Anda di halaman 1dari 13

PERAN KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA DALAM

PENEGAKKAN HUKUM INDONESIA

Guru Mata Pelajaran :

Sugiswanto S.Pd

Ketua kelompok :

Gusti Rifan

Oleh Kelompok :

Catur Rahman

Ike Setiyo Weni

Karina Vinalia

Maisaroh Damaiyanti

Nova Amelia

Rhischealcea

SMA NEGERI 4 BANJARBARU

2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta
karunia-Nya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, kami semua dapat menyusun, menyesuaikan, serta
dapat menyelesaikan sebuah makalah ini. Di samping itu, kami mengucapkan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang telah banyak membantu kami dalam menyelesaikan pembuatan sebuah
makalah ini, baik dalam bentuk moral maupun dalam bentuk materi sehingga dapat terlaksana
dengan baik. Kami, sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini memang masih
banyak kekurangan serta amat jauh dari kata kesempurnaan. Namun, kami semua telah berusaha
semaksimal mungkin dalam membuat sebuah makalah ini. Di samping itu, kami sangatt
mengharapkan kritik serta saran nya dari semua teman-teman demi tercapainya kesempurnaan
yang di harapkan dimasa akan datang.

Banjarbaru, Oktober 2023

Tim Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Identifikasi Masalah........................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................1
D. Manfaat Penulisan...........................................................................................................................2
E. Metode Penulisan............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
A. Pengertian Kehakiman.....................................................................................................................3
B. Histori Kehakiman...........................................................................................................................3
C. Landasan Hukum.............................................................................................................................4
D. Tugas dan Wewenang......................................................................................................................4
E. Contoh Kasus...................................................................................................................................6
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................................7
A. Kesimpulan......................................................................................................................................7
B. Saran Saran......................................................................................................................................7

2
3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peranan hakim sebagai aparat kekuasaan kehakiman pasca Undang-Undang nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pada prinsipnya tugas hakim adalah melaksanakan
fungsi peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Dalam menjalankan
fungsi peradilan ini tugas hakim menegakkan hukum dan keadilan. Dengan hal tersebut,
dalam menjatuhkan putusan Hakim harus memperhatikan tiga hal yaitu: keadilan
(gerechtigheit), kemanfaatan (zwachmatigheit) dan kepastian (rechsecherheit).ketiga asas
tersebut harus dilaksanakan secara kompromi.

Hakim sebagai organ utama dalam suatu pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan
kehakiman yang dianggap memahami hukum untuk dapat menerima,memeriksa, dan
mengadili suatu perkara, sesuai dengan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48
tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga dengan demikian wajib hukumnya
bagi Hakim untuk dapat menemukan hukum, baik melalui hukum tertulis maupun tidak
tertulis.

B. Identifikasi Masalah
1. Apa pengertian dari Kehakiman Negara Republik Indonesia ?

2. Bagaimana sejarah dari Kehakiman Negara Republik Indonesia?

3. Apa saja landasan hukum dari Kehakiman Negara Republik Indonesia?

4. Bagaimana peran ,fungsi,dan tugas dari Kehkiman Negara Republik Indonesia dalam
menanggulangi kejahatan di indonesia?

5. Apa contoh kasus yang melibatkan pihak Kehakiman?

1
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah diatas, tujuan penulisan ini adalah
sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana hakim dalam membuat suatu keputusan di sidang


peradilan umum di Indonesia
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem peradilan di Indonesia

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi diri sendiri sebagai sarana bagi penulis untuk ikut menyumbangkan gagasan
danpemikiran guna perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara
perdata pada khususnya.
2. Bagi ilmu pengetahuan untuk mengadakan suatu perbandingan antara teori yang
diperoleh diperguruan tinggi dengan kenyataan yang ada di lapangan.
3. Bagi masyarakat memberikan sumbangan pemikiran tentang hukum kepada
masyarakat pada umumnya dan khususnya pada masyarakat yang saat ini sedang
minta perlindungan hukum ke Pengadilan Negeri.

