Anda di halaman 1dari 10

Vol…. No. ..Hal. ….

ISSN (Print) : xxxx - xxxx


…….. ISSN (Online): xxxx – xxxx

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENGENAI


BATASAN UMUR CAWAPRES

Nama

Instansi

Email

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang merupakan
buntut dari JR UU No.7/2017 mengenai pemilu dan diajukan oleh seorang mahasiswa Universitas Sebelas
Maret (UNS) bernama Almas Tsaqibbirru. terkait dengan batasan usia calon wakil presiden (Cawapres) di
Indonesia. Putusan ini memiliki dampak signifikan pada sistem tata negara dan proses politik di Indonesia.
Perubahan batasan usia calon wakil presiden melalui Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi isu
hangat di Indonesia dan telah menimbulkan kontroversi. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengkaji
dampak dan implikasi putusan MK tersebut terhadap sistem tata negara dan proses politik di Indonesia, serta
mempertimbangkan aspek-aspek sensitif dan beraroma politis yang terkait dengan putusan tersebut. Metode
penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus
(case approach). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa putusan MKRI ini memiliki implikasi signifikan
dalam sistem tata negara dan proses politik di Indonesia. Putusan ini mencerminkan prinsip demokrasi dan
hak asasi manusia, memengaruhi dinamika politik, dan menegaskan peran MK sebagai penjaga konstitusi.

Kata Kunci: putusan, cawapres, konstitusi

ABSTRACT

This research examines the Constitutional Court (MK) Decision Number 90/PUU-XXI/2023, which is a
result of the judicial review of Law No. 7/2017 on elections and was submitted by a student from Sebelas
Maret University (UNS) named Almas Tsaqibbirru, regarding the age limit for vice-presidential candidates
(Cawapres) in Indonesia. This decision has a significant impact on the constitutional system and political
processes in Indonesia. The change in the age limit for vice-presidential candidates through MK Decision
Number 90/PUU-XXI/2023 has become a hot issue in Indonesia and has sparked controversy. The main
objective of this research is to assess the impact and implications of the MK decision on the constitutional
system and political processes in Indonesia, considering sensitive and politically charged aspects related to
the decision. The research methodology used is a statutory approach and a case approach. The research
findings conclude that this MK decision has significant implications for the constitutional system and
political processes in Indonesia. The decision reflects democratic principles and human rights, influences
political dynamics, and reaffirms the role of the MK as a guardian of the constitution.

Keywords: decision, vice-presidential candidate, constitution

1
Putusan Mahkamah Konstitusimengenai Batasan Umur Cawapres

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga peradilan yang memiliki peran penting
dalam menjaga konstitusi dan hukum dasar suatu negara. Sebagai lembaga peradilan tinggi
di Indonesia, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menguji
konstitusionalitas undang-undang dan kebijakan pemerintah, termasuk putusan terkait
batasan umur calon wakil presiden (Cawapres) (Suhariyanto, 2016)
Dewasa ini, batasan umur calon wakil presiden adalah isu yang sedang hangat
menjadi perdebatan di Indonesia. Salah satu perubahan penting adalah putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah batasan usia calon presiden
dan calon wakil presiden. Putusan ini memungkinkan kepala daerah yang berusia di bawah
40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres, asalkan mereka pernah
atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
Dalam keputusan tersebut, Mahkamah Konstitusi memenuhi sebagian dari
permohonan tersebut yang menguji Pasal 169 huruf q dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Dalam pengumuman keputusan
tersebut, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, "MK memenuhi sebagian
permohonan Pemohon. Kami menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dianggap bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan oleh karena itu tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat. Sejauh tidak diinterpretasikan sebagai 'berusia paling rendah 40
(empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan
umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Meski begitu, Putusan MK ini telah
menimbulkan kontroversi di tengah persiapan menjelang Pemilihan Presiden tahun 2024.
Putusan Mahkamah Konstitusi ini memiliki implikasi signifikan dalam kerangka
konstitusi Indonesia. Dalam sistem demokratis, memilih seorang pemimpin yang mewakili
aspirasi rakyat adalah prinsip utama (Gaffar, 2013). Oleh karena itu, pertanyaan apakah
batasan usia calon wakil presiden bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak
asasi manusia harus dieksplorasi lebih lanjut dalam konteks perubahan sosial dan politik.
Isu ini juga berkaitan dengan aspek hukum dan perundang-undangan di Indonesia.
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan konstitusi memiliki tanggung jawab
untuk memastikan kepatuhan terhadap konstitusi.

