Anda di halaman 1dari 19

PROFESI ADVOKAT DAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bantuan Hukum dan Advokasi

Dosen Pengampu :
PROF. DR. H. Faisal, S. H., M. H.
Hendra Matdravi S. H.I, M.A.

Disusun Oleh :

Andrean Yuliano 2021010019


Arfaat Yusuf 2021010293
Erie Estrada 2021010187
M. Rian Adha 1821010027

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS RADEN INTAN LAMPUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran allah SWT. Yang telah memberikan rahmat,
hidayah, sertai-Nya sehingga tugas makalah yang berjudul PROFESI ADVOKAT
DAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW semoga kita semua bisa bertemu dengan beliau
di yaumil akhir kelak dan tidak lupa untuk selalu bersyukur kepada allah SWT
yang telah memberi kita nikmat sehat, dan telah memberi kita petunjuk yang
paling benar yakni syariah agama islam syariah agama islam yang paling
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam
semesta.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Bapak Hendra Matdravi S. H.I, M.A. sebagai dosen pengampuh mata kuliah
Bantuan Hukum dan Advokasi selain itu, tujuan menulis makalah ini untuk
menambah pengetahuan atau pengalaman tentang Salah satu profesi hukum yang
memiliki kewajiban yang sangat penting dalam upaya penegakan supremasi
hukum adalah advokat.
Tak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini Akhir kata semoga makalah karya
ilmiah ini, dapat menjadi inspirasi bagi teman-teman dan pembaca, untuk
memulai berkarya khususnya dalam hal tulis menulis.

Bandar Lampung, 25 Februari 2023

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I

PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II

PEMBAHASAN .................................................................................................. 3

A. Profesi Advokat dan Kepengecaraan ........................................................ 3


1. Definisi Advokat dan Kepengecaraan .................................................. 3
2. Kode Etik Profesi Advokat ................................................................... 4
3. Fungsi advokat dan Lembaga Bantuan Hukum .................................... 7
4. Hak Imunitas Advokat .......................................................................... 8
B. Surat advokat dan Prosedur Bantuan Hukum ........................................... 10

BAB III

PENUTUP ............................................................................................................ 15

A. Kesimpulan ............................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah menjamin hak dari seorang
warga negara. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal “28 D ayat (1)
satu UUD 1945 yang menyebutkan yaitu setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Dengan demikian Advokat
dalam melaksanakan dan menjalankan tugas dan pekerjaanya adalah untuk
mewujudkan keadilan dan kebenaran berdasarkan prinsip-prinsip hukum
yang berjalan yang dijamin dan dilindungi oleh undang-undang.
Profesi Advokat merupakan profesi yang sangat dibutuhkan jasanya oleh
semua orang seiring dalam hal meningkatnya kesadaran hukum dalam
masyarakat.1 Bahkan semua kalangan sangat membutuhkan seorang
advokat atau pengacara dalam membantu menyelesaikan masalah yang
mereka hadapi. Baik dari sengketa Perdata, Bisnis dan juga perkara
Pidana. Karena Advokat diberi kuasa dari masyarakat yang membutuhkan
bantuan hukum, dengan hal tersebut Advokat turut serta dalam
menegakkan hukum2
Sebagai Profesi yang mulia keberadaan profesi Advokat di Indonesia
dianggap “agent of las development” atau aktor pengembang hukum yang
menjelma sebagai agen yang mengembangkan hukum didalam
masyarakat3. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tepatnya
pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa Advokat adalah orang yang
berprofesi memberikan pelayanan dan pendampingan hukum baik didalam
maupun diluar persidangan yang dimana telah memenuhi ketentuan aturan
perundang-undangan tersebut. Dalam hal ini profesi Advokat memberikan

1 Rahmat Rosyadi, & Sri Hartini. (2004). Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum
Positif. Jakarta: Ghalia Indonesia.
2 Bagir Manan. (2005). Sistim Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian. Yogyakarta: FH

UII.
3 Rahmat Rosyadi, & Sri Hartini. (2004). Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum

Positif. J Frans Hendra Winarta. (1995). Advokat Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapanakarta: Ghalia
Indonesia.

