Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat taufiq
serta hidayahnya kepada kita semua, sehingga pada detik ini kita bisa menghirup
kenikmatan Allah yang tiada terhingga.
Ucapan terima kasih kami suguhkan kepada dosen kami DR. H. Haryadi,
MPd. yang telah membimbing kami dalam mengarungi keilmuan ini, dan juga
terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan
dan jiwa juang bersama-sama saling bahu-membahu untuk menikmati sebuah
proses pembelajaran.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai penulis,
para pembaca dan orang-orang yang mencintai ilmu. Aamiin.
Dengan doa yang tulus, penulis berharap semoga amal kebaikan mereka
dapat balasan yang setimpal, dan diridhai oleh Allah SWT. Amin YaaRabbal
‘Alamin.

Palembang, 03 Mei 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................3

A. Latar belakang 3

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan
Penulisan...................................................................................................4

D. Manfaat
Penulisan.................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN 5

A. Pengacara Zaman Dulu 5

B. Pengacara Zaman Sekarang 8

BAB III PEUNTUP..............................................................................................12

A. Kesimpulan.........................................................................................................12

B. Saran...................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan secara


tegas bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum
menuntut adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum
(equality before the law). Oleh karena itu, Undang-undang Dasar juga
menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam usaha mewujudkan prinsip tersebut dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, peran dan fungsi Pengacara sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan
bertanggung jawab merupakan hal yang penting disamping lembaga peradilan dan
instansi penegak hukum lainnya seperti polisi, jaksa, dan hakim.
Secara historis, Pengacara termasuk salah satu profesi yang tertua. Dalam
perjalanannya, profesi ini dinamai sebagai officium nobile, jabatan yang mulia.
Penamaan itu terjadi adalah karena aspek “kepercayaan” dari (pemberi kuasa,
klien) yang dijalankannya untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-
haknya di forum yang telah ditentukan.
Istilah pengacara berkonotasi dengan jasa profesi hukum yang berperan dalam
suatu sengketa yang dapat diselesaikan di luar atau di dalam sidang pengadilan.
Dalam profesi hukum, dikenal istilah beracara yang terkait dengan pengaturan
hukum acara dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Perdata. Istilah pengacara dibedakan dengan istilah
Konsultan Hukum yang kegiatannya lebih ke penyediaan jasa konsultasi hukum
secara umum.
Pembelaan dilakukan oleh pengacara terhadap institusi formal (peradilan)
maupun informal (diskursus), atau orang yang mendapat sertifikasi untuk
memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Di Indonesia,
untuk dapat menjadi seorang pengacara, seorang sarjana yang berlatar belakang
Perguruan Tinggi hukum harus mengikuti pendidikan khusus dan lulus ujian

5
profesi yang dilaksanakan oleh suatu organisasi pengacara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengacara pada Zaman Dulu di Indonesia?
2. Bagaimana Pengacara pada Zaman Sekarang di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah yang berjudul PENGACARA ZAMAN
DULU DAN SEKARANG DI INDONESIA ini adalah :
1. Untuk menambah pengetahuan tentang pengacara zaman dulu
2. Untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana pengacara zaman sekarang

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dalam penulisan makalah yang berjudul PENGACARA ZAMAN
DULU DAN SEKARANG DI INDONESIA ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta sumbangan


bagi pengembangan dan pengkajian ilmu hukum, khususnya yang berkaitan
dengan Pengacara Negara dalam pemberian bantuan hukum sesuai dengan
peraturan yang ada.

2. Manfaat praktis

Secara praktis hasil penulisan ini diharapkan pembaca dapat memperoleh


manfaat dengan mengetahui kondisi program bantuan hukum yang mengalami
banyak hambatan atau kendala dalam perkembangannya. Dengan demikian, akan
menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya Pengacara sebagai penegak hukum
sebagai sarana perlindungan hak dan kepentingan masyarakat yang berkaitan
dengan masalah-masalah hukum.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengacara Zaman Dulu


Para Pengacara di Indonesia pada zaman dulu mengabdikan kepada
masyarakat dan tidak hanya untuk dirinya sendiri, serta berkewajiban untuk turut
menegakkan hak asasi manusia, dan mereka menolong orang-orang yang terjebak
dengan hukum dan melanggar aturan tanpa mengharap menerima imbalan atau
honorarium. Orientasi mereka banyak mengenai bantuan hukum terhadap orang
miskin.
Pada zaman Romawi di Indonesia pemberian bantuan hukum oleh Patronus
hanyalah didorong oleh motivasi untuk mendapat pengaruh dalam masyarakat.
Kala di Indonesia dikenal dengan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma
khususnya kepada masyarakat miskin dan buta hukum. Pada zaman ini pemberian
bantuan hukum dari penguasa hanyalah didorong oleh motivasi untuk
mendatangkan pengaruh dalam masyarakat.
Indonesia memiliki sejarah tentang advokat dimulai dari Zaman Hindia
Belanda. Pada zaman ini para pihak yang berperkara diwajibkan untuk mewakili
kepada seorang prosureur yaitu seorang ahli hukum yang untuk itu mendapat
perizinan dari pemerintah. Kewajiban ini tertuang dalam pasal 106 (1) Reglement
of de Burgenlijke Rechtsvordering (B.Rv) bagi penggugat sedangkan untuk
tergugat dalam pasal 109 (B.Rv). Zaman ini pula dikenal dengan adanya 2 (dua)
sistem peradilan.
1. Hierarki peradilan untuk orang-orang Eropa yang dipersamakan
(Residentie gerecht, Raad van Justitie, dan Hoge Rechtshof).
2. Hierarki peradilan untuk orang-orang pribumi atau masyarakat Indonesia
asli yang dipersamakan (District Gerecht Regent Cheps Gerecht, dan
Lanraad).
Dalam prakteknya orang Belanda yang berada di Indonesia lebih
diutamakan dari pada orang asli Indonesia. Pengacara terbatas dalam memberikan
bantuan hukum jika mereka bersedia, bersedia membela orang-orang yang
dituduh diantara hukuman mati dan atau hukuman seumur hidup.

7
Keberadaan Pengacara ini sangat membatu dalam proses beracara di
Pengadilan kepada kliennya, karena pada zaman pemerintahan Hindia Belanda
sangat sulit untuk menjadi seorang Pengacara, diantaranya harus Doctor atau
Mester Inde Rechten, dan sudah magang selama 3 (tiga) tahun, itu pun juga harus
lulusan dari Universitas Negeri Belanda atau RHS di Jakarta, diangkat oleh
Gubernur Jendral dan lulus ujian mata kuliah Hukum Perdata, Hukum Pidana,
Hukum Dagang, dan Hukum Tata Negara.
Pengacara pada zaman Hindia Belanda ini sangat mahal sehingga hanya
orang-orang yang memiliki status tinggi saja yang dapat mewakilkan perkaranya
di Pengadilan, karena kebanyakan orang pribumi sangat miskin karena selain
merampas kekayaan di Indonesia mereka juga memaksa orang Indonesia untuk
bekerja membangun infrastruktur bangunan maupun jalan agar mempermudah
transportasi mereka, padahal untuk beracara di Pengadilan harus benar-benar
orang yang tahu tata cara serta memahami mengenai hukum, atau setidaknya ada
nasehat-nasehat yang diberikan kepada orang yang terjebak dengan hukum karena
melanggar peraturan yang ada.
Dalam beracara masalah pidana jika terdakwa buta akan hukum dan tidak ada
Pengacara yang membantunya untuk memberikan pertolongan maupun nasehat-
nasehat yang baik tentang hukum, karena perkataan yang keluar dari terdakwa
dapat menjadi bumerang bagi dirinya dan memperberat hukumannya, begitu
halnya dengan beracara masalah perdata, seorang hakim sangat memerlukan
penjelasan-penjelasan yang berguna dan berfaedah dalam hukum, agar suatu
putusan yang dilakukan oleh hakim benar-benar tepat, perlu adanya pengacara
untuk menjelaskan semua itu, keberadaannya untuk menghindarkan segala hal
yang tidak berfaedah dan tidak berguna, karena dalam beracara di Pegadilan butuh
waktu, tenaga dan pikiran untuk dapat sampai pada putusan hakim.
Legalisasi tentang advokat-prosureur ini dalam zaman Pemerintahan Hindia
Belanda atau Rechterlijke Organisation (RO) yakni: S.1847 – 23 jo S.1848-57.
Para advokat sekaligus menjadi pengacara, sifat dan pemberi jasa dalam pekerjaan
yang bersangkutan dengan jasa, ditetapkan dengan peraturan mengenai hukum
acara perdata dan hukum acara pidana (R.v. 23, 28 dst.,S.v 101, 120, 180).