2
Putusan Mahkamah Konstitusimengenai Batasan Umur Cawapres

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak dan implikasi dari putusan MK
Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap sistem tata negara dan proses politik di Indonesia.
Perubahan aturan ini memiliki potensi untuk mengubah dinamika politik, konfigurasi calon
presiden, dan peran Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penegak hukum.
Penelitian ini juga akan mempertimbangkan aspek-aspek sensitif dan beraroma
politis yang terkait dengan putusan tersebut. Terdapat dugaan kuat bahwa putusan ini
memiliki keterkaitan dengan kepentingan politik, terutama dalam konteks Pemilihan
Presiden 2024. Keterlibatan anggota keluarga presiden dalam politik, seperti Gibran
Rakabuming Raka yang menjabat sebagai Walikota Solo dan mempertimbangkan
pencalonan sebagai cawapres, memberikan latar belakang politik yang rumit dan
berpotensi konflik kepentingan.
Selain itu, keterkaitan antara putusan MK dan keanggotaan keluarga presiden di
dalam lembaga itu sendiri menciptakan pertanyaan tentang independensi dan integritas
Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi tentang apakah putusan ini merupakan
hasil dari pengaruh luar yang memengaruhi integritas lembaga atau hanya suatu kebetulan.
Dari latar belakang tersebut, maka permasalahan utama yang muncul adalah
bagaimana Bagaimana putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batasan usia calon wakil
presiden (Cawapres) telah memengaruhi dinamika pemilihan umum dan representasi
politik di Indonesia.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk melakukan tinjauan literatur sistematik
tentang analisis dampak putusan Mahkamah Konstitusi terkait batasan umur cawapres
terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan representasi politik di Indonesia.

II. KAJIAN TEORI


1. Mahkamah Konstitusi
Secara harfiah, konstitusi diartikan sebagai segala ketentuan dan aturan tentang
ketatanegaraan. Apabila dilacak lebih jauh, kata konstitusi berasal dari bahasa Prancis
constituer yang berarti membentuk (Konstitusi, 2010). Maksudnya adalah pembentukan
suatu negara, atau menyusun atau menyatakan suatu negara. Adapun kata
“konstitusionalisme” diartikan sebagai paham pembatasan kekuasaan dan jaminan hak
rakyat melalui konstitusi.
Istilah konstitusi dalam perkembangannya mempunyai dua pengertian:

3
Putusan Mahkamah Konstitusimengenai Batasan Umur Cawapres

a. Dalam pengertian yang luas, konstitusi berarti keseluruhan dari


ketentuanketentuan dasar atau hukum dasar (droit constitutionelle), baik yang
tertulis ataupun tidak tertulis ataupun campuran keduanya;
b. Dalam pengertian sempit (terbatas), konstitusi berarti piagam dasar atau UUD (loi
constitutionelle), ialah suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan
dasar negara.
Secara sederhana dapat dipahami bahwa konstitusi merupakan sarana agar paham
konstitusionalisme dapat dibumikan, sementara konstitusionalisme merupakan semangat
atau paham yang hendak dijaga melalui konstitusi. Dengan demikian, yang satu
(konstitusi) merupakan wadah dan yang lain (konstitusionalisme) merupakan isinya
(Gaffar, 2013)
Dasar yuridis wewenang MK berasal dari UU Dasar 1945 yang diatur dalam Pasal
7A, pasal 7B, Pasal 24C dan dijabarkan dengan UU Nomor 24 Tahun 2003 atas perubahan
Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK. Terhadap perorangan, kesatuan masyarakat adat
sepanjang masih hidup, badan hukum publik atau privat, lembaga negara, partai politik,
ataupun pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, jika hak dan/atau wewenang
konstitusionalnya dirugikan, dapat mengajukan permohonan ke MK (Nugroho, 2016)
Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) mengariskan wewenang dan kewajiban MK sebagai
berikut:
1. MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan
lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu;
2. MK wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Wewenang MK tersebut secara khusus diatur lagi dalam pasal 10 ayat (1) dan ayat
(2) UU MK sebagai berikut: (Suhariyanto, 2016)
1. Menguji UU terhadap UU Dasar NegaraRepublik Indonesia tahun 1945 (UUD
1945).
3. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenanganya diberikan
oleh UUD 1945.
4. Memutus pembubaran partai politik.
2. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu

4
Putusan Mahkamah Konstitusimengenai Batasan Umur Cawapres

2. Hukum Tata Negara


Teori hukum tata negara merupakan cabang penting dalam ilmu hukum yang
mengkaji struktur, wewenang, dan fungsi lembaga-lembaga yang terlibat dalam
pemerintahan suatu negara, serta interaksi dan hubungan antara lembaga-lembaga tersebut
dengan konstitusi. Terdapat banyak aspek yang dapat diteliti dalam kerangka teori hukum
tata negara, namun penelitian ini akan fokus pada analisis peran dan fungsi Mahkamah
Konstitusi dalam sebuah konteks yang sangat relevan, yaitu batasan usia calon wakil
presiden (cawapres) dan bagaimana kebijakan ini memengaruhi sistem tata negara di
Indonesia (Amalia Yunia Rahmawati, 2020)
Mahkamah Konstitusi, sebagai lembaga yang memiliki tugas penting dalam
menafsirkan dan menjaga konstitusi suatu negara, seringkali berperan dalam menentukan
validitas dan keabsahan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemilihan calon
presiden dan wakil presiden. Salah satu isu yang telah muncul dan menimbulkan
perdebatan adalah batasan usia calon wakil presiden. Hal ini menjadi titik fokus dalam
penelitian ini karena pengaruhnya yang signifikan terhadap sistem tata negara di Indonesia.
Ketika Mahkamah Konstitusi berhadapan dengan kasus yang menyangkut batasan
usia cawapres, perannya dalam memutuskan apakah batasan tersebut sesuai dengan
konstitusi atau tidak memiliki dampak langsung pada proses politik dan pemerintahan
(Amalia Yunia Rahmawati, 2020). Keputusan Mahkamah Konstitusi dalam kasus seperti
ini dapat mengubah dinamika politik, meredefinisikan batas-batas kekuasaan eksekutif dan
legislatif, serta menentukan arah perkembangan hukum dan tata negara di Indonesia.
III. METODE PENELITIAN
Metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan perundang-undangan (statute approach), dengan menelaah suatu peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan penilitan yang di bahas, selain
itu, juga menggunakan pendekatan kasus (case approach), karena mengkaji putusan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Alejos, 2017)
Objek penelitian yang akan diteliti dan dikaji adalah Argumentasi Putusan nomor
nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan ini buntut dari JR UU No.7/2017 mengenai pemilu
terkait batas usia capres cawapres dan diajukan oleh seorang mahasiswa Universitas
Sebelas Maret (UNS) bernama Almas Tsaqibbirru.