1
pendampingan hukum terhadap para klien. Tujuannya adalah untuk
menjamin hak-hak para klien dihadapan hukum. Sehingga didalam
perannya tersebut Advokat membutuhkan kebebasan dalam melakukan
tugasnya (legal services) serta melakukan pembelaan (litigation). Sehingga
warga masyarakat yang perlu diperjuangkan haknya akan mendapat
pendampingan hukum dari seorang Advokat mandiri yang bisa
memperjuangkan dan membantu seluruh kepentingannya.4
Dalam Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003, telah
mencantumkan bahwa seorang Advokat memiliki imunitas atau dalam
pengertian lain advokat memiliki kekebalan hukum dalam menjalankan
tugas profesinya. Kekebalan yang dimaksud dalam hal ini bahwa seorang
Advokat dalam menjalankan tugasnya membela dan mendampingi klien
tidak bisa dituntut dihadapan hukum baik dalam ranah hukum perdata
maupun dalam ranah hukum pidana. Hal ini didasarkan sebagai
konsenkuensi atas profesinya tersebut5

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Profesi Advokat dan Kepengecaraan ?
2. Bagaimana surat advokat dan Prosedur Bantuan Hukum ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Profesi Advokat dan Kepengecaraan
2. Mengetahui surat advokat dan Prosedur Bantuan Hukum

4Frans Hendra Winarta. (1995). Advokat Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
5
Munir Fuady. (2005). Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa,
Advokat, Notaris, kurator, dan Pengurus). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profesi Advokat dan Kepengecaraan
1. Definisi Advokat dan Kepengecaraan
Istilah advokat (pengacara) atau penasihat hukum (pemberi bantuan
hukum) merupakan istilah yang tepat dan sesuai dengan fungsinya sebagai
pendamping tersangka atau terdakwa dalam perkara pidana, atau sebagai
pendamping penggugat atau tergugat dalam perkara perdata, dibanding
istilah pembela. Sebab istilah pembela menurut Andi Hamzah sering
disalah tafsirkan, seakan-akan berfungsi sebagai penolong tersangka atau
terdakwa dalam perkara pidana, maupun penggugat atau tergugat dalam
perkara perdata. Padahal fungsi advokat adalah membantu dalam
menemukan kebenaran baik kebenaran materil dalam perkara pidana
maupun kebenaran formil dalam perkara perdata, walaupun bertolak dari
sudut pandangan subjektif, yaitu berpihak pada kepentingan kliennya.
Maka dengan begitu perlu definisi yang jelas dalam memahami istilah
advokat.6
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, advokat (pengacara) adalah
ahli hukum yang berwenang sebagai penasihat hukum atau advokat artinya
orang yang memberikan jasa-jasa hukum di atas dan memenuhi syarat
sesuai UU Advokat. pembela perkara di pengadilan. Pengertian advokat
dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah advoocaat atau advocaat en
procureur yang berarti penasehat hukum, advokat, atau pembela perkara.
Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal istilah legal adviser, barrister, so-
licitour, atau lawyer yang berarti penasehat hukum atau pengacara.7
Beberapa definisi advokat menurut peraturan perundangundangan berikut:
1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, pada Bab I,
Pasal 1 ayat (1):

6Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, h.2.


7
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia
Inggris, Semarang: Aneka Ilmu, 1977, h. 39.

3
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam
maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang ini.8
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana,
pada Bab I, Pasal 1 butir 13:
Penasihat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan
oleh atau berdasar undang-undang untuk memenuhi bantuan hukum.9

Perbedaan Advokat dan Pengacara Setelah UU Advokat. Dengan


diundangkannya UU Advokat, istilah pengacara praktik tidak lagi dikenal.
Pasal 32 UU Advokat menegaskan bahwa advokat, penasihat hukum,
pengacara praktik, dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat UU
Advokat mulai berlaku dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur
dalam UU Advokat. Sehingga, pasca UU Advokat diundangkan, yang
dinyatakan sebagai advokat meliputi:
1. Advokat;
2. Penasihat hukum;
3. Pengacara praktik; dan
4. Konsultan hukum;

