Anda di halaman 1dari 28

ISLAM MASA KHULAFAURRASYIDIN: BIOGRAFI, POLA

PENGANGKATAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN

Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah


“Sejarah Peradaban Islam”

Dosen pengampu : Dr. Hendripal Panjaitan S.Pd.MA.M.Si


NIDN: 2110898201

Disusun Oleh:

HANDRA HUMALA (0704222057)


DALIMUNTHE
DIMAS WAHYUDI (0704223070)

BIOLOGI-3
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2023
A. Pendahuluan
Ketika islam diperkenalkan sebagai pola dasar, kaum Muslim telah
dijanjikan oleh Al–Quran akan menjadi komunitas terbaik dipanggung sejarah
bagi sesama umat manusia lainnya. Akibatnya diterimanya dorongan ajaran
seperti ini, secara tidak langsung telah memberikan produk pandangan bagi
mereka sendiri untuk melakukan permainan budaya sebaik mungkin.
Terdapat banyak perspektif dalam membaca banyak fakta sejarah,
terutama terhadap sejarah peradaban umat Islam. Perbedaan cara pandang tersebut
sebagai akibat dari khazanah pengetahuan tentang sejarah yang berbeda. Hal itu
dipicu dari keberagaman teori sejarah. Lebih– lebih sejarah islam yang sebagian
besar adalah sejarah tentang polotik dan kekuasaan yang berujung pada
kepentingan kelompok maupun individual semata.1
Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dicintai oleh yang
dipimpinnya, sehingga pikirannya selalu didukung, perintahnya selalu di ikuti dan
rakyat membelanya tanpa diminta terlebih dahulu. Figur kepemimpinan yang
mendekati penjelasan tersebut adalah Rasulullah beserta para sahabatnya
(khulafaur Rasyidin). Wafatnya Nabi Muhammad sebagai pemimpin agama
maupun Negara menyisakan persoalan pelik. Nabi tidak meninggalkan wasiat
kepada seorangpun sebagai penerusnya.
Akibatnya terjadilah perselisihan, masing-masing kelompok mengajukan
wakilnya untuk dijadikan sebagai penerus serta pengganti Nabi Muhammad untuk
memimpin umat. Akhirnya muncullah kholifah rasyidiyah, yang terdiri dari Abu
bakar, Umar, Ustman, dan Ali yang memimpin secara bergantian. Dalam
prosesnya banyak sekali peristiwa-peristiwa yang terjadi dan patut dipelajari
sebagai landasan sejarah peradaban islam.
Proses peralihan kepemimpinan di awal sejarah Islam yaitu diawali
dengan wafatnya Nabi Muhammad Saw yang seperti kita ketahui bahwa beliau
juga berperan sebagai kepala negara. Sementara itu, beliau tidak meninggalkan
pesan atau tentang siapa di antara para shahabat yang harus menggantikan beliau
sebagai pemimpin umat.

1
Zainudin, E. (2015). Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin. Intelegensia:
Jurnal Pendidikan Islam, 3(1).
2
Sementara Itu baik dalam Al-Qur’an ataupun hadits, juga tidak ada
petunjuk terkait penganti nabi yang posisinya sebagai pemimpin umat muslim
pada masa mendatang, petunjuk yang ditingalkan nabi berdasarkan beberapa
petunjuk hadits hanyalah bersifta umu terkait penyelesain maslah harus dengan
jalann musyawarah mufakat, tanpa adanya pola baku terkait bagaimana konsep
musyawarah yang harus dilakukan.
Namun di kalangan para shahabat tentang siapa yang akan menggantikan
beliau sebagai pemimpin setelah beliau meninggal/wafat adalah (ternyata)
merupakan sesuatu yang dianggap lebih penting daripada pemakaman jenazahnya.
Fenomena ini muncul diduga kuat sebagai tindak lanjut dari statement beliau
bahwa “dulu urusan-urusan negara Bani Israil berada di tangan Nabi-nabi mereka
dan ketika seorang Nabinya meninggal, maka pada masa yang akan datang akan
ada khalifah setelahku dan jumlahnya adalah beberapa dari mereka”. Ketika
beliau ditanya, apakah beliau akan memberikan perintah mengenai mereka?
Beliau menjawab: “Ambillah sumpah kesetiaan pada tangan dia yang terpilih
pertama”. Selain pernyataan tersebut, para shahabat juga terinspirasi hadits Nabi
Muhammad Saw yang lain yaitu: “Ikutilah sunnahku dan sunnah para khalifahku
yang terbimbing”.2
Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin al-Khattab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali
bin Abi ath-Thalib adalah termasuk sebagai penerus perjuangan dan cita-cita Nabi
Muhammad Saw. Tentu masing-masing dari mereka mempunyai gaya dan cara
kepemimpinan yang berbeda-beda, tetapi apapun yang telah mereka lakukan
dengan gayanya masing-masing ketika mereka tampil menjadi khalifah pada saat
yang berbeda, sungguh telah mewarnai Islam dari berbagai macam segi.
Secara umum Umat Islam menjadikan generasi awal muslim sebagai
rujukan ideal dalam bentuk kepimpinan dalam suatu negara Islam. Untuk
mengetahui secara jelas tentang konsep Khilafah dan kepemimpinan sepeninggal
nabi, pembahasan topik ini diarahkan kepada konsep khilafah baik secara ide dan
realitas, serta bagaimana kahlifah menjalankan pemerintahnya.

2
El-Basyiry, A. M. (2022). Meneladani Kepemimpinan Khalifah: Khulafaur Rasyidin
dan Khalifah Pilihan. Amzah.
3
B. Pembahasan
1. Pengertian Khulafaurrasyidin
Pengertian kata ‚Khalifah‛ (‫ خليفة‬Khalīfah) sendiri dapat diartikan sebagai
‚pengganti‛ atau ‚perwakilan‛. Pada awal keberadaannya, para pemimpin Islam ini
menyebut diri mereka sebagai ‚Khalifat Allah‛, yang berarti perwakilan Allah
(Tuhan). Akan tetapi pada perkembangannya sebutan ini diganti menjadi ‚Khalifat
rasul Allah‛ (yang berarti ‚pengganti Nabi Allah‛) yang kemudian menjadi
sebutan standar untuk menggantikan ‚Khalifat Allah‛. Khalifah juga sering
disebut sebagai Amīr al-Mu’minīn (‫نين‬JJ‫ير المؤم‬JJ‫( أم‬atau ‚pemimpin orang yang
beriman‛, atau ‚pemimpin umat muslim‛, yang terkadang disingkat menjadi Amir.
Al-Khulafa ar-Rasyidin bermakna pengganti-pengganti Rasul yang
cendekiawan. Adapun pencetus nama Al-Khulafa ar-Rasyidin adalah dari orang-
orang muslim yang paling dekat dari Rasul setelah meninggalnya beliau. Mengapa
demikian, karena mereka menganggap bahwa 4 tokoh sepeninggal Rasul itu orang
yang selalu mendampingi Rasul ketika beliau menjadi pemimpin dan dalam
menjalankan tugas.3
Dalam Al-Qur'an, manusia secara umum merupakan khalifah Allah di
muka bumi untuk merawat dan memberdayakan bumi beserta isinya. Sedangkan
khalifah secara khusus maksudnya adalah pengganti Nabi Muhammad saw
sebagai Imam umatnya, dan secara kondisional juga menggantikannya sebagai
penguasa sebuah edentitas kedaulatan Islam (negara). Sebagaimana diketahui
bahwa Muhammad saw selain sebagai Nabi dan Rasul juga sebagai Imam,
Penguasa, Panglima Perang, dan lain sebagainya.
Adapun yang dimaksud dengan Khulafaur Rasyidin adalah para pemimpin
pengganti Rosulullah dalam mengatur kehidupan umat manusia yang adil,
bijaksana, cerdik, selalu melaksanakan tugas dengan benar dan selalu mendapat
petunjuk dari Allah.
Tugas Khulafaur Rasyidin adalah menggantikan kepemimpinan
Rosulullah dalam mengatur kehidupan kaum muslimin. Jika tugas Rosulullah
terdiri dari dua hal yaitu tugas kenabian dan tugas kenegaraan. Maka Khulafaur
Rasyidin bertugas menggantikan kepemimpinan Rasulullah dalam masalah

3
Sayyid, M. F. (2003). Mari Mengenal Khulafaur Rasyidin. Gema Insani.
4
kenegaraan yaitu sebagai kepala Negara atau kepala pemerintahan dan pemimpin
agama. Adapun tugas kerosulan tidak dapat digantikan oleh Khulafaur Rasyidin
karena Rasulullah adalah Nabi dan Rosul yang terakhir. Setelah Beliau tidak ada
lagi Nabi dan Rosul lagi.
Tugas Khulafaur Rasyidin sebagai kepala Negara adalah mengatur
kehidupan rakyatnya agar tercipta kehidupan yang damai, adil, makmur, aman,
dan sentosa. Sedangkan sebagai pemimpin agama Khulafaur Rasyidin bertugas
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan masalah keagamaan. Bila terjadi
perselisihan pendapat maka kholifah yang berhak mengambil keputusan.
Meskipun demikian Khulafaur Rasyidin dalam melaksanakan tugasnya selalu
mengutamakan musyawarah bersama, sehingga setiap kebijakan yang diambil
tidak bertentangan dengan kaum muslimin. 4
Khulafaur Rasyidin merupakan pemimpin umat Islam dari kalangan
sahabat pasca Nabi wafat. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung
oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis. Siapa yang terpilih, maka
sahabat yang lain memberikan baiat (sumpah setia) pada calon yang terpilih
tersebut. Ada dua cara dalam pemilihan khalifah ini, yaitu: pertama, secara
musyawarah oleh para sahabat Nabi. Kedua, berdasarkan atas penunjukan
khalifah sebelumnya.

2. Biografi Khulafaurrasyidin
a. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq (11-13 H / 632-634 M)
Namanya ialah Abdullah ibn Abi Quhaifah Attamini. Di zaman pra
islam bernama Abdullah ibnu Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi
Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Julukannya Abu
Bakar (bapak Pemagi) karena dari pagi-pagi betul memeluk agama islam,
gelarnya ash-Shiddiq karena ia selalu membenarkan Nabi dalam berbagai
peristiwa, terutama Isra’ Mi’raj. Jadi nabi Muhammad sering kali
menunjukkannya untuk mendampinginya di saat penting atau jika
berhalangan, dan Rasul tersebut mempercayainya sebagai pengganti untuk

4
Setiyowati, A., Putri, C. J., Jannah, F. M., & As’ad, M. R. (2021). Kepemimpinan Islam
Periode Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib). YASIN, 1(2), 262-274.
5
menangani tugas-tugas keagamaan.

Ketika nabi Muhammad wafat, nabi tidak meninggalkan wasiat


tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat
islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkna persoalan tersebut
pada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya.5
Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat dan jenazahnya belum
dimakamkan, sejumlah tokoh muhajirin dan anshar berkumpul dib alai kota
bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih
menjadi pemimpin.
Musyawarah cukup alot karena masing-masing pihak, baik muhajirin
maupun anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat islam.
Namun dengan semangat ukhuywah islamiah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar
terpilih. Rupanya semangat keagamaan Abu Bakar yang tinggi mendapat
penghargaan yang tinggi dari umat islam, sehingga masing- masing pihak
menerima dan membaiatnya.
Sepak terjangpola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato
Abu Bakar ketika ia diangkat menjadi khalifah. Secara lengkap pidatonya
sebagai berikut:
“Wahai manusia sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu
kerjakan, padahal aku bukan orang yang terbaik diantara kamu. Apabila aku
melaksanakan tugasku dengan baik,bantulah aku, dan jika aku berbuat salah ,
luruskanlah aku. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan
adalah suatu penghianatan. Orang yang lemah diantara kamu adalah orang
yang kuat bagi ku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat
diantara kamu adalah lemah bagi ku hingga aku mengambil haknya, Insya
Allah.janganlah salah seorang darimu meninggalkan jihad. Sesungguhnya
kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah akan menimpakan
suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rosul
Nya. Jika aku tidak menaati Allah dan RosulNya, sekali-kali jangan lah kamu
menaatiku. Dirikanlah shalat , semoga Allah merahmati kamu”.

5
Ash-Shallabi, A. M. (2013). Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pustaka Al-Kautsar.
6
Masa awal pemerintahan Abu Bakar banyak di guncang oleh
pemberontakan orang-orang murtad yang mengaku-ngaku menjadi Nabi dan
enggan membayar zakat, karena hal inilah khalifah lebih memusatkan
perhatiannya memerangi para pemberontak, maka dikirimlah pasukan untuk
memerangi para pemberontak ke yamamah, dalam insiden itu banyak para
khufadhil quran yang mati syahid kemudian karena khawatir hilangnya Al-
Quran sayyidina Umar mengusulkan pada khalifah untuk membukukan al-
quran, kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah Zaid Bin
Tsabit untuk mengumpulkan semua tulisan al- quran, pola pendidikan khalifah
Abu Bakar masih seperti Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga
pendidikannya.6
Abu bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia
meninggal dunia. Selain menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam
tubuh umat islam, Abu Bakar juga mengembangkan wilayah ke luar arab.
Dalam kepemimpinannya, Abu Bakar melaksanakan kekuasaannya
sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislative,
eksekutif, dan yudikatif terpusat di tangan Khalifah. Meskipun demikian,
khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi
Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya
bermusyawarah.
b. Khalifah Umar Ibnu al-Khathab (13-23 H / 634-644 M)
Dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Ayahnya
bernama Khattab dan ibunya bernama Khatmah. Perawakannya tinggi besar
dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot
yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-
merahan. Beliau dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum
dari suku Quraisy. Beliau merupakan khalifah kedua didalam islam setelah
Abu Bakar As Siddiq. Sewaktu masih terbaring sakit, khalifah Abu Bakar
secara diam-diam melakukan tinjauan pendapat terhadap tokoh-tokoh

6
Ibid.
7
terkemuka dari kalangan sahabat mengenai pribadi yang layak untuk
menggantikannya. Pilihan beliau jatuh pada Umar ibn al-Khaththab.
Khalifah kedua itu dinobatkan sebagai khalifah pertama yang sekaligus
memangku jabatan panglima tertinggi pasukan islam, dengan gelar khusus
amir al-mukminin (panglima orang-orang beriman).
Pada masa umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil,
usaha perluasan wilayah islam memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah
islam pada masa umar bin Khattab meliputi Semenanjung Arabiah, Palestina,
Syria, Irak, Persia dan Mesir.7
Pada hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat,
Beliau ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh oleh seorang Majusi
yang bernama Abu Lu’luah, budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia
mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar bin Khattab dimakamkan di
samping Nabi saw dan Abu Bakar as Siddiq, beliau wafat dalam usia 63
tahun.
Umar dikenal seseorang yang pandai dalam menciptakan peraturan,
karena tidak hanya memperbaiki bahkan mengkaji ulang terhadap kebijakan
yang telah ada. Khalifah umar juga telah juga menerapkan prinsip demokratis
dalam kekuasaan yaitu dengan menjamin hak yang sama bagi setiap warga
Negara.
Khalifah Umar terkenal seorang yang sederhana bahkan ia
membiarkan tanah dari negeri jajahan untuk dikelola oleh pemiliknya bahkan
melarang kaum muslimin memilikinya, sedangkan para prajurit menerima
tunjangan dari Baitul Mal, yaitu dihasilkan dari pajak.
c. Khalifah Ustman ibn Affan (23-35 H/ 644-656 M)
Nama lengkapnya ialah Ustman ibn Affan ibn abdil Ash ibn Umayyah
dari pihak Quraisy. Ia memeluk islam lantaran ajakan Abu Bakar, dan menjadi
salah seorang sahabat dekat Nabi. Melalui persaingan ketat dengan ali, tim
formatur yang dibentuk oleh Umar ib Khaththab akhirnya member mandate
kekhalifahan kepada Ustman ibn Affan. Masa pemerintahannya adalah yang
terpanjang dari semua khalifah di zaman al-Khulafa’ ar- Rasyidin yaitu 12

7
Ash-Shallabi, A. M. (2008). Biografi Umar bin Al-Khathab. Pustaka Al-Kautsar.
8
tahun.
Tetapi sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasaannya menjadi saat
yang baik dan sukses bagi beliau. Para pencatat sejarah membagi masa
pemerintahan Ustman ibn Affan menjadi dua periode, enam tahun pertama
merupakanmasa pemerintahan yang baik dan enam tahun terakhir adalah
merupakan masa pemerintahan yang buruk.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap
kepemimpinan Ustman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam
kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam.
Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan
Ustman hanya menyandang gelar Khalifah.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada
kegiatan-kegiatan yang penting. Ustman berjasa membangun bendungan
untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-
kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid,
dan memperluas masjid di Madinah.8
Prestasi yang terpenting bagi Khalifah Ustman adalah menulis kembali
al-Quran yang telah ditulis pada zaman Abu Bakar yang pada waktu itu
disimpan oleh Khafsoh binti Umar. Manfaat dibukukan al-Qur`an pada masa
Ustman adalah:
1) Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan
tulisannya.
2) Menyatukan bacaan, kendatipun masih ada perbedaannya, namun harus
tidak berlawanan dengan ejaan mushaf Ustmani.
3) Menyatukan tertib susunan surat- surat menurut tertib urut yang kelihatan
pada mushaf sekarang ini.
Situasi politik pada masa akhir pemerintahan Ustman semakin
mencekam dan timbul pemberontakan- pemberontakan yang mengakibatkan
terbunuhnya Ustman. Ustman akhirnya wafat sebagai syahid pada hari jumat
tanggal 17 Dzulhijjah 35 H/ 655 M. ketika para pemberontak berhasil
memasuki rumahnya dan membunuh Ustman saat membaca al-Quran. Persis

8
Ash-Shallabi, A. M. (2013). Biografi utsman bin Affan. Pustaka Al-Kautsar.
9
seperti yang disampaikan Rasulullah perihal kematian Ustman yang syahid
nantinya. Beliau dimakamkan di pekuburan Baqi di Madinah.

d. Khalifah Ali ibn Abi Thalib (35-40 H/ 656-661 M)


Peristiwa pembunuhan Utsman mengakibatkan kegentingan di seluruh
dunia islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika
Utara. Pemberontak yang waktu itu mnguasai Madinah tidak mempunyai
pilihan lain selain Ali Bin Abi thalib menjadi khalifah. Waktu itu Ali berusaha
menolak, tetapi Zubair Bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah memaksa
beliau sehingga akhirnya Ali menerima baiat mereka. Menjadikan Ali satu-
satunya khalifah yang di baiat secara massal. Karena khalifah sebelumnya
dipilih melalui cara yang berbeda-beda.9
Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahanyya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun dalam
pemerintahannya yang dikatakan stabil.
Persoalan pertama yang dihadapi Ali adalah pemberontakan yang
dilakukan oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, ali tidak mau
menghukum para pembunuh Ustman dan mereka menuntut bela terhadap
darah Ustman yang telah ditumpahkan secara zalim. Bersamaan dengan itu,
kebijakan-kebijakan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari
gubernur di Damaskus. Muawiyah yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat
tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.
Peristiwa yang terkenal dalam masa Ali adalah terjadinya perang
antara kubu Ali dan kubu Muawiyah. Perang tersebut terjadi di daerah
bernama Siffin, sehingga perang ini disebut sebagai perang Siffin.
Pada saat Mu’awiyah dan tentaranya terdesak Amr bin Ash sebagai
penasehat Mu’awiyah yang dikenal cerdik dan pandai berunding, meminta
agar Mu’awiyah memerintahkan pasukannya mengangkat mushaf al-Qur’an di
ujung tombak sebagai isyarat berdamai dengan cara tahkim (arbitrase) dengan
demikian Mu’awiyah terhindar dari kekalahan total.
Seusai perundingan, Abu Musa sebagai yang tertua dipersilahkan

9
Ash-Shalabi, A. M. (2012). Biografi Ali Bin Abi Thalib. Pustaka Al-Kautsar.
10
untuk berbicara lebih dahulu. Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya antara
mereka berdua, Abu Musa menyatakan pemberhentian Ali dari jabatannya
sebagai khalifah dan menyerahkan urusan penggantiannya kepada kaum
muslimin. Tetapi ketika tiba giliran Amr bin Ash, ia menyatakan
persetujuannya atas pemberhentian Ali dan menetapkan jabatan khalifah bagi
Mu’awiyah. Ternyata Amr bin Ash menyalahi kesepakatan semula yang
dibuat bersama Abu Musa. Sepak terjangnya dalam peristiwa ini merugikan
pihak Mu’awiyah.Ali menolak keputusan tahkim tersebut, dan tetap
mempertahankan kedudukannya sebagai khalifah.10
Setelah terjadinya peristiwa tersebut kelompok Ali pecah menjadi dua
bagian, dan kelompok yang keluar dari kelompok Ali dinamai sebagai
kelompok Khawarij (orang-orang yang keluar).
Pada 24 Januari 661, ketika Ali sedang dalam perjalanan menuju
masjid Kuffah, ia terkena hantaman pedang beracun di dahinya. Pedang
tersebut yang mengenai otaknya, diayunkan oleh seorang pengikut kelompok
Khawarij, Abd al-Rahman ibn Muljam, yang ingin membalas dendam atas
kematian keluarga seorang wanita, temannya, yang terbunuh di Nahrawan.

3. Pola Pengangkatan Khulafaurrasyidin


a. Proses Terpilihnya Abu Bakar As-Sidiq.r.a.
Setelah wafatnya Rasulullah Saw, kaum muslimin dihadapkan sesuatu
problema yang berat tentang kepemimpinan, kerena Nabi sebelum meninggal
tidak meninggalkan pesan apa dan siapa yang akan mengganti sebagai
pimpinan umat. Waktu setelah wafatnya Rasulullah SAW tersebut menjadikan
momentum umat Islam dalam kebingunan. Hal ini karena para sahabat sama
sekali tidak siap kehilangan beliau baik sebagai pemimpin, sahabat, maupun
sebagai pembimbing yang mereka cintai.
Sehingga sebelum Jenazah Rasulullah SAW dimakamkan, umat islam
terlebih dahulu mengurusi permasalahan terkait kekosongan pemimpin
tersebut, sehingga hal ini membuat putri tunggal Rasulullah SAW Sayyidah
Fatimah marah,5 karena pada waktu itu ada golongan sahabat dari Anshar

10
Ibid.
11
yang berkumpul di tempat Saqifah Bani Sa’idah, sebuah tempat yang biasa
digunakan sebagai pertemuan dan musyawarah penduduk kota Madinah.
Pertemuan golongan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah tersebut dipimpin
seorang sahabat yang sangat dekat engan Rasulullah Saw., ia adalah Sa’ad bin
Ubadah tokoh terkemuka Suku Khazraj.11
Pada waktu Saad bin Ubadah mengajukan wacana dan gagasan tentang
siapa yang pantas untuk menjadi pemimpin sebagai pengganti Rasulullah ia
menyatakan bahwa kaum Anshar-lah yang pantas memimpin kaum muslimin.
Ia mengemukakan demikian sambil berargumen bahwa golongan Ansharlah
yang telah banyak menolong Nabi dan kaum Muhajirin dari kejaran dan
penindasan orang-orang kafir Quraisy. Tentu saja gagasan dan wacana ini
disetujui oleh para sahabat dari golongan Anshar. Pada saat beberapa tokoh
Muhajirin seperti Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah
dan sahabat muhajirin yang lain mengetahui pertemuan orang-orang Anshar
tersebut, mereka segera menuju ke Saqifah Bani Sa’idah. Dan pada saat orang-
orang Muhajirin datang di Saqifah Bani Sa’idah, kaum Anshar nyaris
bersepakat untuk untuk mengangkat dan membaiat Saad bin Ubadah menjadi
Khalifah. Karena pada saat tersebut para tokoh Muhajirin juga datang maka
mereka juga diajak untuk mengangkat dan membaiat Saad bin Ubadah.
Namun, kaum Muhajirin yang diwakili Abu Bakar menolaknya dengan tegas
membaiat Saad bin Ubadah. Abu Bakar mengatakan pada golongan Anshar
bahwa jabatan khalifah sebaiknya diserahkan kepada kaum Muhajirin. Alasan
Abu Bakar adalah merekalah yang lebih dulu memeluk Agama Islam. Kaum
Muhajirin dengan perjuangan yang berat selama 13 tahun menyertai Nabi dan
membantunya mempertahankan Islam dari gangguan dan penindasan kaum
kafir Quraisy di Mekkah. Dengan usulan Abu Bakar ra. Golongan Anshar
tidak dapat membantah usulannya.
Kaum Anshar menyadari dan ingat, bagaimana keadaan mereka
sebelum Nabi dan para sahabatnya dari Mekkah mengajak masuk Islam,
bukankah di antara mereka sering terlibat perang saudara yang berlarut- larut.
Dan dari sisi kualitas tentu saja para sahabat Muhajirin adalah manusia-
11
Saddam, R. (2015). Sejarah Sistem Pemerintahan Islam Pada Masa Khulafaur
Rasyidin (11-41 H/632-661 M) (Doctoral dissertation, Fakultas Agama Islam Unissula).
12
manusia terbaik dan yang pantas menggantikan kedudukan Nabi dan menjadi
khalifah untuk memimpin kaum muslimin. Pada saat yang bersamaan Abu
Bakar menunjuk dua orang Muhajirin di sampingnya yang dikenal sangat
dekat dengan Nabi, yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu
Bakar mengusulkan agar memilih satu di antara keduannya untuk menjadi
khalifah. Demikian kata Abu Bakar kepada kaum Anshar sembari menunjuk
Umar dan Abu Ubaidah. Namun sebelum kaum Anshar merespon usulan Abu
Bakar, Umar dan Abu Ubaidah justru menolaknya dan keduanya justru balik
menunjuk dan memilih Abu Bakar. Secara cepat dan tegas Umar
mengayungkan tanganya ke tangan Abu Bakar dan mengangkat tangan Abu
Bakar dan membaiatnya. Lalu apa yang dilakukan Umar ini segera diikuti oleh
Abu Ubaidah. Dan akhirnya diikuti kaum Anshar untuk membaiat Abu Bakar
Kecuali Saad bin Ubadah.
Lalu pada esok harinya, baiat terhadap Abu Bakar secara umum
dilakukan untuk umat muslim di Madinah dan dalam pembaiatannya tersebut,
Abu Bakar berpidato sebagai berikut:12
‚Saudara-saudara, saya sudah dipilih untuk memimpin kalian
sementara saya bukanlah orang terbaik di antara kalian. Jika saya berlaku baik,
bantu-lah saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan dan dusta merupakan
pengkhianatan. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tetapi bila saya melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya, maka gugurlah
ketaatanmu kepada saya.
b. Proses Terpilihnya Umar Bin Khatab r.a.
Berbeda dengan proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah.
Abu Bakar terpilih secara demokratis melalui proses perdebatan yang cukup
panjang, hingga akhirnya ia terpilih sebagai khalifah yang sah. Sementara
Umar Bin Khatthab diangkat melalui penunjukan yang dilakukan khalifah
Abu Bakar setelah mendapatkan persetujuan dari para sahabat besar. Hal itu
dilakukan khalifah guna menghindari pertikaian politik antara umat Islam
sendiri. Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui proses
pemilihan seperti pada masanya, maka situasinya akan menjadi keruh karena

12
Ibid.
13
kemungkinan terdapat banyak kepentingan yang ada diantara mereka yang
membuat negara menjadi tidak stabil, sehingga pelaksanaan pembangunan
Islam akan terhambat.
Pada Saat Khalifah Abu Bakar merasa dekat dengan ajalnya, Ia
menunjuk Umar Bin Khatab untuk menggantinya, namun sebelum
menyampaikan ide dan gagasannya untuk menunjuk Umar, Abu Bakar
memanggil beberapa sahabat terkemuka seperti Abdurrahman bin Auf,
Utsman bin Afan, Asid bin Hudhair al-Anshari, Said bin Ziad dan Sahabat lain
dari golongan Muhajirin dan Anshar untuk dimintai penilaian dan
pertimbangan dan akhirnya mereka menyetujui.13
c. Proses Terpilihnya Utsman Bin Affan r.a.
Ketika Umar sedang sakit akibat dari tikaman seorang budak Persia
yang bernama Fairuz yang lebih dikenal dengan nama Abu Lu’lu’ah,
sekelompok sahabat datang menjenguknya dan sekaligus menanyakan dan
mendiskusikan penggantinya Dia sebagai khalifah, pertanyaan dari para
sahabat ini tidak mendapatkan jawaban pasti dari.Umar bin Khattab, sesudah
itu, sahabat beranjak meninggalkan Khalifah Umar bin Khattab.
Para sahabat Rasulullah merasa takut andai Umar wafat tanpa
meninggalkan pesan tentang penggantinya. Oleh karena itu, mereka
mendatangunya lagi untuk mendesak Umar bin Khattab menentukan
penggantinya. Di tempat tidurnya, Umar mengambil keputusan dengan
menunjuk badan musyawarah yang terdiri dari orang-orang yang diridhoi dan
dijanjikan oleh Rasulullah sebagai orang-orang yang masuk surga tanpa hisab.
Mereka itu adalah Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Saad bin Waqah,
Adurahman bin Auf, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah bin Umar.
Untuk memeilih seorang khalifah diantara mereka.
Namun khusus untuk Abdullah bin Umar tidak dicalonkan apalagi
dipilih berdasarkn wasiat khalifah Umar. Adapun kriteria pemilihan telah
ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab yaitu : Khalifah yang di pilih
adalah dari anggota Syura kecuali Abdullah bin Umar yang tidak punya hak

13
Rahmat, A. L., & Mawardi, K. (2024). Sistem Pemerintahan, Politik dan Peran Ahlu
Hall Wal ‘Aqdi pada Masa Khulafaur Rasyidin. Transformasi Manageria: Journal of Islamic
Education Management, 4(1), 30-41.
14
pilih dan bertindak sebagai penasihat. Bilamana suara dari anggota tim sama
hendaknya keputusan diserahkan kepada Abdullah bin Umar sebagai anggota
tim tersebut. Jika keputusan Abdullah bin Umar tidak disetujui oleh anggota
mengikuti keputusan yang diambil oleh Abdurrahman bin Auf. Bila ada
anggoat tim yang tidak mau mengambil bagian dalam pemilihan maka
anggota tersebut harus dipenggal kepalanya. Bila dua calon mendapatkan
dukungan yang sama maka calon yang didukung oleh Abdurrahman bin Auf
yang dianggap menang. Apabila seorang telah terpilih dan minoritas (satu atau
dua) tidak mau mengikutinya maka kepala mereka harus dipenggal. Jadwal
pelaksanaan musyawarah selama tiga hari ke empat sudah ada pemimpin.
Tatkala Umar wafat, berkumpullah orang-orang yang dipilihnya
menjadi formatur dikepalai oleh Abdurrahman bin Auf di dalam salah satu
rumah kepunyaan mereka. Tiga hari lamanya musyawarah yang amat penting
itu, dan sudah tiga hari rupanya belum juga dapat diputuskan karena sejak
awal jalannya pertemuan itu sangat alot, maka Abdurrahman bin Auf berusaha
memperlancar dengan himbauan agar sebaiknya mereka dengan sukarela
mengundurkan diri dan menyerah kepada orang yang lebih pantas (memenuhi
syarat) untuk dipilih sebagai khalifah. himbauan ini tidak berhasil, tidak ada
satupun yang mau mengundurkan diri, kemudian Abdurrahman bin Auf
sendiri menyatakan mengundurkan diri tetapi tidak ada seorang pun dari
empat sahabat Nabi yang mengikutinya.
Dalam kondisi macet itu, Abdurrahman bin Auf berinisiatif melakukan
musyawarah dengan sahabat dan tokoh-tokoh masyarakat selain yang
termasuk dalam anggota badan musyawarah, dan suara terbelah menjadi dua
kubu yaitu pendukung Ali dan pendukung Utsman. Pada pertemuan
berikutnya, Abdurrahman bin Auf menempuh cara dengan menanyakan
masing-masing angggota formatur dan di dapatlah skor suara tiga banding
satu, dimana Zubair, dan Ali mendukung Utsman, sedangkan Utsman
mendukung Ali.14
Meskipun suara terbanyak dari anggota formatur jatuh pada Utsman,
namun Abdurrahman tidak serta merta membai’at Utsman. Tetapi pada subuh

14
Ibid.
15
hari sesudah semalaman ia berkaliling memantau pendapat masyarakat, ia
berdiri setelah kaum Muslimin memenuhi mesjid dan menyampaikan
pengantar tentang pelaksanaan pemilihan khalifah. Di sini terlihat kembali
persaingan dua kubu yaitu kubu Ali dan kubu Utsman.
Pada saat itu Abdurrahman menunjukkan keahliannya menghadapi
masalah yang sulit ini. Dia memanggil Ali dan Utsman secara terpisah untuk
dimintai kesanggupannya bertindak berdasarkan al- Qur’an dan sunnah Rasul-
Nya serta berdasarkan langkah-langkah yang diambil oleh dua khalifah
sebelumnya. Ali bin Abi Thalib bertindak sesuai dengan pengetahuan dengan
kekuatan yang ada pada dirinya, sedangkan Utsman bin Affan
menyanggupinya, sehingga Abdurrahman mengucapkan bai’atnya dan diikuti
oleh orang banyak menyatakan bai’at, termasuk juga Ali pada akhirnya juga
menyatakan bai;atnya kepada Utsman bin Afffan. Orang keenam tim
formatur, Thalha bin Ubaidillah tiba di Madinah setelah pemilihan itu
berakhir. Dia juga menyatakan sumpah setia kepada Utsman bin Affan.15
Mencermati proses pemilihan tersebut, nampak dengan jelas upaya
pemilihan khalifah dilakukan secara musyawarah dengan memperhatikan
suara dari berbagai pihak, dan hal ini pula yang membedakan antar proses
pengangkatan Abu Bakar al-Siddiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan.
Karena itu Utsman bin Affan ditetapkan menjadi khalifah, pada hari Senin,
akhir bulan Dzulhijjah tahun 23 H. dan resmi menjadi khalifah yang ketiga
dari Khulafa al- rasyidin pada tanggal 1 Muharram tahun 24 H.
d. Proses Pengangkatan Ali bin Abi Thalib r.a.
Pada saat kaum pemberontak mengepung rumah Khalifah Usman, Ali
mengutus dua putra lelakinya yang bernama Hasan dan Husain untuk ikut
melindungi Khalifah Usman. Namun hal itu tak mampu mencegah bencana
yang menimpa Khalifah Usman dan juga kaum muslimin. Khalifah Usman
terbunuh secara keji pada tanggal 17 Juni 656 M.
Beberapa sahabat terkemuka seperti Zubair bin Awwam dan Thalhah
bin Ubaidillah, ingin membaiat Ali sebagai khalifah. Mereka memandang
bahwa dialah yang pantas dan berhak menjadi seorang khalifah. Namun Ali

15
Ibid.
16
belum mengambil tindakan apa pun. Keadaan begitu kacau dan
mengkhawatirkan sehingga Ali pun ragu-ragu untuk membuat suatu keputusan
dan tindakan. Setelah terus menerus didesak, Ali akhirnya bersedia dibaiat
menjadi khalifah pada tanggal 24 Juni 656 M, bertempat di Masjid Nabawi.
Hal ini menyebabkan semakin banyak dukungan yang mengalir, sehingga
semakin mantap saja ia mengemban jabatan khalifah. Namun sayangnya,
ternyata tidak seluruh kaum muslimin membaiat Ali bin Abu Thalib sebagai
khalifah. Selama masa kepemimpinannya, khalifah Ali sibuk mengurusi
mereka yang tidak mau membaiat dirinya tersebut. Sama seperti pendahulunya
yaitu Rasulullah, Abu Bakar dan Umar, Usman, khalifah Ali juga hidup
sederhana dan zuhud. Ia tidak senang dengan kemewahan hidup. Ia bahkan
menentang mereka yang hidup bermewah-mewahan.16

4. Sistem Pemerintahan dan Usaha Stabilitasi pada Masa


Khulafaurrasyidin
a. Khalaifah Abu Bakar As-Shidiq r.a. (11-13 H)
Abu Bakar As- shidip yang posisinya mengantikan nabis ecara
temporal memiliki tugas yang sama yakni mengemmban amanah ummat
muslim, sebagaimana nabi Abu Bakar juga melakukan musyawarah dengan
para sahabat dan tokoh lainya untuk memutuska sebuah masalah, Pada masa
kepemimpinan Abu Bakar yang hanya dia tahun itu banyak mengalami
hambatan dan tantangan seperti munculnya nabi palsu, pemberontakan kaum
munafik dan murtad, dan oposisi kelompok penentang zakat. Hal ini
disebabkan oleh munculnya kembali fanatisme kesukuan masyarakat Arab,
belum kuatnya dasar-dasar keagamaan yang dimiliki oleh sebagian
masyarakat yang jauh dari kota Madinah, dan lahirnya kembali lawan-lawan
politik Islam yang dahulu di masa Nabi Muhammad belum sepenuhnya
mengakui pemerintahan Madinah.
Secara politik, suatu pemerintahan yang terpusat, yang menuntut dan
menerima kesetiaan orang-orang, belum dikenal di Arabia, yang mana suku-
sukunya hidup dalam kebebasan yang sempurna. Lebih-lebih suku- suku Arab
16
Aminah, N. (2015). Pola Pendidikan Islam Periode Khulafaur Rasyidin. Tarbiya:
Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 1(1), 31-46.
17
membenci kekuasaan di Madinah, ibukota imperium Islam pada waktu itu.
Kepemimpinan Madinah menjadi tak tertahankan oleh semangat bebas suku-
suku Arab.

Pembayaran zakat dianggap sebagai penurunan kekuasaan dan


kewibawaan bagi suku-suku di Arabia. Sebenarnya keberatan mereka bukan
terhadap Islam, tetapi terhadap zakat. Keadaan menjadi sangat genting.
Madinah sendiri terancam oleh gerombolan Badui yang dipelopori oleh suku
Ghatafan yang kuat. Para sahabat menganjurkan agar khalifah mengikuti
kebijakan yang lunak. Terhadap usul tersebut khalifah menjawab dengan
marah:‛Kalian begitu keras dimasa jahiliyah, tetapi setelah Islam kalian
menjadi begitu lemah. Wahyu-wahyu Allah telah berhenti, agama kita telah
sempurna. Sekarang haruskah Islam dibiarkan dirusak dalam masa hidupku?
Demi Allah seandainya mereka menahan sehelai benang pun (dari zakat), saya
akan memerintahkan untuk memerangi mereka.17
Tidak kalah hebatnya dari para penentang Islam pada masa ini, yaitu
munculnya orang-orang yang mengaku sebagai nabi. Mereka adalah Aswad
Ansi di Yaman, kemudian Musailamah al-Kadzab, kemudian Tulaiha yang
disambut sebagai nabi Bani Ghatafan, dan Sajah, seorang perempuan berasal
dari suku Bani Yarbu di Arabia Tengah.
Abu Bakar meyakini bahwa tantangan ini sangatlah serius akibatnya
bagi kesinambungan dakwah Islam, manakala tidak segera diselesaikan. Oleh
karena itu pada tahun pertama kepemimpinannya beliau memfokuskan
program-programnya kepada upaya penyelesaian upaya ini. Baru kemudian di
tahun kedua beliau meneruskan ekspansi wilayah di luar semenanjung Arabia
sebagaimana yang pernah dirintis oleh Nabi saw dan belum mencapai
tujuannya. Sebelum menangani urusan penting luar negeri, Abu Bakar
menyelesaikan terlebih dahulu masalah-masalah penting dalam negeri.
Khalid bin Walid dikirim untuk melawan Tulaiha, Ikrimah dan
Sharabil bin Hasan dikirim untuk melawan Musailamah, dan Zuber dikirim
17
ISLAM, K. P. A., & ISLAMIYAH, M. D. KHULAFAUR RASYIDIN: ANTARA IDE
DAN REALITA.
18
untuk memerangi Aswad Ansi di Yaman. Khalid berhasil mengalahkan
Tulaiha, Zuber berhasil membunuh Aswad Ansi, dan Musailamah berhasil
dibunuh. Peperangan lainnya yang dilakukan oleh para jenderal muslim
terhadap orang-orang murtad dilakukan di Bahrain, Oman dan Yaman.
Kontribusi Abu Bakar yang paling menonjol bagi peletakan dasar-
dasar kesinambungan peradaban Islam adalah dua hal. Pertama,
mengembalikan kebulatan keyakinan terhadap ajaran Islam, mengintegrasikan
masyarakat dan politik Islam yang berpusat di Madinah sebagaimana dahulu
pernah diletakkan oleh Nabi saw. Kembalinya kaum muslimin kepada ajaran
Islam dan pengakuan atas pemerintahan Islam yang berpusat di Madinah
merupakan dasar yang kokoh bagi pengembangan cita-cita dakwah dan politik
Islam. Kedua, Abu Bakar mengirim kekuatan keluar Arabia. Khalid bin Walid
memimpin delegasi ke Iraq dan dapat menguasai daerah Hirah pada tahun 634
M. Sementara untuk Syiria di kirim pasukan di bawah pimpinan Abu Ubaidah,
Amr bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan, dan Syuhrabil. Sebelumnya pasukan di
pimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat
pasukan ini, Khalid bin Walid yang semula dikirim ke Iraq, diperintahkan
menuju ke Syiria melalui gurun pasir yang amat sulit, dan akhirnya semua itu
dapat dicapai. Inilah kontribusi kedua Abu Bakar untuk meneruskan cita-cita
Nabi dalam pengembangan wilayah dakwah Islam.18
b. Khalifah Umar Bin Khatab r.a. (13-23 H)
Pada prinsipnya program-program yang dijalankan oleh khalifah Umar
bin Khattab adalah meneruskan upaya awal yang pernah dirintis oleh
pendahulunya, Abu Bakar, khususnya program pengiriman pasukan untuk
ekspansi wilayah diluar Arabia. Ekspansi pertama dilancarkan ke ibukota
syiria, Damaskus, Ardan dan Hins yang berhasil dikuasai hingga pada 635
M. Setahun kemudian setelah pasukan Byzantium kalah dalam
pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria dapat dikuasai oleh pemerintahan
Islam. Melalui Syria ini penguasaan Mesir dilakukan dengan pimpinan Amru
bin Ash, sementara ke Iraq dibawah pimpinan Saad bin Abi Waqqas. Hingga
pada 641 M kedua negeri ini resmi masuk ke wilayah pemerintahan Islam. Al-

18
Ibid.
19
Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada 637 M. Dari kota ini
serangan baru dilancarkan ke Persia, dimana kota Madain jatuh pada tahun ini
juga. Pada 641 M Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian pada masa Umar
wilayah Islam telah meliputi seluruh semenanjung Arabia, palestina, Syiria
dan Mesir. Dapat dikatakan bahwa sebagian wilayah Romawi masuk ke dalam
pemerintahan Islam yang berpusat di kota Madinah.
Perluasan wilayah dimasa Umar ini memang sangat cepat dan berhasil
dengan gemilang. Maka hal ini menuntut Umar untuk lebih memperhatikan
masalah administrasi dan menejemen negara. Untuk itu beliau mulai
memasukkan beberapa unsur administrasi dari imperium Persia yang telah
lama mempunyai pengalaman dalah hal administrasi negara. Pemerintahan
dibagi menjadi delapan propinsi: Mekkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah,
Kufah, Palestina dan Mesir. Beberapa departemen didirikan. Sistem
pembayaran gaji serta pajak ditertibkan. Lembaga Yudikatif dan Eksekutif
dipisahkan dengan mendirikan pengadilan khusus. Baitul mal sebagai bank
negara diadakan sehingga keuangan pemerintahan semakin lancar
pengelolaannya.19
Dari penjelasan singkat di atas, dapatlah disimpulkan ada dua hal besar
yang disumbangkan Umar untuk peradaban Islam. Pertama, perluasan dan
penguasaan wilayah-wilayah baru yang berada diluar semenanjung Arabia,
bahkan telah memasuki sebagian besar wilayah Persia dan Romawi.
Kontribusi ini tidak dapat di ungguli oleh ketiga Khalifah al- Rasyidah yang
lain. Kedua, mengadakan dan memperbaiki administrasi pemerintahan yang
sebelumnya tidak dikenal. Bagi masyarakat Arab saat itu apa yang ditawarkan
Umar adalah sesuatu yang baru dan luar biasa. Bukti menunjukkan bahwa
dengan administrasi dan manajemen yang lebih baik maka sangatlah
membantu percepatan dan keberhasilan perluasan pemerintahan Islam. Salah
satu kontribusi Umar yang lebih penting bagi perkembangan peradaban Islam
adalah penetapan kalender Hijriyah bagi kaum muslimin. Disamping itu, ide
pertama kali muncul untuk melakukan pembukuan mushaf al-Qur’an adalah
dari beliau, meskipun realisasinya yang paling maksimal ada pada masa
19
Abdullah, A. M. N. (2019). Sistem Pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pustaka Al-
Kautsar.
20
Usman.
c. Khalifah Utsman Bin Affan r.a. (23-35 H)
Para ahli sejarah mencatat, bahwa enam tahun yang awal
kepemimpinan Usman efektif dan cukup berhasil. Namun pada enam tahun
berikutnya kepemimpinanya tidak lagi efektif, bahkan mengalami degradasi
hingga pada akhirnya melahirkan suatu pemberontakan yang menyebabkan
kematiannya.
Keberhasilannya dibuktikan dengan kemampuannya meneruskan
ekspansi wilayah hingga berhasil ditaklukkannya Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhades, Transoxania, Tabaristan, serta sebagian wilayah yang tersisa dari
Persia. Namun ekspansi wilayah Islam yang pertama berhenti di sini. Di
samping itu ia berhasil membangun bendungan untuk menjaga arus banjir
yang besar dan mengatur pembagian suplai air ke kota-kota. Ia juga
membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid, termasuk
perluasan masjid Nabawi di Madinah. Ia juga sebagai tokoh yang
memprakarsai pengumpulan dan penulisan mushaf al-Qur’an yang di anggap
paling sempurna sehingga sampai hari ini menjadi standar tulisan al-Qur’an
yang biasa disebut Mushaf Usmani.
Adapun pemerintahannya di paruh kedua dipenuhi dengan benih-
benih konflik. Lahir pemberontakan, kecurigaan-kecurigaan tidak dapat
dihindarkan, sehingga pemerintahannya tidak lagi efektif. Diduga
pemberontakan itu dilakukan oleh para pendukung Ali. Karena itu dikala Ali
dipilih menjadi khalifah, Muawiyah tidak mengakuinya, karena ia
menganggap bahwa Ali berada di belakang pemberontakan itu, dan Ali
berkewajiban menyelesaikan kasus itu.20
Kelemahan Usman tersebut disebabkan usianya yang semakin tua. Di
saat itu ia telah berusia 70 tahun. Sikapnya yang terlalu lunak disebabkan
anggota-anggota keluarganya yang dekat diberi jabatan-jabatan di
pemerintahan. Kekayaannya yang melimpah dan sifatnya yang dermawan itu
membuatnya kurang memperhatikan soal administrasi keuangan. Terkadang
hal ini memungkinkan penilaian orang luar yang negatif kepadanya berkenaan

