MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sejarah Dunia Islam
Dosen Pengampu : Dr. H. Mustopa, M.Ag
Disusun oleh :
Kelompok 3 PAI 2B
1. Ismi Nur Tsaniati M.F.R : 23030160063
2. M. Matsna Fawatihurrozaq : 23030160065
3. Manar Tohda : 23030160253
Penulis
i
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengalaman masa lalu atau sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat
kita akan membangun masa depan. Berkaitan dengan itu juga kita akan membangun masa
depan dan kita bisa tahu apa dan bagaimana perkembangan Islam pada masa lampau.
Disinilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah
kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang
untuk masa depan yang lebih cemerlang tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apapun.
Perkembangan Islam pada zaman Khulafaur Rosyidin inilah merupakan titik tolak
perubahan peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat
bahwa Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rosyidin merupakan
islam yang luar biasa pengaruhnya. Sekaitan dengan itu perlu kiranya kita melihat
kembali dan mengkaji kembali bagaimana sejarah Islam yang sebenarnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses perkembangan Islam pada masa Khulafaur Rosyidin?
2. Bagaimana proses pengangkatan Abu Bakar Siddiq menjadi seorang kholifah?
3. Apa saja lembaga-lembaga yang di bentuk oleh khalifah Umar bin Khatab?
4. Bagaimana proses kemunduran kekuasaan pada masa ke kholifahan Ustman bin
Affan?
5. Apa saja kebijakan-kebijakan pada masa ke kholifahan Ali bin Abi Thalib?
C. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan bagaimana proses perkembangan Islam pada masa Khulafaur
Rosyidin.
2. Menjelaskan bagaimana proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah.
3. Memaparkan apa saja lembaga-lembaga yang dibentuk oleh khalifah Umar bin
Khatab.
4. Menjeaskan bagaiman proses kemunduran kekuasaan pada masa ke khalifahan
Ustman bin Affan.
5. Memaparkan apa saja kebijakan-kebijakan pada masa ke khalifahan Ali bin Abi
Thalib.
ii
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin
Rosululloh Saw. wafat tanpa meninggalkan wasiat kepada
seseorang untuk melanjutkan kepimpinannya (kekhalifahan). Sekelompok
orang berpendapat bahwa Abu Bakar lebih berhak atas kekhalifahan
karena Rasulullah meridhainya dalam soal-soal agama, salah satunya
dengan memintanya mengimami shalat berjamaah selama beliau sakit.
Oleh sebab itu, mereka mengkehendaki agar Abu Bakar memimpin
urusan keduniaan, yakni kekhalifahan.
Memang Rasulullah wafat mengejutkan kaum muslimin tetapi
sesungguhnya dalam sakitnya yang terakhir ketika beliau mengalami
gangguan kesehatan selama tiga bulan, Nabi Muhammad telah merasakan
bahwa ajalnya akan segera tiba.
Setelah Rasulullah wafat pada tahun 632 M. umat muslim
dihadapkan kepada suatu krisis konstitusional. Rasul tidak menunjuk
penggantinya. Sejumlah suku melepaskan diri dari kekuasaan Madinah
dan menolak memberi penghormatan kepada khalifah yang baru. Sebagian
dari mereka bahkan menolak Islam.
