Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, Kami dapat menyelesaikan Makalah sejarah indonesia tentang “peran Hakim dan
Advokat dalam perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia”. Sholawat dan salam semoga
senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menegakan
panji-panji ajaran Islam sehingga umat Islam mendapatkan petunjuk, pedoman dan pegangan
dalam mengarungi kehidupan dunia ini demi mencapai kebahagian dunia maupun akhirat.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan
karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Bengkulu Selatan, Oktober2022

Penulis

DAFTAR ISI

ii
i.
Kata Pengantar ............................................................................................................... ii.
Daftar Isi .........................................................................................................................iii.
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................................... iv.
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... iv.
C. Tujuan ............................................................................................................ iv.
BAB II Pembahasan
A. Pengertian hakim................................. 1
B. Peran hakim dalam perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia………….. 2
C. Pengertian advokat…………………………….. 7
D. Peran advokat dalam perlindungan dan penegakan hukum di 8
Indonesia………………………………….
BAB III Penutup
A. Kesimpulan .................................................................................................... 13
B. Saran .............................................................................................................. 13
Daftar Pustaka

BAB 1

iii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Coba kalian bayangkan, apa jadinya jika di dalam keluarga tidak ada aturan, di
sekolah tidak ada tata tertib, di lingkungan masyarakat tidak ada norma-norma sosial, dan di
negara tidak ada hukum atau undang-undang? Apa ya yang akan terjadi? Kekacauan di
semua lini kehidupan bermasyarakat maupun bernegara?
Apapun itu, penegakan hukum tak dimungkiri menjadi sangat penting untuk ditaati
dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga bisa menciptakan keamanan,
ketentraman, dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat maupun negara. Untuk
mewujudkan hal tersebut, maka perlu ada upaya dalam melakukan proses perlindungan dan
penegakan hukum. Ini berlaku pula di Indonesia.
Perlindungan hukum adalah segala upaya yang dilakukan penegak hukum untuk
melindungi hak-hak dari subjek hukum agar hak-hak tersebut tidak dilanggar. Dimana,
penegakan hukum ini dijalankan sebagai upaya untuk menjalankan ketentuan hukum yang
berlaku.
Profesi advokat dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai keahlian khusus yang
dengan keahlian itu mereka dapat berperan lebih besar di dalam masyarakat bila
dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya.Atau dalam pengertian lain,
profesi advokat adalah sebutan ataujabatan dimana orang yang mempunyai pengetahuan
khusus terutama dibidang hukum yang diperoleh melalui pelatihan atau pengalaman lain,
atau bahkan diperoleh keduanya, sehingg penyandang profesi advokat dapat membimbing
atau menasehati juga melayani orang lain dalam bidangnya.
Hukum yang diharapkan bisa memberikan keadilan bagi masyarakat ternyata
sebaliknya. Efektifitas penegakan hukum hanya berlaku bagi masyarakat kecil yang
melakukan kejahatan kecil. Sedangkan pelaku-pelaku kejahatan besar seperti korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN) yang lazim disebut penjahat berkerah putih (white collar crime) sangat
sulit untuk disentuh. Dalam hal ini memang diperlukan keberanian bagi masyarakat
khususnya aparat penegak hukum untuk melakukan terobosan-terobosan dalam
menyelesaikan perkara tersebut. Carut marut hukum juga terlihat pada lemahnya mentalitas
penegak hukum, Hakim dan Pengacara. Sebagaimana dapat kita lihat sehari-hari bahwa

