Anda di halaman 1dari 3

Putusan MK Batas Minimum Capres-cawapres

(Sah secara Materil, terindikasi cacat secara formil)

Beberapa Waktu yang lalu, MK memutus beberapa permohonan Uji Materi (Judical
Review) terhadap pasal 169 huruf (q) UU Pemilu No 7 Tahun 2017 berkaitan
dengan batas usia minimum capres atau cawapres. Tercatat ada belasan
Permohonan yang diajukan, keseluruhan nya ditolak dan hanya satu yang
dikabulkan sebagian, yaitu permohonan no. 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh
Almas Tsaqibbiru.
Dalam putusan nya MK memutuskan seorang capres-cawapres berusia minimal 40
atau di bawah 40 namun pernah/sedang menduduki jabatan publik yang dipilih
melalui pemilu.
Putusan ini menarik atensi publik, serta membuat gaduh seantero negeri, karena
diindikasi sebagai "jalan tol" bagi gibran sang putra presiden untuk maju di pilpres
2024 walaupun ia belum berusia 40 tahun.

Apakah Putusan MK benar secara Hukum?.

Pasal 56 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang


Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Putusan
Mahkamah Konstitusi terbagi menjadi 3 macam : Permohonan dikabulkan,
permohonan ditolak serta permohonan tidak dapat diterima.
Seiring dengan berjalannya waktu, bentuk permohonan dikabulkan dapat berupa :
Permohonan dikabulkan seluruhnya, dikabulkan sebagian, melebihi petitum
permohonan (ultra petita), konstitusional bersyarat, inkonstitusional bersyarat,
menunda keberlakuan putusan (temporary Constitutioanal) serta merumuskan
norma baru.
Melihat dari bentuknya putusan MK no. 90/PUU-XXI/2023 termasuk putusan yang
memberlakukan norma baru, atau dalam hal ini Mk Berlaku sebagai Positive
Legislator, ya itu MK memasukkan norma baru terhadap suatu Pasal atau Undang-
undang yang sudah berlaku.
Terkait dengan posisi Mk Sebagai Positive Legislator, memang terdapat perbedaan
pendapat di antara ahli hukum, Prof. Jimly Asshiddiqie berpandangan bahwa Posisi
MK Hanya dengan Negative Legislator, yaitu MK tidak berhak untuk membuat norma
baru dalam suatu pasal atau Undang-undang dalam artian MK hanya berwenang
untuk menguji sebuah norma yang ada dalam Undang-undang, sedangkan Prof.
Mahfud MD berpendapat bahwa untuk Keadilan MK dapat merumuskan sebuah
norma baru dalam Undang-undang.
Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, putusan MK no. 90/PUU-XXI/2023
secara materil sudah tepat karena sesuai dengan ketentuan Pasal 56 Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Apakah putusan MK juga benar secara formil?.

Pasal 17 Ayat (4) UU no. 48 tentang kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa


seorang Ketua Majelis, Hakim, jaksa serta panitera harus mengundurkan diri apabila
ia memiliki hubungan sedarah atau semenda Sampai derajat ketiga dengan pihak
yang diadili. Sedangkan ketua MK Anwar Usman yang juga Ketua majelis Hakim
yang memeriksa Permohonan ini memiliki hubungan semenda sebagai paman
Gibran Rakabuming karena pernikahan nya dengan bibi Gibran.
secara kasat mata Gibran bukanlah termasuk pihak yang diadili namun bilamana
kita membaca permohonan yang diajukan oleh almas ini secara lengkap kita akan
mengetahui bahwa permohonan ini kuat dugaan diajukan untuk gibran, hal ini dapat
diketahui dengan berkali-kali disebutkan nama Gibran dalam posita,
mengindikasikan bahwa permohonan ini diajukan untuk memberi jalan kepada
Gibran untuk maju pilpres.
Bilamana dugaan ini salah, secara lebih lanjut pasal 17 ayat (5) UU no. 48 Tahun
2009 tentang kekuasaan kehakiman menyatakan bahwa hakim atau panitera wajib
mengundurkan diri apabila ia mempunyai kepentingan baik langsung atau tidak
langsung dengan perkara yang diperiksa baik atas permohonan para pihak yang
berperkara ataupun tidak. Dengan posisi Anwar Usman yang sebagai paman gibran,
walaupun permohonan ini tidak ditujukan untuk memuluskan jalan gibran untuk maju
pilpres, tentu keikutsertaan anwar usman dalam menangani permohonan ini syarat
akan Konflik kepentingan dan sudah seharusnya dia mengundurkan diri dari
keikutsertaan memeriksa permohonan ini.
Melihat penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa Putusan MK no. no.
90/PUU-XXI/2023 cacat secara formil.

Apakah Putusan MK no. 90/PUU-XXI/2023 dapat dibatalkan melihat adanya


cacat formil?.
Putusan MK no. 90/PUU-XXI/2023 tidak dapat dibatalkan karena putusan MK
bersifat Final and Binding, terakhir dan memaksa, akan tetapi putusan ini dapat
dianggap batal demi hukum dan dapat diperiksa oleh susunan hakim yang berbeda
apabila anwar Usman sebagai hakim yang memeriksa terbukti tidak patut untuk
memeriksa permohonan Uji Materiil ini karena adanya konflik kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai