KELAS : AKS 3B
Cover........................................................................................................................ 1
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ………………..........……………………………………..……….… 12
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata ”khalifah” diambil dari bahasa Arab, yang secara harfiah berarti seseorang yang
menggantikan kedudukan orang lain karena hilang atau meninggal dunia. Dalam konteks
masyarakat Islam kata khalifah berarti pemimpin umat yang menggantikan posisi Rasulullah
Saw. sebagai pemimpin politik, militer dan segala urusan umat Islam. Sementara itu, kata
“Rasyidin” lebih ditekankan pada empat khalifah pasca-Rasulullah Saw. mulai dari Abu
Bakar Ash-Shiddiq sampai Ali Ibn bi Thalib yang dipandang sebagai tokoh Islam yang
mengagumkan dan adil. Dalam pembahasan ini dibahas secara terperincih salah satu khalifah,
yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Sepeninggal Rasulullah, muncul beda pendapat di antara orang Anshar dan orang
Muhajirin tentang siapa sebenarnya yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi, karena
Nabi tidak meninggalkan wasiat tentang penunjukan seseorang menjadi khalifah
sepeninggalnya.
Lain halnya dengan Ahl al-Bait yang berpendapat bahwa Nabi telah menunjuk Ali
sebagai khalifah pengganti Rasul berdasarkan wasiat Nabi. Hal itu, dibantah pihak orang
Anshar dan orang Muhajirin. Kalau Nabi pernah berwasiat menunjuk Ali sebagai khalifah
pengganti beliau, tidak mungkin orang Anshar dan Muhajirin bermusyawarah mencari
khalifah pengganti Nabi.
Abu Bakar yang ditunjuk menjadi khalifah pengganti Nabi berdasarkan musyawarah
yang diadakan di Tsaqifah bani Sa’idah antara orang Anshar dengan orang Muhajirin
mendapat bai’at dari mayoritas umat Islam, tetapi tidak dari Ali bin Abi Thalib kecuali enam
bulan kemudian.
Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah dapat menyelamatkan umat Islam dari krisis
yang sangat genting karena munculnya orang murtad, Nabi palsu dan yang enggan membayar
zakat, Abu Bakar bertindak tepat memerangi mereka sampai kembali kepada kebenaran. Itu
sebabnya Abu Bakar dikenal sebagai khalifah penyelamat Negara Islam.1
1
Syamsudin Nasution, sejarah peradaban islam, hlm 60
Dalam makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah, diantaranya adalah sebagai berikut:
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Al-Qur'an, manusia secara umum merupakan khalifah Allah di muka bumi
untuk merawat dan memberdayakan bumi beserta isinya. Sedangkan khalifah secara khusus
maksudnya adalah pengganti Nabi Muhammad saw sebagai Imam umatnya, dan secara
kondisional juga menggantikannya sebagai penguasa sebuah edentitas kedaulatan Islam
(negara). Sebagaimana diketahui bahwa Muhammad saw selain sebagai Nabi dan Rasul juga
sebagai Imam, Penguasa, Panglima Perang, dan lain sebagainya.3
Adapun yang dimaksud dengan Khulafaur Rasyidin adalah para pemimpin pengganti
Rosulullah dalam mengatur kehidupan umat manusia yang adil, bijaksana, cerdik, selalu
melaksanakan tugas dengan benar dan selalu mendapat petunjuk dari Allah. Tugas Khulafaur
Rasyidin adalah menggantikan kepemimpinan Rosulullah dalam mengatur kehidupan kaum
muslimin. Jika tugas Rosulullah terdiri dari dua hal yaitu tugas kenabian dan tugas
kenegaraan. Maka Khulafaur Rasyidin bertugas menggantikan kepemimpinan Rasulullah
dalam masalah kenegaraan yaitu sebagai kepala Negara atau kepala pemerintahan dan
pemimpin agama. Adapun tugas kerosulan tidak dapat digantikan oleh Khulafaur Rasyidin
karena Rasulullah adalah Nabi dan Rosul yang terakhir. Setelah Beliau tidak ada lagi Nabi
dan Rasul lagi.