Ada golongan yang telah murtad, ada yang mengaku dirinya
sebagai nabi. Ada juga golongan yang tidak mau lagi membayar zakat
karena mengira zakat sebagai upeti kepada Nabi Muhammad SAW. Yang
masih tetap patuh kepada agama Islam adalah penduduk Mekkah,
Madinah dan Thaif.1
Masalah suksesi mengakibatkan suasana politik umat Islam
menjadi sangat tegang. Padahal semasa hidupnya, Nabi bersusah payah
dan berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh di antara sesama
pengikutnya, yaitu antara kaum Muhajirin dan Ansor Dilambatkannya
pemakaman jenazah beliau menggambarkan bahwa gawatnya krisis
1
Muhammad Nurhakim. Sejarah dan Peradaban Islam. (Malang. M Pres, 2003) cet I hlm
5
1
suksesi itu. Ada tiga golongan yang bersaing ke dalam perebutan
kepemimpinan ini; Anshar, Muhajirin, dan keluarga Hasyim.2
Dalam pertemuan di balai pertemuan Bani Saidah di Madinah,
kaum Ansar mencalonkan Sa'ad bin Ubadah, pemuka Khazra sebagai
pemimpin umat. Sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon
mereka karena dipandang paling layak untuk menggantikan Nabi. Di pihak
lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali bin Abi Thalib,
karena Nabi telah menunjuk secara terang-terangan sebagai penggantinya,
di samping Ali adalah menantu dan kerabat Nabi.3
Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus
Nabi. Namun berkat tindakan tegas dari tiga orang, yaitu Abu Bakar, Umar
bin Khathab dan Abu Ubaidah bin Jarrah dengan melakukan semacam
kudeta terhadap kelompok memaksa Abu Bakar sendiri sebagai deputi
Nabi.4 Besar kemungkinan, tanpa intervensi mereka persatuan umat yang
menjadi modal utama bagi hari depan komunitas. Muslim yang masih
muda itu berada dalam tanda tanya besar. Dengan semangat Ukhuwah
Islamiyah, terpilihlah Abu Bakar. Ia adalah orang Quraisy yang merupakan
pilihan ideal, karena sejak pertama menjadi pendamping Nabi, dia adalah
sahabat yang paling memahami risalah Nabi Muhammad, bahkan ia
merupakan kelompok As-Sabiqun Al-Awwalun yang memperoleh gelar
Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu Bakar bergelar "Khafilah Rasulillah" atau khalifah. Meskipun
dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa kedudukan Nabi sesungguhnya tidak
akan pernah tergantikan, karena tidak ada seorang pun yang menerima
ajaran Tuhan sesudah Muhammad. Sebagai penyempurna wahyu yang
diturunkan dan sebagai utusan Tuhan yang tidak dapat diambil alih
siapapun. Menggantikan Rasul (khalifah) hanyalah perjuangan Nabi.
Sepeninggal Rasulullah, empat orang pengganti beliau adalah para
pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan
2
Amin Said, Nasy’atud Daulat Al-Islamiyah, Isa Al-Halabi, (Mesir: Logos, 2010) hlm.
193.
3
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997) hlm. 45.
4
Bernard Lewis, Bangsa Arab Dalam Lintasan Sejarah, Pedoman Ilmu, (Bandung:
Gramedia,1998) hlm.38.
2
mengembangkan dasar-dasar tradisi dari sang Guru Agung bagi kemajuan
Islam dan umatnya. Oleh karena itu, gelar Al-Khulafa Ar- Rasyidin yang
mendapat bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka.
3
kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi
Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu menaatiku.?”6
Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih
sedikit, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai
masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi. Terpilihnya
Abu Bakar telah membangun kembali kesadaran dan tekad umat untuk
bersatu melanjutkan tugas mulia Nabi. Ia menyadari bahwa kekuatan
kepemimpinannya bertumpu pada komunitas yang bersatu ini, yang
pertama kali menjadi perhatian Khalifah adalah merealisasikan
keinginan nabi yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan
ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah. Hal
tersebut dilakukan untuk membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan
kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam perang Mu'tah. Sebagian
sahabat menentang keras rencana ini, tetapi khalifah tidak peduli.
Nyatanya ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi
umat Islam, khususnya di dalam membangkitkan kepercayaan diri
mereka yang nyaris pudar.
Wafatnya Nabi mengakibatkan beberapa masalah bagi masyarakat
muslim. Beberapa orang Arab yang lemah imannya justru menyata-kan
murtad, yaitu keluar dari Islam. Mereka melepaskan kesetiaan dengan
menolak memberikan baiat kepada khalifah yang baru dan bahkan
menentang agama Islam, karena mereka menganggap bahwa
perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama Muhammad dengan
sendirinya batal disebabkan kematian Nabi.
