIAN
HUKUM BISNIS”.

Shalawat dan salam, semoga dilimpahkan Allah kepada ruh Nabi Muhammad
SAW. Yang telah merubah keadaan manusia dari zaman kebodohan sampai ke zaman
berilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Tujuan pembuatan makalah ini seperti sudah
Penulis sebutkan diatas adalah untuk menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Pengantar
Hukum Bisnis & Regulasi. Di samping itu juga dapat bermanfaat untuk para pembaca
guna mendapatkan wawasan dan pengetahuan tentang asas-asas hukum acara pada
umumnya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan-kekurangan dari


segi kualitas maupun ilmu Pengetahuan yang Penulis kuasai. Oleh karna itu, Penulis
mohon kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan pembuatan
makalah dimasa mendatang. Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan
dapat menambah ilmu pegetahuan pembaca terutama bagi saya sendiri sebagai Penulis.
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH ..................................................................... 4
1.2 RUMUSAN MASALAH ..................................................................................... 4
1.3 TUJUAN .............................................................................................................. 5
BAB II................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6
2.1 Hukum Acara Perdata .......................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Hukum Acara Perdata ................................................................. 6
2.1.2 Asas-Asas Hukum Acara Perdata ................................................................. 7
2.2 Sistematika Hukum Perdata ................................................................................. 9
2.2.1 Peraturan Hukum .......................................................................................... 9
2.2.2 Hubungan Hukum ......................................................................................... 9
2.2.3 Orang............................................................................................................. 9
2.3 Pengertian Hukum Bisnis ................................................................................... 12
BAB III ............................................................................................................................. 15
PENUTUP......................................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................................... 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Asas hukum merupakan aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan
pada umumnya melatar belakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Apabila
dalam sistem hukum terjadi pertentangan, maka asas hukum akan tampil untuk mengatasi
pertentangan tersebut. Misalnya, terjadi pertentangan antara satu Undang-Undang dengan
Undang-Undang lainnya, maka harus kembali melihat asas hukum sebagai dasar yang
mendasari suatu peraturan hukum berlaku secara universal.

Berbicara mengenai praktek peradilan perdata di Indonesia tentu tidak bisa


dilepaskan dari aturan-aturan normatif yang mengaturnya. Hal ini diperlukan agar semua
pihak yang terlibat di dalam suatu sistem peradilan dapat memperoleh panduan untuk
menjalankan proses persidangan yang dihadapi. Di Indonesia, mekanisme tentang
praktek peradilan perdata terdapat pada Hukum Acara Perdata yang berfungsi untuk
menegakkan aturan hukum material dan Hukum Acara Pidana adalah hukum formil yang
menjalankan hukum materil dari Hukum Pidana itu sendiri. Karena itu kita harus
mengerti betul tentang hukum acara perdata dan hukum acara pidana yang didalamnya
terkandung esensi praktek peradilan perdata dan pidana.

Hukum Perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan lainnya. Berdasarkan definisi tersebut ada beberapa unsur
yang harus dipenuhi untuk memberikan pengertian Hukum Perdata, adalah sebagai
berikut. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang sistematika
hukum acara perdata dan hukum bisnis di Indonesia.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah adalah : Apa sajakah sistematika yang berlaku dalam
hukum acara perdata? Dan apa sajakah hukum bisnis yang berlaku di Indonesia
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui sistematika
yang berlaku dalam hukum acara perdata, dan hukum bisnis yang berlaku di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hukum Acara Perdata


Hukum material di negara kita, baik yang termuat dalam suatu bentuk perundang-
undangan maupun yang tidak tertulis, merupakan pedoman atau pegangan ataupun
penuntun bagi seluruh warga masyarakat dalam segala tingkah lakunya di dalam
pergaulan hidup. Semua ketentuan-ketentuan tersebut tidaklah cukup hanya untuk dibaca,
dilihat, atau diketahui saja, melainkan untuk ditaati dan dilaksanakan. Oleh karena itulah
maka dalam hal ini diperlukan sekali suatu bentuk perundang-undangan yang akan
mengatur dan menetapkan tentang cara bagaimanakah melaksanakan hukum materiil ini.
Sebab tanpa adanya aturan tersebut, maka hukum materiil ini hanya merupakan rangkaian
kata-kata saja, tapi tidak dapat dinikmati oleh warga masyarakat. Hukum yang mengatur
tentang cara merpertahankan dan menerapkan hukum materiil ini, dalam istilah hukum
seharihari dikenal dengan sebutan Hukum Formal atau Hukum Acara.