8
“Menurut Adnan Buyung Nasution, bahwa advokat pertama bangsa Indonesia
adalah Mr. Besar Martokoesoemo yang baru membuka kantornya di Tegal dan
Semarang pada tahun 1923”.
Pada Zaman Balatentara Jepang di Indonesia zaman ini sangat berbeda dengan
zaman Hindia Belanda, karena terlihat dengan adanya pemberian hak sama
kepada pribumi maupun orang-orang Belanda di muka Pengadilan di mana
sebelumnya adanya perbedaan perlakuan di Pengadilan antara golongan Eropa
dan golongan pribumi asli Indonesia, karena terjadi pelegalan dengan munculnya
Undang-undang No.1 Tanggal 7 Maret 1942, untuk Jawa Madura yang dilakukan
Balatentara Jepang yang bernama Dai Nippon.
Tepatnya pada bulan April 1942 terjadi sebuah pengaturan yang dilakukan
oleh Balatentara Jepang yaitu mengenai susunan dan kekuasaan pengadilan.
Adapun pengaturan tersebut mengenai Pengadilan tingkat satu atau pengadilan
Negeri yang disebut Tihoo Hooin dan untuk perkara tingkat kedua disebut Koo
Too Hooin. Mengenai asas kebebasan beracara bagi orang yang berperkara di
Pengadilan tidak boleh sendiri dan jika yang bersangkutan sedang sakit dapat
diwakili orang tua atau walinya.
Inti dari asas tersebut yaitu tidak harus menggunakan jasa bantuan hukum
dalam beracara di pengadilan dan dapat pula diwakilkan, jika terdakwa benar-
benar sakit atau tidak bisa beracara di Pengadilan keberadaan ini berlanjut hingga
tahun 1946, sehingga kekuasaan Jepang telah merata di Indonesia.
Zaman Republik Indonesia atau zaman kemerdekaan, setelah kemerdekaan
Republik Indonesia, kondisi pengacara Indonesia sebagaimana ditemukan pada
masa penjajahan Belanda terus berlanjut akibat pilihan konstitusinya, yaitu pasal 2
aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: Segala
Badan Negara dan peraturan yang masih ada langsung berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Secara otomatis produk
hukum yang diberlakukan tetap masih berlaku selama produk hukum tersebut
belum ada yang baru atau yang menggantikannya.

9
B. Pengacara Zaman Sekarang
Sejarah panjang pengacara setelah Indonesia merdeka, pada masa demokrasi
terpimpin, masa orde lama, orde baru sampai sekarang eksistensi pengacara dalam
sistem hukum di Indonesia jelas dipengaruhi oleh idiologi kolonial yang
memperkecil ruang gerak bagi perkembangan pengacara Indonesia. Kemudian
secara nyata diakhir perkembangannya peran eksternal pengacara lebih banyak
digantikan oleh lembaga-lembaga bantuan hukum

Konsep bantuan hukum pada masa sekarang ini telah dihubungkan dengan
cita-cita negara kesejahteraan (welfare state), sehingga hampir setiap
pemerintahan dewasa ini membantu program bantuan hukum sebagai bagian dari
program, serta fasilitas kesejahteraan dan keadilan sosial.
Sesuai dengan instruksi Jaksa Agung R.I. Nomor: Ins. 002/Q/9/1994 tanggal 1
September 1994 tentang tata 10 laksana bantuan hukum, agar kejaksaan
melaksanakan bantuan hukum tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada dengan
berpegang pada asas tertib, sederhana dan hasil guna yang optimal. Adapun arti
dari bantuan hukum adalah pemberian jasa hukum kepada instansi pemerintah
atau lembaga negara, berdasarkan surat kuasa khusus.
Pada sekarang ini sulit untuk menemui Pengacara yang memberi bantuan
hukum secara pro bono. Banyak faktor yang menyebabkan pengacara enggan
untuk langsung memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Ada yang merasa
dulu sudah pernah melakukan. Ada juga yang menganggap lebih baik
memberikan dananya ke LBH yang fokus pada upaya pro bono. Tidak adanya
insentif dari pemerintah juga dinilai turut berpengaruh. Misalnya hanya firma
hukum yang anggotanya pernah memberikan bantuan hukum pro bono yang boleh
ikut tender-tender pemerintah.
Selain itu, ketiadaan upaya paksa dari organisasi menyebabkan kewajiban
memberikan bantuan hukum cuma-cuma tidak bisa ditegakkan. Untuk mengatasi
persoalan itu, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan. Misalnya, memberikan
bantuan hukum terhadap orang miskin sebagai salah satu syarat untuk