Maka tidaklah mengherankan dengan banyaknya suku Arab yang
melepaskan diri dari ikatan agama Islam. Mereka adalah orang-orang
yang baru memasuki Islam. Belum cukup waktu bagi Nabi dan para
sahabatnya untuk mengajari mereka prinsip-prinsip keimanan dan
ajaran Islam. Memang, suku-suku Arab dari padang pasir yang jauh itu
telah datang kepada Nabi dan mendapat kesan mendalam tentang
Islam, tetapi mereka hanyalah setitik air di Samudera. Di dalam waktu
6
Ibnu Hisyam, Sirah Ibn Hisyam, Jilid IV, (Mesir: Matba’ah Musrafa Al-Babi Al-Halabi
wa Auladuh, 1973) hlm.340-341.
4
beberapa bulan tidaklah mungkin bagi Nabi dapat mengatur
pendidikan atau latihan yang efektif untuk masyarakat yang tersebar di
wilayah-wilayah yang sangat luas dengan sarana komunikasi yang
sangat minim pada saat itu.
Mereka melakukan riddah, yaitu gerakan pengingkaran terhadap
Islam. Riddah berarti murtad, beralih Agama dari Islam ke
kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan
(distortion) terhadap lembaga khalifah. Sikap mereka adalah perbuatan
makar yang melawan Agama dan pemerintah sekaligus.
Oleh karena itu, khalifah dengan tegas melancarkan operasi
pembersihan terhadap mereka. Mula-mula hal itu dimaksudkan sebagai
tekanan untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar, lalu
berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Tindakan
pembersihan juga dilakukan untuk menumpas nabi-nabi palsu dan
orang-orang yang enggan membayar zakat.
Selama tahun-tahun terakhir kehidupan Nabi, telah muncul Nabi-
Nabi palsu di wilayah Arab bagian selatan dan tengah. Yang pertama
mengaku dirinya memegang peran kenabian muncul di Yaman, ia
bernama Aswad Ansi. Berikutnya ialah Musailamah Al- Kadzab, yang
menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah mengangkat dirinya
sebagai mitra (partner) di dalam kenabian. Penganggap lainnya adalah
Tulaihah dan Sajjah Ibnu Haris, seorang wanita dari Arab Tengah."7
Adapun orang-orang yang tidak mau membayar zakat, di antaranya
karena mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak yang
dipaksakan dan penyerahannya ke perbendaharaan pusat di Madinah
yang sama artinya dengan 'penurunan kekuasaan'; suatu sikap yang
tidak disukai oleh suku-suku Arab karena dengan karakter mereka
yang independen." Alasan lainnya ialah-dan ini menempati golongan
terbesar disebabkan karena kesalahan memahami ayat Al-quran yang
menerangkan mekanisme pemungutan zakat (Surah At-Taubah: 301).
7
Amin Said, Nasy’atud Daulat Al-Islamiyah, (Bandung: Pelita, 2022) hlm. 210-211.
5
Mereka menduga bahwa hanya nabi yang berhak memungut zakat,
yang dengan itu kesalahan seseorang dapat dihapus dan dibersihkan.
6
Prestasi dalam bidang administrasi negara pada masa Umar ibn al-
Khattab bisa dilihat dari terbentuknya beberapa lembaga-lembaga
pemerintahan dan beberapa upaya yang bertujuan meningkatkan
kinerja pemerintahan.
a. Lembaga logistik, yang bertugas mengatur perbekalan untuk
prajurit
b. Pemisahan Yudikatif dengan legislatif dan eksekutif dengan
mendirikan lembaga-lembaga peradilan di daerah-daerah
c. Pembentukan jawatan kepolisian dan jawatan pekerjaan umum
untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum
d. Pembentukan dua lembaga penasehat, yaitu yang membahas
masalah umum dan khusus
e. Wilayah Negara dibagi menjadi 8 propinsi: Makkah, Madinah,
Syiria, Jazirah, basrah, Kufah, palestian, dan Mesir. Masingmasing
propinsi dipimpin oleh amir.
f. Mewajibkan para pekerja dan pejabat untuk melaporkan harta
benda. Tindakan ini adalah sebagai bentuk pengawasan Umar
terhadap pegawainya.