iv
fungsi pengacara yang seharusnya berada di kutub memperjuangkan keadilan bagi terdakwa,
berubah menjadi pencari kebebasan dan keputusan seringan mungkin dengan segala cara
bagi kliennya. Demikian pula hakim yang seharusnya berada ditengah-tengah dua kutub
tersebut, kutub keadilan dan kepastian hukum, bisa jadi condong membebaskan atau
memberikan putusan seringanringannya bagi terdakwa setelah melalui kesepakatan tertentu.
Merebaknya isu suap dalam penanganan suatu perkara sudah menjadi rahasia umum. Modus
dibebaskannya sejumlah pelaku kasus korupsi kerap ditemukan dalam proses pengadilan di
Indonesia. Tak heran, LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) sampai melaporkan 221
hakim karier ke Komisi Yudisial karena dinilai membebaskan para tersangka saat menangani
perkara korupsi. Hakim-hakim tersebut tersebar di 57 pengadilan negeri, tiga pengadilan
agama dan Mahkamah Agung.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di
dalam makalah tentang peran hakim dan advokat dalam perlindungan dan penegakan hukum
di indonesia ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan hakim?
2. Bagaimana peran hakim dalam perlindungan dan penegakan hukum di indonesia?
3. Apakah yang dimaksud dengan advokat?
4. Bagaimana peran advokat dalam perlindungan dan penegakan hukum di indonesia?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang peran hakim dan advokat dalam
perlindungan dan penegakan hukum di indonesia ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu hakim.
2. Untuk mengetahui peran hakim dalam perlindungan dan penegakan hukum di indonesia.
3. Untuk mengetahui apa itu advokat.
4. Untuk mengetahui peran advokat dalam perlindungan dan penegakan hukum di
indonesia.

v
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hakim
Hakim adalah pejabat yang memimpin persidangan . istilah “hakim” sendiri berasal
dari kata arab yang berarti “aturan ,peraturan,kekuasaan,dan pemerintah.” Ia yang
memutuskan hukuman bagi pihak yang dituntut.
Independensi Hakim Franklin D Roosevelt, presiden ke-32 Amerika Serikat pernah
mengatakan, eksekutif boleh tidak terlegitimasi, legislatif boleh tidak aspiratif, tetapi cukup
jika yudikatif bersih dan independen, masyarakat masih tetap terpelihara. Pesan dari
Roosevelt di atas tentu bukan berarti bahwa elemen eksekutif dan legislatif boleh berbuat apa
saja. Pesan itu hanya untuk penegasan posisi lembaga yudikatif sebagai benteng pertahanan
utama tanpa menafikan posisi vital elemen-elemen lain. Maknanya adalah, tidak ada waktu
lagi untuk memulihkan keadaan seandainya benteng yudikatif roboh. Independensi hakim
jaminan tegaknya hukum, keadilan, dan prasyarat terwujudnya cita-cita negara hukum.
Independensi melekat sangat dalam dan harus tercermin dalam proses pemeriksaan dan
pengambilan keputusan atas setiap perkara, dan terkait erat dengan independensi pengadilan
sebagai institusi yang berwibawa, bermartabat dan terpercaya. Independensi hakim dan
pengadilan terwujud dalam kemandirian dan kemerdekaan hakim, baik sendiri-sendiri
maupun sebagai institusi, dari pelbagai pengaruh dari luar diri Hakim berupa intervensi yang
bersifat mempengaruhi dengan halus, dengan tekanan, paksaan, kekerasan, atau balasan
karena kepentingan politik atau ekonomi tertentu dari pemerintah atau kekuatan politik yang
berkuasa, kelompok atau golongan, dengan ancaman pende ritaan atau kerugian tertentu, atau
dengan imbalan atau janji imbalan, berupa keuntungan jabatan, keuntungan ekonomi, atau
bentuk lainnya.
Hakim memegang peranan yang sangat penting. Ia sebagai penegak hukum dan
keadilan, serta pejabat negara yang mempunyai tugas mulia dalam mewujudkan negara
hukum, memberikan kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi masyarakat melalui putusan
hukumnya di pengadilan. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa hukum materiil yang
dipergunakan hakim di Pengadilan tertentu masih banyak yang belum diwujudkan dalam
bentuk UU. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan memutuskan perkara, hakim harus
senantiasa mendasarkan pada hukum yang berlaku dalam arti luas, yang meliputi; UU

1
sebagai hukum positif, kebiasaan yang hidup di dalam masyarakat, yurisprudensi, serta
pendapat para ahli (doktrin hukum). Putusan hakim adalah penemuan hukum dalam artian
khusus mengandung pengertian proses dan karya yang dilakukan oleh Hakim, yang
menetapkan benar dan tidak benar menurut hukum dalam suatu situasi konkrit, yang diujikan
kepada hati nurani. Dalam rangka meningkatkan peran Hakim sebagai agent of change
mewujudkan putusan yang benar dan adil maka dituntut bagi seorang Hakim dalam hal ini
Hakim Agung untuk menerapkan metode pendekatan penemuan hukum yang dapat
memenuhi rasa keadilan masyarakat.

