Anda di halaman 1dari 24

KOMPONEN HUKUM

Makalah diajukan pada mata kuliah Hukum Bisnis

Dosen Pengampu: Nikmah Dalimunthe, M.H

Kelompok 2
1. Ali Sutan Harahap (0502202085)
2. Aulia Ramadani Pane (0502202113)
3. Dhea Maura Azhari (0502202055)
4. Dita Saharani (0502202081)
5. Jihan Isnaini Hasibuan (0502202064)
6. Khairah Fiddarain (0502202107)
7. Salsabila Matondang (0502202042)

KELAS AKS 5B
AKUNTANSI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2022/2023
KATA PENGANTAR
ٌ‫بسٌ هللا اىسحَِ اىسحي‬

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Komponen
Hukum" dengan tepat waktu. Tak lupa pula shalawat dan salam kami haturkan
kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir
pada kita di hari akhir kelak.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah Hukum Bisnis pada jurusan Akuntansi Syariah. Pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih atas segala bimbingan
dan bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak hingga selesainya
penulisan makalah ini, terutama kepada :

1. Ibu Nikmah Dalimunthe, M.H, selaku dosen mata kuliah Hukum Bisnis.
2. Orang tua kami yang banyak memberikan dukungan, baik moril maupun
materil.
3. Semua pihak terutama teman sekelompok yang telah membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh


sebab itu, diharapkan para pembaca dapat memberi saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Merupakan suatu harapan pula,
semoga tulisan ini menjadi amal jariyah serta bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 26 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
1. Subjek Hukum......................................................................................................... 2
2. Objek Hukum .......................................................................................................... 3
3. Badan Hukum ......................................................................................................... 8
4. Asas dan Norma Hukum ......................................................................................... 11
5. Struktur Hukum....................................................................................................... 12
6. Dalil tentang Hukum .............................................................................................. 15
7. Hukum dalam Berbisnis .......................................................................................... 18
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 19
1. Kesimpulan ............................................................................................................. 19
2. Saran ....................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar
kepentingan-kepentingannya yang terlindungi, maka hukum seharusnya
dilaksanakan secara nyata. Hukum berfungsi sebagai pengatur pergaulan
hidup secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Ketika ada perilaku
yang menyimpang hukum dapat bertindak sesuai dengan wewenangnya karna
itu adalah tujuan hukum.
Komponen hukum adalah keseluruhan aturan hukum termasuk asas dan
norma hukum baik tertulis maupun tidak tertulis serta putusan pengadilan
yang dipedomani oleh masyarakat dan pemerintah. Komponen hukum sangat
penting dalam mendirikan suatu hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu subjek hukum?
2. Apa itu objek hukum?
3. Apa itu badan hukum?
4. Apa saja norma dan asas hukum?
5. Bagaimana struktur hukum?
6. Dalil apa saja yeng membahas mengenai hukum?
7. Bagaimana hukum dalam berbisnis?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui subjek hukum
2. Untuk mengetahui objek hukum
3. Untuk mengetahui badan hukum
4. Untuk mengetahui norma dan asas hukum
5. Untuk mengetahui struktur hukum
6. Untuk mengetahui dalil apa saja yeng membahas mengenai hukum
7. Untuk mengetahui hukum dalam berbisnis?

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Subjek Hukum
Istilah subjek hukum berasal dari bahasa Belanda yaitu rechtsubject
atau subject of law dalam bahasa Inggris. Secara umum subjek hukum
diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia dan badan
hukum.1 Subjek hukum merupakan segala sesuatu yang memiliki
kewenangan hukum, penyandang hak dan kewajiban dalam perbuatan hukum.
Menurut Apeldoorn subjek hukum adalah segala sesuatu yang
mempunyai kewenangan hukum atau persoonlijkheid. Kewenangan hukum
tersebut merupakan kecakupan untuk menjadi pendukung subjek hukum yang
diberikan oleh hukum objektif.2
Menurut Algra subjek hukum adalah setiap orang yang mempunyai hak
dan kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum. Wewenang hukum
adalah kewenangan untuk menjadi subjek dari hak-hak.
Menurut Utrech subjek hukum adalah suatu pendukung hak yaitu
manusia atau badan yang menurut hukum berkuasa menjadi pendukung hak.
Suatu subjek hukum mempunyai kekuasaan guna mendukung hak dan
kewajiban.3
Manusia dan badan hukum mempnyai kewenangan dalam hak dan
kewajiban, sehingga menusia dan badan hukum disebut mempunyai
kewenangan hukum.
a. Manusia sebagai subjek hukum
Manusia adalah pendukung hak dan kewajiban, maka dari itu
manusia ditetapkan menjadi subjek hukum. Manusia menjadi subjek
hukum karna manusia mempunyai kehendak dan dapat mengambil
keputusan yang bebas. Manusia bukanlah subjek yang berdiri sendiri,
melainkan senantiasa berhubungan dengan kenyataan. Manusia bukan

