Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

TEORI HUKUM DAN IMPLEMENTASI PEMBENTUKAN HUKUM DI


INDONESIA

APRIANA YUSRI

H1A120013

KELAS A

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALU OLEO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan saya
kemudahan untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TEORI HUKUM
DAN IMPLEMENTASI PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA” ini sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Tanpa adanya berkat dan rahmat Allah SWT tidak
mungkin rasanya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Hukum. Saya mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan saran
dari bapak dosen, saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya dengan penuh kesadaran, menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kata sempurna. Maka dari itu kritik dan saran sebagai masukan bagi saya kedepan
dalam pembuatan makalah sangatlah berarti. Akhir kata saya mengucapkan mohon
maaf bila ada kata-kata dalam penyampaian yang kurang berkenan. Sekian dan terima
kasih.

penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.....................................................................................2

D. Manfaat....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Pengertian Hukum...................................................................................3

B. Tujuan Hukum.........................................................................................3

C. Jenis-jenis Hukum...................................................................................3

D. Pengertian Hukum Menurut Para Ahli....................................................4

E. Pengertian dan Ciri-ciri Teori Hukum...................................................10

F. Kebenaran Teoritik dan Kebenaran Hukum..........................................15

G. Urgensi Teori Hukum............................................................................16

H. Sumber-Sumber Teori Hukum..............................................................17

I. Teori Hukum..........................................................................................17

J. Teori-teori Hukum.................................................................................20

K. Peranan Struktur dan Infrastruktur Politik............................................45

L. Pengaruh Kelompok Kepentingan dalam Pembentukan Hukum..........47

ii
BAB III PENUTUP..............................................................................................49

A. Simpulan................................................................................................49

B. Saran......................................................................................................49

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................50

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peranan hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi perubahan


masyarakat perlu dikaji dalam rangka mendorong terjadinya perubahan sosial.
Pengaruh peranan hukum ini bisa bersifat langsung dan tidak langsung atau
signifikan atau tidak. Hukum memiliki pengaruh yang tidak langsung dalam
mendorong munculnya perubahan sosial pada pembentukan lembaga
kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh langsung terhadap masyarakat. Di sisi
lain, hukum membentuk atau mengubah institusi pokok atau lembaga
kemasyarakatan yang penting, maka terjadi pengaruh langsung, yang kemudian
sering disebut hukum digunakan sebagai alat untuk mengubah perilaku
masyarakat.

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa,


hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata
maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda
karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan
dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum
atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan
dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang
merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-
budaya yang ada di wilayah Nusantara.

B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan hukum ?


b. Apa tujuan dari hukum ?
c. Apa sajakah jenis-jenis hukum ?
d. Bagaimana pengertian hukum menurut para ahli ?
e. Bagaimana pengertian dan ciri-ciri teori hukum ?
f. Apa itu kebenaran teoritik dan kebenaran hukum ?
g. Apa yang dimaksud dengan urgensi teori hukum ?
h. Apa sajakah yang termasuk sumber-sumber teori hukum ?

1
i. Apa yang dimaksud teori hukum ?
j. Apa sajakah yang terkandung dalam teori-teori hukum ?
k. Bagaimana peranan struktur dan infrastruktur politik ?
l. Bagaimana pengaruh kelompok kepentingan dalam pembentukan hukum ?

C. Tujuan Makalah

Dengan adanya makalah ini, para mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan
memahami hal-hal di bawah ini:

a. Untuk mengetahui pengertian hukum


b. Untuk mengetahui tujuan hukum
c. Untuk mengetahui jenis-jenis hukum
d. Untuk mengetahui pengertian hukum menurut para ahli
e. Untuk mengetui pengertian dan ciri-ciri teori hukum
f. Untuk mengetahui kebenaran teoritik dan kebenaran hukum
g. Untuk mengetahui urgensi teori hukum
h. Untuk mengetahui sumber-sumber teori hukum
i. Untuk mengetahui teori hukum
j. Untuk mengetahui teori-teori hukum
k. Untuk mengetahui peranan struktur dan infrastruktur politik
l. Untuk mengetahui pengaruh kelompok kepentingan dalam pembentukan
hukum

D. Manfaat

Meningkatkan dan memperluas cakrawala bagi pembaca mengenai teori hukum


dan implementasi pembentukan hukum di Indonesia.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum

Hukum merupakan peraturan-peraturan hidup di dalam masyarakat yang dapat


memaksa orang supava menataati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan
sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mau patuh
menaatinya.

B. Tujuan Hukum

Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman,


kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.
Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses
pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap
orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.

C. Jenis-Jenis hukum

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan
sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan
Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang
tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh
kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.

Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan
warga negaranya. Atau Hukum yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan
tentang masyarakat dan menjadi Hukum perlindungan Publik.

Hukum Privat hukum yang mengatur kepentingan pribadi, atau hukum yang
mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang
lainnya dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Hukum Positif atau ius constitutum, adalah hukum yang berlaku saat ini di suatu
negara. Misalnya, di Indonesia persoalan perdata diatur dalam KUH Perdata,
persoalah pidana diatur melalui KUH Pidana, dll.

3
Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan
perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta
menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.

D. Pengertian Hukum Menurut Para Ahli

Adapun pengertian hukum menurut para ahli yang diantaranya yaitu:

1) Menurut Prof. Dr. Van Kan


Hukum merupakan segala peraturan yang mempunyai sifat memaksa yang
diadakan untuk mengatur dan melindungi kepentingan orang di dalam
masyarakat.
2) Menurut Bellfoid
Hukum merupakan aturan yang berlaku di suatu masyarakat yang mengatur tata
tertib masyarakat itu atas dasar kekuasaan yang ada pada masyarakat.
3) Menurut Duguit
Hukum merupakan tingkah laku anggota masyarakat, aturan yang
penggunaannya di saat tertentu di acuhan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan
atas kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan.
4) Menurut S.M. Amir, S.H
Hukum merupakan peraturan yang tersusun dari norma-norma dan sanksi-sanksi.
5) Menurut Van Apeldoorn
Hukum merupakan peraturan penghubung antar hidup manusia, gejala sosial
tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum, sehingga hukum menjadi
suatu aspek kebudayaan yaitu agama, adat, kesusilaan dan kebiasaan.
6) Menurut Plato
Hukum merupakan segala peraturan yang tersusun dengan baik dan teratur yang
mempunyai sifat mengikat hakim dan masyarakat.
7) Menurut Immanuel Kant
Hukum merupakan semua syarat dimana seseorang mempunyai kehendak bebas,
sehingga bisa menyesuaikan diri dengan kehendak bebas orang lain dan menaati
peraturan hukum mengenai kemerdekaan.
8) Menurut Borst
Hukum merupakan semua peraturan bagi perbuatan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, dimana saat pelaksanaan bisa dipaksakan dengan tujuan untuk
mendapat keadilan.

4
9) Menurut Austin
Hukum merupakan peraturan yang diciptakan guna memberi bimbingan kepada
makhluk yang berakal oleh makhluk berakal yang berkuasa atasnya.
10) Menurut Mr. E.M. Meyers
Hukum merupakan aturan yang mengandung pertimbangan kesusilan, hukum
ditujukan kepada perilaku manusia dalam masyarkat yang menjadi pedoman bagi
para penguasa nagara dalam menjalankan tugas.
11) Menurut Bambang Sunggono
Hukum merupakan sebagai subordinasi atau produk dari kepentingan politik.
12) Menurut A.L Goodhart
Hukum merupakan semua peraturan yang digunakan oleh pengandilan.
13) Menurut Abdulkadir Muhammad
Hukum merupakan semua peraturan baik itu tertulis atau tidak tertulis dan
mempunyai sanksi tegas terhadap para pelanggar hukum.
14) Menurut Abdul Whab Khalaf
Hukum merupakan tuntutan Allah yang berkaitan dengan perbuatan orang yang
sudah dewasa menyangkut perintah, larangan dan boleh tidaknya untyuk
melaksanakan atau meninggalkan sesuatu.
15) Menurut Aristoteles
Hukum merupakan kumpulan beraturan yang tidak hanya mengikat tapi juga
hakim untuk masyarakat, dimana undang-undang akan mengawasi hakim dalam
menjalankan tugasnya untuk menghukum para pelanggar hukum.
16) Menurut Karl Max
Hukum merupakan cerminan dari hubungan hukum ekonomis suatu masyarkat di
dalam suatu tahap perkembangan tertentu.
17) Menurut Drs. E. Utrecht, S.H
Hukum merupakan suatu himpunan peraturan yang berisi perintah dan larangan
yang mengatur tata tertib kehidupan di masyarakat dan harus dipatuhi oleh setiap
individu dalam masyarakat karena pelanggaran akan pedoman hidup dapat
mendatangkan tindakan dari lembaga pemerintah.
18) Menurut Leon Duguit
Hukum merupakan sepran gkat aturan tingkah laku anggota masyarakat dimana
aturan tersebut harus ditaati oleh masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan
bersama. Apabila dilanggar maka akan mendatangkan reaksi bersama terhadap
pelanggar hukum.

5
19) Menurut Sunaryati Hatono
Hukum merupakan tidak menyangkut kehidupan pribadi seseorang dalam
masyarakat, tetapi menyangkut dan mengatur berbagai aktivitas manusia dalam
hubungannnya dengan manusia lain.
20) Menurut Ridwan Halim
Hukum merupakan semua peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang intinya
peraturan itu berlaku dan diakui sebagai peraturan yang harus ditaati dan dipatuhi
dalam kehidupan di masyarakat.
21) Menurut Soerso
Hukum merupakan himpunan peraturan yang diciptakan oleh pihak berwenang
dengan tujuan untuk mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakt yang
mempunyai ciri perintah dan larangan bersifat memaksa dengan memberikan
sanksi bagi pelanggar hukum.
22) Menurut Tullius Cicerco
Hukum merupakan akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam kepada diri setiap
manusia untuk memutuskan segala sesuatu yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan.
23) Menurut M.H Tirtaatmidja
Hukum merupakan norma yang harus ditaati dalam tingkah laku dalam pergaulan
hidup dengan ancaman harus mengganti kerugian jika melanggar aturan tersebut
karena membahayakan diri sendiri atau harta.
24) Menurut R. Soeroso
Hukum merupakan kumpulan peraturan yang diciptakan oleh pihak berwenang
untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat dan memiliki ciri memerintah,
melarang atau memaksa dengan memberikan sanksi hukum bagi pelanggarnya.
25) Menurut Wasis Sp
Hukum merupakan seperangkat peraturan tertulis atau tidak tertulis yang dibuat
oleh pihak berwenang, bersifat memaksa, mengatur dan mengandung sanksi bagi
pelanggarnya. Ditujukan pada perilaku manusia agar kehidupan setiap orang dan
masyarakat terjamin ketertiban dan keamanannya
26) Menurut Phillip S. James
Hukum merupakan tubuh bagi aturan yang menjadi petunjuk bagi tingkah laku
manusia yang mempunyai sifat memaksa.
27) Menurut J.T.C Sumorangkit, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H.
Hukum merupakan peraturan yang mempunyai sifat memaksa yang menetapkan
tingkah laku manusia di masyarakat yang dibuat oleh badan resmi berwajib,

6
pelanggaran atas peraturan tersebut akan diambil tindakan dengan dikenai
hukuman.
28) Menurut Prof Achmad Ali
Hukum merupakan seperangkat asas-asas hukum, aturan-aturan hukum, norma-
norma hukum yang mangatur dan menetapkan perbuatan yang dilarang dan yang
benar, diakui oleh negara tetapi belum tentu dibuat oleh negara yang berlaku
tetapi belkum tentu dalam realitasnya berlaku karena ada faktor internal
“psikologi” dan faktor eksternal “politik, budaya, sosial, ekonomi” yang apabila
dilanggar akan mendapatkan sanksi.
29) Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum merupakan keseluruhan kaidah serta semua asa yang mangatur pergaulan
hidup dalam masyarkat dan bertujuan untuk memelihara ketertiban serta meliputi
berbagai lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai suatu
kenyataan dalam masyarakat.
30) Menurut Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H.
Menagatakan berabagai arti hukum, meliputi hukum dalam arti:
Ketentuan penguasa “keputusan hakim, undang-undang dan sebagainya”.
Petugas-petugasnya “penegak hukum”.
Sikap tindak.
Sistem kaidah.
Jalinan nilai “tujuan hukum”.
Tata hukum.
Ilmu hukum.
Disiplin hukum.
31) Menurut Thomas Aquinas
Hukum merupakan perintah yang berasal dari masyarakat dan apabila terjadi
pelanggar hukum, pelanggar akan diberikan sanksi oleh tetua masyarakat
bersama dengan semua anggota masyarakatnya.
32) Menurut Montesquieu
Hukum merupakan gejala sosial dan perbedaan hukum dikarenakan oleh
perbedaan alam, politik, etnis, sejarah dan faktor lain dari tatanan masyarakat,
untuk itu hukum suatu negara harus dibandingkan dengan hukum negara lain.
33) Menurut Wiryono Kusumo
Hukum merupakan semua peraturan baik tertulis atau tidak tertulis yang
mengatur tata tertib masyarakat dan kepada pelanggar hukum akan dikenai
sanksi. Tujuan hukum untuk mangadakan kebahagiaan, keselamatan dan
ketertiban dalam masyarakat.