20
Ibid.
21
dengan penggunaan uang negara. Meskipun sebenarnya khalifah sama sekali
tidak pernah menyalahgunakan uang negara, bahkan beliau tidak mengambil
uang yang menjadi haknya dari perbendaharaan negara. Malah justeru banyak
sekali uang pribadi yang ia gunakan untuk keperluan negara tanpa ia
perhitungkan.

Pemerintahan Usman mendapat tekanan dari kaum pemberontak


karena beberapa hal: Pertama, mereka melihat Bani Umayah memperoleh
kedudukan yang tinggi di dalam negara dan mereka makmur dengan kekayaan
dan hak-hak istimewa.
Kedua, di dalam kekhalifahan Usman, Bani Umayah benar-benar telah
menghilangkan reputasi Bani Hasyim. Ketua Bani Hasyim, Ali, kehilangan
pengaruh dan kedudukan di dalam kekhalifahan Usman. Oleh karena itu,
mereka tidak menyukai Usman dan Bani Umayah. Selain itu, kaum Anshar
dari Madinah merasa kedudukan dan pengaruh mereka menjadi hilang.
Mereka tidak memperoleh bagian apapun dalam dalam hierarki imperium
Islam
Ketiga, pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara
benar-benar tidak disukai umum. Marwan seorang yang mementingkan diri
sendiri dan suka intrik. Kebijakannya selalu memecah belah Bani Hasyim dan
Bani Umayah. Selain itu, Usman terkenal kurang tegas karena sikapnya yang
murah hati dan sederhana.21
Rasa tidak puas terhadap khalifah Usman menjalar. Di Kufah dan
Basrah rakyat bangkit menentang gubernur-gubernur yang diangkat oleh
khalifah Usman. Hingga akhirnya para pemberontak menyelinap masuk ke
kota Madinah, mereka mengepung rumah khalifah. Pada saat yang berbahaya
itu para sahabat dan kerabat tidak sedang menemani Usman. Pada tanggal 17
Juni 656 M para pemberontak menyerbu rumah Usman, dua orang bangsa
Mesir membunuh khalifah yang telah lanjut usia itu ketika beliau sedang
membaca kitab suci al-Qur’an.
d. Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a. (35-40 H)
21
El-Basyiry, A. M. (2022). Meneladani Kepemimpinan Khalifah: Khulafaur Rasyidin
dan Khalifah Pilihan. Amzah.
22
Ali memimpin selama enam tahun. Selama itu pula kepemimpinnya
dihadapkan kepada berbagai pergolakan yang akhirnya menimbulkan apa
yang oleh sejarah disebut dengan al-Fitnah al-kubra (huru-hara yang dahsyat).
Setelah diangkat menjadi khalifah, ia memecat para gubernur yang pernah
diangkat oleh Usman, kecuali Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur Syiria.
Beliau yakin bahwa berbagai pemberontakan muncul karena keteledoran para
gubernur. Tanah-tanah yang pernah dihadiahkan oleh Usman kepada
penduduk ia tarik dengan cara menyerahkan hasilnya kepada negara, dan
menerapkan kembali kewajiban pajak kepada kaum muslimin sebagaimana
pernah diterapkan oleh Umar yang kemudian tidak berlaku.
Persaingan terus berjalan antara Bani Hasyim dengan Bani
Umayah.kondisi seperti ini dimanfaatkan oleh Thalhah, Zubair dan Aisyah
untuk mengadakan pemberontakan dengan alasan bahwa Ali tidak mau
menghukum pembunuh Usman, dan mereka menuntut bela atas kematian
Usman. Sebenarnya Ali ingin menghindari peperangan, ia mengajak
berunding kepada Thalhah dan Zubair, namun ajakan itu mereka tolak.
Akhirnya pecahlah perang yang terkenal dengan sebutan perang jamal, dimana
Aisyah berada diatas onta. Peperangan akhirnya dimenangkan oleh pihak Ali,
sementara Thalhah dan Zubair terbunuh, sedangkan Aisyah tertawan lalu
dikembalikan ke Madinah.
Persaingan antara dua kelompok di atas muncul lagi dalam bentuk lain.
Kebijakan-kebijakan Ali yang dianggap tidak menguntungkan pihak
Muawiyah akhirnya menimbulkan perlawanan dari unsur gabungan,
Muawiyah dan mereka yang kehilangan jabatan. Perlawanan itu kemudian
menyebabkan terjadinya perang shiffin. Semula peperangan itu telah
dimenangkan oleh pihak Ali, tetapi tiba-tiba pihak Muawiyah menawarkan
perdamaian melalui forum tahkim (arbitrase).22
Dalam arbitrase disepakati untuk tidak melanjutkan peperangan, tetapi
kedua belah pihak dapat kembali pada posisi masing-masing. Selepas arbitrase
justeru muncul kelompok baru khawarij yang menolak kesepakatan arbitrase
yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.

22
Ibid.
23
Kelompok ini berseberangan baik kepada Ali maupun kepada
Muawiyah. Jadi, di akhir pemerintahan Ali umat Islam telah terpecah menjadi
tiga, kelompok pendukung Ali yang nantinya disebut Syi’ah, kelompok
Muawiyah yang nantinya mengklaim sebagai kaum sunni, dan kelompok yang
keluar dari keduanya yang kemudian disebut Khawarij.