1
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Indonesia, (Prenada Media: Jakarta),
2008, h.40
2
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Pradnya Paramitha: Jakarta), 1982, h.203
3
E.Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Pustaka Sinar Harapan: Jakarta ), 1965, h.234

2
hanya kebebasan saja, namun kebebasan bertanggung jawab. Manusia
hidup dalam hubungan timbal balik dengan lingkungannya, dan
masyarakatlah lingkungan dimana manusia hidup.4
Secara yuridis ada beberapa alasan manusia sebagai subjek hukum,
yaitu:
1) Manusia mempunyai hak-hak subjektif
2) Kewenangan hukum yang berarti kecakapan untuk menjadi subjek
hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.

b. Badan hukum sebagai subjek hukum


Selain manusia yang secara kodrati merupakan subjek subjek
hukum, hukum juga mengakui eksistensi badan hukum atau rechtpersoon
sebagai subjek hukum, yang berkedudukan sebagai pendukung hak dan
kewajiban. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu dapat
memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan
perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat dimuka
pengadilan. Badan-badan atau perkumpulan tersebut dinamakan Badan
Hukum (rechtperson) yang berarti orang (person) yang diciptakan oleh
hukum. Rechtperson biasa disebut sebagai badan hukumyang merupakan
persona ficta atau orang yang diciptakan oleh hukum sebagai persona.5

2. Objek Hukum
Obyek hukum Adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek
hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum
berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai
ekonomis.
Menurut pasal 503 sampai dengan pasal 504 KUH perdata disebutkan
bahwa benda dapat dibagi menjadi dua yaitu :

4
O. Notohamidjojo, Demi Keadilan dan Kemanusiaan, (BPK Gunung Mulia: Jakarta), 1973, h.9
5
Prananingrum, Dyah Hapsari. Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia dan Badan
Hukum, Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, Vol.8, No.1, 2014: 73-92, h. 78

3
a. Benda yang bersifat kebendaan
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu
benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera,
terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan
dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak Benda yang tidak bergerak ini dibedakan
menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
1) Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala
sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-
tumbuhan, area, dan patung.
2) Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang
dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang
oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang
merupakan benda pokok.
3) Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini
berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya
hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak
pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

b. Benda yang bersifat tidak kebendaan


Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah
suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat)
dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya
merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.

Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang

Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan)


adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan
kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan
jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci,

4
namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman
pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus
mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.

Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan


yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.

1. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal
1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH
Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada
maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak
merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan
debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang
memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali
diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan
umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
a. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
b. Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak
lain.

2. Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus
pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan,
dan fidusia.
a. Gadai
Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai
adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang

5
diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk
menjamin suatu hutang.
Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk
mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari
kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang
barang dan biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda
itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
Sifat-sifat Gadai yakni :
1) Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud.
2) Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari
perjanjian pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan
sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
3) Adanya sifat kebendaan.
4) Syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari
kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari
pemberi gadai kepada pemegang gadai.
5) Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
6) Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).
7) Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai
tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari
hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh
bendanya.
b. Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak
kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian
dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).
Sifat-sifat hipotik yakni :
1) Bersifat accesoir yakni seperti halnya dengan gadai.
2) Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit desuite) yaitu hak hipotik
senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun
benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata .

6
3) Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit
de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH
perdata.
4) Obyeknya benda-benda tetap.
c. Hak Tanggungan
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan
(UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang
dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu
kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur yang lain.
Obyek hak tanggungan yakni :
 Hak milik (HM).
 Hak guna usaha ( HGU).
 Rumah susun berikut tanah hak bersama serta hak milik atas
satuan rumah susun (HM SRS).
 Hak pakai atas tanah negara.
 Obyek hak tanggungan tersebut terdapat dalam pasal 4 undang-
undang no 4 tahun 1996.
d. Fidusia
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare
Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian
accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik
secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada
kreditur.
Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai
peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah
hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secara
constitutum possesorim yang artinya hak milik (bezit) dari barang di
mana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan
(pengalihan pura-pura).

7
Sifat jaminan fidusia yakni : Berdasarkan pasal 4 UUJF,
jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu
perjanjian pokok yang menimbulkan kewajuban bagi para pihak
didalam memenuhi suatu prestasi untuk memberikan sesutau atau
tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang sehingga
akibatnya jaminan fidusia harus demi hukum apabila perjanjian
pokok yang dijamun dengan Fidusia hapus.
Obyek jaminan fidusia yakni benda. Benda adalah segala
sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar maupun tidak
terdaftar, bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak
dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.
Benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan antara lain :
1) Benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak
tanggungan.
2) Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik, untuk
benda bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani
dengan hak gadai.6

3. Badan Hukum
Pengertian pokok, apa badan hukum itu adalah segala sesuatu yang
berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang demikian itu oleh hukum
diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli hukum mengenai badan
hukum di atas dapat diketahui bahwa tidak ada keraguan sedikitpun mengenai
kedudukan badan hukum sebagai subjek hukum, karena badan hukum
merupakan lembaga yang independen, penyandang hak dan kewajiban, serta
dapat bertindak di depan hukum. Implikasi hukum dari independen atau
kemandirian tersebut, bahwa keberadaan badan hukum tersebut tidak

6
Available at: https://sites.google.com/a/unida.ac.id/gelardwi/pengantar-ilmu-
hukum/obyek-hukum (Accessed September 24th, 2022,10.00 PM)

8
digantungkan pada kehendak pendiri atau organ namun ditentukan oleh
hukum.
Dalam badan hukum terdapat 2 (dua) unsur penting yang harus
diperhatikan. Pertama, dapat dipisahkannya hak dan kewajiban badan hukum
dari hak dan kewajiban anggota badan hukum. Kedua, organ badan hukum
dapat berganti-ganti namun demikian badan hukum tetap ada. Dengan
demikian badan hukum merupakan penyandang hak dan kewajibannya
sendiri sebagai subjek hukum yang memiliki status yang dipersamakan
dengan orang perorangan sebagai subjek hukum. Sebagai implikasinya, badan
hukum dapat digugat maupun menggugat di pengadilan. Kondisi ini
membawa konsekuensi bahwa keberadaan dan ketidak-beradaannya sebagai
badan hukum tidak bergantung pada kehendak sendiri atau anggotanya
melainkan ditentukan oleh hukum. Berdasarkan pendapat dari para ahli
tentang kriteria badan hukum yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
disusunlah unsur-unsur badan hukum adalah sebagai berikut:7
a. Adanya pemisahan harta kekayaan antara pendiri dengan badan hukum;
b. Mempunyai harta kekayaan tertentu;
c. Memiliki kepentingan tertentu;
d. Memiliki organ yang menjalankan badan hukum;
e. Adanya managemen yang teratur.
Dengan demikian rechts-persoon atau badan hukum adalah orang yang
diciptakan oleh hukum dan mampu melakukan perbuatan-perbuatan hukum
yang memiliki kekayaan sendiri. Pengertian mengenai badan hukum yang
lebih lengkap dapat ditemukan dari pendapat Molengraaff. Badan hukum
menurut Molengraaff merupakan hak dan kewajiban dari para anggotanya
secara bersama-sama, dan didalamnya terdapat harta kekayaan bersama yang
tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya menjadi pemilik sebagai
pribadi untuk masing-masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak dapat
dibagi-bagi itu, tetapi juga sebagai pemilik bersama untuk keseluruhan harta

7
Prananingrum, Dyah Hapsari. Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia dan Badan
Hukum. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 8.1 (2014): 73-92. Hal 82