7
34) Menurut Soetandyo Wigjosoebroto
Menyatakan bahwa tidak ada konsep tunggal tentang apa itu hukum, karena
sebanarnya hukum terdiri dari tiga konsep yaitu:
Hukum sebagai asas moralitas.
Hukum sebagai kaidah positif yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu.
Hukum sebagai institusi yang riil dan fungsional dalam hidup bermasyarakat.
35) Menurut Lily Rasjidi
Hukum bukan hanya sekedar norma tetapi juga institusi.
36) Menurut Satjipto Raharjo
Hukum merupakan karya manusia berupa norma-norma yanng berisi petunjuak
tingkah laku. Hukum merupakan cerminan dari kehendak manusia mengenai
bagaimana seharusnya masyarakat dibina dan kemana masyarakat harus
diarahkan. Pertama hukum harus rekaman dari ide yang dipilih oleh masyarakat
tempat hukum dibuat, ide tersebut berupa ide tentang keadilan.
37) Menurut Hans Kelsen
Hukum merupakan ketentuan sosial yang mengelola perilaku mutual antar
manusia yaitu ketentuan mengenai serangkaian peraturan yang mengelola
perilaku tertentu manusia “norma” hukum ialah ketentuan.
38) Menurut Grotius
Hukum merupakan perbuatan tentang moral yang menjamin keadilan.
39) Menurut Hugo de Grotius
Hukum merupakan peraturan tentang tindakan moral yang menjamin keadilan
pada peraturan hukum tentang kemerdekaan “law is rule of moral astion
obligation to that which is right”.
40) Menurut Eugen Ehrlich
Hukum merupakan sesuatu yang berkaitan dengan fungsi kemasyarakatan dan
memandang sumber hukum hanya dari legal story and jurisprudence dan living
law.
41) Menurut J.C.T Simorangkir
Hukum merupakan segala peraturan yang bersifat memaksa dan menentukan
segala sifat tingkah laku manusia dalam bermasyarakat dan dibuat oleh suatu
lembaga yang berwenang.
42) Menurut S.M. Amin
Hukum merupakan serangkaian peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-
sanksi. Tujuannya untuk menghadirkan ketertiban pada pergaulan manusia dalam
suatu masyarakat, sehingga ketertiban, keamanan terjaga dan terpelihara.

8
43) Menurut Olivecona
Hukum adalah aturan-aturan tentang kekusasaan, dimana aturan tersebut memuat
pola-pola tingkah laku bagi pelaksanaan kekuasaan.
44) Menurut Max Weber
Hukum adalah suatu kompleks dari kondisi-kondisi faktual yang ditentukan oleh
tindakan manusia.
45) Menurut Otje Salman
Hukum adalah suatu ilmu pengetahuan, kaidah,disiplin, lembaga sosial,tata
hukum, keputusan penguasa, petugas, proses pemerintah, sarana pengadilan
sosial, sikap, nilai-nilai dan seni.
46) Menurut Edmund Mezger
Hukum adalah suatu aturan yang mengikat pada perbuatan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu dengan sanksi berupa pidana.
47) Menurut J. Proudhon
Hukum adalah suatu asas yang mengatur keseimbangan yang goyah dan
pertentangan pokok yang ada dalam kenyataan sosial.
48) Menurut Hamaker
Hukum adalah serangkaian petunjuk yang hanya menunjuk secara mana biasanya
orang bertindak dalam pergaulannya dengan orang lain dalam masyarakat.
49) Menurut I Kisch
Didalam hukum terdapat tiga unsur pokok yaitu: unsur penguasa, unsur
kewajiban, dan unsur kelakuan.
50) Menurut Hendry Summer Maine
Hukum adalah produk penyesuaian sosial dalam masyarakat yang statis.
51) Menurut Frieddmann
Hukum adalah pendapat manusia yang dilahirkan dari suatu perasaan moral
manusia secara universal atau umum, sehingga hukum dijadikan sebagai
pedoman kehidupan.
52) Menurut Llywellin
Hukum merupakan sesuatu yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu
persengketaan.
53) Menurut Kantorowih
Hukum adalah seluruh aturan kemasyarakatan yang mewajibkan tindakan lahir
yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan.
54) Menurut K. Renner
Hukum adalah suatu perubahan masyarakat secara radikal dan tidak dan tidak
diikuti dengan perubahan struktur hukum.

9
55) Menurut Marhainis Abdul Hay
Hukum merupakan segala ketentuan yang mengatur tingkah laku orang didalam
pergaulan masyarakat.
56) Menurut John Stuar Mill
Hukum adalah suatu tindakan yang hendaknya ditujukan terhadap pencapaian
kebahagiaan.
57) Menurut Suardi Tasrif
Hukum merupakan sekumpulan peraturan-peraturan hidup yang bersifat
memaksa dan dibuat oleh yang berwenang yang berisi tentang suatu perintah atau
larangan atau izin untuk membuat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur
tata tertib kehidupan bermasyarakat.
58) Menurut Stammler
Hukum merupakan suatu struktur tertentu yang memberi bentuk pada tujuan-
tujuan manusia yang menggerakkan manusia untuk bertindak.
59) Menurut Saitnt Simon
Hukum adalah pertentangan antara masyarakat dan ekonomi dan blog besar dari
kelompok-kelompok lokal dan ekonomi merupakan pusatnya.
60) Menurut Soedikno Mertokusumo
Hukum adalah seluruh kumpulan peraturan- peraturan atau kaidah dalam suatu
kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku, yang berlaku dalam
suatu kehidupan bersama, yang bersifat memaksa dan adanya sanksi.
61) Menurut Soerojo Soekamto
Hukum adalah ilmu pengetahuan, sistem ajaran tentang kenyataan, kaidah atau
norma, tat hukum, keputusan pejabat, petugas,proses pemerintah, ajeg dan
hukum dalam arti jalinan nilai-nilai.

E. Pengertian dan Ciri-ciri Teori Hukum

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Teori memberikan
sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita
bicarakan secara lebih baik. Teori memberikan penjelasan dengan cara
mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan[1].
Terdapat keragu-raguan dari para akademisi tentang tempat dari disiplin teori
hukum dengan filsafat hukum, ilmu hukum, hukum normatif dan hukum positif.
Ada yang menyamakan antara filsafat hukum dengan teori hukum[2]. Menurut
Imre Lakatos, teori adalah hasil pemikiran yang tidak akan musnah dan hilang

10
begitu saja ketika teori lainnya pada dasarnya merupakan keanekaragaman dalam
sebuah penelitian[3]. Teori di sini berisi[4]:

1. Memahkotai system
2. Terdiri atas hukum-hukum ilmiah
3. Pernyataan-pernyataan umum yang memuat hubungan teratur antara fakta
atau gejala
4. Berfungsi untuk member eksplanasi, prediksi dan pemahaman terhadap
berbagai fakta atau gejala

Mengenai definisi teori hukum, belum adanya satu definisi yang baku. Banyak
pendapat para ahli mengenai disiplin teori hukum, antara lain:

1. Hans Kelsen
Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mnegenai hukum yang berlaku bukan
mengenai hukum yang seharusnya. Teori hukum yang dimaksud adalah teori
hukum murni, yang disebut teori hukum positif. Teori hukum murni,
makdusnya karena ia hanya menjelaskan hukum dan berupaya membersihkan
objek penjelasan dari segala hal yang tidak bersangkut paut dengan hukum.
Sebagai teori, ia menjelaskan apa itu hukum, dan bagaimana ia ada.

2. Friedman
Teori hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari esensi hukum yang
berkaitan antara filsafat hukum di satu sisi dan teori politik di sisi lain. disiplin
teori hukum tidak mendapatkan tempat sebagai ilmu yang mandiri, maka
disiplin teori hukum harus mendapatkan tempat di dalam disiplin ilmu hukum
secara mandiri[5].

3. Ian Mc Leod
Teori hukum adalah suatu yang mengarah kepada analisis teoritik secara
sistematis terhadap sifat-sifat dasar hukum, aturan-aturan hukum atau intitusi
hukum secara umum.

4. John Finch
Teori hukum adalah studi yang meliputi karakteristik esensial pada hukum
dan kebiasaan yang sifatnya umum pada sutau system hukum yang bertujuan
menganalisis unsure-unsur dasar yang membuatnya menjadi hukum dan
membedakannya dari peraturan-peraturan lain.

11
5. Jan Gijssels dan Mark van Hocke

Teori hukum adalah ilmu yang bersifat menerangkan atau menjelaskan


tentang hukum. Teori hukum merupakan disiplin mandiri yang
perkembangannya dipengaruhi dan sangat terkait dengan ajaran hukum
umum. Mereka memandang bahwa ada kesinambungan antara Ajaran Hukum
Umum dalam dua aspek sebagai berikut[6]

Teori hukum sebagai kelanjutan dari Aaran Hukum Umum memiliki objek
disiplin mandiri, diantara dogmatik hukum di satu sisi dan filsafat hukum di
sisi lain. Dewasa ini teori hukum diakui sebagai disiplin ketiga disamping
untuk melengkapi filsafat hukum dan dogmatik hukum, masing-masing
memiliki wilayah dan nilai sendiri-sendiri.

Teori hukum dipandang sebagai ilmu a-normatif yang bebas nilai, yang
membedakan dengan disiplin lain.

6. Bruggink

Teori hukum seluruh pernyataan yang saling berkaitan dengan system


konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum dan system
tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan. Pengertian ini mempunyai
makna ganda, yakni definisi teori sebagai produk dan proses.

Ada lagi yang mengatakan bahwa teori hukum itu adalah teori tentang tertib
manusia, karena ia memberi jawab tentang apa itu hukum secara berbeda yang
steategik bagi tertib dirinya, yang mewarnai teori hukum[7].

Dengan memperhatikan pendapat para ahli, rumusan tentang disiplin teori


hukum adalah sebagai berikut[8]:

a. Teori hukum sama pengertiannya dengan filsafat hukum;


b. Teori hukum berbeda pengertiannya dengan filsafat hukum;
c. Teori hukum bersinonim dengan ilmu hukum.

Dari penjelasan di atas, Lili Rasjidi dan Ira Thania Rashidi mencoba membedakan
antara teori hukum dengan filsafat hukum. Teori hukum adalah ilmu yang
mempelajari pengetian-pengertian pokok dan sistem dari hukum. Pengertian-
pengertian pokok seperti itu misalnya subjek hukum, perbuatan hukum, dan lain-
lain yang memiliki pengertian yang bersifat umum dan teknis. Pengertian-

12
pengertian pokok ini sangat penting supaya dapat memahami sistem hukum pada
umumnya maupun pada sistem hukum positif[9].

Selanjutnya Lili Rasjidi dan Ira Thania menjelaskan bahwa teori hukum
merefleksikan objek dan metode dari berbagai bentuk ilmu hukum[10]. Terdapat
dua pandangan besar mengenai teori hukum yang bertolak belakang namun ada
dalam satu realitas, seperti ungkapan gambaran sebuah mata uang yang memiliki
dua belah bagian yang berbeda. Pertama, pandangan yang didukung oleh tiga
argumen yaitu pandangna bahwa hukum sebagai suatu sistem yang pada
prinsipnya dapat diprediksi dari pengetahuan yang akurat tentang kondis sistem
itu sekarang, perilaku sistem ditentukan oleh bagian-bagian yang terkecil dari
sistem itu dan teori hukum mampu menjelaskan persoalannya sebagaimana
adanya tanpa berkaitan dengan orang (pengamat). Hal ini membawa kita kepada
pandangan bahwa teori hukum itu deterministik, reduksionis, dan realistik.
Kedua, pandangan yang menyatakan bahwa hukum bukanlah sebagai suatu sistem
yang teratur tetap merupakan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan
ketidakberatuan, tidak dapat diramalkan, dan bahwa hukum sangat dipengaruhi
oleh [ersepsi orang (pengamat) dalam memaknai hukum tersebut. Pandangan ini
banyak dikemukakan oleh mereka yang beraliran sosiologis dan post-modernis,
dimana mereka memandang bahwa pada setiap waktu mengalami perubahan, baik
kecil maupun yang besar, evolutif maupun revolusioner[11].

Teori hukum tidak hanya menjelaskan apa itu hukum sampai kepada hal-hal yang
konkret, tetapi juga pada persoalan yang mendasar dri hukum itu. Seperti yang
dikatakan Radbruch, yang dikutip Satjipto Rahardjo, tugas teori hukum adalah
membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada penjelasan
filosofis yang tertinggi. Teori hukum akan mempertanyakan hal-hal seperti:
mengapa hukum berlaku, apa dasar kekuatan yang mengikatnya, apa yang
menjadi tujuan hukum, bagaimana hukum dipahami, apa hubungannya dengan
individu dengan masyarakat, apa yang seharusnya dilakukan oleh hukum, apakah
keadilan itu, dan bagaimana hukum yang adil[12].

Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif.
Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah
filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum.
Teori hukum dipelajari sudah sejak zaman dahulu, para ahli hukum Yunani
maupun Romawi. Sebelum abad kesembilan belas, teori hukum merupakan
produk sampingan yang terpenting dari filsafat agama, etika atau politik. Para ahli

13
fikir hukum terbesar pada awalnya adalah ahli-ahli filsafat, ahli-ahli agama, ahli-
ahli politik.