B. Peran Hakim Dalam Perlindungan Dan Penegakan Hukum I Indonesia


1. Hukum Modern
Hukum yang umum dipakai di dunia dewasa ini, yang dikenal sebagai hukum
modern. Hukum modern adalah hukum yang memiliki tipe khusus, dan mulai muncul
sekitar abad ke 18/19.Hukum modern sarat dengan bentuk-bentuk formal, dengan
prosedur-prosedur dan dengan birokrasi penyelenggaraan hukum. Materi hukum
dirumuskan secara terukur dan formal, dan tidak semua orang dapat menjadi operator
hukum, melainkan mereka yang memiliki kualifikasi khusus. Hukum menjadi dunia
esoterik, yaitu hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang telah menjalani pendidikan
khusus.
Pencarian dan proses keadilan bagi masyarakat yang memerlukannya diserahkan
kepada lembaga tertentu yang berwenang. Pengadilan merupakan salah satu tumpuan
dalam menyelesaikan sengketa para pihak, ia bertugas sebagai lembaga yang menerima,
memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Sayangnya masyarakat yang datang ke Pengadilan bukan lagi semata untuk mendapatkan
keadilan, tetapi untuk menang.Dengan demikian kita semakin kurang melihat proses
hukum sebagai pergulatan manusia untuk memperoleh keadilan, yang lebih banyak kita
lihat adalah pergulatan peraturan, Undang-Undang dan prosedur. Out put berupa putusan
(vonnis) sangat dipengaruhi oleh sistem dan kemampuan para pihak membuktikan.
Hukumlah yang menentukan kapan seseorang itu ada, kapan seseorang memiliki
sesuatu, bagaimana cara untuk memiliki sesuatu, dan seterusnya. Hukum menjadi acuan
dalam menyelesaikan konflik/sengketa para pihak.

2
2. Konkritisasi Hukum
Hukum yang terekam dalam peraturan-peraturan tertulis maupun yang merupakan
kaidah hukum dan dalam hukum yang tidak tertulis merupakan sesuatu yang abstrak dan
berlaku umum. Sedangkan hukum yang konkrit dan khusus sifatnya manakala telah
diterapkan/diberlakukan pada kasus yang tertentu.
Pengadilan melalui putusan-putusan hakim berperan mentranformasikan ide-ide
yang bersumber pada nilai-nilai moral yang bersifat abstrak ke dalam peristiwa konkrit,
sehingga putusan hakim memfisualisasikan asas-asas yang abstrak menjadi kaidah
hukum konkrit.
Dalam setiap perkara akan dilihat, diakui atau dibenarkan telah terjadi peristiwa
tersebut. Hakim melakukan pembuktian dengan alat-alat bukti dalam mendapatkan
kepastian peristiwa tersebut dikualifisir termasuk dalam hubungan hukum apa atau yang
mana. Hakim akan mencari ketentuan-ketentuan yang dapat diterapkan pada peristiwa
hukum yang bersangkutan. Jadi, Hakim akan menerapkan hukum terhadap peristiwa dan
menilainya serta pada gilirannya menetapkan hukumnya kepada peristiwa yang
bersangkuta, barang tentu ia memberikan keadilan sesuai dengan penilaiannya.
Eksistensi Keadilan memerlukan peranan Hakim dalam penerapannya.
Konkretisasi keadilan hanya mungkin bilamana Hakim memahami kenyataan sosial yang
terjadi di masyarakat.
3. Faktor Eksternal dan Internal
Hakim dalam mengaktualisasi ide keadilan memerlukan situasi yang kondusif,
baik yang berasal dari faktor eksternal maupun internal dari dalam diri seorang Hakim.
Jika ditelusuri, faktor-faktor yang mempengaruhi Hakim dalam mentransformasikan ide
keadilan, setidaknya dapat dipetakan sebagai berikut :
a. Jaminan terhadap kebebasan peradilan/Hakim;
Kebebasan peradilan sudah menjadi keharusan bagi tegaknya negara hukum
(rechstaat). Hakim akan mandiri dan tidak memihak dalam memutus sengketa, dan
dalam situasi yang kondusif tersebut, Hakim akan leluasa untuk mentransformasikan
ide-ide dalam pertimbangan-pertimbangan putusan. Di Indonesia jaminan terhadap
indepedency of judiciary telah dipancangkan sebagai pondasi dalam Pasal 24 dan 25
UUD 1945 yang dipertegas dalam penjelasan dimaksud : “Kekuasaan kehakiman