9
kekayaan, sehingga setiap pribadi anggota adalah juga pemilik harta
kekayaan yang terorganisasikan dalam badan hukum itu.
Badan hukum mempunyai pertanggungjawaban tersendiri, kekayaan
yang terpisah membawa akibat; kreditur pribadi para anggota tidak
mempunyai hak menuntut harta kekayaan badan hukum, para anggota secara
pribadi tidak dapat menagih piutang dari badan hukum terhadap pihak ketiga,
kompensasi antara utang pribadi dan utang badan hukum tidak
diperkenankan, hubungan hukum baik perjanjian, maupun proses-proses
antara anggota dan badan hukum mungkin saja seperti halnya antara badan
hukum dengan pihak ketiga, pada kepailitan hanya kreditur badan hukum
yang dapat menuntut harta kekayaan terpisah itu;
a. Mempunyai tujuan tertentu Tujuan tertentu tersebut bukanlah tujuan pribadi
dari suatu anggota melainkan tujuan dari badan hukum itu sendiri sebagai
subyek hukum, karena badan hukum hanya dapat bertindak dengan perantara
organnya perumusan tujuan dan kehendaknya tegas dan jelas. Ketegasan ini
memudahkan pemisahan apakah organ bertindak dalam batas-batas
wewenangnya atau tidak, bagi kita di Indonesia, bahwa tujuan itu hendaknya
mencerminkan nilai-nilai etika, dengan keadilan hukum berdasarkan Pancasila
tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum,
harus betul-betul mencerminkan keadilan masyarakat Pancasila;
b. Mempunyai kepentingan sendiri Kepentingan yang dimaksud adalah
merupakan hak-hak subyektif sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa hukum,
kepentingan itu dilindungi oleh hukum, badan hukum yang memiliki
kepentingan itu, dapat menuntut dan mempertahankan kepentingan itu
terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukum;
c. Adanya organisasi yang teratur Badan hukum adalah suatu konstruksi hukum,
dalam pergaulan hukum badan hukum diterima sebagai subyek hukum selain
manusia. Badan hukum hanya dapat bertindak hukum dengan perantara
organnya, organ, pembagian tugas, tindakan hukum dapat dilakukan,
pemilihannya diatur dalam anggaran dasar dan peraturan atau keputusan rapat

10
anggota, kesemuanya inilah mewujudkan adanya perwujudan dari sebuah
organisasi yang teratur.8

4. Asas dan Norma Hukum


Norma merupakan ukuran yang melandasi seseorang untuk bergaul
dengan orang lainnya ataupun dengan lingkungan sekitarnya. Norma berasal
dari bahasa Latin, yang dalam bahasa Arab disebut kaidah, sedangkan dalam
bahasa Indonesia umumnya disebut dengan pedoman.9 Menurut Paul
Scholten, asas adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di
belakang sistem hukum masing-masing yang dirumuskan dalam aturan-aturan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.10
Dalam Pemebentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat
ini (sejak era Reformasi) terdapat kecenderungan untuk meletakkan asas-asas
hukum atau asasasas pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut di
dalam salah satu pasapasal awal, atau dalam Bab Ketentuan Umum seperti
dirumuskan dalam UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal tersebut Seperti dijelaskan
pada latar belakang dimana dalam ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 asas hukum
telah ditetapkan menjadi suatu rumusan norma hukum.11
Suatu noma/ aturan hukum (rechtsregel) memiliki isi yang jauh lebih
konkret, yang dapat diterapkan secara langsung. Berbeda dengan asas hukum
yang daya kerjanya secara tidak langsung (indirect werking), yakni
menjalankan pengaruh pada interpretasi terhadap aturan hukum. Norma/
aturan hukum tidak hanya memiliki isi yang lebih konkret dan dapat
diterapkan secara langsung, tetapi lebih dari itu aturan hukum itu juga bersifat
“semua atau tidak sama sekali“ (alles of niets karakter). Berbeda dengan asas
hukum yang tidak memilik sifat “semua atau tidak sama sekali”. Seringkali
terhadap kejadian yang sama dapat diterapkan berbagai asas hukum, yang

8
Prananingrum, Dyah Hapsari. Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia dan Badan
Hukum, Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 8.1 (2014): 73-92. Hal 84
9
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan I, (Kanisius: Yogyakarta), 2007, h. 18
10
J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum (alih bahasa : B. Arief Sidharta), (Citra Aditya Bakti:
Bandung), 1999, h. 119.
11
Deddy Riyanto Adi Rahmat. dkk, Hubungan Antara Norma Hukum dengan Asas Hukum,
(Garuda Kemendikbud), 2013, h.3.

11
sesuai dengan peranan pada interpretasi aturan-aturan yang dapat diterapakan.
Dalam hal itu maka harus dipertimbangkan asas hukum yang mana yang
paling relevan. Menurut Maria Farida, ketika suatu asas hukum atau asas
pembentukan peraturan perundangundangan diajadikan sebagai suatu norma
hukum, hal tersebut akan berakibat adanya sanksi apabila asas-asas tersebut
tidak dipenuhi atau tidak dilaksanakan.12
Hukum pebankan adalah hukum positif yang mengatur segala sesuatu
yang menyangkut tentang bank. Bank merupakan salah satu lembaga
keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana dari
masyarakat. Dari sejarah pembentukan hukum perbankan, dapat disimpulkan
pengertian dari hukum perbankan, yaitu serangkaian ketentuan hukum positif
yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses pelaksanaan kegiatan
usahanya.13

5. Struktur Hukum
Menurut Lawrence Meir Friedman terdapat tiga unsur dalam sistem
hukum, yakni Struktur (Structure), substansi (Substance) dan Kultur Hukum
(Legal Culture). Adapun yang akan dibahas dibawah ini, yaitu mengenai
struktur hukum.
Struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan,
bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan secara keseluruhan.
Hukum adalah himpunan peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan
perintah, larangan, atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, serta
dengan maksud mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
Struktur hukum (legal structure); merupakan institusionalisasi ke dalam
entitas-entitas hukum, seperti struktur pengadilan mulai dari tingkat pertama,
tingkat banding, dan kasasi, termasuk jumlah hakim serta integrated justice
system. Hukum mempunyai unsur pertama dari sistem hukum, yaitu struktur
hukum tatanan kelembagaan, dan kinerja lembaga.

12
Maria Farida Indrati S, op.cit, h. 265
13
Rachmadi Usman, Aspek Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Gramedia Pustaka Utam:
Jakarta), 2001, h.2.

12
Struktur hukum di sini meliputi lembaga negara penegak hukum seperti
Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, Advokat, dan lembaga penegak hukum
yang secara khusus diatur oleh undang-undang seperti KPK, dan lain-lain.
Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang.
Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
Terdapat adagium yang menyatakan fiat justitia et pereat mundus
(meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum tidak dapat
berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas,
kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-
undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka
keadilan hanya angan-angan.
Sudah terlalu sering kita mendengar bahkan melihat di berbagai
pemberitaan media massa, adanya oknum aparat penegak hukum yang
melakukan penyelewengan terhadap perkara-perkara tertentu demi
kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Ketika penegak hukum memiliki
kepentingan terhadap suatu perkara maka sejak saat itulah hukum
dikesampingkan. Sungguh ironis, disaat masyarakat menghendaki terciptanya
keadilan tercoreng oleh perbuatan yang dilakukan oknum aparat penegak
hukum.
Kebebasan peradilan adalah merupakan essensilia daripada suatu
negara hukum, sehingga oleh karena tegaknya prinsip-prinsip daripada suatu
negara hukum sebagian besar adalah tergantung dari ada atau tidaknya
kebebasan peradilan didalam negara tersebut. Sebagai sarana parameter
penerapan demokrasi, kebebasan badan peradilan dalam memeriksa dan
memutus perkara harus dijamin oleh konstitusi.
Mahkamah Agung sebagai badan peradilan tertinggi yang bukan saja
sebagai tempat terakhir menentukan hukum dalam arti konkret akan tetapi
juga sebagai tempat melahirkan asas dan kaedah hukum baru serta teori-teori
baru mengenai hukum. Makamah Agung juga memiliki kewenangan
membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua
lingkungan peradilan pada tingkat kasasi, sebagaimana diamanatkan dalam