Perubahan terpenting filsafat hukum dari para pakar filsafat atau ahli politik ke
filsafat hukum dari para ahli hukum, barulah terjadi pada akhir-akhir ini. Yaitu
setelah adanya perkembangan yang hebat dalam penelitian, studi teknik dan
penelitian hukum. Teori-teori hukum pada zaman dahulu dilandasi oleh teori
filsafat dan politik umum. Sedangkan teori-teori hukum modern dibahas dalam
bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Perbedaannya terletak
dalam metode dan penekanannya. Teori hukum para ahli hukum modern seperti
teori hukum para filosof ajaran skolastik, didasarkan atas keyakinan tertinggi
yang ilhamnya datang dari luar bidang hukum itu sendiri (Alan Banjarnahor,
http://tubiwityu.typepad.com/blog/2010/02/teori-hukum.html).

Berdasarkan pengertian mengenai teori hukum di atas maka dapat disimpulkan


bahwa cirri-ciri teori hukum sebagai berikut:[13]

1. Berpikir tentang hukum


2. Mencari segala sesuatu tentang hukum
3. Menanyakan yang mana yang merupakan hukum
4. Menanyakan apa isi system hukum
5. Tidak membentuk hukum yang ajeg
6. Memperoleh materiilnya ilmu hukum
7. Merupakan meta teori hukum
8. Merupakan refleksi dari teknik hukum
9. Cara ahli hukum berbicara hukum
10. Berbicara hukum dari perspektif yang tidak teknis yuridis dengan bahasa yang
tidak teknis yuridis pula
11. Menanyakan tentang dapat atau tidaknya digunakan teknis interpretasi yang
logis
12. Berbicara tentang pertimbanagan atau penalaran para ahli hukum
13. Tidak mempermasalahkan penyelesaian mana yang paling cocok
14. Meneliti pertimbangan para ahli hukum dan instrumentarium yang digunakan
para ahli hukum

14
F. Kebenaran Teoritik dan Kebenaran Hukum

Kebenaran teoritik dan kebenaran hukum berkaitan dengan banyaknya teori-teori


hukum dengan berbagai alirannya. Makna dari kebenaran teori dengan kebenaran
hukum tidaklah sama. Kebenaran teori merupakan dari hasil ujian dalam sintesa-
sintesa yang sudah dibuat dalam teori tersebut. Pengertian teori dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah (1) pendapat yang dikemukakan sebagai
keterangan mengenai suatu peristiwa; asas dan hukum umum yang menjadi dasar
suatu kesenian atau ilmu pengetahuan; (3) pendapat, cara, dan aturan untuk
melakukan sesuatu. Sedangkan teoretik atau teoretis yang sering kita sebut
dengan teoritik/teoritis, adalah berdasarkan pada teori, mengenai atau menurut
teori. Arti dari kebenaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
keadaan yang sesungguhnya. Kebenaran teoritik adalah kebenaran yang
sesuangguhnya atau sesuatu yang dianggap benar yang dilihat dari sudut pandang
pendapat para ahli, sedangkan kebenaran hukum adalah sesuatu yag dianggap
benar oleh para teoritisi tentang hukum berdasarkan aliran-aliran ilmu hukum
yang mereka anut tentang hukum itu sendiri.

Menurut pandangan aliran positivisme hukum, konsep hukum yang hendak


diketengahkan adalah hukum sebagai perintah manusia yang dibuat oleh badan
yang berwenang. Ada dua bentuk positivisme hukum, yakni Pertama positivisme
yuridis, yang berarti hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri yang perlu
diolah secara ilmiah. Tujuannya adalah pembentukan struktur rasional sistem
yurudis yang berlaku. Dalam positivisme yuridis, berlaku closed logical system,
yang berarti bahwa peraturan direduksikan daru undang-undang yang berlaku
tanpa perlu meminta bimbingan dari norma sosial, politik dan moral, dengan
tokoh von Jhering dan Austin. Kedua, positivisme sosiologis, hukum ditanggapi
terbuka bagi kehidupan masyarakat, yang harus diselidiki melalui metode-
metode alamiah[14].

Namun pandangan ini ditentang oleh aliran-aliran hukum lain diantaranya


realisme hukum. Aliran ini berpendapat bahwa hukum itu dibentuk tidak dari
penguasa, melainkan berasal hukum yang hidup dan tumbuh bersama
masyarakat. Hukum tidak dapat dipisahkan dari anasir-anasir sosiologis, dan
lebih mementingkan keadilan dalam masyarakat.

15
G. Urgensi Teori Hukum

Teori hukum merupakan ilmu disiplin tersendiri diantara dogmatik hukum dan
filsafat hukum, yang mempunyai perspektif interdisipliner dan eksternal secara
kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam
kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam kaitan
keseluruhan, baik dalam konsepsi teoretisnya maupun dalam penerapan
praktisnya, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan
memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang hukum dalam kenyataan
kemasyarakatan. Yang menjadi urgensi teori hukum adalah teori hukum
memiliki kegunaan diantaranya, (1) menjelaskan hukum dengan cara
menafsirkan sesuatu arti/pengertian, sesuatu syarat atau unsur sahnya suatu
peristiwa hukum, dan hirarkhi kekuatan peraturan hukum, (2) menilai suatu
peristiwa hukum, dan (3) memprediksi tentang sesuatu yang akan terjadi.
Menurut Radbruch, teori hukum memiliki tugas: membikin jelas nilai-nilai serta
postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosifisnya yang tertinggi.
Sedangkan Kelsen menyatakan bahwa teori hukum berfungsi untuk mengurangi
kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan. Teori hukum merupakan ilmu
pengetahuan mengenai hukum yang berlaku, bukan mengenai hukum yang
seharusnya. (http://www.forumbebas.com/thread-11519.html).

Kegunaan yang lain, teori hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, teori hukum
pembangunan, adalah mengundang banyak atensi, yang apabila dijabarkan aspek
tersebut secara global adalah sebagai berikut: Pertama, Teori Hukum
Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang diciptakan oleh orang
Indonesia dengan melihat dimensi dan kultur masyarakat Indonesia. Oleh karena
itu, dengan tolok ukur dimensi teori hukum pembangunan tersebut lahir, tumbuh
dan berkembang sesuai dengan kondisi Indonesia. Hakikatnya jikalau diterapkan
dalam aplikasinya akan sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat Indonesia
yang pluralistik. Kedua, secara dimensional maka Teori Hukum Pembangunan
memakai kerangka acuan pada pandangan hidup (way of live) masyarakat serta
bangsa Indonesia berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka
terhadap norma, asas, lembaga dan kaidah yang terdapat dalam Teori Hukum
Pembangunan tersebut relatif sudah merupakan dimensi yang meliputi structure
(struktur), culture (kultur) dan substance (substansi) Ketiga, pada dasarnya Teori
Hukum Pembangunan memberikan dasar fungsi hukum sebagai “sarana
pembaharuan masyarakat” (law as a tool social engeneering) dan hukum sebagai

16
suatu sistem sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang
sedang berkembang[15].

H. Sumber-Sumber Teori Hukum

Berkaitan dengan sumber-sumber teori hukum, teori hukum ini bersumber pada
pedapat para sarjana hukum tentang hukum, dan bagaimana mereka memaknai
hukum tergantung kepada aliran yang mereka anut untuk menjelaskan apa itu
hukum. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Radbruch, bahwa teori hukum
membikin jelas nilai-nilai serta postulat-postulat hukum sampai kepada landasan
filosofisnya yang tertinggi[16]. Contohnya, Hans Kelsen mengajarkan teori
hukum murni, yang mengatakan bahwa teori hukum murni adalah teori hukum
umum yang berusaha menjawab bagaimana hukum itu dibuat, dan bukan
menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya hukum itu dibuat. Ia mengatakan
murni karena teori tersebut mengarahkan kognisi (pengetahuan) pada hukum itu
sendiri, karena teori tersebut menghilangkan semua yang tidak menjadi objek
kognisi yang sebenarnya ditetapkan sebagai hukum tersebut, yakni dengan
membebaskan ilmu hukum dari semua elemen asing[17].

Karl Marx yang hidup pada masa revolusi industri, mengatakan bahwa hukum itu
alat legitimasi dari kelas ekonomi tertentu. Hukum itu hanya melayani
kepentingan ‘orang yang berpunya’, yang dimaksud disini adalah pemilik modal.
Teori Karl Max yang terkenal adalah hukum ada dalam bingkai infra-struktur,
supra-struktur. Infra-stuktur adalah fakta hubungan-hubungan ekonomi
masyarakat. Sedangkan supra-struktur adalah kelembagaan-kelembagaan sosial
non ekonomi, seperti hukum, agama, sistem politik, corak budaya dan
sebagainya[18].

I. Teori Hukum

Teori dalam dunia ilmu hukum sudah sangat penting keberadaannya, karena teori
merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori menurut para ahli
menganggap sebagai sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami
sesuatu masalah dalam setiap ilmu pengetahuan hukum.

Menurut sarlito wirawan sarwono, teori adalah serangkaian hipotesis atau


prposisi yang saling berhubungan tentang suatu gejala (fenomena) atau sejumlah
gejala. pengertian ini pada prinsipnya sudah cukup menggambarkan tentang apa

17
yang dimaksud dengan teori, namun tidak berarti pengertian tersebut adalah satu
– satunya pengertian tentang teori.

Ada beberapa pakar ilmu pengetahuan memberikan pengertian tentang teori


sebagai berikut :

1. M. Solly. Lubis. Mengemukakan bahwa teori adalah engetahuan ilmiah yang


mencangkup penjelasan mengenai suatu sektor tertentu dari sebuah disiplin
keilmuan
2. Ronny Hanitijo Soemitro berpendapat bahwa teori adalah serangkaian konsep,
definisi, dan proporsi yang saling berkaitan dan bertujuan untuk memberikan
gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena
3. Kartini kartono mengatakan bahwa teori adalah satu prinsip umum yang
dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala yang saling berkaitan

Berdasarkan pengertian para sarjana diatas, masih mengandung subjektivitas,


tergantung dari sudut mana memandang substansi teori tersebut. Begitu juga
halnya dalam ilmu hukum yang begitu luas dimana hukum hamper mengatur
seluruh aspek kehisupan masyarakat. Oleh karena itu dalam ilmu hukum terdapat
berbagai aliran teori atau mazhab yang juga cenderung lahir dari segi sudut
pandang dari masing – masing sarjananya. Berbagai pertanyaan tentang hakikat
hukum misalnya, memunculkan teori para juris yang didasarkan pada aliran
pemikiran yang dianut.

Aliran teori pemikiran tersebut, oleh kalangan juris banyak yang menyebutnya
dengan teori hukum, diantaranya Satjipto Rahardjo. Yang menjelaskan :

Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum
positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekostruksikan
kehadiran teori hukum itu secara jelas. Pada saat orang – orang mempelajari
hukum positif, ia sepanjang waktu dihadapkan pada peraturan – peraturan hukum
dengan segala cabang kegiatan dan permasalahannya seperti kesahannya,
penafsirannya, dan sebagainya

Aliran teori pemikiran dalam ilmu hukum timbul karena adanya perbedaan sudut
pandang antara sarjana hukum dalam mengkaji tentang hukum. Ada sarjana
mengkaji ilmu hukum itu dari sudut pandang sejarah, sosiologi, filsafat, dan
bahkan sari sudut hukum itu sendiri.

18
Pandangan dari sudut sejarah memandang bahwa hukum yang berlaku sekarang
ini berbeda dengan hukum pada waktu yang lampau dan mungkin juga berbeda
dengan hukum pada waktu yang akan datang. Pendekatan dari sudut sosiologi
mengkaji hukum itu hanyalah sebagai gejala masyarakat.

Dari sudut filsafat, hukum merupakan hasil pemikiran manusia yang senantiasa
berkembang sesuai dengan logika akal manusia. Adaun dari segi hukum itu
sendiri mencoba mempelajari dari segi hukum terlepas dari unsur – unsur
kebudayaan, politik, social, dan ekonomi.

Adapun aliran – aliran (mazhab) teori tentang hukum berdasarkan sarjananya


dapat dilihat antara lain seperti :

1. C. S. T. Kansil, aliran mazhab teori ilmu hukum terdiri atas :


a) Mazhab hukum alam
b) Mazhab sejarah
c) Teori teokrasi
d) Teori kedaulatan rakyat
e) Teori kedaulatan Negara
f) Teori kedaulatan hukum

2. Pipin Syarifin, aliran mazhab teori ilmu hukum terdiri atas :


a) Ajaran hukum alam
b) Teori perjanjian masyarakat
c) Aliran sejarah
d) Teori kedaulatan Negara
e) Teori kedaulatan hukum

3. Soerjono Soekanto, aliran mazhab teori ilmu hukum terdiri atas :


a) Mazhab formalistis
b) Mazhab sejarah dan kebudayaan
c) Aliran utilitarianisme
d) Aliran sosiological jurisprudence
e) Aliran realism hukum

19
4. B. Daliyo (dkk) aliran mazhab teori ilmu hukum terdiri atas :
a) Mazhab hukum kodrat
b) Mazhab sejarah
c) Mazhab imperatif
d) Mazhab sosiologis
e) Mazhab fungsional

5. Marwan Mas, aliran mazhab teori ilmu hukum terdiri atas :


a) Aliran hukum alam
b) Aliran hukum positiveme dan utiliarianisme
c) Aliran historis
d) Aliran sosiologis
e) Aliran antropologis
f) Aliran realis

6. Satjipto Rahardjo, aliran mazhab teori ilmu hukum terdiri atas :


a) Teori – teori yunani dan romawi
b) Hukum alam
c) Positiveme dan utiliarianisme
d) Teori hukum murni
e) Pendekatan sejarah dan antropologis
f) Pendekatan – pendekatan sosiologis
g) Realisme baru

J. Teori-teori Hukum

Setelah membicarakan pendapat para sarjana tentang aliran – aliran (mazhab)


atau teori tentang hukum, berikut ini hanya akan dibahas aliran mazhab yang
dikemukakan oleh C. S. T. Kansil dan Satjipto Rahardjo.

1. Teori- Teori Yunani dan Romawi

Pada abad ke 5 sebelum masehi merupakan masa kemajuan, tingginya tingkat


perkembangan social, politik, dan spiritual dari Negara kota di yunani yang
memunculkan problem kehidupan politik dan sosial sehingga pada satu abad
kemudian yakni abad ke 4 sebelum masehi para filsuf besar memulai insfaf
tentang peranan manusiadalam memberntuk hukum seperti :

20
a. Socrates menuntut supaya para penegak hukum mengindahkan keadilan
sebagai nilai yang melebihi manusia

b. Plato dan Aristoteles sudah mulai mempertimbangkan manakah aturan


yang adil yang harus dituju oleh hukum, walaupun mereka tetap juga mau taat
pada tuntutan alam.

Plato banyak menulis buku yaitu :

a. Politcia (Negara)
b. Politokos (ahli Negara)
c. Nomoi (undang-undang)

Aristoteles adalah murid Plato. Mengenai hakikat Negara aristoteles berpendapat


bahwa Negara itu dimaksudkan untuk kepentingan warga negaranya agar mereka
dapat hidup baik dan bahagia, menurutnya hukum dibagi menjadi dua kelompok

a. Hukum alam atau hukum kodrat yang mencerminkan aturan alam.


Hukum alam ialah merupakan suatu hukum yang selalu berlaku dan tidak
pernah berubah, karena kaitannya dengan aturan alam

b. Hukum positif yang dibuat manusia


Pembentukan hukum ini selalu harus dibimbing oleh suatu rasa keadilan
dengan prinsip equity (kesamaan) yang kemudian melahirkan keadilian
distributif dan keadilan korektif.

Pada zaman romawi perkembangan ilmu hukum sudah mulai dikembangkan


cicerio (106-43SM). Konsep hukum alam ini diartikan sebagai prinsip yang
meresapi alam semesta, yaitu akal, yang menjadi dasar dari hukum keadilan.
Kemudian cicerio membicarakan hubungan hukum alam dan hukum positif.
Hukum positif harus didasarkan pada asas – asas hukum alam, jika tidak
demikian halnya dan hukum positif bertentangan dengan hukum alam maka ia
tidak mempunyai kekuatan dalam undang – undang.

Dalam perkembangan berikutnya, gaius membedakan antara ius civile ( yang


berlaku khusus untuk suatu Negara tertentu) dengan ius gentium yakni suatu
hukum yang diterima semua bangsa sebagai dasar kehidupan bersama yang
beradab. Hukum romawi mengalami perkembangan pada kekaisaran Roma
Timur atau Byzantium, lalu diwarisi kepada generasi selanjutnya dalam bentuk
suatu kodek huku.

21
Pada tahun 522-534 M seluruh perundangan kekaisaran romawi dikumpulkan
dalam suatu Kodeks atas perintah Kaisar Yustinianus. Kodeks itu dinamakan
juga Codex luris Romani, atau Codex lustinianus, atau Corpus luris Civilis
(CIC). Kemudian kodeks ini diresepsi dalam hukum negara-negara Eropa ada
abad ke-15 dan 16. Melalui jalan Romawi kuno menjadi sumber utama dari
hukum perdata modern.

2. Teori Hukum Alam

Lahirnya hukum alam pada dasarnya merupakan sejarah umat manusia dalam
usahanya untuk menemukan apa yang dinamakan absolute justice (keadilan
yang mutlak) di samping sejarah tentang kegagalan umat manusia dalam
mencari keadilan tersebut. Selama sekitar 2.500 tahun yang lalu, muncul
pemikiran tentang hukum alam dalam berbagai bentuknya, sebagai suatu
ungkapan untuk mencari hukum ideal yang lebih tinggi dari hukum positif.

Upaya mencari hukum yang lebih ideal ini berkembang seiring dengan
perkembangan zaman. Ajaran hukum alam telah banyak dipergunakan oleh
pelbagai bagian masyarakat dan generasi, untuk mengungkapkan aspirasinya.
Dalam sejarah tercermin bahwa ajaran hukum alam dapat dipergunakan
sebagai senjata untuk perkembangan politik dan hukum.

Aliran hukum alam menyebut “hukum itu langsung bersumber dari Tuhan,
bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh
dipisahkan”. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles, dan Zeno (pendiri
aliran stoic).

Pada prinsipnya bahwa penganut hukum alam memandang hukum dan moral
merupakan pencerminan dan pegaturan secara internal dan eksternal dari
kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.

Hukum alam sesungguhnya merupakan suatu konsep yang mencakup banyak


teori di dalamnya yang memunculkan dari masa ke masa. Oleh karena itu,
tidak mustahil di antara para ahli hukum terdapat perbedaan pandangan,
penilaian dalam menafsirkan, dan mengartikan hukum alam tersebut. Hal ini
di antaranya dapat dilihat sebgai berikut.

a) Soedjono Dirdjosisworo menjelaskan, bahwa hukum alam adalah ekspresi


kegiatan dari kegiatan manusia yang mencari keadilan sejati yang mutlak.

22
b) Surojo Wignjodipuro mengatakan, bahwa hukuma alam adalah hukum yang
digambarkan berlaku adil, sifatnya kekal (tidak dapat dirubah lagi), berlaku
dimana pun dan pada zaman apa pun juga.
c) Aristoteles dalam C.S.T Kansil mengatakan, bahwa hukum alam adalah
hukum yang oleh orang-orang berpikiran sehat dirasakan sebagai selaras
dengan kodrat alam.

Kemudian Thomas Aquinas (1225-1274) sebgai salah satu penganut hukum alam
dari aliran scholastik pada pertengahan, memadukan ajaran Aristoteles dengan
dogma agama kristen.

Menurut Thomas Aquinas bahwa dunia ini diatur oleh akal ketuhanan, hukum
ketuhanan adalah yang tertinggi. Thomas Aquinas membagi hukum ke dalam
empat golongan, yaitu :

a. Lex Aeterna, rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala sesuatu dan
merupakan sumber dari segala hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh
panca indera manusia;
b. Lex Divina, bagian dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia
bedasarkan waktu yang diterimanya;
c. Lex Naturalis, hukum alam, yaitu penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio
manusia;
d. Lex Positivis, hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hukum alam
oleh manusia berkaitan dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan
dunia. Hukum positif ini terdiri atas hukum positif yang dibuat oleh Tuhan
seperti terdapat dalam kitab-kitab suci dan hukum positif buatan manusia.

Mengenai konsepsi tentang hukum alam (lex naturalis) ini, Thomas Aquinas
membagi asa hukum alam (lex naturalis) itu dalam dua jenis, yaitu (a) principia
prima, dan (b) principcia scundaria. Principcia prima merupakan norma
kehidupan yang berlaku fundamental, universal, dan mutlak serta kekal (berlaku
bagi segala bangsa dan masa).

Adapun principcia scundaria, yaitu norma-norma kehidupan yang diturunkan dari


principcia prima tidak berlaku mutlak dan dapat berubah menurut tempat dan
waktu.

23
Dengan demikian, principcia scundaria itu adalah penafsiran manusia dengan
menggunakan rasionya terhadap principcia prima. Penafsiran manusia itu
bermacam-macam, dapat baik atau buruk. Karena kadang-kadang ditafsirkan
dengan tujuan untuk kepentingan sendiri, principcia secundaria ini tidak mengikat
masyarakat umum. Akan tetapi, baru dapat mengikat secara umum apabila hukum
positif memberikan kepada norma-norma ini kekuasaan mengikat misalnya dalam
bentuk undang-undang.

Dalam kiprahnya, aliran hukum alam senantiasa berpedoman bahwa hukum yang
benar adalah hukum yang berasal dari Tuhan, sebagai hukum kodrat yang sesuai
dengan alam kemudian dicurahkan ke dalam jiwa manusia, suatu hukum yang
abadi dan tidak berubah-ubah.

Pada hakikatnya, menurut teori hukum alam pada kaedah yang sifatnya universal.
Ia selalu merindukan adanya hukum yang lebih tinggi dan eksis daripada hukum
postif. Hukum alam sebagai kaedah yang bersifat universal, abadi, dan berlaku
mutlak, ternyata dalam kehidupan modern sekalipun tetap akan eksis yang
terbukti dengan semakin banyaknya orang membicarakan masaha hak asasi
manusia (HAM).

Pada abad ke-17 muncullah seorang yang meletakkan dasar bagi hukum alam
modern, yaitu Huge de Groot (Grotius 1583-1645) dengan karyanya De jure Belli
ac Pacis (hukum perang dan damai) menjadikan akal sebgai barang yang sama
sekali berdiri sendiri, dasar baru untuk pandanganya tentang negara dan hukum.

Huge de Groot berpendapat bahwa hukum alam bersumber dari akal manusia,
yaitu pencetusan dari pikiran manusia, apakah sesuatu tingkah laku manusia
dipandang baik atau buruk, apakah tindakan manusia itu dapat diterima atau
ditolak atas dasar kesusilaan alam. Sebab penilaian terhadap tingkah laku manusia
itu satu denga lainnya harus didasarkan asat kesusilaan alam tersebut.

Thomas Hobbes (1588-1679) dengan karyanya De Cive (tentang warga negara),


dan Leviathan or the Matter, Form and Power of a Commonwealth, Ecclesiastical
and Civil (Leviathan, atau pokok, bentuk dan kekuasaan suatu hidup bersama,
baik gerejani maupun sipil), John Locke (1632-1704) dengan karyanya Two
Treatises of Civi Goverment (dua karangan mengenai pemerintahan sipil), dan
Jean Jacques Rousseau (1712-1778) dengan karyanya Du Contract Social ou
Principes du droit Politique (tentang kontrak sosial atau prinsip-prinsip hukum
politik).

24
Ketiga ahli pikir tentang negara dan hukum di atas merupakan pelopor teori
perjanjian masyarakat (sosial contract). Menurut perjanjian masyarakat bahwa
hukum dibentuk bedasarkan perwujudan kemauan orang dalam masyarakat
bersangkutan yang ditetapkan oleh negara (yakni alat perlengkapannya), yang
mereka bentuk bersama karena suatu perjanjian, dan orang menaati hukum karena
perjanjian tersebut.

Selanjutnya, pada abad ke-19 Rudolf Stammler (1856-1939 juga termasuk


kedalam aliran hukum alam. Dasar dari hukum alamnya adalah kebutuhan
manusia. Karena kebutuhan manusia ini berubah-ubah sepanjang waktu dan
tempat, akibatnya hukum alam yang dihasilkannya juga berubah-ubah setiap
tempat dan waktu. Rudolf Stammler berpendapat bahwa adil tidaknya sesuatu
hukum terletak pada dapat tidaknya hukum itu hukm itu memenuhi memenuhi
kebutuhan manusia.

a. Keseriusan umat manusia akan kerinduan terhadap keadilan, merupakan hal


esensi yang berharap adanya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum
positif. Hukum alam yang bersifat abadi sebagai dasar dan alasan bagi
hukum positif untuk memperoleh kekuatan mengikat. Instrumen utama pada
saat hukum perdata Romawi kuno ditransformasikan menjadi suatu sistem
Internasional yang luas.
b. Menjadi senjata yang dipakai oleh kedua pihak yaitu pihak gereja dan
kerajaan, dalam pergaulan antara mereka.
c. Atas nama hukum alamlah kesaha dari hukum Internasional itu ditegakkan.
d. Menjadi tumpuan pada saat orang melancarkan perjuangan bagi kebebasaan
individu berhadapan dengan absolutisme.
e. Dijadikan senjata peleh para hakim Amerika, pada waktu mereka
memberikan tafsiran terhadap konstitusi mereka, dengan menolak campur
tangan negara melaui perundang-undangan yang ditujukan untuk membatasi
kemerdekaan ekonomi.

Dengan demikian, fungsi hukum alam terhadap hukum positif, menurut Soedjono
Dirdjosiworo adalah sebgai berikut :

a. Hukum alam sebagai sarana koreksi bagi hukum positif.


b. Hukum alam sebagai inti hukum positif seperti hukum Internasional.
c. Hukum alam sebagai pembenaran hak asasi manusia.

25
Selanjutnya, oleh Friedmann dalam Satjipto Rahardjo, mengemukakan bahwa
fungsi hukum alam adalah sebgai berikut :

3. Mazhab atau Aliran Sejarah (Historis)


Mazhab atau aliran sejarah (historis) timbul dan tumbuh, sebagai suatu reaksi
terhadap dua kekuatan yang berkuasa dari zamannya, yaitu sebagai berikut :

a. Rasionalisme dari abad ke-18 dengan kepercayaannya kepada hukum alam,


kekuasaan akal dan prinsip pertama, yang semuanya dikombinasikan untuk
meletakkan suatu teori hukum dengan cara deduksi dan tanpa memandang
fakta historis, ciri khas nasional, dan kondisi sosial.
b. Kepercayaan dan semangat revolusi Prancis dengan pemberontakannya
terhadap kekuasaan dan tradisi, kepercayaannya pada akal dan kekuasaan
kehendak manusia atas keadaan-keadaan, pesa kosmopolitannya.

Masalah konkret yang menimbulkan pikiran dasar aliran (mahzab) sejarah


(historis) ini dimulai dengan Fiederich Carl von Savigny (1779-1861), dengan
karangannya berjudul Vom Beruf Unserer Zeit Zur Gesetzgebung und
zurRechtswissenschaft (tentang tugas pada zaman kini di bidang perundang-
undangan dan ilmu hukum), sebagai reaksi atas ide Thibaut seorang guru besar
(profesor) dari Universitas Heidelberg, yang sangat tepengaruh oleh kodifikasi
hukum Prancis (Code Civil Prancis), dan ia menganjurkan agar diadakan
kodifikasi hukum Jerman.

Menurut von Savigny bahwa hukum merupakan pencerminan dari jiwa atau
semangat sesuatu bangsa (volksgiest). Jiwa (semangat) bangsa menjelma dalam
bahasa, adat kebiasaan, susunan ketatanegaraan, dan hukum bangsa itu. Aliran
(mahzab)sejarah menolak pengagungan terhadap akal (rasio) manusia. Hukum
tidak dibuat, melainkan diteruskan dalam masyarakat. Hukum masa lalu, serta
menganggap peranan ahli hukum lebih penting daripada pembuat undang-
undang.

Aliran (mahzab) sejarah ini membuka jalan bagi perhatian yang lebih besar
terhadap sejarah tata hukum yang pernah terjadi di dunia, dengan demikian
mengembangkan pengertian bahwa hukum itu merupakan satu kesatuan dengan
masa lampau. Di lain pihak, Puchta (1798-1846) salah seorang murid van
Savigny berpendapat :

26
Hukum berasaskan pada keyakinan bangsa, baik menurut isinya maupun
menurut ikatan materiilnya. Artinya, hukum timbul dan berlaku karena terikat
pada jiwa bangsa. Timbulnya hal itu dalam dalam tiga bentuk. Hukum timbul
dari jiwa bangsa secara langsung dalam pelaksanaannya (dalam adat istiadat
orang-orang), secara tidak langsung hukum timbul dari jiwa bangsa melalui
undang-undang (yang dibentuk oleh negara) dan melalui ilmu pengetahuan
hukum (yang merupakan karya ahli hukum).

Kemudian Puchta, dalam Dias secara tegas mengatakan bahwa, hukum tumbuh
bersama-sama dengan pertumbuhan rakyat, dan menjadi kuat bersama-sama
dengan kekuatan dari rakyat, dan pada akhirnya mati apabila bangsa kehilangan
kebangsaannya.

Ajaran pokok mazhab sejarah (historis) sebagaimana diruaikan oleh Savigny


dan beberapa pengikutnya, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hukum ditemukan, tidak dibuat. Ada pandangan pesimistis tentang


perbuatan manusia. Pertumbuhan hukum pada dasarnya adalah proses yang
tidak disadari dan organis oleh karena itu perundang-undangan adalah
kurang penting dibandingkan dengan adat kebiasaan.

2. Karena hukum berkembang dari hubungan hukum yang mudah dipahami


dalam masyarakat primitif ke hukum yang lebih kompleks dalam beradaban
modern, kesadaran umum tidak dapat lebih lama lagi menonjolkan dirinya
secara langsung, tetapi disajikan oleh para ahli hukum, yang merumuskan
prinsip-prinsip hukum secara teknis. Ahli hukum tetap merupakan suatu
organ dari kesadaran umu, terikat pada tugas untuk memberi bentuk pada
apa yang ia temukan sebagai bahan mentah perundang-undangan menyusul
pada tingkat akhir. Oleh karena itu, ahli hukum sebagai badan pembuat
undang-undang relatif lebih penting daripada pembuat undang-undang itu
sendiri.

3. Undang-undang tidak berlaku atau dapat diterapkan secara unversal. Setiap


masyarakat mengembangkan hukum kebiasaannya sendiri, karena
mempunyai bahasa, adat istiadat dan konstitusi yang khas. Savigny
menekankan bahwa bahasa dan hukum adalah sejajar. Juga tidak dapat
diterapkan pada masyarakat dan daerah lain. Volksgeist dapat dilihat dalam

27
hukumnya, oleh karena itu sangat penting untuk mengikuti evolusi
Volksgeist melalui penelitian hukum sepanjang sejarah.

4. Teori Teokrasi

Teori teokrasi ini berkembang pada zaman abad pertengahan, yaitu antara abad
ke-5 sampai abad ke-15. Teori ini mengajarkan bahwa hukum berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu manusia diperintahkan Tuhan harus
Tunduk pada hukum. Perintah yang datang dari Tuhan dituliskan dalam kitab
Suci, tinjauan mengenai hukum dikaitkan dengan kepercayaan dan agama, dan
ajaran tentang legitiminasi kekuasaan hukum didasarkan atas kepercayaan dan
agama

Penganut teori teokrasi ini antara lain adalah Agustinus, Thomas Aquinas, dan
Marsilius. Agustinus mengajarkan bahwa yang menjadi wakil Tuhan di dunia
adalah Paus. Adapun Thomas aquinas mengajarkan bahwa Raja dan Paus
mempunyai kekuasaan yang sama, hanya bidangnya yang berbeda. Tugas raja
dalam bidang keduniaan, sementara paus bertugas dalam bidang keagamaan.
Kemudian Marsilius mengatakan bahwa kekuasaan atau yang menjadi wakil
Tuhan di dunia adalah raja.

5. Teori Kedaulatan Rakyat

Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat yang diselengarakan
memelui perwakilan berdasarkan suara terbanyak. Negara berdasar
ataskemauan rakyat, demikian pula halnya semua peraturan perundang-
undangan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut. Teori kedaulatan rakyat
menjelaskan bahwa hukum itu adalah kemauan orang seluruhnya yang telah
menyerahkan kepada suatu organisasi bernama negara yang terlebih dahulu
mereka bentuk dan diberi tugas membentuk hukum yang berlaku dalam
masyarakat

Penganut teori ini diantaranya adalah Jean Jacques Rousseau yang dalam
karanganya berjudul le contract social, yang mengajarkan bahwa dengan
perjanjian masyarakat, orang meyerahkan kebebasan hak serta wewenangnya
kepada rakyat seluruhnya, sehingga suasana kehidupanya alamiah berubah
menjadi suasana kehidupan bernegara dan natural liberty berubah menjadi civil
liberty

28
6. Teori Kedaulatan Negara

Menurut paham ini, kekuasaan hukum tidk dapat didasarkan kemauan bersama
seluruh masyarakat, tetapi hukum merupakan penjelmaan daripada kemauan
negara. Adanya hukum karena adanya negara. Oleh karena itu kekuasaan
tertinggi harus dimiliki oleh negara.

Teori kedaulatan negara ini dipelopori oleh Hans Kelsen dalam karyanya
berjudul Reine Rechtehre, mengatakan bahwa hukum adalah tidak lain dari
pada kemauan negara. Menurut Hans Kelsen, orang taat pada ukum karena ia
merasa wajib menaatinya sebagai perintah negara, bukan karena negara
menghendakinya.

7. Teori Kedaulatan Hukum

Teori kedaulatan hukum timbul sebagai reaksi penyangkalan terhadap teori


kedaulatn negara yang mengatakan, bahwa kedudukan hukum lebih rendah dari
pada kedudukan negara. Negara tidak tunduk kepada hukum, karena hukum
diartikan sebagai perintah dari negara. Pelopor teori kedaulatan hukum ini di
antaranya adalah Leon Duguit dalam bukunya Traite bde Droit Constitusionel,
dan H. Krabbe dengan karyanya Kristische der Staatslehre dan juga bukunya
Die lehre der Rechtssouvereinitet. Menurut H. Krabbe bahwa yang memiliki
kekuasaan tertinggi dalam negara adalah hukum.

Pandangan H. Krabbe tesebut ditanggapi oleh jellinek dengan megemukakan


teori Selbstbindung. Yaitu suatu ajaran yang menyatakan bahwa negara dengan
sukarela menyatakan diri atau mengharuskan dirinya tunduk kepada hukum
sebagai penjelmaan sari kehendaknya ssendiri. Hukum tidak timbul dari
kehendak atau kemauan negara. Dengan demikian, berlakunya hukum terlepas
dari kemauan negara.

8. Aliran Hukum Positivisme atau Utilitarinisme

Aliran positivisme ini muncul pada abad ke-19 dengan pemikiran yang kritis
terhadap idealisme yang terdapat dalam pemikiran hukum alam. Dengan
melihat lebih banyak kepada realitas yang berkembang pada masa ittu. Aliran
positivisme mengatakan bahwa kaedah hukum hagnya bersmber dari kekuasaan
negara yang tertinggi dan sumber itu hanyalah hukum positif yang terpisah dari
kaedah sosial, bebas dari pengaruh politik, ekonomi, sosial dan budaya

29
Dengan mengutip pendapat Hart, dari W. Friedmann membedakan lima arti dari
positivisme, yaitu:

1. Anggapan bahwa undang-undang adalah perintah manusia


2. Anggapan bahwa tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan morl atau
hukum yang ada dan yang seharusnya ada
3. Aggapan bahwa manusia (atau studi tentang arti) dari konsepsi-konsepsi
hukum: (a)layak dilanjutkan,dan (b)harus dibedakan dari penelitian historis
mengenai sebab-sebab atau asal usul dari undang-undang dari penelitian
sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala sosial lainnya
4. Anggapan bahwa sistem hukum adalah suatu sistem logis tertutup dimana
putusan hukum yang tepat dapat dihasilkan dengan cara-cara yang logis dari
peraturan hukum yang telah ditentukan lebih dahulu tanpa mengikat tuntutan
sosial, kebijaksanaan, dan norma moral
5. Anggapan bahwa penilain moral tidak dapat diberikan atau dipertahankan
seperti halnya dengan pernyataann tentang fakta, dengan alasan yang
rasional, petunjuk, atau bu mkti

Selanjutnya, Austin menjelaskan bahwa hukum adalah perintah yang


dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir, perintah mana dilaksanakan oleh
makhluk berpikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan. Hukum secara
tegas dipisahkan dari keadilan dan hukum tidak didasarkan pada nilai-nilai yang
baik atu buruk, namudibn didasarkan atas kekuasaan yang lebih tinggi
(penguasa)

Kemudian John Austin membagi hukum itu kedalam dua bagian, yaitu :

a. Hukum yang dibuat oleh tuhan dan

b. Hukum yang disusun oleh umat manusia

Hukum yang dibuat oleh manusia dapat dibedakan dalam :

a. Hukum yang sebenarnya

b. Hukum yang tidak sebenarnya

30
Hukum yang sebenarnya yang disebut juga dengan istilah hukum positif, yaitu
hukum yang dibuat ooleh penguasa, misalnya undang-undang dan peraturan
pemerintah, serta hukum yang dibuat oleh rakyat secara individual, yang dapat
digunakan untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum
yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak memenuhi persyaratan sebagai
hukum. Jenis hukum ini tidak dibuat oleh penguasa, atau badan berdaulat yang
berwenang. Misalnya ketentuan yang dibuat oleh perkumpulan atau atau badan-
badan tertentu dalam bidang keolahragaan dan mahasiswa

Unsur perintah ini berartiada satu pihak menghendaki agar pihak lain
melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Kemudian, pihak lain yang
diperintahkan akan mengalami penderitaan apabila pemerintah tersebut tidak
dijalankan atau ditaati. Perintah itu merupakan pembedaan kewajiban terhadap
yang diperintah

Ajaran pokok Austin dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Ajaranya tidak berkaitan dengan penilaian baik buruk, sebab penelitian ini
berada di luar bidang hukum

2. Apa yang dimaksudkan dengan kaedah moral, secara yuridis tidak penting
bagi hukum, walau diakui ada pengaruhnya terhadap masyarakat

3. Pandanganya bertetangan, baik dengan ajaran hukum alam maupun dengan


mahzab sejarah

4. Hakikat hukum semata-mata adalah perintah, semua hukum positif


merupakan dari penguasa yang berdaulat

5. Ajaran Austin dan aliran hukum positif pda umumnya kurang atau tidak
memberikan tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat.