Untuk mendistribusikan harta Bait Al-Mal, khalifah Umar
mendirikan beberapa lembaga yang dianggap perlu: Lembaga
Pelayanan Militer, Lembaga Kehakiman dan Eksekutif, Lembaga
Pendidikan dan Pengembangan Islam, Departeman Jaminan Sosial.
Rakman memberikan perincian terkait dengan lembaga-lembaga
yang muncul pada masa Khalifah Umar ibn al-Khattab, yang
mendapatkan distribusi dana dari Bait al-Mal:10
a. Lembaga Pelayanan Militer. Lembaga ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat
dalam peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditentukan oleh
jumlah tanggungan keluarga setiap penerima dana.
b. Lembaga Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung
jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
10
Dwi Hidayatul Firdaus, Analisis Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khattab Prespektif
Bisnis Syariah, At-Tahdzib Vol.1 Nomor 2 Tahun 2013, hlm. 268.
7
Besarnya gaji ini ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah gaji yang
diterima harus mencukupi kebutuhan keluarganya agar terhindar
dari praktik suap dan jumlah gaji yang diberikan harus sama dan
kalau pun terjadi perbedaan, hal itu tetap dalam batas-batas
kewajaran.
c. Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Islam. Lembaga ini
mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang
ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d. Lembaga Jaminan Sosial. Lembaga ini menyimpan daftar bantuan
untuk fakir dan miskin. tujuan dari deprtemen ini adalah agar tidak
seorangpun di negeri ini terabaikan kebutuhan hidupnya. semua
orang yang sakit, usia lanjut, cacat, yatim piatu, janda atau oleh
karena sebab lain sehingga tidak mampu memperoleh
penghidupan sendiri diberi bantuan keuangan secara tahunan dari
Bait al-Mal.
Lembaga-lembaga yang muncul tidak hanya terkait dengan badan
yang memiliki fungsi sebagai eksekutif, melainkan pula lembaga yang
mengawai pelayanan publik dengan tujuan untuk memberikan pelayan
yang terbaik masayarakat di masa pemerintahannya. Lembaga-
lembaga tersebut adalah:
a. Hisbah, lembaga yang memiliki fungsi pengawasan terhadap
keberlakuan dan penerapan hukum di pasar atau area perdagangan,
dengan dikepalai oleh muhasib.
b. Lembaga pengaduan yang diperuntukan meberikan laporan-
laporan terkait aduan-aduan masyarakat atas sesuatu hal yang
merugikan masyarakat itu sendiri.11
Umar ibn al-Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang
budak dari Mughirah ibn Sy’ubah pada saat ia akan memimpin shalat
Subuh. Fairuz adalah salah seorang warga Persia yang masuk Islam
setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon
11
Sharifah Hayaati Syed Ismail al-Qudsy and Asmak Ab Rahman, Effective Governance
in the Era of Caliphate `Umar Ibn Al-Khattab (634-644), European Journal of Social Sciences
Volume 18, Number 4 (2011), hlm. 620.
8
dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar.
Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia yang saat itu merupakan
negara digdaya. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23
H/644 M.
12
Muhammad Daniel, The Great Story Nabi & Khulafaur Rasyidin, (Solo: Al-Kamil
Publishing, 2004), hlm. 244.
13
M.Murad, Kisah Hidup Utsman ibn Affan, (Jakarta: Zaman, 2007), hlm. 62
9
dalam bidang tersebut. Namun dengan hal itu menimbulkan konflik
dan perpecahan.14
Pengaruh keluarga mulai mendominasi keputusan yang
diambilnya. Ketetapan yang diberlakukan sering bertentangan dengan
hal-hal yang seharusnya dilaksanakan dalam pengendalian
pemerintahan. Diantaranya pemberhentian hampir semua gubernur
yang diangkat Khalifah Umar bin Khattab, yang kemudian digantikan
oleh para pejabat baru yang masih terhitung kerabatnya. Akibat dari
tindakan ini adalah munculnya kekecewaan, ketidakpuasan dan
kegelisahan di kalangan sebagian besar masyarakat.15
Keadaan ini semakin memuncak, setelah para gubernur baru
berlaku sewenang-wenang, seperti Abdullah bin Sa’ad di Mesir.