3
ialah kekuasaan yang merdeka, artinyaterlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah,
berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam Undang-Undang tentang
kedudukan para Hakim”.
Hal tersebut dipertegas lagi dalam penjelasan Pasal 1 Undang-Undang No. 14
Tahun 1970 jo. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan
Kehakiman yang mengatakan: “Kekuasaan kehakiman yang merdeka ini mengandung
pengertian didalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak
kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, directiva atau rekomendasi
yang datang dari pihak ekstra yudisiil kecuali dalam hal-hal yang diijinkan oleh
Undang-Undang”.
Kekuasaan kehakiman yang mandiri mempunyai dua tujuan. Pertama agar
melakukan fungsi dan kewenangan peradilan secara jujur, dan adil, kedua, agar
kekuasaan kehakiman mampu berperan melakukan pengawasan terhadap semua
tindakan penguasa. Sedangkan konsekuensi dari kekuasaan kehakiman yang merdeka
adalah :
1) Supremasi hukum.
 Setiap penyelesaian sengketa harus sesuai dengan proses yang ditentukan
hukum berdasarkan asas :
 Perlakuan yang sama didepan hukum;
 Perlindungan yang sama didepan hukum;
2) Peradilan sebagai katup penekan (pressure valve)
Lembaga peradilan diberi wewenang sebagai katup penekan :
 Atas setiap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh siapapun dan pihak
manapun tanpa kecuali;
 Pelanggaran itu meliputi segala bentuk perbuatan yang tidak konstitusional,
ketertiban umum dan kepatutan;
3) Peradilan sebagai tempat terakhir (the last resort) dalam menegakkan kebenaran
dan keadilan menempatkan peradilan sebagai tempat terakhir.
4) Peradilan sebagai pelaksana penegakan hukum.
5) Peradilan dibenarkan bertindak “tidak demokratis secara fundamental”
6) Tidak memerlukan akses dari siapapun;

4
7) Tidak memerlukan negosiasi dari pihak manapun;
8) Tidak memerulkan “kompromi” dari pihak yang berperkara;
Terdapat kesepakatan umum dalam komunitas Pengadilan di dunia bahwa
lembaga peradilan diharapkan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Pengadilan memberikan keadilan individu dalam kasus individual.
2) Pengadilan beroperasi secara transparan.
3) Pengadilan menyediakan suatu forum yang tidak memihak dalam meyelesaikan
sengketa hukum.
4) Pengadilan melindungi warga dari penggunaan kekuasaan pemerintah yang
sewenang-wenang.
5) Pengadilan melindungi yang lemah.
6) Pengadilan membuat dan merawat catatan formal tentang putusan dan status
hukum.
7) Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, sebenarnya pengaturan tentang
kemandirian kekuasaan kehakiman tampak kokoh.
b. Kualitas profesionalisme Hakim; dan
Setiap Hakim dituntut untuk melaksanakan tugasnya secara profesional, yakni
kemampuan dan ketrampilan Hakim untuk melaksanakan efesiensi dan efektifitas
putusan. Baik dari segi penerapan hukumnya, maupun kemampuan
mempertimbangkan putusan berdasarkan nilai-nilai keadilan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, serta kemampuan memprediksi reaksi dan dampak
sosial atas putusan yang telah dijatuhkannya.
Profesionalisme ini merupakan salah satu sisi dari mata uang “profesi”,
disamping sisi etika profesi. Jadi, setiap profesi mempunyai dua aspek, yakni
profesionalisme sebagai keahlian teknis dan etika profesi sebagai dasar moralita.
Profesionalisme mempunyai peranan yang penting, lebih-lebih Hakim
mengemban tanggung jawab dan kewajiban yuridis yang terkait dengan jabatannya.
Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1974 jo. Undang-
Undang No. 4 Tahun 2004 mewajibkan Hakim : “.....tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum

5
tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya”. (Pasal 14
ayat (1)).
Dalam upaya mewujudkan profesionalisme Hakim, maka seyogyanya para
Hakim memiliki penguasaan ilmu yang mendalam dan wawasan yang luas, yang
tercermin dalam bobot dan untuk putusan yang dijatuhkan dengan kemampuan untuk
mengetahui, memahami dan menghayati hukum yang berlaku serta mempunyai
keberanian menjatuhkan keputusan berdasarkan hukum dan keadilan.
c. Penghayatan etika profesi Hakim. Faktor pertama merupakan faktor eksternal,
sedangkan dua faktor terakhir merupakan faktor internal
Etika profesi Hakim adalah asas-asas moralita yang mendasari profesi Hakim.
Bermakna sebagai pegangan dalam bersikap dan bertindak selama mengemban dan
menjalankan jabatan Hakim, baik di dalam maupun di luar kedinasan
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) telah merumuskan kode kehormatan Hakim
Indonesia dalam bentuk Panca Dharma Hakim, yang merupakan suatu bentuk
pengawasan terhadap anggotanya. Panca Dharma Hakim ini merupakan nilai-nilai
yang bersifat abstrak, yang terdiri dari :
Kartika : bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
Cakra : berlaku adil;
Candra : bijaksana;
Tirta : jujur
Sari : berbudi luhur;
5. Persfektif Masyarakat terhadap Putusan (Hakim)
Putusan Hakim yang wujudnya terdiri dari susunan kata (bahasa) yang sebenarnya
mengandung kegiatan berfikir yuridik dari pembuatnya (Hakim). Ia akan
mengkonstatir, mensistimatir serta menyimpulkan. Kegiatan ini nampak teraplikasi
dalam pemenuhan suatu peraturan hukum yang akan diterapkan pada kumpulan
peristiwa yang dikemukakan para pihak, ataupun dalam pola pikir pertimbangan
(motivasi), sehingga antara pertimbangan hukum dan keputusannya (amar)
mempunyai suatu rangkaian yang logis. Tetapi yang tidak kalah pentingnya, secara
konseptual putusan harus memberikan keadilan individu dalam setiap kasus
(perkara).

6
Bagi setiap individu yang paling penting putusan itu cocok dan memenuhi rasa
keadilan. Sayangnya karena perkara itu terdapat dua pihak yang berkonflik, maka
terdapat presepsi yang berbeda dalam menyikapi suatu putusan. Pihak yang kalah
cenderung berkata, tidak adil, terdapat kolusi dan berbagai nada lain yang
mendiskreditkan Pengadilan.
Secara psikologis, setiap orang berkeinginan hidup bahagia dan menghindar dari
kesengsaraan, sehingga manakala dinyatakan kalah akan mencari upaya untuk
memperbaiki posisinya. Undang-Undang telah memberikan ketentuan untuk
melakukan upaya hukum, jika ia tidak puas dengan putusan Hakim. Akan tetapi
setelah sampai tingkat peradilan tertinggi-pun bahkan ketika kasusnya akan
dieksekusi tidak secara sukarela melaksanakan bunyi putusan. Hal ini tentunya
menjadi beban Pengadilan.
Sebagai bandingan di Amerika Serikat, bagi warga negara yang telah diputus
(perdata) akan melakukan/melaksanakan bunyi putusan secara sukarela dan damai.
Bilamana hal itu tidak terjadi, maka yang bersangkutan berhadapan dengan ancaman
pidana.
Hakim juga berperan :
a. Sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, hakim berwenang menetukan hukum
dan keadilan bagi setiap individu yang berperkara.
b. Hakim harus memberikan keadilan kepada setiap pihak dan proses penyelesainnya
tidak memihak.
c. Budaya masyarakat cenderung menolak putusan (perdata) dan pelaksanaan
putusan (eksekusi) memerlukan upaya paksa.

C. Pengertian Advotka
Apa itu advokat? Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di
dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan dan berdasarkan
ketentuan UU Advokat
Jasa hukum yang diberikan advokat meliputi:
1. Memberikan konsultasi hukum
2. Memberikan bantuan hukum

7
3. Menjalankan kuasa
4. Mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum klien.
Saat ini, ketentuan mengenai advokat di Indonesia diatur dalam UU Advokat.
Sehingga, menjawab pertanyaan pertama Anda, advokat artinya orang yang memberikan jasa-
jasa hukum di atas dan memenuhi syarat sesuai UU Advokat
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
[1] Pasal 1 angka 1 UU Advokat
[2] Pasal 1 angka 2 UU Advokat
[3] Pasal 5 ayat (2) UU Advokat