2.1.1 Pengertian Hukum Acara Perdata


Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., “Hukum Acara Perdata
adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya
hukum perdata material dengan perantaran hakim”.

Menurut Prof. Dr. Wiryono Prodjodikoro,S. H., “Hukum Acara Perdata


merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang
harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan
itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-
peraturan hukum perdata”.

Menurut Prof. Dr. Supomo, S.H., “Dalam peradilan perdata tugas hakim
ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijke rechtsorde), menetapkan
apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara” Jadi dapat disimpulkan
bahwa hukum acara perdata meliputi ketentuan-ketentuan tentang cara bagaimana
orang harus menyelesaikan masalah dan mendapatkan keadilan dari hakim apabila
kepentingan atau haknya dilanggar oleh orang lain dan sebaliknya bagaimana cara
mempertahankan kebenarannya apabila ia dituntut oleh orang lain.

2.1.2 Asas-Asas Hukum Acara Perdata


Untuk mengetahui hakikat hukum acara perdata, kiranya perlu diketahui
asas-asasnya seperti berikut:

1. Hakim Bersifat Menunggu


Diselenggarakannya proses acara perdata (peradilan perdata) tergantung pada
mereka yang berkepentingan. Inisiatif datang dari masyarakat, khususnya
yang berkepentingan. Dengan demikian, proses peradilan perdata terjadi bila
ada permintaan dari seseorang atau sekelompok orang yang menuntut haknya.
Jadi hakim menunggu datangnya permintaan atau tuntutan atau gugatan dari
masyarakat.
2. Hakim Bersifat Pasif
Hakim, dalam memeriksa perkara perdata, bersifat pasif. Artinya bahwa luas
pokok sengketa yang diajukan kepada hakim pada asasnya ditentukan oleh
para pihak yang berperkara, bukan oleh hakim. Hakim hanya membantu para
pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan
untuk tercapainya peradilan (Pasal 5 UU No. 14/1970). Bila yang bersengketa
mencabut gugatannya karena telah tercapai penyelesaian melalui perdamaian,
hakim tidak akan menghalangi (Pasal 130 HIR, 154Rbg). Hakim hanya
dibenarkan untuk memutuskan apa yang diminta oleh para pihak (Pasal 178
ayat(2) dan 3 HIR, 189 ayat(2) dan (3) Rbg).
3. Persidangan Bersifat Terbuka
Pada asasnya, proses peradilan dalam persidangan terbuka untuk umum,
setiap orang boleh menghadiri persidangan asal tidak mengganggu jalannya
persidangan dan selalu menjaga ketertiban. Asas ini bertujuan untuk agar
persidangan berjalan secara fair, objektif, dan hak-hak asasi manusia pun
terlindungi. Persidangan dimungkinkan untuk dilaksanakan dalam keadaan
tertutup apabila ada alasan-alasan yang penting atau karena ketentuan undang-
undang bahwa sidang dapat dilaksanakan tertutup.
4. Mendengar Kedua Belah Pihak
Dalam hukum acara perdata, kedua belah pihak yang bersengketa harus
didengar, diperhatikan, dan diperlakukan sama (Pasal 5 (1) UU No. 14/1970).
Proses peradilan dalam acara perdata wajib memberikan kesempatan yang
sama kepada para pihak yang bersaengketa. Hakim tidak boleh menerima
keterangan dari salah satu pihak sebagai keterangan yang benar, sebelum
pihak lain memberikan pendapatnya.
5. Putusan Harus Disertai Alasan-alasan
Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar
untuk mengadili. Alasan-alasan tersebut dimaksudkan sebagai
pertanggungjawaban hakim atas putusannya terhadap masyarakat, sehingga
oleh karenanya mempunyai nilai-nilai objektif. Karena adanya alasan-alasan
itulah putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang
menjatuhkan.
6. Beracara Dikenakan Biaya
Berperkara pada asasnya dikenakan biaya (Pasal 4 (2), UU No. 14/1970).
Biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk panggilan,
pemberitahuan untuk para pihak serta biaya materai. Mereka yang tidak
mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara secara cuma-
cuma (prodeo).
7. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan diri pada orang lain,
sehingga pemeriksaan dipersidangan terjadi secara langsung terhadap para
pihak yang berkepentingan. Dengan memeriksa secara langsung terhadap para
pihak hakim dapat mengetahui lebih jelas pokok persoalannya. Tetapi para
pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya bila dikehendakinya (Pasal
123 HIR, Pasal 147 Rbg).
2.2 Sistematika Hukum Perdata
Hukum Perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan lainnya. Berdasarkan definisi tersebut ada beberapa unsur
yang harus dipenuhi untuk memberikan pengertian Hukum Perdata, adalah sebagai
berikut.