John Austin sering disebut bapak hukum inggris , selanjutnya, teori Austin ini
dikembangkan lebih lanjutB oleh para ahli hukum jerman seperti Roudif von
Jherig dan Georg Jellink. Kemudian Prancis oleh Francois Geny, hanya saja
baik Jeremy Bentham, Rudolf von Jhering, bersama-sama John Stuart Mill,
para pakar lebih cenderung mengolongkanya kedalam aliran utilitarianisme.

31
Jeremy Benthan menerapkan salah satu prinsip dari aliran utilitarianisme
kedalam lingkungan hukum. Khususnya tentang kejahatan dan pemindaan.
Bentham berpendapat bahwa tujuan manusia adalah untuk mendapatkan
kenikmatan, dan menekan serandah-rendahnya pengeritaan. Ukuran baik
buruknya suatu perbuatan manusia tergantung pada apakah perbuatan tersebut
dapat mendatangkan kebahagiaan atau tidak.

Kemudian bertham lebih lanjut mengatakan bahwa pembentuk hukum atau


undang-undang seyoginya dapat menciptkan hukum atau undang-undang yang
dapat mencerminkan keadilan bagi semua warga masyarakat secara individual.

Beda dengan Bertham , yaitu Roudolf dikenal sebagai pencetus teori yang
disebut sicial utilitarianisme, dengan mengembangkan antara pikiran Bentham
d Jhon Struart Mill degan hukum Austin

Hasil studi Jhering terdapat hukum Romawi, ilmu hukum yang menekankan
pada teknik penyeempurnaan konsep-konsep.

Kemudian Von Jhering mengangap :

Hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuanya.


Hukum sebagai sarana untuk megendalikan individu-individu, agar tujuanya
sesuai degan tujuan masyarakat dimana mereka menjadi warganya. Hukum
juga merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk melakukan
perubahan sosial.

Menurut Jhering teknik hukum merupaka metode yang digunakan para ahli
hukum untuk menguasai hukum positif secara rasional, agar hukum dapat
diterapkan secara tepat terhadap setiap perkara tersebut

Tokoh lain dari aliran ini adalah Jhon Stuart Mill , yang pendapatnya sejalan
dengan Jeremy Bertham . kesatuan pendapat

9. Teori Hukum Murni

Ide mengenai Teori Hukum Murni (The Pure Theory of Law) diperkenalkan
oleh seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria yaitu Hans Kelsen
(1881-1973). Kelsen lahir di Praha pada 11 Oktober 1881. Keluarganya yang
merupakan kelas menengah Yahudi pindah ke Vienna. Pada 1906, Kelsen
mendapatkan gelar doktornya pada bidang hukum.

32
Kelsen memulai karirnya sebagai seorang teoritisi hukum pada awal abad ke-
20. Oleh Kelsen, filosofi hukum yang ada pada waktu itu dikatakan telah
terkontaminasi oleh ideologi politik dan moralitas di satu sisi, dan telah
mengalami reduksi karena ilmu pengetahuan di sisi yang lain. Kelsen
menemukan bahwa dua pereduksi ini telah melemahkan hukum. Oleh
karenanya, Kelsen mengusulkan sebuah bentuk kemurnian teori hukum yang
berupaya untuk menjauhkan bentuk-bentuk reduksi atas hukum.

Yurisprudensi ini dikarakterisasikan sebagai kajian kepada hukum, sebagai satu


objek yang berdiri sendiri, sehingga kemurnian menjadi prinsip-prinsip
metodologikal dasar dari filsafatnya. Perlu dicatat bahwa paham anti-
reduksionisme ini bukan hanya merupakan metodoligi melainkan juga
substansi. Kelsen meyakini bahwa jika hukum dipertimbangkan sebagai sebuah
praktek normatif, maka metodologi yang reduksionis semestinya harus
dihilangkan. Akan tetapi, pendekatan ini tidak hanya sebatas permasalahan
metodologi saja.

a. Norma Dasar

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah system Norma. Norma adalah


pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das solen, dengan
menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-
norma adalah produk dari aksi manusia yang deliberatif. Kelsen meyakini
David Hume yang membedakan antara apa yang ada (das sein) dan apa
yang “seharusnya”, juga keyakinan Hume bahwa ada ketidakmungkinan
pemunculan kesimpulan dari kejadian faktual bagi das solen. Sehingga,
Kelsen percaya bahwa hukum, yang merupakan pernyataan-pernyataan
“seharusnya” tidak bisa direduksi ke dalam aksi-aksi alamiah.

Kemudian, bagaimana mungkin untuk mengukur tindakan-tindakan dan


kejadian yang bertujuan untuk menciptakan sebuah norma legal? Kelsen
menjawab dengan sederhana ; kita menilai sebuah aturan “seharusnya”
dengan memprediksinya terlebih dahulu. Saat “seharusnya” tidak bisa
diturunkan dari “kenyataan”, dan selama peraturan legal intinya merupakan
pernyataan “seharusnya”, di sana harus ada presupposition yang
merupakan pengandaian.

33
Sebagai oposisi dari norma moral yang merupakan deduksi dari norm
moral lain dengan silogisme, norma hukum selalu diciptakan melalui
kehendak (act of will). Sebagaimana sebuah tindakan hanya dapat
menciptakan hukum, bagaimana pun, harus sesuai dengan norma hukum
lain yang lebih tinggi dan memberikan otorisasi atas hukum baru tersebut.
Kelsen berpendapat bahwa inilah yang dimaksud sebagai Basic Norm yang
merupakan presupposition dari sebuah validitas hukum tertinggi.

Kelsen sangat skeptis terhadap teori-teori moral kaum objektivis, termasuk


Immanuel Kant. Kedua, Kelsen tidak mengklain bahwa presupposition dari
Nrma Dasar adalah sebuah kepastian dan merupakan kognisi rasional. Bagi
Kelsen, Norma Dasar adalah bersifat optional. Senada dengan itu, berarti
orang yang percaya bahwa agama adalah normatif maka ia percaya bahwa
“setiap orang harus percaya dengan perintah Tuhan”. Tetapi, tidak ada
dalam sebuah nature yang akan memaksa seseorang mengadopsi satu
perspektif normatif.

Kelsen mengatakan bahkan dalam atheisme dan anarkhisme, seseorang


harus melakukan presuppose Norma Dasar. Meskipun, itu hanyalah
instrumen intelektual, bukan sebuah komitmen normatif, dan sifatnya
selalu optional.

b. Nilai Normatif Hukum

Nilai normatif Hukum bisa diperbandingkan perbedaannya dengan nilai


normatif agama. Norma agama, sebagaimana norma moralitas, tidak
tergantung kepada kepatuhan aktual dari para pengikutnya. Tidak ada
sanksi yang benar-benar langsung sebagaimana norma hukum. Misalnya
saja ketika seorang lupa untuk berdoa di malam hari, maka tidak ada
instrumen langsung yang memberikan hukuman atas ketidakpatuhannya
tersebut.

Validitas dari sistem hukum bergantung dari paktik-pratik aktualnya.


Dikatakannya bahwa “perturan legal dinilai sebagai sesuatu yang valid
apabila normanya efektif (yaitu secara aktual dipraktikkan dan ditaati)”.
Lebih jauh lagi, kandungan sebenarnya dari Norma Dasar juga bergantung
pada keefektifitasannya. Sebagaimana yang telah berkali-kali ditekankan
oleh Kelsen, sebuah revolusi yang sukses pastilah revolusi yang mampu
merubah kandungan isi Norma Dasar.

34
Perhatian Kelsen pada aspek-aspek normatifitasan ini dipengaruhi oleh
pandangan skeptis David Hume atas objektifitasan moral, hukum, dan
skema-skema evaluatif lainnya. Pandangan yang diperoleh seseorang,
utamanya dari karya-karya akhir Hans Kelsen, adalah sebuah keyakinan
adanya sistem normatif yang tidak terhitung dari melakuan presuppose atas
Norma Dasar. Tetapi tanpa adanya rasionalitas maka pilihan atas Norma
Dasar tidak akan menjadi sesuatu yang kuat. Agaknya, sulit untuk
memahami bagaimana normatifitas bisa benar-benar dijelaskan dalam basis
pilihan-pilihan yang tidak berdasar.

Hans Kelsen meninggal dunia pada 19 April 1973 di Berkeley. Kelsen


meninggalkan hampir 400 karya, dan beberapa dari bukunya telah
diterjemahkan dalam 24 bahasa. Pengaruh Kelsen tidak hanya dalam
bidang hukum melalui Pure Theory of Law, tetapi juga dalam positivisme
hukum kritis, filsafat hukum, sosiologi, teori politik dan kritik ideology.
Hans Kelsen telah menjadi referensi penting dalam dunia pemikiran
hukum. Dalam hukum internasional misalnya, Kelsen menerbitkan
Principles of International Law. Karya tersebut merupakan studi sistematik
dari aspek-aspek terpenting dari hukum internasional termasuk
kemungkinan adanya pelanggaran atasnya, sanksi-sanksi yang diberikan,
retaliasi, spektrum validitas dan fungsi esensial dari hukum internasional,
pembuatan dan aplikasinya

10. Aliran Sosiologis

Menurut aliran ini, hukum merupakan hasil interkasi social dalam kehidupan
di masyarakat. Hukum adalah gejala masyarakat, karena perkembangan
hukum sesuai dengan perkembangan masyarakat. Aliran ini dipelopori oleh
Hammaker, Eugen Efrilich dan Max Weber.

Menurut aliran ini,hukum tidak perlu diciptakan oleh Negara. Karena hukum
bukan merupakan pernyataan-pernyataan, tetapi terdiri dari lembaga-lembaga
hukum yang diciptakan oleh kehidupan golongan-golongan dalam
masyarakat.

a. Tahap Tradisional

1) Bentuk legitimasi,yaitu tradisional,otoritas pribadi raja atau ratu.

2) Bentuk administrasinya,yaitu patrimonial,dan turun temurun.

35
3) Dasar ketaatannya,yaitu tradisional dan beban kewajiban yang
sifatnya individual.

4) Bentuk proses peradilannya,yaitu empiris,substantif,da personal


(khadi)

5) Bentik keadilannya adalah empiris.

6) Tipe pemikiran hukumnya formal irasioanal,dan substantive


rationality

b. Tahap karismatik

1) Bentuk legitimasinya yaitu otoritas yang kharismatik dengan


kesetiaan personal

2) Bentuk administrasinya yaitu tidak mengenal administrasi,hanya


mengenal rutinitas dan charisma

3) Dasar ketaatannya,yaitu respons terhadap karakter yang bersifat


sosio psikologi dari individu

4) Bentuk proses peradilannya,yaitu pewahyuan (relevations) dan


empirical justice formalism.

5) Bentuk keadilannya yaitu keadilan kharismatik

6) Tipe pemikiran hukumnya yaitu formal irasional dan substantive


rationality.

c. Tahap Rational Legal

1) Bentuk legitimasinya yaiu rational legal.Otoritas bersumber pada


system hukumnya, yang diperankan secara rasional dan sadar.

2) Bentuk administrasinya,yaitu birokrasi dan profesional.

3) Dasar ketaatannya yaitu impersonal

4 Bentuk proses peradilannya yaitu rasional yang dilaksanakan secara


rasional yang abstrak melalui professional.

5) Bentuk keadilannya yaitu keadilan social

36
6) Tipe pemikiran hukumnya yaitu substantive rationality

Roscoe Pound (1870-1964) adalah penggagas pemikiran aliran Sosiological


Jurispudence yang berkembang dan menjadi popular di Amerika
Serikat.Roscoe Pund juga tokoh mazhab fungsional.

Menurut Roscoe Pound hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu
lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan social.
Untuk itu Pound mengemukakan fungsi hukum sebagai rekayasa social (social
engineering), dalam melindungi kepentingan dalam masyarakat,baik
kepentngan umum (public interest),kepentingan social (social interest)
maupun kepentingan pribadi (individual interest).

Disamping itu Pound mengemukakan hukum yang berlaku/hukum sebagai


proses (law in action) mungkin sangat berbeda dengan hukm yang terdapat
dalam buku-buku hukum atau kitab-kitab hukum (law in the books).

Dengan demikian, Roscoe Pound menganjurkan agar para sarjana hukum


mempelajari akibat social yang ditimbulkan oleh lembaga hukum. Para
sarjana hukum hendaknya mengadakan peraturan hukum yang efektif bagi
tuuan untuk apa peraturan hukum itu di buat.Dalam melakukan social
engineering hukum harus dikembangkan terus menerus agar selalu selaras
dengan nilai-nilai social yang selau berubah.

Apabila diperhatikan pemikiran aliran sosiologis dengan aliran positivisme,


terdapat persamaan dan perbedannya. Adapun persamaannya adalah terletak
pada objek kajiannya, yaitu hukum tertulis, sedangkan perbedaanya dapat
dilihat sebagai berikut:

a. Pada aliran positivisme melihat hukum sebagai norma yang tertulis yang
ada dalam peraturan perundang-undangan (law in books) sebagai suatu yang
ideal, sedangkan pada aliran sosiologis melihat hukum sebagai kenyataan
social (law in action).

b. Pada aliran positivisme melihat ukum sebagai suatu yang otonom,


sedangkan pada aliran sosiologis melihat hukum itu sesuatu yang tidak
otonom, karena selalu dipengaruhi oleh factor yang ada diluar hukum (factor
nonhukum) misalnya factor ekonomi,politik, social, dan budaya.