2
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, cetakan ketiga
2011, hal. 50.
3
Ahmad Jamil, Sejarah Kebudayaan Dinamika Islam, Gresik: Putra Kembar Jaya, 2011. hal
22.
Islam Masa Khulafa’ar-Rasyidin : Khalifah Abu Bakar As Shiddiq| 5
Khulafaur Rasyidin merupakan pemimpin umat Islam dari kalangan sahabat pasca
Nabi wafat. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui
mekanisme yang demokratis. Siapa yang terpilih, maka sahabat yang lain memberikan baiat
(sumpah setia) pada calon yang terpilih tersebut. Ada dua cara dalam pemilihan khalifah ini ,
yaitu : pertama, secara musyawarah oleh para sahabat Nabi. Kedua, berdasarkan atas
penunjukan khalifah sebelumnya.4
Masalah yang pertama timbul dalam Islam sesudah Nabi wafat adalah politik, yaitu
mengenai pengganti Nabi sebagai kepala negara dalam kapasitasnya sebagai kepala negara di
Madinah, sedang kedudukannya sebagai Rasul tidak dapat digantikan oleh siapapun.
Sementara Nabi tidak meninggalkan wasiat tentang penunjukan seseorang yang akan
menggantikannya sebagai kepala negara sepeninggalnya.
Karena itu, tidak lama setelah beliau wafat, belum lagi jenazahnya dimakamkan,
sejumlah tokoh Anshar dan Muhajirin berkumpul di balai Tsaqifah Bani Sa’idah Madinah.
Mereka bermusyawarah untuk memilih siapa yang ditunjuk menjadi kepala negara. Dalam
musyawarah itu terjadi perdebatan yang sangat alot karena masing-masing kelompok di
antara dua kelompok tersebut menganggap bahwa kelompoknya yang paling pantas
menggantikan Nabi sebagai khalifah.
Abu Bakar mengusulkan agar pemimpin baru itu dijabat oleh orang Muhajirin dan
wakilnya dari kaum Anshar, tetapi orang Anshar menolak usul itu. mereka mengusulkan agar
diangkat dua orang pemimpin dari dua kelompok itu. Abu Bakar tidak menerima usul itu
dengan alasan bisa membawa perpecahan. Kemudian Abu Bakar mengingatkan kaum Anshar
terhadap hadits Nabi yang mengatakan “Pemimpin itu dari orang Quraisy”.
Oleh sebab itu beliau mengusulkan agar Umar bin Khaththab diangkat menjadi
khalifah, usul itu tidak diterima Umar dan mengatakan jika Abu Bakar masih ada beliaulah
4
Machfud Syaefuddin, Perdaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013. hlm 29.
Islam Masa Khulafa’ar-Rasyidin : Khalifah Abu Bakar As Shiddiq| 6
yang paling pantas menjadi khalifah. Akhirnya Abu Bakar terpilih sebagai pemimpin atas
usul Umar bin Khaththab, ketika itu usia Abu Bakar 61 tahun..5
Ketika itu Aus segera bertindak memberikan ikrah kepada Abu Bakar, kemudian
disusul oleh Khazraj yang sudah merasa puas, mereka juga cepat-cepat membaiat, sehingga
tempat di Saqifah itu penuh sesak. Karena makin banyak orang yang datang memberi ikrar.
Sesudah Abu Bakar diangkat menjadi khalifah beliau berpidato. Dalam pidatonya itu
dijelaskan siasat pemerintahan yang akan beliau jalankan. Dibawah ini kita kutip prinsip”
yang diucapkan Abu Bakar dalam pidatonya itu, antara lain beliau berkata:
“Wahai manusia!!! Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu padahal aku
bukanlah orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan
baik, ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka benarkanlah!! Orang yang kamu
pandang kuat, saya pandang lemah, hingga aku dapat mengambil hak daripadanya, sedang
orang yang kamu pandang lemah, saya pandang kuat, hingga saya dapat mengembalikan
haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-
Nya, tetapi bilamana aku tidak menaati Allah dan Rasul-Nya kamu tak perlu menaatiku.”