D. Peran Advokat Dalam Perlindungan Dan Penegakan Hukum Di Indonesia


Dalam sistem peradilan pidana, advokat berperan membantu tersangka dan terdakwa
untuk memahami proses hukum yang dijalaninya, meliputi tahap pra-ajudikasi, ajudikasi,
dan purna-ajudikasi. Selain itu, advokat juga ikut mengawasi dan membantu penyidik serta
penuntut umum untuk menjalani proses menjaga keseimbangan antara kepentingan publik 
dan semua hak serta jaminan yang diberikan hukum pada tersangka dan terdakwa.
Demikian keterangan yang disampaikan Ifdhal Kasim selaku Ahli yang dihadirkan
oleh Octolin H. Hutagalung dan sebelas Pemohon lainnya (Pemohon) dalam sidang ketujuh
pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara
Pidana (KUHAP) pada Selasa (6/9/2022). Dalam sidang Perkara
Nomor 61/PUU-XX/2022 tersebut, Wakil Ketua MK Aswanto menjadi Ketua Panel Hakim
dengan didampingi oleh tujuh hakim konstitusi lainnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat),
sambung Ifdhal, advokat memiliki posisi penting dalam sistem peradilan pidana. Salah
satunya untuk menjaga keseimbangan antara besarnya peran penegak hukum seperti polisi
dan jaksa dengan keadaan tersangka/terdakwa yang lemah. Oleh karena itu, dibutuhkan
advokat yang bebas, kendati dalam praktik penegakan hukum, para advokat kurang
mendapatkan tempat pada perannya tersebut. “Padahal untuk mencari kebenaran atas
bersalah atau tidaknya seorang tersangka atau terdakwa haruslah dilakukan dengan
‘dueprocess’. Dalam konteks ini, sistem peradilan pidana juga harus mempertimbangkan

8
kedudukan saksi guna mendapat pendampingan dari advokat berdasarkan pilihannya
sendiri,” jelas Ketua Komnas HAM periode 2007 – 2012 tersebut.
Perlindungan bagi Pencari Keadilan
Selanjutnya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Lies Sulistiani memberikan
keterangan terhadap posisi perlindungan bagi para pencari keadilan, khususnya untuk saksi dan
korban dalam sistem hukum peradilan pidana di Indonesia. Menurutnya, seiring berjalannya
waktu, KUHAP yang ada sejak 1981 telah jauh dari perhatian terhadap saksi dan/atau korban.
Oleh karena itu, ia menilai KUHAP telah offender oriented dan memiliki perhatian yan jauh dari
saksi, korban, atau subjek terperiksa lainnya. Terlebih lagi, saat masyarakat Indonesia mulai
menyadari betapa pentingnya access to justice bagi pihak-pihak selain tersangka/terdakwa.
Bahwa access to justice sesungguhnya menjadi hak yang harus dijamin pemenuhannya bukan
hanya bagi tersangka/terdakwa tetapi juga bagi semua pihak yang berhadapan maupun
berkonflik dengan hukum.
“Oleh karena itu, para pencari keadilan bukan saja seseorang dalam kedudukannya
sebagai tersangka/terdakwa, melainkan juga mereka yang menjadi korban atau saksi yang terlibat
dalam proses peradilan pidana,” kata Lies.
Lebih lanjut Lies menerangkan sebagai negara hukum, Indonesia telah meratifikasi
Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik (International Covenant on Civil and
Political Rights/ICCPR) melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Dengan demikian,
Indonesia sebagai negara anggota di dalamnya telah terikat dengan berbagai kewajiban, di
antaranya wajib untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia yang berada
di wilayah yurisdiksinya, termasuk pula kewajiban untuk melakukan pemenuhan hak pada Pasal
14 ICCPR untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang layak. Dalam kaitannya dengan sistem
peradilan pidana ini, ia menilai bahwa access to justice tersebut harus dimulai dengan
memberikan jaminan atas keseimbangan pelaksanaan pendampingan, perlindungan maupun
pembelaan terhadap semua pihak yang membutuhkan melalui pembelaan oleh advokat maupun
dalam konteks perlindungan dan pemenuhan hak-hak saksi dan/atau korban oleh LPSK. Dalam
hal ini, maka access to justice dan fair treatment tersebut menjadi penting dalam hukum acara
pidana dan menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum secara bersama untuk kemudahan-
kemudahan pelaksanaannya.
Sinergi Advokat dan LPSK