13
Pasal 30 ayat (1) UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14
Tahun 1985 tentang Makamah Agung.
Penegak hukum yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang
lingkup yang sangat luas, meliputi: petugas strata atas, menengah dan bawah.
Maksudnya adalah sampai sejauhmana petugas harus memiliki suatu
pedoman salah satunya peraturan tertulis yang mencakup ruang lingkup
tugasnya. Dalam penegakkan hukum, kemungkinan penegak hukum
mengahadapi hal-hal sebagai berikut:
a. Sampai sejauhmana petugas terikat dengan peraturan yang ada,
b. Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan,
c. Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada
masyarakat,
d. Sampai sejauhmanakah derajat sinkronisasi penugasan yang diberikan
kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada
wewenangnya.
Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan
penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang
mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya
lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak
transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor
penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau
peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada
masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas
penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.14

14
Prof. DR. H. Manan Sailan, M.HUM., dkk., Pengantar Hukum Indonesia (Makassar: Badan
Penerbit Universitas Negeri Makassar), 2012, h. 6.

14
STRUKTUR HUKUM

6. Dallil tentang Hukum


Bukan hanya negara saja yang memiliki hukum, setiap agama juga
memilikinya, tak terkecuali dalam agama Islam. Sumber hukum menjadi
rujukan dan pedoman dalam berperilaku. Sebab, manusia yang begitu lemah
dan dapat berperilaku buruk apabila tidak mengikuti peraturan yang ada.
Terdapat empat macam sumber hukum dalam agama Islam yang
berlandaskan ayat dalam Alquran. Lalu, seperti apa landasan ayat Alquran
tentang hukum Islam yang waijb dikepatuhi? Dikutip dari buku Pengertian
dan Sumber Hukum Islam karya Amir Syarifudin (2008:16), sumber hukum

15
dalam agama Islam beserta urutannya adalah Alquran, Hadits, Ijma, dan
Qiyas. Hal ini didasarkan sebuah ayat yang berbunyi:

ْ َ ‫هللاَ َٗأَ ِطيؼُ٘ا اى َّسسُ٘ َه َٗأُٗىِي ْاْلَ ٍْ ِس ٍِ ْْ ُن ٌْ ۖ ََِ ِ ُْ َََْبشَ ْػُُ ٌْ َِي‬
َّ َٚ‫َي ٍٍ ََ ُس ُُُّّٗٓ ِِى‬
ِ‫هللا‬ َّ ‫يَب أَيَُّٖب اىَّ ِريَِ آ ٍَُْ٘ا أَ ِطيؼُ٘ا‬
‫يل‬ ْ
ً ِٗ ‫ل َخ ْي ٌس َٗأَحْ َسُِ ََأ‬ َٰ
َ ِ‫بَّللِ َٗ ْاىيَْ٘ ًِ ْاْل ِخ ِس ۚ َذى‬
َّ ِ‫َٗاى َّسسُ٘ ِه ِِ ُْ ُم ُُْْ ٌْ َُ ْؤ ٍَُُِْ٘ ب‬

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)

Diantaranya ayat alquran yang mereka sebutkan, sebagaimana ditulis


Al-Syafi’i, adalah Al-qur’an Surah Al-Nahl :89 berbunyi:

‫َبة َِ ْبيَبًّب‬ َ ِ‫ث َِي ُم ِّو أُ ٍَّ ٍت ََ ِٖيدًا َػيَ ْي ِٖ ٌْ ٍِ ِْ أَ ّْفُ ِس ِٖ ٌْ ۖ َٗ ِج ْئَْب ب‬
َ ُ‫ ََٰٕؤ ََُل ٍِ ۚ ََّٗ َّص ْىَْب َػيَ ْيلَ ْاى ِن‬َٰٚ َ‫ل ََ ِٖيدًا َػي‬ ُ ‫َٗيَْ٘ ًَ َّ ْب َؼ‬
َِ‫ ىِ ْي َُ ْسيِ َِي‬َٰٙ ‫ َٗ َزحْ ََتً َٗبُ ْش َس‬ًٙ‫َي ٍٍ َُٕٗد‬ ْ َ ‫ىِ ُن ِّو‬

Artinya, “(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap
umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan
kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri.”

a. QS. An-Nisa' Ayat 80:


ً ‫ ََ ََبٓ اَزْ َس ْي َْٰلَ َػيَ ْي ِٖ ٌْ َحفِ ْي‬ّٚ‫هللاَ ۚ َٗ ٍَ ِْ ََ َ٘ َٰى‬
ۗ ‫ظب‬ ّ َٰ ‫ٍَ ِْ يُّ ِط ِغ اى َّسسُْ٘ َه ََقَ ْد اَطَب َع‬

Artinya, “Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia


telah menaati Allah. Dan barangsiapa berpaling (dari ketaatan itu), maka
(ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi
pemelihara mereka.”