Ketika pelantikan Abu Bakar selesai sudah di Saqifah, jenazah Nabi di rumah masih
dikelilingi keluarga: Ali Ibn Abi Talib, Abbas Ibn Abdul Muttalib bersama beberapa orang
yang ikut menyelenggarakan. Tidak jauh dari mereka, di dalam masjid ada juga beberapa
orang dari kalangan Muhajirin.
Seperti kita lihat, bai’at ini selesai dalam keadaan yang membuat beberapa sumber
menghubungkan kata-kata ini pada Umar: “peristiwa sangat tiba-tiba sekali.”
5
Syamsudin Nasution, sejarah peradaban islam, hlm 62
Pada masa kepemimpinan Abu Bakar ini, pemerintah Islam banyak mengalami ujian
atau cobaan, baik internal maupun eksternal, yang dapat mengancam berlangsungnya
kelestarian agama Islam. Sejumlah masalah seperti ridat atau kemurtadan dan ketidak setiaan,
munculnya beberapa kafir yang menyatakan dirinya sebagai Nabi, banyaknya orang-orang
yang ingkar membayar zakat serta sejumlah pemberontakan kecil yang merupakan bibit- bibit
perpecahan. Namun berkat dari kepiawaian sang Khalifah semua cobaan yang dihadapi dapat
diselesaikan dengan baik.
Kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa
Nabi Muhammad SAW, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat
di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan
hukum yang telah ditetapkan dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah. Meskipun demikian, seperti
juga Nabi Muhammad Shallallahu „Alaihi wasallam, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-
sahabat besarnya bermusyawarah. Abu Bakar selalu menyediakan kesempatan bagi kaum
muslim untuk berunding dan menentukan pilihan, inilah peradaban berpolitik dan bernegara
beliau. Ia adalah orang yang demokratis, dengan tetap berpedoman pada al-Qur‟an.20
Kebijakan politik yang dihadirkan oleh Abu Bakar pada masa pemerintahannya
merupakan sebuah era baru, babak perluasan dakwah Islam setelah sepeninggal Rasulullah
SAW dan dinilai sebagai sebuah kemajuan yang signifikan.
Ada tiga golongan pembangkang yang muncul sepeninggal Rasulullah, yaitu orang-
orang murtad, orangorang yang enggan membayar zakat dan Nabi-nabi palsu. Orang-orang
murtad muncul di Bahrain, sedangkan orang yang tidak mau membayar zakat kebanyakan
terdapat di Yaman, Yamamah dan Oman. Adapun Nabi-nabi palsu muncul di Yaman (al-
Aswad), Yamamah (Musailamah), Arabia selatan (Thulaihah), Arabia tengah (Sajah). Yang
terakhir ini paling banyak pengikutnya, apalagi dia menikah dengan Musailamah.
Untuk menghadapi kaum penyeleweng itu, Abu Bakar bermusyawarah dengan para
sahabat terkemuka. Diputuskan bahwa semua kaum penyeleweng itu harus diperangi sampai
mereka kembali kepada kebenaran. Kemudian Abu Bakar membentuk 11 pasukan, antara lain
dipimpin oleh Khalid bin Walid, Amr bin Al-Ash, Ikrimah bin Abi Jalal dan Surahbil bin
Hasanah. Kepada mereka dinasehatkan agar hanya menyerang orang-orang yang menolak
diajak ke jalan yang benar. Perang ini disebut dengan “Perang Riddah” (perang melawan
kemurtadan).
Khalid bin Walid yang memimpin perang melawan Musailamah yang berhasil
mengumpulkan 40.000 orang berlangsung sengit. Dalam perang itu ribuan orang meninggal,
termasuk Musailamah. Pasukan lain berhasil juga mencapai sasarannya sehingga 6 bulan
kemudian para penyeleweng yang masih hidup kembali kepada kebenaran, termasuk Nabi
palsu Sajah, kecuali Thulaihah masuk Islam di masa khalifah Umar.