2. Kode Etik Profesi Advokat


Profesi advokat tidak bisa dilepaskan dari Kode Etik (Code of
conduct) yang memiliki nilai dan moral di dalamnya.Menurut Filsuf
Jerman-Amerika. Hans Jonas Nilai adalah The Addresses of a yes yaitu :
Sesuatu yang kita iakan atau kita aminkan “Nilai mempunyai konotasi
positif sebaliknya sesuatu yang kita jauhi atau lawan dari nilai adalah
“Non Nilai” (Disvalue). Istilah nilai: value (Inggris); valua, valere (Latin);
Worth, Weorth, Wurth (Amerika) yang berarti kuat dan berharga. Nilai
berguna sebagai sumber dan tujuan pedoman hidup manusia. Advokat
sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan
8 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Surabaya: Karya Anda,
2003, h. 17
9 KUHPer. (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) KUHP (Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), Jakarta: Pustaka
Yustisia, 2010, h. 644.

4
profesinya berada di bawah perlindungan hukum, Undang-undang dan
kode etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan
dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian,
kejujuran, kerahasiaan, dan keterbukaan.
Dari ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf a. Kode Etik Advokat
Indonesia dapat disimpulkan bahwa seorang advokat, dalam menjalankan
profesinya, harus selalu berpedoman kepada:
a. Kejujuran profesional (professional honesty) sebagaimana
terungkap dalam Pasal 3 huruf a. Kode Etik Advokat Indonesia dalam
kata-kata “Oleh karena tidak sesuai dengan keahilannya”.
b. Suara hati nurani (dictate of conscience) Keharusan bagi setiap
advokat untuk selalu berpihak kepada yang benar dan adil dengan
berpedoman kepada suara hati nuraninya berarti bahwa bagi advokat
Indonesia tidak ada pilihan kecuali menolak setiap perilaku yang
berdasarkan “he who pays the piper calls the tune” karena pada
hakikatnya perilaku tersebut adalah pelacuran profesi advokat. Keperluan
bagi advokat untuk selalu bebas mengikuti suara hati nuraninya adalah
karena di dalam lubuk hati nuraninya, manusia menemukan suatu satu
hukum yang harus ia taati.
Berkaitan dengan UU Advokat No. 18 tahun 2003 maka disusun Kode
Etik Advokat Indonesia, hal ini bertujuan untuk menjaga martabat dan
kehormatan profesi Advokat (Pasal 26 Bab IX ayat 1); UU tersebut juga
mengatur bagaimana seorang Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode
etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi
Advokat (ayat 2); Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada:
- ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan
- ayat (3); Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat
dilakukan oleh Organisasi Advokat
- (ayat 4). Kode etik juga mengatur tentang susunan, tugas, dan
kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

5
Pada dasarnya, Kode Etik Advokat dan Undang-Undang Advokat
mengatur tentang hubungan Advokat dengan Klien dan Hubungan
Advokat dengan teman sejawat. Hubungan antara Advokat dengan
klien diatur di dalam Pasal 4 Kode Etik Advokat, yaitu:
1. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan
penyelesaian dengan jalan damai.
2. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat
menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
3. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa
perkara yang ditanganinya akan menang.
4. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib
mempertimbangkan kemampuan klien.
5. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya
yang tidak perlu.
6. Advokat dalam mengurus perkara Cuma-Cuma harus
memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk
mana ia menerima uang jasa.
7. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut
keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
8. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang
diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap
menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara advokat
dan klien itu.
9. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan
kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau
pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak
dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf (a).
10. Advokat mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih
harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan
kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari

6
timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
11. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan
menimbulkan kerugian kepentingan klien.
Adapun hubungan antar Advokat dengan Teman Sejawat, diatur di
dalam Pasal 5 Kode Etik Advokat, yaitu:
1. Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap
saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
2. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berpapasan
satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan
kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.
3. Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang
dianggap bertentangan dengan kode etik Advokat harus diajukan kepada
Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk
disiarkan. Melalui media massa atau cara lain.
4. Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien
dari teman sejawat.
5. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang
baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti
pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan berkewajiban
mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada
terhadap Advokat semula.
6. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap
Advokat baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya
semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu,
dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.