Kekisruhan ini mulai dimanfaatkan oleh orang-orang atau kelompok
tertentu yang tidak menyukai kepemimpinan Utsman bin Affan.
Konflik dan perpecahan politik di kalangan umat Islam sudah lama
terjadi sejak masa-masa awal perkembangan Islam. Hal ini dapat
dilihat dari adanya perpecahan di kalangan elite Arab yang mengancam
keutuhan pemerintahan Islam. Perpecahan ini semakin kentara ketika
pucuk pimpinan pasca kekhalifahan Umar jatuh ke tangan Utsman bin
Affan. Beliau mengeluarkan kebijakan yang kurang populer, seperti
pembagian kekuasaan.16
10
Keberaniannya terlihat dengan keikutsertaannya dalam setiap
peperangan yang dilakuakan pada masa Nabi dan senantiasa berada
pada barisan depan serta selalu ambil bagian dalam setiap perang
tanding tanpa takut mati
Setelah dibaai’at sebagai Khalifah, Ali segera melaksanakan
berbagai kebijakan politik, untuk memuluhkan stabilitas politik,
keamanan Negara dan konsolidasi kekuatan untuk memulihkan
kekacauan Negara. Ia berusaha menegakkan kembali apa yang telah
dilakukan dua Khalifah pendahulunya, Abu Bakar dan Umar. Di
anatara kebijakan- kebijakannya tersebut adalah Memecat sebagaian
Kepala Daerah dan mengirim penggantinya,Mengambil kembali tanah-
tanah Negara yang pernah dibagi- bagikan Usman kepada famili-famili
dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah. Demikian halnya dengan
hibah Usman kepada siapapun yang tidak beralasan, ditarik kembali
dan menjadi harta Negara.
Kebijakan-kebijakan masa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib:
a) Memindahkan Ibukota Menarik bahwa sejak Nabi memimpin
kaum Muslim, ibukota pemerintahan Islam ditempatkan di
Madinah. Bahkan Madinah tetap menjadi ibukota pada masa Abu
Bakar, ‘Umar dan ‘Usman. Pada masa pemerintahan ‘Ali, Ibukota
pindah dari Madinah ke Kufah (Irak). Ini menarik, karena pada era
belakangan, Kufah menjadi salah satu pusat keagamaan mazhab
Syiah mengingat keberadaan makam ‘Ali di sana. Memang, para
pendukung ‘Ali banyak di kawasan Irak dan ini membuatnya
memindahkan pusat pemerintahan.
b) Perang Jamal Pada masa ini, ‘Ali menghadapi pemberontakan dua
sahabat senior, yaitu Talhah dan Zubayr. Perang yang terjadi pada
tahun 656 ini kemudian disebut dengan Perang Unta karena
‘A’isyah mengendarai unta dalam peperangan. Perang bisa saja
tidak terjadi andai kedua pihak komitmen untuk berdamai, tetapi
pasukan kedua belah pihak menghendaki peperangan terjadi.
Hasilnya, ‘Ali memenangkan pertempuran, sedangkan Talhah dan
11
Zubayr tewas terbunuh. ‘Ali kemudian menyelamatkan ‘A’isyah
dan mengembalikannya ke Madinah dengan selamat dan tetap
menghormatinya sebagai istri Nabi meskipun ‘A’isyah
memberontak melawannya.
c) Perang Shiffin Setelah Perang Unta selesai, ‘Ali mengalihkan
perhatian terhadap pemberontakan Mu‘awiyah sebagai Gubernur
Syria. Mu‘awiyah merupakan kerabat ‘Usman bin ‘Affan dan
menuntut balas dendam atas kematian ‘Usman. Mu‘awiyah
meminta ‘Ali menyerahkan para pembunuh ‘Usman atau ‘Ali harus
mundur dari jabatan khalifah. Dalam perselisihan ini, ‘Ali
didukung oleh kaum Ansar dan rakyat Irak. Mu‘awiyah yang
berkuasa di Syria menyatakan memberontak kepada ‘Ali, dan
peperangan pun akhirnya terjadi di Shiffin pada tahun 657. Perang
ini merupakan perang yang menentukan dan berdampak luar
terhadap kehidupan dan pemikiran kaum Muslim di masa
seterusnya.