2.2.1 Peraturan Hukum


Peraturan (baik tertulis maupun tidak tertulis) artinya rangkaian ketentuan
mengenai ketertiban, sedangkan hukum artinya segala peraturan tertulis maupun
tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap yang melanggarnya.

2.2.2 Hubungan Hukum


Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum, yaitu hak dan
kewajiban warga yang satu terhadap warga lainnya dalam hidup bermasyarakat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan hukum adalah hak dan
kewajiban hukum setiap warga dalam hidup bermasyarakat. Hak dan kewajiban
tersebut apabila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi menurut hukum yang
berlaku.

2.2.3 Orang
Orang adalah subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban.
Pendukung hak dan kewajiban ini dapat berupa manusia pribadi (natuurlijk
persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Manusia pribadi adalah gejala alam,
makhluk hidup ciptaan Tuhan yang mempunyai akal, kehendak dan perasaan.
Badan hukum adalah gejala yuridis, ciptaan manusia berdasarkan hukum.
Berdasarkan definisi Hukum Perdata seperti tersebut di atas ada beberapa
pembedaan hukum perdata, yaitu sebagai berikut.
a. Hukum perdata tertulis dan tidak tertulis
Hukum Perdata tertulis adalah hukum perdata yang dibuat oleh
pembentuk Undang-undang, dan diundangkan dalam Lembaran
Negara. Hukum Perdata tidak tertulis adalah hukum perdata yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat, dan dibuat oleh masyarakat.
Hukum perdata tidak tertulis ini biasa disebut dengan istilah “hukum
adat”.
b. Hukum perdata dalam arti luas dan dalam arti sempit
Hukum Perdata dalam arti luas meliputi hukum perdata, hukum
dagang dan hukum adat, sedangkan Hukum Perdata dalam arti sempit
hanya meliputi hukum perdata tertulis dikurangi hukum dagang.
c. Hukum perdata nasional dan internasional
Hukum Perdata Nasional adalah hukum perdata yang pendukung
hak dan kewajibannya memiliki kewarganegaraan yang sama yaitu
warga negara Indonesia. Hukum Perdata Internasional adalah salah
satu pendukung hak dan kewajibannya adalah warga negara asing.
Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat
serta mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan
hak dan kewajiban tersebut. Hukum Perdata yang mengatur hak dan
kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut dengan hukum perdata
materiil, sedangkan hukum perdata yang mengatur bagaimana cara
melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu disebut
dengan hukum perdata formal atau hukum acara perdata.
Ruang lingkup hukum perdata materiil dibedakan antara pendapat
pembentuk undang-undang dengan pendapat doktrin. Menurut KUH
Perdata ruang lingkup hukum perdata materiil meliputi Buku I tentang
Orang, Buku II tentang Benda dan Buku III tentang Perikatan.
Menurut doktrin, ruang lingkup hukum perdata disesuaikan dengan
siklus hidup manusia, yaitu:
1) tentang orang Manusia adalah penggerak kehidupan
bermasyarakat, karena manusia adalah pendukung hak dan
kewajiban. Dengan demikian di dalam hukum perdata materiil,
yang pertama kali ditentukan adalah siapa pendukung hak dan
kewajiban itu. Dalam lalu lintas hukum, pendukung hak dan
kewajiban itu dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum,
yang kesemuanya tercakup dalam pengertian hukum tentang orang.
2) tentang keluarga Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan
dalam jenis kelamin pria dan wanita serta mereka selalu hidup
berpasang-pasangan. Hubungan antara pria dan wanita itu terikat
dalam suatu perkawinan, yang akibatnya dapat melahirkan
keturunan atau anak. Dengan demikian hukum perdata materiil
mengatur tentang hukum keluarga.
3) tentang harta kekayaan Dalam kehidupan ini manusia memiliki
kebutuhan, di mana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi
dengan bekerja dan berusaha melalui interaksi dengan manusia
lainnya. Dengan demikian untuk mendapatkan harta benda
manusia mengadakan perikatan dengan manusia lainnya, itu semua
merupakan bagian dari hukum harta kekayaan.
4) tentang pewarisan Manusia hidup tidak abadi, pada suatu saat nanti
ia akan mati. Dalam hal yang demikian akan ada peralihan harta
kekayaan dari si mati kepada orang yang ditinggalkan. Dengan
demikian hukum perdata materiil mengatur tentang pewarisan.