5
Putusan Mahkamah Konstitusimengenai Batasan Umur Cawapres

Penelitian ini akan menggali dan menganalisis berbagai aspek argumentasi yang
digunakan oleh MK dalam putusan tersebut serta implikasi hukumnya terhadap peraturan
perundang-undangan yang relevan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) terkait batasan usia
calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres) menggambarkan perkembangan
signifikan dalam sistem tata negara dan proses politik di Indonesia (Hidayat, 2023).
Berikut adalah hasil analisa terkait putusan tersebut:
a. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023
1) Putusan MK ini mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169
huruf q dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
(UU Pemilu).
2) Putusan tersebut menyatakan bahwa persyaratan usia minimum 40 tahun untuk
menjadi capres dan cawapres bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat, kecuali jika dimaknai sebagai 'berusia paling rendah 40 tahun atau
pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum,
termasuk pemilihan kepala daerah.'
3) Pemegang jabatan publik yang telah memiliki pengalaman dalam jabatan yang
dipilih melalui pemilihan umum dianggap berhak untuk menjadi calon Presiden
dan Wakil Presiden, bahkan jika usia mereka di bawah 40 tahun.
4) Keputusan ini berlaku mulai dari Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2024 dan seterusnya.
b. Variasi Pandangan dalam Putusan MK
1) Dalam putusan ini, ada tiga hakim konstitusi yang menyatakan pendapat
berbeda (dissenting opinion) dan dua hakim konstitusi yang menyatakan alasan
berbeda (concurring opinion). Beberapa hakim konstitusi memiliki pandangan
yang berbeda tentang keputusan ini dan menganggap bahwa seharusnya
permohonan ini ditolak atau mengkritik aspek-aspek tertentu dari putusan
tersebut.
Putusan MK tentang batasan umur cawapres memiliki dampak yang signifikan
dalam berbagai aspek:

6
Putusan Mahkamah Konstitusimengenai Batasan Umur Cawapres

1. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia


Putusan ini mencerminkan prinsip demokrasi, di mana warga negara memiliki hak
untuk memilih pemimpin mereka tanpa adanya diskriminasi berdasarkan usia. Ini
juga dapat dianggap sebagai perlindungan terhadap hak asasi manusia, khususnya
hak warga negara untuk mencalonkan diri.
2. Perubahan Dinamika Politik
Keputusan ini dapat mengubah dinamika politik di Indonesia. Dengan
menghilangkan batasan usia maksimum untuk calon wakil presiden, pemilihan
umum dapat menjadi lebih inklusif dan memungkinkan partisipasi calon yang lebih
beragam, termasuk generasi yang lebih muda.
3. Peran Mahkamah Konstitusi
Putusan MKRI memperkuat peran Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi
dan pemutus sengketa konstitusi di Indonesia. Keputusan ini menegaskan bahwa
MK memiliki kekuatan untuk menguji dan mengoreksi undang-undang yang
dianggap bertentangan dengan konstitusi.
4. Kontroversi dan Pengaruh Politik
Putusan ini menciptakan kontroversi di tengah persiapan menjelang Pemilihan
Presiden tahun 2024. Keterkaitan antara putusan MK dan keanggotaan keluarga
presiden dalam lembaga itu sendiri menciptakan pertanyaan tentang independensi
dan integritas Mahkamah Konstitusi.
5. Pengaruh pada Sistem Hukum
Perubahan aturan terkait batasan usia calon wakil presiden akan memengaruhi
interpretasi dan pelaksanaan undang-undang terkait pemilihan umum.
6. Penegasan Kualitas dan Pengalaman
Meskipun putusan ini membuka pintu bagi calon yang lebih muda, kualifikasi dan
pengalaman dalam jabatan publik tetap menjadi faktor penting dalam menilai
kompetensi calon.
Putusan MKRI Nomor 90/PUU-XXI/2023 memiliki dampak yang signifikan dalam
konteks sistem tata negara dan proses politik di Indonesia. Putusan MK membuka pintu
bagi calon presiden dan wakil presiden yang lebih muda untuk bersaing dalam pemilihan
umum. Hal ini mencerminkan prinsip demokrasi, di mana warga negara memiliki hak
untuk memilih pemimpin mereka tanpa diskriminasi berdasarkan usia. Putusan ini dapat