3. Fungsi Advokat dan Lembaga Bantuan Hukum


Secara garis besar tugas dan fungsi Advokat tidak begitu dirincikan
dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Hal
ini disebabkan karena Advokat bukan pejabat yang terikat pada negara
seperti Polisi, Jaksa, dan Hakim. Dalam buku Dr. Yahman, S.H dan
Nurtin Tarigan, S.H yang berjudul Peran Advokat Dalam Sistem

7
Hukum Nasional telah merincikan beberapa tugas dan fungsi Advokat
antara lain sebagai berikut :10
a) Memperjuangkan Hak Asasi Manusia;
b) Sebagai pengawal Konstitusi;
c) Menjunjung tinggi sumpah jabatan dalam rangka menegakan
hukum, keadilan dan kebenaran;
d) Melindungi dan merawat sikap mandiri, bebas, derajat serta harkat
dan martabat Advokat;
e) Menjaga dan memelihara hubungan baik dengan klien maupun
dengan rekan sejawat;
f) Menangani kasus dan perkara sesuai dengan amanat yang tertuan
didalam aturan Kode Etik Advokat baik secara Nasional maupun
Internasional;
g) Menjauhi penyalah gunaan intelektual yang merugikan masyarakat
dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi Advokat melalui
dewan kehormatan masing-masing organisasi Advokat;
h) Memberikan pelayanan hukum (legal services), konsultasi hukum
(legal consultation), pendapat hukum (legal opinion), serta menyusun
kontrak-kontrak;
i) Membela kepentingan klien dan mewakili klien dipengadilan;11
j) Serta memberikan bantuan hukum bagi masyarakat secara cuma-
Cuma bagi mereka yang tidak mampu, baik diranah pengadilan
maupun diluar pengadilan.12

4. Hak Imunitas Advokat


Kebebasan dalam hak imunitas advokat berada dalam konteks dampak
dari tindakan advokat tersebut dalam menjalankan tugas profesinya, baik
terhadap para advokat maupun kliennya. Advokat dan kliennya tidak boleh

10 Dr. Yahman, & Nurtin Tarigan. (2019). Peran Advokat dalam Sistem Hukum
Nasional. Jakarta: Prenada Media Group.
11 Muhammad Nuh, Etika Profesi..., h. 273-274.
12
Lihat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Pasal 22 ayat (1) dan (2)

8
ditekan, diancam, mengalami hambatan, ketakutan atau perlakuan yang
merendahkan harkat dan martabat profesi advokat.13

Hak imunitas adalah kebebasan dari advokat untuk melakukan atau tidak
melakukan setiap tindakan dan mengeluarkan atau tidak mengeluarkan
pendapat, keterangan atau dokumn kepada siapapun dalam menjalankan
tugas profesinya, sehingga dia tidak dapat di hukum sebagai konsekuensi
dari pelaksanaan tugas profesinya.14 Seorang advokat bertugas
mempertahankan hak subyek hukum perseorangan (Naturlijke Persoon)
maupun subyek hukum berupa badan hukum (rechtpersoon).
Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat huruf b dinyatakan bahwa profesi Advokat adalah profesi
terhormat atau Officium Nobile yang dalam menjalankan profesinya
berada di bawah perlindungan hukum, undang-undang dan kode etik.
Advokat mempunyai kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan
kepribadian Advokat yang berpegang teguh pada independensi, kejujuran,
kerahasiaan dan keterbukaan. Kedudukan Advokat sebagai lembaga
penegak hukum non pemerintah yang ditegaskan pula dalam Pasal 5 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah salah
satu perangkat perlindungan hukum kepada Advokat terutama untuk
memperkuat posisi hak imunitas Advokat dalam prakteknya di sidang
pengadilan.