9
Selanjutnya, Lies juga memberikan pemahaman mengenai kinerja sistem peradilan dari
hulu ke hilir yang dapat berjalan dengan baik ketika setiap subsistem yang berperan dalam
menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya masing-masing, termasuk antara advokat dam LPSK.
Bahwa advokat dan LPSK dalam menjalankan fungsinya dapat terus mendampingi subjek
pencari keadilan, baik tersangka/terdakwa, saksi maupun korban pada seluruh tahapan proses
peradilan atau sepanjang proses peradilan pidana. Artinya, kerja keduanya tidak dapat dibatasi.
Dengan kata lain, seorang advokat dapat memberikan pendampingan dalam setiap tahapan
pemeriksaan dan sejalan dengan fungsinya maka LPSK dapat memberikan perlindungan dan
pemenuhan terhadap hak-hak saksi dan/atau korban sejak tahap penyelidikan.
“Sehingga fungsi advokat dan LPSK dapat dilakukan sepanjang proses peradilan, karena
karakter fungsi yang melekat secara subjektif pada situasi dan kondisi pihak yang
didampinginya. Sementara itu, fungsi advokat dalam memberikan nasihat dan pendampingan
terhadap saksi tidak akan meniadakan fungsi LPSK, sebab fungsi yang dijalankan oleh advokat
yakni fungsi pembelaan yang berbeda dengan fungsi LPSK yang melaksanakan perlindungan
terhadap saksi dan/atau korban tindak pidana pada kasus-kasus yang mengakibatkan posisi saksi
dan/atau korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya. Oleh karena itu,
advokat dan LPSK dalam menjalankan fungsinya meski berpotensi saling bersinggungan namun
sesungguhnya dapat saling men-support dan bersinergi,” jelas Lies.
Sebelum menutup persidangan Wakil Ketua MK Aswanto menyebutkan sidang
berikutnya akan digelar pada Selasa, 20 September 2022 dengan agenda mendengarkan
keterangan dari Saksi Pemohon. Sebagai informasi, dalam perkara pengujian
materiil KUHAP ini para Pemohon mengujikan Pasal 54 KUHAP yang berbunyi, “Guna
kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari
seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan,
menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.  Para Pemohon beranggapan
bahwa dalam proses perkara pidana, advokat sering dimintai jasa hukumnya untuk mendampingi
seseorang, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor, terlapor, saksi, tersangka maupun
terdakwa. Menurut para Pemohon, pemberlakuan Pasal 54 KUHAP telah menimbulkan
ketidakpastian hukum bagi seorang advokat dalam menjalankan profesinya, mengingat tidak
adanya ketentuan-ketentuan dalam KUHAP yang mengatur tentang hak seorang saksi dan
terperiksa untuk mendapatkan bantuan hukum serta didampingi oleh penasihat hukum dalam

10
memberikan keterangan di muka penyidik, baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk itu, dalam Petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah
menyatakan Pasal 54 KUHAP Konstitusional bersyarat berdasarkan sepanjang dimaknai
termasuk Saksi dan Terperiksa.(*)
Namun di Indonesia, Advokat adalah salah satu penegak hukum, ini tertulis pada Pasal 5
ayat (1) UU Advokat yang menjelaskan bahwa Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas
dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud
dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah Advokat sebagai salah satu
perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum
lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Adapun tugas dan tanggung jawab seorang Advokat sebagai penegak hukum ialah:
1. Menjunjung tinggi kode etik profesinya;
2. Membimbing dan melindungi kliennya dari petaka duniawi dan ukhrawi agar dapat
menemukan kebenaran dan keadilan yang memuaskan semua pihak, sesuai dengan nilai-nilai
hukum, moral dan agama;
3. Membantu terciptanya proses peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, serta
tercapainya penyelesaian perkara secara final;
4. Menghormati lembaga peradilan dan proses peradilan sesuai dengan norma hukum, agama,
dan moral;
5. Melindungi kliennya dari kedzaliman pihak lain dan melindunginya pula dari berbuat dzalim
kepada pihak lain;
6. Memegang teguh amanah yang diberikan kliennya dengan penuh tanggung jawab baik
terhadap kliennya, diri sendiri, hukum dan moral, maupun terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
7. Memberikan laporan dan penjelasan secara periodik kepada kliennya mengenai tugas yang
dipercayakan padanya;
8. Menghindarkan diri dari bentuk pemerasan terselubung terhadap kliennya;
9. Bersikap simpatik dan turut merasakan apa yang diderita oleh kliennya bahkan
mengutamakan kepentingan kliennya daripada pribadinya;
10. Antara kuasa hukum atau Advokat dengan kliennya haruslah terjalin hubungan
saling percaya dan dapat dipercaya sehingga tidak saling merugikan dan dirugikan.