10
mendapatkan lisensi advokat. Bisa juga opsi lain, kantor-kantor pengacara besar
membentuk divisi khusus probono atau divisi public services, atau opsi-opsi
lainnya
Zaman sekarang dalam masa kerjanya, seorang pengacara dibutuhkan jasanya
untuk mendampingi klien mendapatkan hak-haknya terlepas ia bersalah atau tidak
di depan hukum. Menjadi seorang pengacara bukanlah hal yang mudah, sebab
selain berhak menyatakan pendapat dan membela klien, pengacara harus
mematuhi kode etik profesinya. Lebih dari itu, untuk menjadi seorang pengacara
harus melewati tahapan pendidikan serta ujian tertentu.
Ketetapan yang ada dalam undang-undang juga menjadi dasar seorang
pengacara zaman sekarang menjalani tugasnya. Ia tidak diperbolehkan untuk
memberikan perlakuan yang berbeda pada klien berdasarkan agama, ras, budaya,
kelamin, suku, politik, kepentingan pribadi, serta latar belakang sosial. Oleh sebab
itu, profesi ini diharapkan dapat menjunjung tinggi asas keadilan serta kejujuran.
Penting bagi praktisi hukum untuk menomor satukan integritas, memberikan
bantuan yang layak kepada pengadilan, dan meningkatkan kepercayaan publik
terhadap sistem hukum. Dalam menjalankan tugasnya, mereka diminta dan
diharapkan untuk bisa berinteraksi dengan anggota lain dari profesi hukum
dengan mengedepankan kesopanan dan integritas.
Pengacara selain menjadi profesional, juga petugas pengadilan yang
memainkan peran penting dalam administrasi peradilan. Sidharta (2015)
menyatakan bahwa pada masa kini, kode etik itu pada umumnya bersifat tertulis
yang ditetapkan secara formal oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Pada
dasarnya, kode etik itu bertujuan menjaga martabat profesi yang bersangkutan di
satu pihak, dan melindungi pasien atau klien (warga masyarakat) dari
penyalahgunaan keahlian dan/atau otoritas profesional di Lain pihak.
Pengacara Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, bersikap kesatria, jujur dalam mempertahankan keadilan
dan kebenaran dilandasi oleh moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam
melakanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia, Kode Etik Advokat, serta sumpah jabatannya.

11
Pada Zaman sekarang seorang pengacara juga harus dapat menguasai
teknologi digital. Karena di era persaingan global yang semakin sengit dan
perkembangan teknologi yang semakin pesat, manusia dituntut untuk dapat keep
up dengan segala perubahan yang terjadi. Kemampuan untuk memanfaatkan
teknologi yang terus berkembang dibutuhkan sebagai basic skill untuk bersaing
dengan kebutuhan pasar global.
Perubahan yang disebabkan oleh munculnya teknologi informasi. Suka atau
tidak, dinamika hukum dan teknologi sedang terjadi dan tidak terelakkan. Namun,
dampaknya tidak merata dalam industri hukum sehingga membuka peluang baru
sementara mematikan peluang yang lain. Saat ini pengacara muda menjadi bagian
dari periode inovasi teknologi, dan hal ini akan mengubah praktik mereka. Salah
satu strategi menghadapi periode ini adalah mempelajari hal-hal baru dan
memanfaatkan peluang yang ada. Perubahan otoritas dan penggunaan hukum
karena akses ke bidang hukum berbeda dari masa-masa sebelumnya, kini setiap
orang perlu bersekutu dengan teknologi informasi.

Zaman Sekarang aplikasi teknologi informasi dapat menggambarkan dampak


kemajuan teknologi, yaitu segala sesuatu dalam kehidupan kita terasa semakin
mudah, murah, dan efektif. Komunikasi digital, e-bisnis, dan bukti digital pun
semakin melimpah. Dalam hukum program perangkat lunak dan aplikasi mobile
menambah keamanan bagi praktik hukum seseorang, membantu penagihan,
manajemen, atau manajemen dokumen firma hukum, dan berguna dalam
penyusunan litigasi pengadilan.