Pasal 5 Ayat (1) UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat


pula menegaskan posisi Advokat sebagai bagian dari struktur hukum,
sebagaimana dijelaskan Friedman, dari sistem penegakan hukum. Advokat
memerlukan suatu hak imunitas dalam menjalan tugas profesinya. Dalam
hukum internasional dikenal ada tiga ketentuan yang berhubungan dengan
masalah hak imunitas advokat, yaitu: Basic Principles on The Rule of
Lawyers, yang menyatakan bahwa pemerintah wajib menjadi advokat
dalam menjalankan tugas profesinya bebas dari segala bentuk intimidasi

13
H.P Panggabean, 2010, Manajemen Advokasi, Alumni, Jakarta, h. 151
14 V. Harlen Sinaga, 2011, Dasar-dasar Profesi Advokat, Erlangga, Jakarta, hlm. 120

9
dan intervensi, termasuk tuntutan secara hukum. International Bar
Association (IBA) Standards for Independence of Legal Profession lebih
luas mendefinisikan bahwa advokat tidak hanya kebal dari tuntutan hukum
secara pidana dan perdata, tetapi juga administratif, ekonomi, intimidasi,
dan lain sebagainya dalam melaksanakan tugas profesinya membela dan
memberi nasihat hukum kepada kliennya secara sah. The World
Conference of Independence if Justice di Montreal pada tahun 1983
mendeklarasikan menuntut adanya sistem yang adil dalam administrasi
peradilan yang dapat menjamin independensi advokat.15
Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 26/PUU-
XI/2013 menyatakan, bahwa Pasal 16 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Advokat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4288) tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Advokat tidak dapat dituntut baik
secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya
dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun
di luar sidang pengadilan”.
Amar Putusan Nomor 26/PUU-XI/2013 menunjukkan kewenangan
Mahkamah Konstitusi sebagai the Sole Interpreter of the Constitution,
dimana Mahkamah Konstitusi menambahkan interpretasi baru yang
memiliki kekuatan hukum penuh yang mengikat terhadap hak imunitas
advokat. Inti amar putusan tersebut adalah diakuinya dan dijaminnya
perlindungan terhadap Advokat dalam tindakan-tindakan non-litigasi yang
dilakukan dengan itikad baik dan untuk kepentingan pembelaan klien di
dalam maupun di luar pengadilan.16

B. Pengenalan Surat-Surat advokat dan Prosedur Bantuan Hukum


Dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia, apabila seseorang ingin
mengajukan suatu gugatan perdata di pengadilan negeri mengenai

15 H. Muhammad Khambali, Hak Imunitas Advokat Tidak Tak Terbatas, Jurnal Cakrawala Hukum, XIV No 1
Tahun 2017 h. 27
16
Kamal Arif, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Imunitas Advokat Dalam Penegakan Hukum Di
Indonesia, Jurnal IQTISAD Volume 5, Nomor 1, Juni 2018, h. 34

10
permasalahan hukum yang berkaitan dengan pemenuhan prestasi dalam
perjanjian atau pun perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
seseorang atau badan hukum terhadap dirinya, dan dia bermaksud
menunjuk seorang atau lebih advokat sebagai penerima kuasanya dalam
mewakili dan/atau memberikan bantuan hukum pada proses pemeriksaan
perkara di persidangan, maka orang tersebut harus memberikan kuasa
kepada advokat yang ditunjuk dalam bentuk Surat Kuasa Khusus yang
dibuat dan ditandatangani serta diperuntukkan khusus untuk itu. Hal
pemberian Kuasa dengan Surat Kuasa Khusus yang demikian ini, berlaku
pula bagi pihak yang digugat oleh pihak lain, yang pada akhirnya diwakili
oleh seorang advokat sebagai penerima kuasa.
Pengaturan hukum mengenai surat kuasa dapat kita temui secara
tersirat dalam Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
("KUHPer") atau sering disebut juga dengan Burgerlijk Wetboek (BW)
yang menyatakan, “Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang
berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya
untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa’’
Bentuk kuasa yang sah di depan pengadilan untuk mewakili kepentingan
pihak yang berperkara , di atur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR, yaitu :
1. Kuasa secara Lisan;
Kuasa ini dinyatakan secara lisan oleh Penggugat di hadapan Ketua
Pengadilan Negeri, dan pernyataan pemberian kuasa secara lisan tersebut
dinyatakan dalam catatan gugatan yang dibuat oleh Ketua Pengadilan
Negeri.
2. Kuasa yang ditunjuk dalam Surat Gugatan;
Penggugat dalam surat gugatannya, dapat langsung mencantumkan dan
menunjuk Kuasa Hukum yang dikehendakinya untuk mewakili dalam
proses pemeriksaan perkara. Dalam praktek, cara penunjukan seperti itu
tetap saja didasarkan atas Surat Kuasa Khusus yang telah dicantumkan dan
dijelaskan pada surat gugatan.
3. Surat Kuasa Khusus.