Tekad Abu Bakar memerangi kaum penyeleweng telah menyelamatkan Negara Islam
yang masih muda itu. meslipun untuk itu harus dibayar mahal dengan gugurnya 70 orang
penghafal Al-Qur’an. Bagaimana pun juga, Abu Bakar telah bertindak tepat dalam mengatasi
krisis itu dan untuk itu ia pantas disebut sebagai “juru selamat Islam”7
Demikian yang terjadi dengan kabilah-kkabilah yang dekta dengan Madinah, terutama
kabilah Abs dan Zubyan. Untuk memerangi mereka tidak mudah setelah Abu Bakar
melaksanakan perintah mengirimkan Usamah, sebab sudah tidak ada lagi pasukan untuk
mempertahankan Madinah.
Abu Bakar mengadakan rapat dengan para sehabat besar itu guna meminta saran
dalam memrangi mereka yang tak mau menunaikan zakat. Umar Ibn Khattab dan beberapa
orang sahabat berpendapat untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan lebih baik meminta bantuan kepada mereka dalam menghadapi musuh
bersama dan sebagian kecil yang lain menghendaki jalan kekerasan. Abu Bakar melibatkan
diri mendukung gerakan minoritas, betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak
dari kata-katnya ini: “demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, yang
dulu mereka lakukan kepada Rasulullah, akan aku perangi”.
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 634 M.
dalam usia sekitar 62 tahun. Ia di makamkan di samping makam Rasullulah Saw. Ada
pelajaran menjelang wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia memegang tampuk pemerintahan
sepeninggalan Rasulullah Saw. Periode pemerintahan yang singkat yaitu selama dua tahun
tiga bulan sepuluh hari , di tandai oleh keteguhannya meneruskan kebijakan Rasulullah Saw.
dalam berbagai bidang, kendati tidak jarang di usulkan untuk diubah. Dalam hal itu ia juga di
kenal sebagai orang yang lemah lembut tetapi tidak menurangi sikap tegasnya sebagai
khalifah. Sumber yang dapat diterima mengenai sakitnya Abu Bakar sampai meninggalnya,
dengan mengacu kepada puterinya, ummul mukminin Aisyah dan kepada puteranya
Abdurrahman. Mereka berkata: “Abu Bakar sakit dimulai pada saat hari yang sangat dingin ia
mandi, lalu selama lima belas hari ia merasa demam, tidak keluar rumah untuk melaksanakan
shalat, ia meminta Ummar Ibn Khattab mengimami shalat.8
8
Muhammad Husaen Haekal, hlm 364
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
9
Ibid.,
3. Kebijakan politik yang dihadirkan oleh Abu Bakar pada masa pemerintahannya
merupakan sebuah era baru, babak perluasan dakwah Islam setelah sepeninggal
Rasulullah SAW dan dinilai sebagai sebuah kemajuan yang signifikan.
4. Banyak kesulitan yang di hadapi Abu Bakar dalam awal pemerintahannya, karena di
masa Abu Bakar inilah masa transisi setelah wafatnya Rasulullah, proses-proses sulit
itu dihadapinya dengan baik, mulai dari perang Riddah, menumpas nabi palsu, dan
memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat.
5. Abu bakar mejadi kholifah selama 2 tahun 3bulan 10 hari, sampai akhir hayatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Haekal, Muhammad Husaen. 2013. Abu Bakr As-Shiddiq. Jakarta: PT. Pustaka Litera
AntarNusa.
Nastution, Syamruddin. 2007 .Sejarah peradaban islam. Riau Yayasan Pusaka Riau
Amin, Ahmad. Yaum Al-Islam. Ter. Abu Laila & Moh. Tohir. Bandung: CV Rosda. Tth.
Al-Maudadi, 1996. Abu 'la. Khilafah dan Kerajaan. Ter. Muhammad al-Baqir.
Bandung. Mizan.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1994. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Von
Hoeve.
Hasan, Hasan Ibrahim, 1979. Tarikh al-Islam al-Siyasy. Kairo: Maktabah al-Nahdah al-
Misriyah.
Kennedy, Hugh, 1986. The Prophet and The Age of The Caliphates. London: Longman.
Shaban, M.A, 1993. Sejarah Islam (Penafsiran Baru) 600-750. Ter. Machnun Husein. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download/260/214