7
Putusan Mahkamah Konstitusimengenai Batasan Umur Cawapres

dianggap sebagai perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak warga negara
untuk mencalonkan diri.
Keputusan ini dapat mengubah dinamika politik di Indonesia. Pemilihan calon
presiden dan wakil presiden yang lebih muda dapat memperkaya variasi pilihan politik dan
persaingan dalam pemilihan umum. Hal ini dapat memunculkan pemimpin-pemimpin
muda dengan ide-ide segar dan inovasi dalam tata kelola negara.
Putusan MKRI memperkuat peran Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi
dan pemutus sengketa konstitusi di Indonesia. Keputusan tersebut menunjukkan bahwa
Mahkamah Konstitusi memiliki kekuatan untuk menguji dan mengoreksi undang-undang
yang dianggap bertentangan dengan konstitusi.
Putusan ini menciptakan kontroversi di tengah persiapan menjelang Pemilihan
Presiden tahun 2024. Keterkaitan antara putusan MK dan keanggotaan keluarga presiden
dalam lembaga itu sendiri menciptakan pertanyaan tentang independensi dan integritas
Mahkamah Konstitusi. Dalam konteks ini, muncul dugaan kuat bahwa putusan ini
memiliki keterkaitan dengan kepentingan politik tertentu, terutama dalam konteks
Pemilihan Presiden 2024.
Perubahan aturan terkait batasan usia calon presiden dan wakil presiden akan
memengaruhi interpretasi dan pelaksanaan undang-undang terkait pemilihan umum. Hal
ini memerlukan penyesuaian dan pemahaman yang lebih baik dari pemangku kepentingan
terkait.
Putusan MKRI menegaskan bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden perlu
memiliki kualitas dan pengalaman yang memadai untuk mengisinya. Meskipun putusan ini
membuka pintu bagi calon yang lebih muda, kualifikasi dan pengalaman dalam jabatan
publik tetap menjadi faktor penting dalam menilai kompetensi calon.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batasan
usia calon presiden dan wakil presiden memiliki implikasi signifikan dalam sistem tata
negara dan proses politik di Indonesia. Putusan ini mencerminkan prinsip demokrasi dan
hak asasi manusia, memengaruhi dinamika politik, dan menegaskan peran MK sebagai
penjaga konstitusi.
Namun, putusan ini juga menciptakan kontroversi dan konteks politik yang rumit.
Dalam konteks ini, independensi dan integritas Mahkamah Konstitusi menjadi perhatian
penting. Selain itu, implementasi perubahan aturan ini dalam sistem hukum Indonesia juga
memerlukan perhatian yang cermat. Hasil putusan MKRI ini menjadi tonggak penting