11
Pengertian dan definisi dari Surat Kuasa Khusus tidak di atur secara jelas
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) maupun
HIR, akan tetapi dapat diikhtisarkan esensi dari Surat Kuasa Khusus yaitu :
(i) yang meliputi pencantuman kata-kata “Khusus” dalam surat kuasa, (ii)
yang berisikan pengurusan kepentingan tertentu pemberian kuasa yang
dibuat dan ditandatangani khusus untuk itu. Hal tersebut sesuai dengan
Pasal 1795 KUH Perdata.
Berkaitan dengan pengurusan perkara perdata di pengadilan negeri oleh
seorang advokat sebagai penerima kuasa, maka hal-hal yang perlu
diperhatikan oleh seorang Kuasa Hukum dalam pemberian Surat Kuasa
Khusus adalah :
1. Identitas para pihaknya;
2. Pokok dan obyek sengketanya;
3. Wilayah kewenangan pengadilan tempat gugatan diajukan;
4. Penyebutan kata-kata “KHUSUS” dan klausul khususnya;
5. Hak-hak penerima Kuasa, yaitu hak substitusi dan hak retensi;
6. Tanggal dibuatnya Kuasa Khusus;
7. Tanda tangan para pihaknya, sebagai persetujuan.
8. Agar tidak terjebak kepada pengertian antara Kuasa Umum dengan
Kuasa Khusus, maka berikut dibawah ini terdapat bagan perbedaan antara
keduanya: Perbedaan Surat Kuasa Khusus dan Surat Kuasa Umum Surat
Kuasa Khusus Dasar Hukum Pasal 1795 KUH Perdata , Judul
Mencantumkan kata-kata “Surat Kuasa Khusus”, Dasar Hukum Pasal 1795
KUH Perdata Isi Meliputi 1 (satu) kepentingan tertentu atau lebih dari
pemberi kuasa yang diperinci mengenai hal-hal yang boleh dilakukan oleh
penerima kuasa. Surat Kuasa Umum Mencantumkan kata-kata “Surat
Kuasa Umum”, Pasal 1796 KUH Perdata Meliputi perbuatan- perbuatan
segala pengurusan kepentingan dari pemberi kuasa, misalnya : memindah
tangankan benda, meletakan Hak Tanggungan, membuat perdamaian.

Prosedur Bantuan Hukum dan Dasar Hukumnya

12
Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu
dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini :
1. Pasal 22 UU Advokat
(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada
pencari keadilan yang tidak mampu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan
hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dasar Hukum Mengenai Bantuan Jasa Advokat Mengenai Bantuan
Jasa Advokat diatur di Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun
2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum mengacu pada
Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Umum
sebagaimana tercantum dalam lampiran A, di BAB IV Tentang Bantuan
Jasa Advokat yaitu sebagai berikut:
a. Prosedur Penyelenggaraan Bantuan Jasa Advokat Mengenai Prosedur
Penyelenggraan Bantuan Jasa Advokat di atur di Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA) No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan
Hukum mengacu pada Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di
Lingkungan Peradilan Umum sebagaimana tercantum pada lampiran A
yaitu:
1. Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Advokat untuk menjalankan kuasa,
yaitu: mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum
lain untuk kepentingan Pemohon Bantuan Hukum yang memenuhi syarat
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Advokat menyediakan jasa bantuan hukum cuma-cuma sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Dalam menjalankan tugasnya advokat dapat menerima biaya
pendampingan menurut Pasal 9, sesuai standart yang ditentukan oleh
Negara.
4. Bantuan biaya pendampingan bukan merupakan pembayaran jasa atau
honorarium profesional.