Sumber hukum perdata dapat dibedakan menjadi sumber hukum


dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti materiil. Sumber
hukum dalam arti formal berdasarkan sejarahnya, hukum perdata
adalah peninggalan dari pemerintah kolonial Belanda yang termuat di
dalam Burgerlijk Wetboek (BW), yang oleh Subekti diterjemahkan
dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, maka
BW masih terus berlaku sepanjang belum diganti dengan yang baru
berdasarkan UUD 1945. Sumber hukum dalam arti formal berdasarkan
pembentuknya, maka BW atau KUH Perdata dibentuk oleh pendiri
Negara Republik Indonesia, karena Pasal II Aturan Peralihan UUD
1945 yang memberlakukan BW merupakan bentukan dari pendiri
Negara RI.
Sumber hukum perdata dalam arti materiil adalah tempat di mana
Hukum Perdata itu dapat diketemukan, yaitu Staatsblad atau Lembaran
Negara di mana ketentuan tentang Hukum Perdata dapat dibaca.
Keputusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan yang pasti yang
sering disebut dengan istilah Yurisprudensi termasuk sumber hukum
perdata dalam arti materiil, karena memuat ketentuan-ketentuan
hukum perdata.

2.3 Pengertian Hukum Bisnis


Secara konvensional dalam ilmu hukum khususnya yang berkenaan dengan
masalah bisnis, yang banyak dibicarakan orang hanyalah Hukum Dagang saja. Hal ini
terbukti bahwa sejak duduk di bangku universitas mengenai istilah-istilah dan kegiatan
bisnis yang diajarkan adalah Hukum Dagang sebagai terjemahan dari istilah Trade Law
dan sesekali dipergunakan juga istilah Hukum Perniagaan sebagai terjemahan dari
Commercial Law. Istilah Hukum Dagang biasanya hanya mengacu pada
ketentuanketentuan yang ada di dalam Wetboek van Koophandel (WvK) yang di
Indonesia diterjemahkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
Padahal di dalam kenyataannya banyak ketentuan-ketentuan yang tersebar di luar KUHD
yang mengatur tentang kegiatan bisnis dan perdagangan pada umumnya, seperti
ketentuan tentang Pasar Modal, perbankan, jual beli perusahaan, perdagangan
internasional, penanaman modal asing, pajak dan lain sebagainya. Dengan demikian
ketentuanketentuan yang mengatur tentang bisnis dan perdagangan sudah begitu luasnya
sehingga tidak tercakup dalam pembahasan Hukum Dagang. Oleh karena itu dalam
perkembangannya semua ketentuan tersebut dicakup dalam satu lingkup baru yaitu
Hukum Bisnis yang merupakan terjemahan dari istilah Business Law.