37
c. Pada aliran positivism senantiasa membicarakan hukum tentang apa yang
seharusnya (das sollen) sedangkan pada aliran sosiologis selalu mengkaji
hukum dalam kenyataan yang ada di dalam kehidupan social masyarakat (das
sein).

d. Pada aliran positivisme melihat keberadaan hukum secara yuridis


dogmatic, yakni dogma yang harus diikuti secara prosedur dan serba kaku.
Sedangkan pada aliran sosiologis melihat keberadaan hukum secara empiris
sosiologis yang senantiasa memandang hukum sebagai norma yang harus
memenuhi tata keadilan masyarakat secara luas (keadilan substansial).

e. Pada aliran positivisme pendekatannya menggunakan metode perspektif,


yakni mengharapkan hukum positif dan penerapannya selalu diterima oleh
warga masyarakat, sedangkan pada aliran sosiologis pendekatannya dengan
menggunakan metode deskriptif, yakni mengkaji hukum dengan cara survey
lapangan, observasi perbandingan,analisa statistic,dan metode eksperimen.

11. Aliran Antropologi

Menurut aliran antropologi,hukum adalah norma yang tidak tertulis yang


tumbuh dan hidup secara nyata dalam masyarakat seiring dengan
perkembangan budaya. Penganut aliran ini adalah Sie Hendry
Maine,Redellife-Brown, Malinowski,Paul J.Bohannan, dan E.A.Hoebel
menunjukan hal tersebut meskipun dengan beberapa perbedaan dan
penekanan tertentu.

Sir Hendry Maine (1822-1888) membedakan antara masyarakat yang statis


dan progresif. Masyarakat yang progresif adalah yang mampu
mengembangkan hukum melalui tiga cara,yaitu fiksi,equality,dan perundang-
undangan.

Masyarakat yang statis lebih menekankan kepada status quo, didasarkan pada
kedudukan (status) sesorang dalam masyarakat.

Berbeda dengan Savigny, Maine menyukai perundang-undangan dan


kodifikasi. Dengan demikian,Maine tidak sependapat konsep volksgeist dari
Savigny. Tesis Maine yang terkenal adalah perubahan masyarakat menjadi
progresif ditandai dengan perkembangan dari suatu situasi yang ditentukan
oleh status kepada kontrak. Salah satu aliran pemikiran yang ada pada

38
antropologi modern yang cukup menarik perhatian para ahli hukum adalah
aliran kultural fungsional.

Aliran kulturan fungsional dari aliran antropologi, menurut Satjipto Rahardjo


yaitu :

Satu-satunya cara untuk menjelaskan masyarakat secara seksama adalah


dengan mengamati dan merumuskan fungsi-fungsi dari lembaga-lembaga
dalam kerangka kebudayaan. Dengan cara demikian itu,totalitas dari system
kultural sera kaitan-kaitan antara unsur-unsurnya muncul.

Redellife-Brown mengartikan hukum sebagai control social melalui peetapan


secara sistematis kekuatan masyarakat yang diorganisasikan secara
politik.Paul J. Bohannan mengatakan bahwa pada dasarnya hukum adalah
suatu pelembagaan kembali (reinstitutionalization) kebiasaan dalam
masyarakat.

Jadi hukum adalah kebiasaan yang menjalani pelembagaan kembali untuk


memenuhi tujuan yang terarah dalam kerangka apa yang disebut hukum.
Dengan melalui pelembagaan kembali, ia digarap secara khusus sehingga
memperoleh bentuk yang dapat dikelola secara hukum.

E.A Hoebel menyatakan bahwa melakukan fungsi-fungsi yang esensial untuk


mempertahankan masyarakat,yaitu sebagai berikut :

a. Merumuskan pedoman bagaimana warga masyarakat seharusnya


berprikelakuan, sehingga terjadi integrasi minimal dalam masyarakat.

b. Menetralisasikan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat,sehingga dapat


dimanfaatkan untuk mengadakan ketertiban.

c. Mengatasi persengketaan, agar keadaan semula pulih kembali.

d. Merumuskan kembali pedoman-pedoman yang mengatur hubungan


anatara warga masyarakat dan kelompok,apabila terjadi berbagai perubahan.
Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kemampuan beradaptasi.

12. Aliran Realis

39
Gerakan pemikiran aliran realis dalam ilmu hukum timbul di Amerika Serikat
dan Skandinavia. Kaum realis mendasarkan pemikirannya kepada suatu
konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut aliran realis hukum apa
yang di buat oleh hakim melalui putusannnya, dan hakim lebih layak disebut
membuat hukum daripada menemukan hukum.

Seorang hakim melakukan pilihan,prinsip mana yang akan diutamakan dan


pihak mana yang akan dimenangkan. Keputusan tersebut sering mendahului
ditemukan dan di garapnya peraturan hukum yang menjadi landasannya.

Aliran realis ini selalu menekankan pada hakikat manusiawi dalam


pelaksanaan hukum, sehingga para penganutnya menekankan agar pendidikan
hukum senantiasa mengupayakan mahasiswanya untuk mendatangi dan
mengenai proses peradilan.

Otak gerakan realis dari Amerika Serikat adalah Karl Llwellyn (1893-1962)
Jerome Frank (1889-1957), dan hakim Agung Amerika Serikat Olive Wendell
Holmes (1841-1935), kemudian dari Swedia dipelopori oleh Hagerstron
(1868-1939),dan dari Denmark tokoh nya adalah Alf Ross.

Aliran realis di Amerika Serikat,pada prinsipnya diwujudkan berdasarkan


penerimaan secara umum terhadap “realism filsafat”, yang mempengaruhi
para hakim, sehingga berfikiran “realisme”.

Aliran ini sesungguhnya menganggap hukum adalah semua yang dihasilkan


(diputuskan) oleh pengadilan sebagai suatu yang realitas atau kenyataan (das
sein) dalam masyarakat. Pandangan ini didasarkan pada asumsi bahwa hukum
melalui putusan hakim,berasal dari kalangan praktisi (hakim) dan pengajar
ilmu hukum di perguruan tinggi.

Karl Llwellyn menggariskan pokok-pokok pendekatan aliran realis di


Amerika Serikat adalah sebagai berikut:

a. Hendaknya konsepsi hukum menyinggung hukum yang berubah-ubah dan


hukum yang diciptakan oleh pengadilan.

b. Hukum adalah untuk mencapai tujuan social.

40
c. Masyarakat berubah lebih cepat dari hukum, oleh karena itu selalu ada
kebutuhan untuk menyelidiki bagaimana hukum menghadapi problem social
yang ada.

d. Guna keperluan studi untuk sementara harus ada pemisahan antara is dan
ought.

e. Tidak mempercayai anggapan bahwa peraturan dan konsep hukum sudah


mencakupi untuk menunjukan apa yang harus dilakukan oleh pengadilan. Hal
ini selalu merupakan masalah yang utama dalam pendekatan mereka terhadap
hukum.

f. Sehubungan dengan butir di atas, mereka yang menolak teori trdasonal


bahwa peraturan hukum merupakan factor utama dalam mengambil
keputusan.

g. Mempelajari hukum hendaknya dalam lingkup yang lebih sempit,


sehingga lebih nyata. Peraturan hukum meliputi situasi yang banyak dan
berbeda beda. Oleh karena itu ia bersifat umum, tidak konkret, dan tidak
nyata.

h. Hendaknya hukum dinilai dari efektivitasnya dan kemanfaatannya untuk


menemukan efek-efek tersebut.

Di lain pihak, Jerome Frank (seorang hakim Amerika Serikat) yang esensi
ajarannya dapat d ijelaskan sebagai berikut.

a. Memotivasi hakim untuk melakukan reformasi terhadap hukum unruk


kepentingan keadilan.

b. Hukum tidak mungkin dipisahkan dari putusan pengadilan.

c. Hukum tidak dapat disamakan dengan aturan-aturan yang tetap.

d. Putusan hakim diturunkan secara otomatis dari aturan hukum yang tetap.

e. Putusan pengadilan bergantung pada berbagai factor,seperti kaedah


hukum dan factor nonhukum (politik,ekonomi,dan moral).

41
Kemudian Holmes mengemukakan bahwa melihat kelakuan actual para hakim
(patterns of behaviour), menjadi jelas bahwa hukum adalah apa yang
dilakukan oleh para hakim di pengadilan. The Patterns of behavior,para hakim
menentukan apa itu hukum. Kedah hukum hanya memberikan bimbingan.
Moral hidup pribadi dan kepentingan social ikut menentukan putusan.

Esensi dari ajaran realism hukum dari Holmes dapat dijelaskan sebagai
berikut :

a. Perkembangan ilmu hukum itu terletak pada pengujian fakta-fakta

b. Kehidupan hukum pada dasarnya bukan logika,melainkan pengalaman


(the life of the law has been not logic, but experience).

c. Yang dianggap sebagai hukum adalah ramalan,dan tdak ada yang lebih
penting dari itu.

Selanjutnya,aliran realis di Skandinavia berpandangan bahwa hukum adalah


putusan hakim yang dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan atau psikologi yang
tidak lebih dari reaksi otak. Aliran ini dipelopori Hagerstrom, Villhelm
Lundstedt, Olivecrona, dan Alf Ross.

Hegerstrom menyatakan bahwa tidak ada apa yang disebut “kebaikan” dan
“kejelekan” di dunia. Ia mengingkari adanya nilai-nilai yang objektif. Semua
pesoalan tentang keadilan, tujuan hukum, adalah soal penilaian pribadi dan
tidak dapat dijadikan objek pengamatan ilmiah.

Vilhelm Lundstedt menyatakan hak dan kewajiban merupaakn sesuatu yang


subjektif,yang menunjukan kepada kedudukan seseorang sebagai konsekuensi
dari bekerjanya hukum. Hukum terdiri atas peraturan dengan penerapan dari
ketentuan yang terorganisasi sebagai suatu fakta dari kenyataan social.

Olivecrona mengatakan bahwa dalam mempelajari hukum yang utama adalah


mengumpulkan fakta-fakta yang diliputi oleh peraturan hukum. Kemudian Alf
Ross seorang ahli hukum Denmark, menyatakan bahwa hukum adalah
pengetahuan yang berada dalam kaitan korespindensinya dengan fakta-fakta
sosial, yang bekerja dan dirasakan oleh para hakim mempunyai daya ikat
social,dan oleh karena itu dipatuhi.

42
Antara aliran realis di Amerika Serikat degan aliran realisdi Skandinavia
terdaat perbedaan, di samping itu juga ada persamaannnya. Perbedaannya
terletak pada putusan dan rilaku hakim. Aliran realis di Amerika Serikat
memndang hukum terletak pada apa yang diputuslkan (dibuat) oleh hakim,
sedangkan pada aliran realis di Skandinavia memandang hukum itu dari aspek
prilaku yang mempengaruhi keputusannya.

Adapun persamannya adalah sebagai berikut :

a. Sama-sama menolak keberadaan Das Sollen dan Das Sein dalam studi
hukum.

b. Sama-sama menolak spekulasi metafisik dalam penyelidikan berbagai


kenyataan dari system hukum.

K. Peranan Struktur dan Infrastruktur Politik

Menurut Daniel S. Lev, yang paling menentukan dalam proses hukum adalah
konsepsi dan struktur kekuasaan politik. Yaitu bahwa hukum sedikit banyak
selalu merupakan alat politik, dan bahwa tempat hukum dalam negara,
tergangtung pada keseimbangan politik, defenisi kekuasaan, evolusi idiologi
politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya (Daniel S. Lev, 1990 : xii).

Walaupun kemudian proses hukum yang dimaksud tersebut di atas tidak


diidentikan dengan maksud pembentukan hukum, namun dalam prateknya
seringkali proses dan dinamika pembentukan hukum mengalami hal yang sama,
yakni konsepsi dan struktur kekuasaan politiklah yang berlaku di tengah
masyarakat yang sangat menentukan terbentuknya suatu produk hukum. Maka
untuk memahami hubungan antara politik dan hukum di negara mana pun, perlu
dipelajari latar belakang kebudayaan, ekonomi, kekuatan politik di dalam
masyarakat, keadaan lembaga negara, dan struktur sosialnya, selain institusi
hukumnya sendiri.

Pengertian hukum yang memadai seharusnya tidak hanya memandang hukum itu
sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang mengatur kehidupan manusia
dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga (institutions) dan proses
(process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan (Lihat
Mieke Komar at. al, 2002 : 91).