E. Metode Penulisan

F. METODE PENULISAN
G. 3.1. Pengumpulan Data dan Informasi
H. Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan
I. melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan
J. pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data
K. dari skripsi, media elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan. Adapun teknik
L. pengumpulan data yang dilakukan yaitu:
M. 1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi pustaka

yang menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis

N. mengenai lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan


O. 2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh,
P. diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut
Q. dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh
R. suatu solusi dan kesimpulan.
S. 3.2. Pengolahan Data dan Informasi

2
T. Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data,
U. kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif
V. berdasarkan data sekunder.
W. 3.3. Analisis dan Sintesis
X. Aspek-aspek yang akan dianalisis yaitu perkebunan kelapa sawit sebagai
Y. komoditi strategis nasional dengan permasalahan lingkungan akibat dari
Z. pengembangan perkebunan kelapa sawit. Sintesis yang dijelaskan yaitu alternatif
AA. solusi untuk mengatasi permasalah yang dianalisis.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kehakiman
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang undang untuk
mengadili. Mengadili merupakan serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan
memutuskan perkara hukum berdasarkan ketentuan perundang undangan. Dalam upaya
menegakan hukum dan keadilan serta kebenaran, hakim diberi kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan. Dengan kata lain, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasan
kekuasan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapatkan pengaruh dari pihak lain
dalam memutuskan perkara, cenderung keputusan hakim itu tidak adil, yang pada akhirnya akan
meresahkan masyarakat, serta wibawa hukum dan hakim akan pudar.

Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud


dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dalam
melaksanakan tugasnya Mahkamah Agung (MA) merupakan pemegang kekuasaan kehakiman
yang terlepas dari kekuasaan pemerintah.

3
B. Histori Kehakiman
Pada suatu masa yang penuh semangat menuju kemerdekaan, Ikatan Hakim Indonesia
(IKAHI) lahir sebagai wadah bersatu bagi para Hakim dari berbagai lingkungan peradilan:
peradilan umum, peradilan agama, peradilan Tata Usaha Negara (TUN), dan peradilan militer.
Pada tahun 1951, inisiatif awal ini muncul dari Sutadji, S.H., dan Soebijono, S.H., yang saat itu
menjabat sebagai Ketua dan Hakim di Pengadilan Negeri Malang. Mereka berhasil membentuk
suatu persatuan hakim yang berpusat di Surabaya. Di Jawa Tengah, langkah serupa diambil
dengan pembentukan entitas sejenis di Semarang.

Kelahiran organisasi profesi Hakim ini tidak lepas dari reaksi terhadap upaya tertentu yang
ingin menempatkan Hakim dalam peran yang tidak sesuai dengan semangat UUD 1945. Pada
bulan September 1952, semangat kebersamaan membawa para Hakim dari wilayah Jawa
Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur untuk berkumpul di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut,
mereka mengambil keputusan bersejarah untuk membentuk sebuah organisasi nasional bagi para
Hakim. Mandat diberikan kepada Bapak Soerjadi, SH., untuk mendirikan Pengurus Besar IKAHI
dan merancang Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) IKAHI.

Setelah konsep AD/ART berhasil diformulasikan, dokumen ini disebarkan kepada seluruh
Hakim untuk mendapatkan masukan mereka. Menariknya, hingga tanggal 20 Maret 1953, batas
waktu untuk memberikan usulan atau saran perubahan berakhir tanpa adanya kontribusi yang
diterima. Maka, dengan tekad kuat, konsep tersebut diresmikan sebagai AD/ART IKAHI.
Tanggal 20 Maret 1953 pun dipahat sebagai tonggak bersejarah lahirnya organisasi nasional bagi
para Hakim yang diberi nama Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI).

C. Landasan Hukum
1. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. undang-undang No 48 tahun 2009 tentang kekuasaan pasal 5 ayat (1) menegaskan:
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,mengikuti,dan memahami nilai - nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
3. UU No 4 tahun 2004 "Undang -Undang ini mengatur mengenai badan - badan peradilan
penyelenggara kekuasaan kehakiman ,asas - asas penyelanggaraan kekuasaan
kehakiman ,jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum
dan dalam keadilan.
4. UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

4
5. UU No 14 Tahun 1985 Tentang apa dalam UU ini diatur mengenai kedudukan, susunan,
kekuasaan, dan hukum acara mahkamah Agung. Mahkamah Agung adalah Pengadilan
Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya
terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.

D. Tugas dan Wewenang


Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam melaksanakan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan
persetujuan, maka Komisi Yudisial mempunyai tugas:

● Melakukan pendaftaran calon hakim agung;

● Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;

● Menetapkan calon hakim agung; dan

● Mengajukan calon hakim agung ke DPR.

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa:

1. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:

● Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;

● Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim;

● Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran


Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;

● Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim,

● Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan,

5
kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran
martabat hakim.

2. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai tugas
mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim;

3. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan
kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam
hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.

4. Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial sebagaimana


dimaksud pada ayat (3).

Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai
wewenang:

● Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada
DPR untuk mendapatkan persetujuan;

● Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;

● Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama


dengan Mahkamah Agung;

● Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH).

E. Contoh Kasus
Pada tanggal 31 Maret 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap
Hiendra Soenjoto, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), dalam kasus tindak
pidana korupsi. Hiendra Soenjoto divonis dengan hukuman penjara selama 3 tahun dan denda
sebesar Rp 100 juta, yang dapat diganti dengan 4 bulan kurungan jika tidak dapat membayar
denda. Kasus ini menarik perhatian karena melibatkan korupsi dan pelanggaran hukum yang
signifikan.

Hiendra Soenjoto dinyatakan bersalah dalam kasus ini karena telah memberikan suap

6
senilai Rp 35,7 miliar kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dan
menantunya, Rezky Herbiyono. Suap ini diberikan dengan tujuan mempengaruhi Nurhadi, yang
saat itu masih menjabat sebagai sekretaris MA, untuk membantu dalam perkara hukum yang
melibatkan PT MIT. Hal ini melibatkan pelanggaran Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun
2001, serta Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Hakim Ketua Saifuddin Zuhri dalam pembacaan amar putusan menyatakan Hiendra
Soenjoto bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara selama 3 tahun dan denda Rp 100 juta.
Putusan tersebut mengindikasikan bahwa kasus ini dianggap sebagai tindak pidana korupsi yang
terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Selain itu, hakim juga mencatat bahwa
Hiendra Soenjoto telah mengembalikan sebagian uang suap yang diterima, sehingga jumlah suap
yang terbukti adalah sebesar Rp 35.726.955.000.

Dalam putusannya, hakim memberikan beberapa pertimbangan. Hiendra Soenjoto dianggap


telah memiliki masalah hukum dengan PT KBN terkait perjanjian sewa-menyewa depo
kontainer, serta perkara hukum melawan gugatan Azhar Umar terkait kepemilikan saham PT
MIT. Selain itu, hakim juga mencatat bahwa Hiendra pernah dihukum sebelumnya dan tidak
mengakui perbuatannya. Namun, hakim juga mempertimbangkan bahwa Hiendra masih
memiliki tanggungan keluarga.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Peran hakim dalam sistem kehakiman Indonesia sangat penting untuk menjaga hukum,
keadilan, dan kebenaran. Hakim memiliki tanggung jawab untuk menjalankan fungsi
7
peradilan dengan memperhatikan prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
2. Kasus-kasus korupsi, seperti kasus Hiendra Soenjoto, menjadi tantangan besar bagi
sistem kehakiman. Penting untuk memperkuat pencegahan dan penegakan hukum
terhadap tindak pidana korupsi.
3. Landasan hukum yang mengatur kehakiman, seperti Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan berbagai undang-undang terkait, memberikan
landasan kuat bagi penegakan hukum dan peradilan di Indonesia.
4. Sejarah Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mencerminkan semangat kebersamaan para
hakim dalam menjaga independensi mereka dan memastikan penegakan hukum yang adil
di negara ini.

Dalam rangka meningkatkan sistem kehakiman di Indonesia, diperlukan upaya bersama


dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait. Pengawasan ketat terhadap
korupsi, pendidikan hukum dan etika, serta keterbukaan dan partisipasi masyarakat akan
membantu memperkuat kehakiman di negara ini. Selain itu, peran Komisi Yudisial dalam
menjaga perilaku dan integritas hakim juga sangat penting.

B. Saran Saran
1. Pengawasan dan Pencegahan Korupsi yang Ketat

Pemerintah perlu memperkuat sistem pengawasan dan pencegahan korupsi di


berbagai sektor. Ini mencakup langkah-langkah seperti memperkuat Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memastikan bahwa lembaga-lembaga penegak
hukum memiliki sumber daya yang cukup untuk menginvestigasi dan menangani kasus-
kasus korupsi.

2. Keterbukaan dan Transparans

Penting untuk meningkatkan pendidikan hukum dan etika di semua tingkatan


masyarakat, termasuk di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi. Ini
akan membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya integritas dan
etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Kepedulian Sosial

Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam memerangi korupsi dengan menghindari
memberikan suap atau menerima suap, serta melaporkan praktik korupsi jika mereka
8
mengetahuinya. Kampanye sosial dan pendidikan masyarakat penting untuk
membangun kesadaran ini.

Anda mungkin juga menyukai