Mengenai ruang lingkup dari hukum bisnis, berdasarkan istilahnya itu sendiri
sudah menjelaskan dengan sendirinya bahwa hukum bisnis itu tidak lain merupakan
hukum yang berkaitan dengan suatu bisnis. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kata
bisnis adalah suatu usaha dagang, urusan dan lain sebagainya. Sehingga bisnis itu secara
umum berarti suatu kegiatan dagang, industri atau keuangan. Semua kegiatan tersebut
dihubungkan dengan produksi dan pertukaran barang atau jasa, dan urusan-urusan
keuangan yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan ini. Oleh karena itu, suatu perusahaan
dalam salah satu cabang kegiatan, atau suatu pengangkutan atau urusan yang
dihubungkan dengan kegiatan bisnis.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan Hukum Bisnis adalah
Hukum Perikatan yang khusus timbul dalam lapangan bisnis atau lapangan perusahaan
pada umumnya. Hubungan antara lapangan hukum bisnis dengan lapangan hukum
perdata sama dengan hubungan antara KUH Perdata (Kitab Undang-undang Hukum
Perdata) dengan KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang hukum bisnis, misalnya: UU
Perseroan Terbatas (PT), UU Pasar Modal, UU Perbankan, yang merupakan peraturan
perundangundangan di bidang bisnis yang berada di luar KUHD. Mengenai hubungan
antara KUH Perdata dengan KUHD dan peraturan perundangan di bidang bisnis yang
lain berlaku adagium: Lex specialis derogat legi generali. Hukum khusus
mengesampingkan hukum umum atau hukum khusus menghapuskan hukum umum.

Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan masyarakat. Oleh


karena kepentingan masyarakat selalu berubah, maka secara operasional hukum juga
dituntut untuk selalu mengubah dirinya sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Apabila dilihat secara sosiologis perangkat aturan hukum telah menjelmakan dirinya
menjadi responsive law. Selanjutnya hukum berkembang dari repressive law menjadi
autonomous law dan kemudian berbentuk responsive law.

Dalam merespons kepentingan masyarakat, hukum tidak selalu hanya


menyediakan perangkatnya persis seperti apa yang terjadi dalam masyarakat. Hukum
bahkan harus juga memberi bentuk kepada masyarakat, yaitu menyediakan platform ke
arah tujuan pembangunan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian hukum tidak semata-
mata reaktif melainkan mesti juga pro aktif. Dalam konteks ini, hukum akan berperan
secara tut wuri handayani, atau yang dikenal juga dengan istilah tool of social
engineering.

Fenomena yang berkembang dalam lapangan hukum bisnis, frekuensi perubahan


hukum cukup tinggi, hal ini disebabkan karena kegiatan bisnis itu sendiri berkembang
dengan pesat. Bahkan sedemikian pesatnya sehingga menyebabkan hukum bisnis sering
kali harus tertinggal jauh di belakang dari kegiatan bisnis itu sendiri. Fenomena lain yang
perlu untuk dikaji adalah kenyataan bahwa keluhan-keluhan para pelaku bisnis di dalam
praktek yang terjadi tidak hanya terhadap bidang-bidang bisnis yang masih diatur oleh
aturan zaman Hindia Belanda seperti KUHD atau KUH Perdata, ataupun terhadap aturan-
aturan yang tergolong relatif baru seperti UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan atau
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukum acara perdata meliputi ketentuan-ketentuan tentang cara bagaimana orang
harus menyelesaikan masalah dan mendapatkan keadilan dari hakim apabila kepentingan
atau haknya dilanggar oleh orang lain dan sebaliknya bagaimana cara mempertahankan
kebenarannya apabila ia dituntut oleh orang lain.