13
5. Pemohon bantuan hukum harus membuktikan bahwa ia tidak
mampudengan memperlihatkan:
a. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Lurah/Kepala Desa
setempat;atau b. Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu
Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan
Langsung Tunai (BLT); atau
c. Surat pernyataan tidak mampu yang dibuat dan ditandatangani pemohon
bantuan hukum dan diketahui oleh Pengadilan Negeri.
6. Advokat yang ditunjuk untuk memberikan bantuan hukum dapat:
a. Bertindak sebagai pendamping atau kuasa hukum untuk memberikan
bantuan hukum dalam pengurusan sengketa perdata pemohon bantuan
hukum di pengadilan. Atau;
b. Bertindak sebagai pendamping dan pembela terhadap pemohon bantuan
hukum yang didakwa melakukan tindak pidana di pengadilan.
7. Advokat pemberi bantuan hukum adalah advokat yang memenuhi
persyaratan praktek dan beracara berdasarkan ketentuan UndangUndang
No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang dapat merupakan:
a. Advokat piket yang bersedia ditunjuk oleh pengadilan
b. Advokat yang mewakili lembaga masyarakat sipil penyedia bantuan
hukum; atau
c. Advokat yang mewakili unit kerja bantuan hukum pada organisasi
profesi advokat; atau
d. Advokat yang mewakili lembaga konsultasi lembaga konsultasi dan
bantuan hukum perguruan tinggi.
8. Dalam hal advokat berhalangan ketika menjalankan tugasnya, maka
kuasanya dapat diganti oleh advokat lain berdasarkan hak substitusi.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah tentang Advokat didalam bahasa latin yaitu “Advocare” yang
berarti “to defand, to call to one’s aid, to vouch or to warrant”. Sedangkan
orang yang menjalankan profesi tersebut disebut dengan “Advocate” yang
maknanya dalam bahasa Indonesia “adalah seseorang yang memberikan
nasihat ataupun wejangan, membela kepentingan klient dan mewakilinya
dipengadilan maupun dimuka umum17, mempunyai pendidikan formal
dalam bidang ilmu hukum diakui dalam berpraktek dan dapat membela
perkara.”
Persamaan Advokat dengan penasihat hukum tercantum pada Pasal 1
huruf b Kode Etik Advokat yang menyebutkan “yang dimaksud dengan
penasihat Hukum adalah Advokat yang disebut dengan penasihat hukum.
termasuk juga yang dimaksud dengan “Pengacara” dan “Pengacara
Praktek” sebagai penerima kuasa dengan izin khusus insidentil dari
pengadilan setempat.18
Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak
mampu dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di bawah
ini :
1. Pasal 22 UU Advokat
(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma
kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan
hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

17 Dr. Yahman, & Nurtin Tarigan. (2019). Peran Advokat dalam Sistem Hukum
Nasional. Jakarta: Prenada Media Group.
18 Riadi Asra Rahmad, Hukum Acara Pidana, 2020, pekanbaru; al-mujtahid hal. 73

15
DAFTAR PUSTAKA
Advokat, Notaris, kurator, dan Pengurus). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Arif Kamal, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Imunitas Advokat Dalam
Penegakan Hukum Di Indonesia, Jurnal IQTISAD Volume 5, Nomor 1, Juni
2018
Hendra Winarta Frans , Advokat Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1995
Hukum Pidana) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), Jakarta:
Pustaka
Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, Jakarta: Sinar Grafika, 2012
Khambali H. Muhammad, Hak Imunitas Advokat Tidak Tak Terbatas, Jurnal
Cakrawala Hukum, XIV No 1 Tahun 2017
KUHPer. (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) KUHP (Kitab Undang-Undang
Lihat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Pasal 22 ayat (1)
dan (2)
Manan Bagir, Sistim Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian. Yogyakarta: FH UII,
2005
Munir Fuady. (2005). Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa,
Panggabean H.P, Manajemen Advokasi, Alumni, Jakarta, 2010
Positif. J Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapanakarta: Ghalia Indonesia,1995
Puspa Yan Pramadya, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia
Rahmad Riadi Asra, Hukum Acara Pidana, pekanbaru; al-mujtahid, 2020
Rosyadi Rahmat, & Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum,
2004
Rosyadi Rahmat, & Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum
Positif. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004
Sinaga V. Harlen, Dasar-dasar Profesi Advokat, Erlangga, Jakarta, 2011
Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Surabaya: Karya Anda,
2003
Yahman, & Nurtin Tarigan, Peran Advokat dalam Sistem Hukum Nasional.
Jakarta: Prenada Media Group,2019

16

Anda mungkin juga menyukai