Media sosial telah mengubah sifat formal praktik hukum menjadi lebih,
informatif dan lebih mudah diakses. Media sosial meningkatkan produktivitas,
dan memungkinkan para profesional hukum untuk mengajukan formulir sesuai
dengan tanggal yang ditentukan. Secara perlahan pengadilan mengikuti
perkembangan dengan memasang komputer di ruang sidang dan program
perangkat lunak yang memungkinkan sidang pengadilan yang kompleks dapat
diikuti dan didengar secara elektronik. Pengacara yang membawa troli berisi
tumpukan dokumen mungkin tidak akan terlihat lagi.

12
Saat ini, munculnya media sosial mengubah cara pengacara dalam
memasarkan firma atau praktik hukum mereka. Profil praktik hukum tampil di
LinkedIn, Facebook, blog pengacara, video You Tube, dan bahkan di halaman
Twitter pengacara. Media sosial adalah metode untuk menghasilkan bisnis untuk
praktik hukum, tetapi pada saat yang sama juga menambah perdebatan dalam
komunitas hukum. Beberapa aplikasi kini digunakan oleh firma hukum untuk
menunjang tugas mereka yang terkait dengan penelusuran hukum, penagihan, dan
sebagainya.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa Pengacara Zaman dulu
dan sekarang memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Pengacara zaman dulu
lebih banyak berfokus pada aspek hukum pidana dan perdata, Sedangkan
pengacara zaman sekarang lebih banyak berfokus pada aspek hukum bisnis dan
teknologi. Selain itu, pengacara zaman dulu lebih bekerja secara mandiri atau
dalam firma kecil, sedangkan pengacara zaman sekarang lebih banyak bekerja
dalam firma besar atau perusahaan hukum yang lebih besar.

B. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan di atas, maka penulis dengan segala


keterbatasan dan kerendahan hati, di akhir penulisan makalah ini ingin
memberikan saran yang sekiranya dapat berguna bagi semua pihak:

1. Agar Profesi Pengacara dapat menjalankan tugasnya dengan bijak dan


patut maka dalam menjalankan kewajibannya sebagai penegak hukum
harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
kode etik profesi. Profesi Pengacara tidak menjalankan tugas hanya untuk
mendapatkan segi materi atau lebih mengutamakan kepentingan pribadi.
tetapi berusaha untuk mencerminkan profesi terhormat (officium nobile)
kepada masyarakat.
2. Pengacara zaman sekarang harus lebih mengedepankan upaya mediasi dan
komunikasi dengan pihak lawan. Sehingga akan terjadi win win solution
di setiap kasus yang dihadapi. Ketika ada perkara kita buka seluas-luasnya
komunikasi antar pihak maka sebagai kuasa dari klien, tugas pengacara

14
zaman sekarang harus supel dan pandai berkomunikasi dengan pihak
lawan.

DAFTAR PUSTAKA

Hafidzi, A. (2015). Eksistensi Advokat Sebagai Profesi Terhormat (Officium


Nobile) dalam Sistem Negara Hukum di Indonesia. Jurnal Studi Islam dan
Humainora, 13(1).
Laksanto Utomo, S. H. (2020). Pengacara Cyber Profesi Hukum Kaum Milenial.
Lemabaga Studi Hukum Indonesia.
N. Muchiningtias, H. Setyowati (2018). Peran Advokat dalam Memberikan
Bantuan Hukum Kepada Masyarakat dalam Perspektif Hak Asasi
Manusia. The Role of Advocates in Providing Legal Assistance to the
Community in the Perspective of Human Rights, 167.
Ramadhani, R. (2020). Buku Ajar Hukum dan Etika Profesi Hukum.
Ramdan, A. (2014). Bantuan Hukum Sebagai Kewajiban Negara untuk Memenuhi
Hak Konstitusional Fakir Miskin. Jurnal Konstitusi, 233-255.
Rusdianto, R. (2015). Fungsi Kejaksaan Sebagai Pengacara Negara dalam
Perspektif Penegakan Hukum di Indonesia. Jurnal Cakrawala Hukum, 99-
108.
Suryana, M. d. (2010). Undang-undang Advokat Tonggak Sejarah Perjuangan
Profesi Advokat.
Zega, O. A. A. (2015). Konsep Negara Hukum, Demokrasi dan Konsultasi
Perspektif HAM di Indonesia. Lex Administratum, 3(4).

15

Anda mungkin juga menyukai