Mengenai ruang lingkup dari hukum bisnis, berdasarkan istilahnya itu sendiri
sudah menjelaskan dengan sendirinya bahwa hukum bisnis itu tidak lain merupakan
hukum yang berkaitan dengan suatu bisnis. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kata
bisnis adalah suatu usaha dagang, urusan dan lain sebagainya. Sehingga bisnis itu secara
umum berarti suatu kegiatan dagang, industri atau keuangan. Semua kegiatan tersebut
dihubungkan dengan produksi dan pertukaran barang atau jasa, dan urusan-urusan
keuangan yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan ini. Oleh karena itu, suatu perusahaan
dalam salah satu cabang kegiatan, atau suatu pengangkutan atau urusan yang
dihubungkan dengan kegiatan bisnis.

3.2 Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut, saya menyarankan agar pembaca lebih
memahami tentang Sistematika Hukum Perdata dan juga Hukum Bisnis agar pembaca
lebih mengetahui serta dapat menerapkan asas-asas tersebut dalam hukum beracara
sehari-hari.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
Saya mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA

Darmini Roza dan Laurensius Arliman S Peran Pemerintah Daerah Di Dalam Melindungi
Hak Anak Di Indonesia, Masalah-Masalah Hukum, Volume 47, Nomor 1, 2018.

Laurensius Arliman S, Komnas HAM dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak


Pidana,Deepublish, Yogyakarta, 2015.

Laurensius Arliman S, Penguatan Perlindungan Anak Dari Tindakan Human Trafficking


Di Daerah Perbatasan Indonesia, Jurnal Selat, Volume 4, Nomor 1, 2016.

Laurensius Arliman S, Problematika Dan Solusi Pemenuhan Perlindungan Hak Anak


Sebagai Tersangka Tindak Pidana Di Satlantas Polresta Pariaman, Justicia
Islamica, Volume 13, Nomor 2, 2016.

Laurensius Arliman S, Pelaksanaan Perlindungan Anak Yang Tereksploitasi Secara


Ekonomi Oleh Pemerintah Kota Padang, Veritas et Justitia, Volume 2, Nomor
1, 2016.

Laurensius Arliman S, Kedudukan Ketetapan MPR Dalam Hierarki Peraturan


Perundang-Undangan Di Indonesia, Lex Jurnalica, Volume 13, Nomor 3, 2016.

Laurensius Arliman S, Komnas Perempuan Sebagai State Auxialiary Bodies Dalam


Penegakan Ham Perempuan Indonesia, Justicia Islamica, Volume 14, Nomor 2,
2017.

Laurensius Arliman S, Peranan Pers Untuk Mewujudkan Perlindungan Anak


Berkelanjutan Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, Volume 2,
Nomor 2, 2017.

Laurensius Arliman S, Mewujudkan Penegakan Hukum Yang Baik Untuk Mewujudkan


Indonesia Sebagai Negara Hukum, Jurnal Hukum Doctrinal, Volume 2, Nomor
2, 2017.
Laurensius Arliman S, Participation Non-Governmental Organization In Protecting
Child Rights In The Area Of Social Conflict, The 1st Ushuluddin and Islamic
Thought International Conference (Usicon), Volume 1, 2017.

Laurensius Arliman S, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Perundang-


Undangan Untuk Mewujudkan Negara Kesejahteraan Indonesia, Jurnal Politik
Pemerintahan Dharma Praja, Volume 10, Nomor 1, 2017,
https://doi.org/10.33701/jppdp.v10i1.379.

Laurensius Arliman S, Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Untuk Mewujudkan


Perlindungan Anak, Jurnal Respublica Volume 17, Nomor 2, 2018.

Laurensius Arliman S, Menjerat Pelaku Penyuruh Pengrusakan Barang Milik Orang


Lain Dengan Mempertimbangkan Asas Fungsi Sosial, Jurnal Gagasan Hukum,
Volume 1, Nomor 1, 2019.

Laurensius Arliman S, Ilmu Perundang-Undangan Yang Baik Untuk Negara Indonesia,


Deepublish, Yogyakarta, 2019.

Anda mungkin juga menyukai