.
BAB 3
KESIMPULAN
1. Perkembangan Islam pada masa Khulafaur Rosyidin
Perkembangan Islam pada masa itu tepatnya setelah Rosulullah wafat
keadaan Islam pada masa itu sangat krisis konstitusional, bahkan ada yang
12
mengaku dirinya sebagai Nabi, dan juga golongan yang tidak mau membayar
zakat, hal ini terjadi karena tidak adanya pemimpin setelah Nabi wafat dan
sebelum di bentuknya ke Kholifahan.
2. .Perkembangan Islam pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Perkembangan Islam pada masa itu dapat dikembalikan seperti pada
saat Nabi masih ada,dari sebelumnya banyak umat Islam yang menjadi
murtad kemudian beralih kembali ke Agama Islam dan pada saat tersebut pula
kholifah Abu Bakar menumpas para Nabi-Nabi palsu dan orang yang enggan
membayar zakat.
3. Perkembangan Islam pada masa Umar bin Khatab
Perkembangan Islam pada masa itu dapat dikatakan sudah sangat
kondusif dan rapih karena sudah diciptakannya beberapa lembaga-lembaga
yang menjalankan pada bidang-bidang sendiri jadi sudah teratur dan tidak
berantakan lagi.
4. Perkembangan Islam pada masa Utsman bin Affan
Perkembangan pada masa itu dapat dikatakan seluruh masyarakat
Islam pada masa itu mengalami transformasi dari kehidupan yang bersahaja
menuju pola hidup masyarakat perkotaan. Tetapi pada masa 6 tahun masa
kepimpinannya ada pertanda yang jelas akan terjadinya perpecahan dan pada
pemerintahan nya itu memberlakukan sistem Nepotisme yang menyebabkan
konflik dan perpecahan.
5. Perkembangan Islam pada masa Ali bin Abi Tholib
Perkembangan Islam pada masa itu dapat dikatakan bahwa pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib ini semua program yang dilakukan Utsman
akan diganti dan dibersihkan oleh pemerintahan Ali bin Abi Thaib diganti
sesuai dengan peraturan yang benar seperti pada masa Rosulullah.
13
DAFTAR PUSTAKA
Amin , A. (1987). Islam Dari Masa (Terjemah dari Yaumul Islam). Bandung :
Rosda.
Aziz, A. (2011). Chiefdom Madinah Kerucut kekuasaan pada Zaman Awal Islam.
Jakarta: Pustaka Alvabert.
Daniel, M. (2004). The Great Story Nabi & Khulafaur Rasyidin. Solo: Al-Kamil
Publishing.
Firdaus, D. H. (2013). Analisis Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khattab Prespektif
Bisnis Syariah (Vol. 1). At-Tahdzib.
Hassan, I. H. (1979). Tarikhul-Islam, As-Siyasi Ad-Dini As-Saqafi Al-Ijtima’I,
Jilid 1. Kairo: Maktabah An-Nahdah Al-Misriyah, Cetakan ke-9,.
Khalid, M. K. (1995). Khulafaur Rasul. Jakarta: Pustaka Amani.
Lewis, B. (1998). Bangsa Arab Dalam Lintasan Sejarah. Pedoman Ilmu.
Mahmudunnasir, S. (1994). Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mufrodi, A. (1997). Islam di Kawasan Kebudayaan Arab . Jakarta: Logos.
Murad, M. (2007). Kisah Hidup Utsman ibn Affan . Jakarta: Zaman .
Nurhakim, M. (2003). Sejarah dan Peradaban Islam. Malang : M Pres .
Rahman, S. H.-Q. (2011). Effective Governance in the Era of Caliphate `Umar Ibn
Al-Khattab. European Journal of Social Sciences, 18, 620.
Said, A. (2020). Nasy'atud Daulat Al-Islamiyah . Mesir : Isa Al-Halabi .
14