Ayat tersebut mengandung petunjuj bahwa kepatuhan kepada


Rasulullah merupakan salah satu tolak ukur kepatuhan seseorang kepada
Allah15

b. QS. n-Nisa' Ayat 59:

15
M.Syuhudi Ismail, Metodologi penelitian Hadist Nabi (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang), 1999, h.
9

16
ّ َٰ َٚ‫َي ٍٍ ََ ُس ُُّّْٗ ُٓ اِى‬
ِ‫هللا‬ ْ َ ‫ ْاَلَ ٍْ ِس ٍِ ْْ ُن ۚ ٌْ ََب ِ ُْ َََْب َش ْػُُ ٌْ َِ ْي‬ِٚ‫هللاَ َٗاَ ِط ْيؼُ٘ا اى َّسسُْ٘ َه َٗاُٗى‬ ّ َٰ ‫َٰيٓبَيَُّٖب اىَّ ِر ْيَِ َٰا ٍَُْ ْٓ٘ا اَ ِط ْيؼُ٘ا‬
‫ل َخ ْي ٌس َّٗاَحْ َسُِ ََأْ ِٗي ًْل‬ َ ِ‫اَل ِخ ۗ ِس َٰذى‬ ّ َٰ ِ‫ࣖ َٗاى َّسسُْ٘ ِه اِ ُْ ُم ُُْْ ٌْ َُ ْؤ ٍُِْْ٘ َُ ب‬
َٰ ْ ًِ َْ٘‫بَّللِ َٗ ْاىي‬

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.”

Sebagaimana dinyatakan dalam Hadist berikut:

‫ (( اُ هللا حد حدُّٗا‬: ٌ‫ هللا ػيئ ٗسي‬ٚ‫ قبه زس٘ه هللا صي‬:‫ هللا ػْٔ قبه‬ٚ‫ زض‬ْٚ‫ػِ ابي ثؼيبت اىخش‬
‫ َٗسك اَيبٍ ٍِ غيس‬،‫ٗ ٕـسً اَيبٍ َل َُْحنٕ٘ـب‬، ‫ َٗسض ىنٌ َسائض َل َضيؼٕ٘ـب‬، ‫َل َؼُدٕٗـب‬
ٌ‫ َبقبي٘ا َٗل َبحث٘ا َيٖـب )) زٗآ اىحبم‬، ٌ‫ّسيبُ ٍِ زبنٌ ٗىنِ زحَت ٍْٔ ىن‬

Dari Tsa’labah al-Khusyani r.a diriwayatkan ia berkata: Rasullah SAW


bersabda . ” sesungguhnya Allah telah menentukan batasan
batasan maka janganlah kamu melampaui nya, dan telah mewajibkan
beberapa kewajiban maka janganlah kamu menyia-nyiakan nya, Dan telah
mengharamkan beberapa hal maka janganlah kamu melanggar nya, dan telah
membiarkan beberapa hal bukan karena lupa dari Tuhanmu akan tetapi
sebagai rahmat dari Nya bagimu maka terimalah dan janganlah kamu
membahas nya” (HR. Al-Hakim)

7. Hukum dalam Berbisnis


Sistem perekonomian dan kegiatan bisnis yang sehat seringkali
bergantung pada sistem perdagangan /bisnis / usaha yang sehat sehingga
masyarakat membutuhkan sepert angkat aturan yang dengan pasti dapat
diberlakukan untuk menjamin terjadinya sistem perdagangan /bisnis tersebut.
Istilah hukum bisnis sebagai terjemahan dari istilah "business law".
Hukum Bisnis (Business Law) = hukum yang berkenaan dengan suatu bisnis.
Dengan kata lain hukum binis adalah suatu perangkat kaidah hukum
(termasuk enforcement-nya) yang mengatur tentang tatacara pelaksanaan
urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan
dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang
dari para entrepreneur dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan
motif (dari entrepreneur tersebut) adalah untuk mendapatkan keuntungan.
(Munir Fuady, 2005: 2). Sedangkan menurut DR. Johannes Ibrahirn, SH,