43
Dari kenyataan ini disadari, adanya suatu ruang yang absah bagi masuknya suatu
proses politik melalui wadah institusi politik untuk terbentuknya suatu produk
hukum. Sehubungan dengan itu, ada dua kata kunci yang akan diteliti lebih jauh
tentang pengaruh kekuasaan dalam hukum yakni mencakup kata “process” dan
kata “institutions,” dalam mewujudkan suatu peraturan perundang-undangan
sebagai produk politik. Pengaruh itu akan semakin nampak pada produk
peraturan perundang-undang oleh suatu institusi politik yang sangat dpengarhi
oleh kekuata-kekuatan politik yang besar dalam institusi politik. Sehubungan
dengan masalah ini, Miriam Budiarjo berpendapat bahwa kekuasaan politik
diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum
(pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya, sesuai dengan
pemegang kekuasaan (M.Kusnadi, SH., 2000 : 118). Dalam proses pembentukan
peraturan hukum oleh institusi politik peranan kekuatan politik yang duduk
dalam institusi politik itu adalah sangat menentukan. Institusi politik secara resmi
diberikan otoritas untuk membentuk hukum hanyalah sebuah institusi yang
vacum tanpa diisi oleh mereka diberikan kewenangan untuk itu. karena itu
institusi politik hanya alat belaka dari kelompok pemegang kekuasaan politik.
Kekuatan- kekuatan politik dapat dilihat dari dua sisi yakni sisi kekuasaan yang
dimiliki oleh kekuatan politik formal (institusi politik) dalam hal ini yang
tercermin dalam struktur kekuasaan lembaga negara, seperti Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat dan lembaga-lembaga negara lainnya dan sisi kekuatan
politik dari infrastruktur politik adalah seperti: partai politik, tokoh-tokoh
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat,
organisasi profesi dan lain-lain. Dengan demikian dapatlah disimpilkan bahwa
pembentukan produk hukum adalah lahir dari pengaruh kekuatan politik melalui
proses politik dalam institusi negara yang diberikan otoritas untuk itu.

Seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa teori-teori hukum yang
berpengaruh kuat terhadap konsep-konsep dan implementasi kehidupan hukum
di Indonesia adalah teori hukum positivisme. Pengaruh teori ini dapat dilihat dari
dominannya konsep kodifikasi hukum dalam berbagai jenis hukum yang berlaku
di Indonesia bahkan telah merambat ke sistem hukum internasional dan
tradisional (Lili Rasjidi, SH., 2003 : 181). Demikian pula dalam praktek hukum
pun di tengah masyarakat, pengaruh aliran poisitvis adalah sangat dominan. Apa
yang disebut hukum selalu dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan, di
luar itu, dianggap bukan hukum dan tidak dapat dipergunakan sebagai dasar
hukum. Nilai-nilai dan norma di luar undang-undang hanya dapat diakui apabila

44
dimungkinkan oleh undang-undang dan hanya untuk mengisi kekosongan
peraturan perundang-undang yang tidak atau belum mengatur masalah tersebut.

Pengaruh kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang


geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan checks and
balances, seperti yang dianut Undang-Undang dasar 1945 (UUD 1945) setelah
perubahan. Jika diteliti lebih dalam materi perubahan UUD 1945 mengenai
penyelenggaraan kekuasaan negara adalah mempertegas kekuasaan dan
wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas
kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-
fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang
demikian disebut sistem “checks and balances”, yaitu pembatasan kekuasaan
setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan
tidak ada yang rendah, semuanya sama di atur berdasarkan fungsi-fungsi masing-
masing.

Dengan sistem yang demikian, memberikan kesempatan kepada setiap warga


negara yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh produk politik dari
instutusi politik pembentuk hukum untuk mengajukan gugatan terhadap institusi
negara tersebut. Dalam hal pelanggaran tersebut dilakukan melalui pembentukan
undang-undang maka dapat diajukan keberatan kepada Mahkmah Konstitusi dan
dalam hal segala produk hukum dari institusi politik lainnya dibawah undang-
undang diajukan kepada Mahkamah Agung.

L. Pengaruh Kelompok Kepentingan dalam Pembentukan Hukum

Di luar kekuatan-kekuatan politik yang duduk dalam institusi-instusi politik,


terdapat kekuatan-kekuatan lainnya yang memberikan kontribusi dan
mempengaruhi produk hukum yang dilahirkan oleh institusi-institusi politik.
Kekuatan tersebut berbagai kelompok kepentingan yang dijamin dan diakui
keberadaan dan perannya menurut ketentuan hukum sebagai negara yang
menganut sistem demokrasi, seperti kalangan pengusaha, tokoh ilmuan,
kelompok organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh agama, lembaga
swadaya masyarakat dan lain-lain. Bahkan UU. R.I. No. 10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Per-Undang-Undangan, dalam Bab. X menegaskan
adanya partisipasi masyarakat yaitu yang diatur dalam Pasal 53 : “Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan
atau pembahasan Rancangan Undang Undang dan Rancangan Peraturan Daerah.”

45
kenyataan di atas menunjukan bahwa pengarh masyarakat dalam mempengaruhi
pembentukan hukum, mendapat tempat dan apresiasi yang begitu luas. Apalagi
sejak tuntutan masyarakat dalam mendesakkan reformasi disegala bidang
berhasil dimenangkan, dengan ditandai jatuhnya orde baru di bawah
kepemimpinan Suharto yang otoriter, maka era reformasi telah membawa
perubahan besar di segala bidang ditandai dengan lahirnya sejumlah undang-
undang yang memberi apresiasi yang begitu besar dan luas. Dalam kasus ini,
mengingatkan kita kepada apa yang diutarakan oleh pakar filsafat publik Walter
Lippmann, bahwa opini massa telah memperlihatkan diri sebagai seorang master
pembuat keputusan yang berbahaya ketika apa yang dipertaruhkan adalah soal
hidup mati (Walter Lippmann, 1999 : 21).

Kenyataan yang perlu disadari, bahwa intensnya pengaruh tuntutan masyarakat


terhadap pembentukan hukum dan lahirnya keputusan-keputusan hukum dapat
terjadi jika tuntutan rasa keadilan dan ketertiban masyarakat tidak terpenuhi atau
terganggu Karena rasa ketidakadilan dan terganggunya ketertiban umum akan
memicu efek opini yang bergulir seperti bola salju yang semakin besar dan
membahayakan jika tidak mendapat salurannya melalui suatu kebijakan produk
hukum atau keputusan yang memadai untuk memenuhi tuntutan masyarakat
tersebut.

Satu catatan penting yang perlu dikemukakan disini untuk menjadi perhatian para
lawmaker adalah apa yang menjadi keprihatinan Walter Lippmann, yaitu :”Kalu
opini umum sampai mendomonasi pemerintah, maka disanalah terdapat suatu
penyelewengan yang mematikan, penyelewengan ini menimbulkan kelemahan,
yang hampir menyerupai kelumpuhan, dan bukan kemampuan untuk memerintah
(Ibid, : 15). Karena itu perlu menjadi catatan bagi para pembentuk hukum adalah
penting memperhatikan suara dari kelompok masyarakat yang mayoritas yang
tidak punya akses untuk mempengaruhi opini publik, tidak punya akses untuk
mempengaruhi kebijakan politik. Disnilah peranan para wakil rakyat yang
terpilih melalui mekanisme demokrasi yang ada dalam struktur maupun
infrastruktur politik untuk menjaga kepentingan mayoritas rakyat, dan
memahami betul norma-norma, kaidah-kaidah, kepentingan dan kebutuhan
rakyat agar nilai-nilai itu menjadi hukum positif.

46
M. Sistem Politik Indonesia

Untuk memahami lebih jauh tentang mekanisme pembentukan hukum di


Indonesia, perlu dipahami sistem politik yang dianut. Sistem politik
mencerminkan bagaimana kekuasaan negara dijalankan oleh lembaga-lembaga
negara dan bagaimana meknaisme pengisian jabatan dalam lembaga-lembaga
negara itu dilakukan. Inilah dua hal penting dalam mengenai sistem politik yang
terkait dengan pembentukan hukum.

Beberapa prinsip penting dalam sistem politik Indonesia yang terkait dengan
uraian ini adalah sistem yang berdasarkan prinsip negara hukum, prinsip
konstitusional serta prinsip demokrasi. Ketiga prinsip ini saling terkait dan saling
mendukung, kehilangan salah satu prinsip saja akan mengakibatkan pincangnya
sistem politik ideal yang dianut. Prinsip negara hukum mengandung tiga unsur
utama, yaitu pemisahan kekuasaan - check and balances - prinsip due process of
law, jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan jaminan serta
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip konstitusional
mengharuskan setiap lembaga-lembaga negara pelaksana kekuasaan negara
bergerak hanya dalam koridor yang diatur konstitusi dan berdasarkan amanat
yang diberikan konstitusi.

Dengan prinsip demokrasi partisipasi publik/rakyat berjalan dengan baik dalam


segala bidang, baik pada proses pengisian jabatan-jabatan dalam struktur politik,
maupun dalam proses penentuan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh berbagai
struktur politik itu. Karena itu demokrasi juga membutuhkan transparansi
(keterbukaan informasi), jaminan kebebasan dan hak-hak sipil, saling
menghormati dan menghargai serta ketaatan atas aturan dan mekanisme yang
disepakati bersama.

Dengan sistem politik yang demikianlah berbagai produk politik yang berupa
kebijakan politik dan peraturan perundang-undangan dilahirkan. Dalam kerangka
paradigmatik yang demikianlah produk politik sebagai sumber hukum sekaligus
sebagai sumber kekuatan mengikatnya hukum diharapkan – sebagaimana yang
dianut aliran positivis – mengakomodir segala kepentingan dari berbagai lapirsan
masyarakat, nilai-nilai moral dan etik yang diterima umum oleh masyarakat.
Sehingga apa yang dimaksud dengan hukum adalah apa yang ada dalam
perundang-undangan yang telah disahkan oleh institusi negara yang memiliki
otoritas untuk itu. Nilai-nilai moral dan etik dianggap telah termuat dalam
perundang-undangan itu karena telah melalui proses partisipasi rakyat dan

47
pemahaman atas suara rakyat. Dalam hal produk itu dianggap melanggar norma-
norma dan nilai-nilai yang mendasar yang dihirmati oleh masyarakat dan
merugikan hak-hak rakyat yang dijamin konstitusi, maka rakyat dapat menggugat
negara (institusi) tersebut untuk mebatalkan peraturan yang telah dikeluarkannya
dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian nilai moral dan etik,
kepentingan-kentingan rakyat yang ada dalam kenyataan-kenyataan sosial tetap
menjadi hukum yang dicita-citakan yang akan selalui mengontrol dan melahirkan
hukum positif yang baru melalui proses perubahan, koreksi dan pembentukan
perundangan-undangan yang baru.

48
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Memahami hukum Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang
dominan dalam kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum
serta apa yang diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum. Dari uraian
pada bagian terdahulu, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai
hukum dan sumber kekuatan berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh aliran
positivisme dalam ilmu hukum yang memandang hukum itu terbatas pada apa
yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan atau yang dimungkinkan
berlakunya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, bahkan aliran
ini akan terus mengokohkan dirinya dalam perkembagan sistem hukum Indonesia
ke depan. Adapun nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam
kenyataan-kenyataan sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk
terbentuknya hukum yang baru melalui perubahan, koreksi serta pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baru.

2. Kenyataan ini menunjukkan bahwa hukum adat dengan bentuknya yang pada
umumnya tidak tertulis, yang sifatnya religio magis, komun, kontan dan konkrit
(visual), sebagai hukum asli Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham
positivis. Menurut Penulis, berbagai masalah kekecewaan pada penegakan hukum
serta kekecewaan pada aturan hukum sebagian besarnya diakibatkan oleh situasi
bergesernya pemahaman terhadap hukum tersebut serta proses pembentukan
hukum dan putusan-putusan hukum yang tidak demokratis.

B. Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah ini
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.

49
DAFTAR PUSTAKA

Pengertian Hukum Menurut Para Ahli dan Jenisnya Lengkap (dosenpendidikan.co.id)

[1] Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 253

[2] Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indah Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 1

[3] Eddy O.S Hiareij, Hand Out Mata Kuliah Teori Hukum Semester Ganjil 2010/2011,
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

[4] Ibid

[5] W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum. Susunan I. Telaah Kritis Atas Teori Hukum, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1990, hlm. 1

[6]Otje Salman S, dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan
Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 54-55

[7]Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum. Strategi Tertib
Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm. 7

[8]Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, bandung, 2004, hlm. 11

[9] Ibid, hlm. 36

[10] Ibid, hlm. 162

[11] Opcit, Otje Salman dan Anthon F. Susanto, hlm. 46-47

[12] Opcit, Satjipto Raharjo, hlm. 254

[13] Opcit, Edy O.S Hiarriej

[14] Opcit, Otje Salman dan Anthon F. Susanto, hlm. 80-81

[15] Lilik Mulyani, Teori Hukum Pembangunan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Sebuah
Kajian Deskriptif Analitis, hlm. 1

[16] Opcit, Satjipto Raharjo, hlm.

[17] Hans Kelsen,, Pengantar Teori Hukum Murn, Nusa Media, Bandung, 2010, hlm. 38

50
[18] Opcit, Bernard L. Tanya, hlm. 97-98

Definis dan Fungsi Teori Hukum | Adityo Ariwibowo (wordpress.com)

Syarifin, Pipin.1999.Pengantar Ilmu Hukum.Bandung : CV Pustaka Setia.

Mas, Marwan.2011.Pengantar Ilmu Hukum.Bogor : Ghalia Indonesia.

Said,Umar.2013.Pengantar Hukum Indonesia.Jakarta : Remaja Rosda Karya.

Ishaq.2012.Dasar-Dasar Ilmu Hukum.Jakarta: Sinar Grafika.

51

Anda mungkin juga menyukai