8
Putusan Mahkamah Konstitusimengenai Batasan Umur Cawapres

dalam sejarah hukum dan politik Indonesia dan memperkuat prinsip konstitusionalisme
dan perlindungan hak asasi manusia dalam pemilihan umum.
Salah satu kritik yang mungkin muncul adalah tentang keterkaitan antara putusan
MK dan keanggotaan keluarga presiden dalam lembaga itu sendiri. Ini menciptakan
pertanyaan tentang independensi Mahkamah Konstitusi dan apakah putusan tersebut
dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Kritik ini memunculkan kekhawatiran terkait
integritas lembaga tersebut.
Meskipun putusan MK membuka pintu bagi calon yang lebih muda, beberapa
kritikus mungkin berpendapat bahwa hal ini dapat mengabaikan pentingnya pengalaman
dan kualifikasi dalam jabatan publik. Mereka mungkin khawatir bahwa fokus pada usia
bisa mengalahkan penekanan pada kompetensi, kepemimpinan, dan kualitas seorang calon.
Ada kemungkinan kritik muncul terkait waktu putusan ini, terutama dalam konteks
Pemilihan Presiden tahun 2024. Beberapa pihak mungkin melihat putusan ini sebagai
upaya memengaruhi proses pemilihan dengan membuka peluang bagi calon yang lebih
muda yang memiliki hubungan politik dengan keluarga presiden atau kelompok tertentu.
Putusan MK yang membatalkan batasan usia minimum untuk calon presiden dan
wakil presiden dapat menciptakan ketidakpastian hukum. Ini dapat mempengaruhi
pemahaman dan pelaksanaan peraturan yang terkait dengan pemilihan umum. Kritikus
mungkin berpendapat bahwa pengadilan seharusnya memberikan arahan hukum yang lebih
jelas dan komprehensif dalam putusannya.
Kritik mungkin menyoroti variasi pandangan dalam putusan MK dan mengkritik
keragaman pandangan hakim konstitusi. Mereka mungkin berpendapat bahwa perpecahan
pendapat dalam lembaga tersebut menunjukkan ketidakpastian hukum yang mungkin
merugikan stabilitas dan konsistensi dalam pengambilan keputusan.
Sebagian masyarakat mungkin mendukung putusan ini sebagai langkah positif
menuju inklusi yang lebih besar dalam politik. Namun, kritikus mungkin menunjukkan
bahwa pemberian suara dalam pemilihan umum adalah cara utama masyarakat untuk
mengekspresikan preferensi mereka dan bahwa perubahan ini dapat mengubah mekanisme
ini.
Hasil akhir dari analisa terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial
ini ialah dengan berfokus pada aspek-aspek seperti independensi, integritas, dan implikasi
hukum, sehingga dapat mengidentifikasi tantangan dan pertanyaan yang perlu dijawab
dalam konteks putusan ini.

9
Putusan Mahkamah Konstitusimengenai Batasan Umur Cawapres

V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batasan usia calon presiden dan wakil presiden
memiliki implikasi signifikan dalam sistem tata negara dan proses politik di Indonesia.
Putusan ini mencerminkan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, memengaruhi
dinamika politik, dan menegaskan peran MK sebagai penjaga konstitusi. Namun, putusan
ini juga menciptakan kontroversi dan konteks politik yang rumit, menimbulkan pertanyaan
tentang independensi MK, integritas lembaga tersebut, dan keterkaitan dengan kepentingan
politik tertentu. Implementasi perubahan aturan ini dalam sistem hukum Indonesia juga
memerlukan perhatian yang cermat. Hasil putusan MKRI ini menjadi tonggak penting
dalam sejarah hukum dan politik Indonesia dan memperkuat prinsip konstitusionalisme
dan perlindungan hak asasi manusia dalam pemilihan umum.

DAFTAR PUSTAKA

Alejos, H. (2017) ‘Pemparan Metode Penelitian Kualitatif, Universitas Nusantara PGRI


Kediri, 01, pp. 1–7. Available at: http://www.albayan.ae.
Amalia Yunia Rahmawati (2020) 'Hukum Tata Negara', (July), pp. 1–23.
Gaffar, J. (2013) ‘Peran Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Perlindungan Hak Asasi
Manusia Terkait Penyelenggaraan Pemilu’, Jurnal Konstitusi, 10(1), pp. 1–32.
Hidayat fahrul, D. (2023) ‘PUTUSAN Nomor 90/PUU-XXI/2023, pp. 31–41.
Konstitusi, T.P.H.A.M. (2010) Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Sekertariat Jendral
Mahkamah Konstitusi.
Nugroho, W. (2016) ‘Politik Hukum Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas
Pelaksanaan Pemilu dan Pemilukada di Indonesia’, Jurnal Konstitusi, 13(3), p. 480.
Available at: https://doi.org/10.31078/jk1331.
Suhariyanto, B. (2016) ‘Masalah Eksekutabilitas Putusan Mahkamah Konstitusi oleh
Mahkamah Agung’, Jurnal Konstitusi, 13(1), p. 171. Available at:
https://doi.org/10.31078/jk1318.

10

Anda mungkin juga menyukai