17
M.Hum, dkk, dalam bukunya HUKUM BISNIS : dal.am persepsi manusia
modern, him. 27" hukum bisnis adalah seperangkat kaidah-kaidah hukum
yang diadakan untuk mengatur serta menyelesaikan pesoalan-pesoalan yang
timbul dalam aktivitas antar manusia khususnya dalam bidang perdagangan16
Hukum berbisnis dalam islam terdapat dalam Alquran yaitu:
Surah An-nisa ayat 29 :
ۗ ٌْ ‫اض ٍِّ ْْ ُن ٌْ ۗ َٗ ََل ََ ْقُُيُ ْٓ٘ا اَ ّْفُ َس ُن‬ ٓ َّ ِ‫َٰيٓبَيَُّٖب اىَّ ِر ْيَِ َٰا ٍَُْْ٘ ا ََل ََأْ ُميُ ْٓ٘ا اَ ٍْ َ٘اىَ ُن ٌْ بَ ْيَْ ُن ٌْ بِ ْبىبَب ِط ِو ا‬
ٍ ‫َل اَ ُْ ََ ُنْ٘ َُ َِ َجب َزةً ػ َِْ ََ َس‬
‫هللاَ َمبَُ بِ ُن ٌْ َز ِح ْي ًَب‬ ّ َٰ َُّ ِ‫ا‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu.

16
Fuady, Munir., Hukum Bisnis: Dalam Teori dan Praktik (Buku kesatu), (Citra Aditya Bakti:
Bandung), 1996

18
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Komponen hukum adalah keseluruhan aturan hukum termasuk asas dan
norma hukum baik tertulis maupun tidak tertulis serta putusan pengadilan
yang dipedomani oleh masyarakat dan pemerintah. Manusia dan Badan
hukum termasuk dalam subjek hukum dan objek hukum yaitu segala sesuatu
yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu
hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang
dapat dimiliki dan bernilai ekonomis. Struktur hukum meliputi lembaga
negara penegak hukum seperti Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, Advokat,
dan lembaga penegak hukum yang secara khusus diatur oleh undang-undang
seperti KPK, dan lain-lain.

2. Saran
Kami selaku penulis dalam makalah ini sangat menyarankan pembaca
untuk membaca dan memahami isi dari makalah kami dan semoga makalah
kami ini bisa menambah ilmu serta memberi manfaat kepada pembaca. Jika
ada kesalahan penulisan atau khilaf dalam pembuatan makalah ini kami
meminta maaf atas ketidaknyamanan pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Available at: https://sites.google.com/a/unida.ac.id/gelardwi/pengantar-ilmu-


hukum/obyek-hukum (Accessed September 24th, 2022,10.00 PM)

Deddy Riyanto Adi Rahmat, dkk., Hubungan Antara Norma Hukum dengan Asas
Hukum, (Garuda Kemendikbud), 2013, h.3

E. Utrech, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Pustaka Sinar Harapan: Jakarta),


1965, h.234

Fuady, Munir., Hukum Bisnis: Dalam Teori dan Praktik (Buku kesatu), (Citra
Aditya Bakti: Bandung), 1996

J.J.H. Bruggink, refleksi tentang Hukum (alih bahasa: B. Arief Sidharta), (Citra
Aditya Bakti: Bandung), 1999, h.119

L.J Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Pradnya Paramitha: Jakarta), 1982,
h. 203

M.Syuhudi Ismail, Metodologi penelitian Hadist Nabi (Cet. I; Jakarta: Bulan


Bintang), 1999, h. 9

Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan I, (Kanisius: Yogyakarta),


2007, h.18

O. Notohamidjiji, Demi Keadilam dan Kemanusiaan, (BPK Gunung Mulia:


Jakarta), 1973, h.9

Prananingrum Dyah Hapsari, Telaah Terhadap Esesnsi Subjek Hukum: Manusia


dan Badan Hukum, Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 1,
2014: 73-92

Prof. DR. H. Manan Sailan, M.HUM., dkk., Pengantar Hukum Indonesia


(Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar), 2012, h. 6

Rachmadi Usman, Aspek Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Gramedia


Pustaka Utama: Jakarta), 2001, h.2

20
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Indonesia, (Prenada
Media: Jakarta), 2008, h.40

21

Anda mungkin juga menyukai