11
11. Melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum bertindak jujur, adil, dan
bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
12. Advokat juga berkewajiban memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi
klien yang tidak mampu.
Apabila kita melihat tugas dan wewenang Advokat yang telah dijelaskan seperti di atas, maka
dapat kita lihat bahwa fungsi Advokat sebagai penegak hukum ialah menegakkan hukum dan
keadilan yaitu, membela kepentingan klien dengan tidak secara membabi buta, membantu
melancarkan penyelesaian perkara dengan membantu hakim dalam
memutuskan perkara melalui data dan informasi yang ada untuk disampaikan di pengadilan
sesuai kode etik profesi, menjunjung tinggi Pancasila, hukum dan keadilan, sebagai bentuk
perwakilan masyarakat di dalam suatu proses peradilan, serta menjadi penyeimbang dominasi
penegak hukum lainnya artinya ialah keberadaan Advokat ini dapat mencegah kesewenang-
wenangan dari penegak hukum lain seperti Polisi, Jaksa dan Hakim.
Ini menunjukkan bahwa terdapat empat peran penting advokat sebagai penegak hukum dalam
sistem peradilan pidana di Indonesia, yaitu:
1. advokat sebagai penyedia jasa hukum dan pemberi bantuan hukum;
2. advokat sebagai pengawas dan pengawal integritas peradilan;
3. advokat sebagai penyeimbang dalam dominasi penegak hukum;
4. advokat sebagai pembela atas harkat dan martabat manusia.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi dari penjabaran di atas dapat di simpulkan bahwa begitu pentingnya peran hakim dan
advokat dalam perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia. Dapat kita ketahui pengertian
dari hakim itu adalah pejabat peradilan negara yang di beri wewenang oleh undang undang untuk
mengadili.sedangkan advokat itu adalah orang yang berfrofesi memberi jasa hukum,baik di
dalam maupun di luar pengadilan.tanpa dua Lembaga penegak hukum ini tidak akan tercapai
keamanan ,keadilan,dan kesejateraan warga negara.
Dari pemahaman kelompok kami dua Lembaga ini adalah kunci dalam tegaknya hukum
dalam suatu negara,nah oleh karena itu hendaknya orang orang yang ada di Lembaga ini adalah
orang orang yang berkopeten dan jujur karena di negara kita ini masih banyak oknum dari
Lembaga ini yang tidak bertanggung jawab.
C. Saran
Saran dari kelompok kami,kedepannya harusnya para Lembaga penengak hukum ini
lebih dapat di percaya oleh masyarakat. Adapun warga negaranya pun harus mampu bekerja
sama dan membantu tegaknya hukum.

DAFTAR PUSTAKA

13
Abdullah, Taufik dan A.B. Lapian. 2012. Indonesia Dalam Arus hukum jilid 6 (Peran penegak
hukum). Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Adam, Cindy. 1984. Kedudukan hakim. (alih bahasa: Abdul Bar Salim). Jakarta: Gunung Agung.
Alfarizi, Salman. 2009. Mohammad Hatta: Biografi Singkat (1902–1980). Yogyakarta: Garasi.
Anderson, Benedict R.O’G. 1972. Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance
1944–1946. Ithaca: Cornell University Press.
Anshari, Endang Saifuddin. 1997. Piagam Jakarta, 22 Juni 1945: Sebuah Konsensus Nasional
tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945–1949). Jakarta: Gema Insani Press.
Direktorat Permuseuman. 1992/1993. Sejarah Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Jakarta:
Direktorat Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan – Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan

14

Anda mungkin juga menyukai