Kondisi demikian jelas tidak menguntungkan pihak Ali. Munculnya


kelompok Khawarij melemahkan kekuatan Ali, sementara Muawiyah terus
melakukan konsolidasi sehingga pasukannya semakin kuat. Ketidak senangan
Khawarij kepada Ali menyebabkan salah seorang pengikutnya yang bernama
Abdul-Rahman bin Muljam tega menghabisi nyawa menantu Nabi tersebut
pada 20 Ramadhan tahun 40 H/ 660 M, yaitu ketika Ali sedang dalam
perjalanan menuju masjid Kufah, ia terkena hantaman pedang beracun di
dahinya.
Untuk sementara dalam beberapa bulan Hasan bin Ali meneruskan
tugas-tugas ayahnya dalam memimpin. Namun karena Hasan lemah dan
Muawiyah sangat kuat, dibuatlah suatu perjanjian damai yang akhirnya
mempersatukan seluruh kaum muslimin dalam satu kepemimpinan politik
dibawah Muawiyah. Perjanjian ini mengakibatkan Muawiyah menjadi
penguasa absolut dalam Islam. Tahun persatuan ini disebut ‘Am al-Jama’ah
yang terjadi pada 41 H/ 661 M. Dengan demikian berakhirlah kepemimpinan
Khulafa Al-Rasyidin sekaligus dimulai kekuasaan Bani Umayyah dalam
sejarah Islam.23
Dari rangkaian perjalanan pemerintahan para khalifah, dapat
disimpulkan usaha-usaha dalam menstabilkan dan menjaga pemerintahan,
yaitu:
1) Khalaifah Abu Bakar As-Shidiq r.a. (11-13 H):
- Abu Bakar mengemban tugas menggantikan Nabi Muhammad SAW
secara temporal dan memimpin umat Muslim. Dia menerapkan
musyawarah dengan para sahabat dan tokoh lainnya untuk mengambil
keputusan penting.

23
Aizid, R. (2015). Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Diva Press.
24
- Abu Bakar menghadapi banyak hambatan seperti munculnya nabi
palsu, pemberontakan kaum munafik, dan oposisi kelompok penentang
zakat.
- Dalam menghadapi tantangan ini, Abu Bakar memutuskan untuk
memerangi mereka yang menolak membayar zakat, mengirim jenderal
seperti Khalid bin Walid dan lainnya untuk mengatasi pemberontakan.

- Selain masalah internal, Abu Bakar juga mengembangkan ekspansi


wilayah Islam di luar semenanjung Arabia, meneruskan cita-cita Nabi
dalam pengembangan wilayah dakwah Islam.
2) Khalifah Umar Bin Khatab r.a. (13-23 H):
- Umar meneruskan ekspansi wilayah yang dimulai oleh Abu Bakar. Ia
mengirim pasukan untuk menaklukkan wilayah di luar Arab, seperti
Syria, Mesir, Iraq, dan sebagian wilayah Persia.
- Umar memperbaiki administrasi negara dengan membagi wilayah
menjadi delapan provinsi, mendirikan departemen, menyusun sistem
pembayaran gaji, dan memisahkan lembaga yudikatif dan eksekutif.
- Umar berperan dalam penetapan kalender Hijriyah dan memprakarsai
pembukuan mushaf al-Qur'an.
3) Khalifah Utsman Bin Affan r.a. (23-35 H):
- Utsman berhasil melanjutkan ekspansi wilayah hingga menguasai
Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhades, Transoxania, Tabaristan, dan
sebagian wilayah Persia.
- Di samping ekspansi wilayah, ia membangun infrastruktur dan
mengatur administrasi pemerintahan. Ia juga memprakarsai
pengumpulan dan penulisan mushaf al-Qur'an yang dianggap paling
sempurna.
- Namun, pemerintahan Utsman dipenuhi dengan konflik, ketidakpuasan
terhadap kebijakan yang menguntungkan Bani Umayah, dan
ketidakpuasan terhadap keluarga dekatnya yang menduduki posisi
penting.
4) Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a. (35-40 H):

25
- Ali memulai kepemimpinan dengan mencabut beberapa kebijakan
Utsman yang dianggap tidak menguntungkan. Ia juga menghadapi
perlawanan dari kelompok yang menuntut balas atas kematian Utsman.
- Perang Jamal dan Perang Siffin terjadi selama kepemimpinan Ali
karena persaingan dengan Thalhah, Zubair, dan Muawiyah. Ali
berusaha menghindari perang, namun konflik meletus dan
memunculkan kelompok Khawarij yang menentang kedua belah pihak.
- Konflik berkepanjangan ini mengakibatkan perpecahan umat Islam
menjadi tiga kelompok: pendukung Ali (Syi'ah), pendukung Muawiyah
(kaum Sunni), dan kelompok Khawarij.
Keseluruhan Khalifah Al-Rasyidin memberikan kontribusi penting dalam
memperluas wilayah Islam dan memperbaiki administrasi negara. Namun, periode
kepemimpinan mereka juga menyaksikan perselisihan dan konflik internal yang
memiliki dampak sejarah yang signifikan dalam pengembangan Islam sebagai
agama dan peradaban.

C. Penutup
Dari pembahasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut:
1. Khilafah adalah system dari sebuah khalifah sedangkan pengertian
khalifah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (570–632, yang memiliki
tugas untuk menurusi urusan ummat baik yang beurusan dibidang dunia
atau agama, sehingga seorang khalifah memilikis ebuah jabatan yang
penting karena memiliki sebuah kekuasaan untuk mengatur urusan
ummat.
2. Pemilihan Khalifah atau khulafaur Rasyidin dari ke empat khalifah
terjadi perbedaan di masing-masing proses pemilihanya, Abu Bakar
dipilih memalui musyawarah mufakat, Umar ditunjuk oleh Khalifah
sebelumnya, Utsman dipilih melaui perwakilan majelis syuro yang
ditentukan oleh khalifah sebelumnya, Ali Bin Abi Thalib terpilih
melaui biat oleh pra sahabat.

26
DAFTAR PUSTAKA

Zainudin, E. (2015). Peradaban Islam pada Masa Khulafaur


Rasyidin. Intelegensia: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1).
Aizid, R. (2015). Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Diva Press.El-Basyiry, A.
M. (2022). Meneladani Kepemimpinan Khalifah: Khulafaur Rasyidin dan
Khalifah Pilihan. Amzah.
Sayyid, M. F. (2003). Mari Mengenal Khulafaur Rasyidin. Gema Insani.
Setiyowati, A., Putri, C. J., Jannah, F. M., & As’ad, M. R. (2021). Kepemimpinan
Islam Periode Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib). YASIN, 1(2), 262-274.
Ash-Shallabi, A. M. (2013). Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pustaka Al-
Kautsar.
Ash-Shallabi, A. M. (2008). Biografi Umar bin Al-Khathab. Pustaka Al-Kautsar.
Ash-Shallabi, A. M. (2013). Biografi utsman bin Affan. Pustaka Al-Kautsar.
Ash-Shalabi, A. M. (2012). Biografi Ali Bin Abi Thalib. Pustaka Al-Kautsar.
El-Basyiry, A. M. (2022). Meneladani Kepemimpinan Khalifah: Khulafaur
Rasyidin dan Khalifah Pilihan. Amzah.
Abdullah, A. M. N. (2019). Sistem Pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pustaka Al-
Kautsar.
Saddam, R. (2015). Sejarah Sistem Pemerintahan Islam Pada Masa Khulafaur
Rasyidin (11-41 H/632-661 M) (Doctoral dissertation, Fakultas Agama
Islam Unissula).

27
Rahmat, A. L., & Mawardi, K. (2024). Sistem Pemerintahan, Politik dan Peran
Ahlu Hall Wal ‘Aqdi pada Masa Khulafaur Rasyidin. Transformasi
Manageria: Journal of Islamic Education Management, 4(1), 30-41.
Aminah, N. (2015). Pola Pendidikan Islam Periode Khulafaur Rasyidin. Tarbiya:
Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 1(1), 31-46.
ISLAM, K. P. A., & ISLAMIYAH, M. D. KHULAFAUR RASYIDIN: ANTARA
IDE DAN REALITA.
Adnan, M. (2019). Wajah Islam Priode Makkah-Madînah Dan
Khulafaurrasyidin. Cendekia: Jurnal Studi Keislaman, 5(1), 85-102.

28

Anda mungkin juga menyukai