A. PengertianPerbuatanPemerintah
Secara garis besar, perbuatan pemerintah merupakan tindakan hukum yang
dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
Sedangkan menurut Van Vallen Hoven, perbuatan pemerintah merupakan
tindakan secara spontan atas inisiatif sendiri dalam menghadapi keadaan dan
keperluan yang timbul tanpa menunggu perintah atasan, dan atas tanggung jawab
sendiri demi kepentingan umum.
B. Jenis-jenis perbuatan pemerintah
Perbuatan pemerintah dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Perbuatan Non Yuridis (Fiete Logtie Handilugen). Yaitu perbuatan pemerintah
berdasarkan fakta atau tidak berdasarkan hukum serta tindakannya tidak
mempunyai akibat hukum. Contohnya, Walikota mengundang masyarakat
untuk menghadiri 17 agustus.
2. Perbuatan Yuridis (Rech Handilugen). Yaitu perbuatan pemerintah berdasarkan
hukum serta tindakannya mempunyai akibat hukum. Perbuatan Yuridis ini
dapat digolongkan dalam dua golongan, yaitu :
a. Perbuatan Pemerintah Bersifat Hukum Privat
Artinya, dalam perbuatan pemerintah ini penguasa mengadakan
hubungan hukum berdasarkan hukum privat. Menurut Prof. Krobbe
Kranenburg, Vegtig, Donner dan Hassh, bahwa pejabat administrasi
negara dalam menjalankan tugasnya dalam hal-hal tertentu dapat
menggunakan hukum privat.
Contohnya : perbuatan sewa menyewa, jual-beli tanah dan perjanjian-
perjanjian lainnya.
b. Perbuatan Pemerintah Bersifat Hukum Publik
perbuatan pemerintah bersifat hukum publik ada dua macam, yaitu :
1) Perbuatan Hukum Publik bersegi dua
Yaitu adanya persetujuan kehendak/kemauan antara dua pihak
yang terikat. Contohnya dalam perjanjian/kontrak kerja.
2) Perbuatan Hukum Publik bersegi satu
Yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dari satu pihak
yaitu perbuata dari pemerintah itu sendiri. Contohnya ketetapan
atau keputusan pemerintah.
Beberapa Waktu yang lalu, MK memutus beberapa permohonan Uji Materi (Judical
Review) terhadap pasal 169 huruf (q) UU Pemilu No 7 Tahun 2017 berkaitan dengan
batas usia minimum capres atau cawapres. Tercatat ada belasan Permohonan yang
diajukan, keseluruhan nya ditolak dan hanya satu yang dikabulkan sebagian, yaitu
permohonan no. 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsagibbiru.
Dalam putusan ya MK memutuskan seorang capres-cawapres berusia minimal 40 atau
di bawah 40 namun pernah/sedanq menduduki jabatan publik vang dipilih melalui
pemilu.Putusan ini menarik atensi publik, seta membuat gaduh seantero negeri, karena
diindikasi sebagai "jalan tol" bagi gibran sang putra presiden untuk maju di pilpres
2024 walaupun ia belum berusia 40 tahun.
C. Apakah Putusan MK Benar Secara Hukum?
Pasal 56 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi
terbagi menjadi 3 macam : Permohonan dikabulkan, permohonan ditolak serta
permohonan tidak dapat diterima.
Seiring dengan berialannya waktu, bentuk permohonan dikabulkan dapat
berupa :
Permohonan dikabulkan seluruhnya, dikabulkan sebagian, melebihi petitum
permohonan (ultra petita), konstitusional bersyarat, inkonstitusional bersyarat,
menunda keberlakuan putusan (temporary Constitutional) serta merumuskan norma
baru.
Melihat dari bentukya putusan MK no. 90/PUU-XXI/2023 termasuk putusan
yang memberlakukan norma baru, atau dalam hal ini Mk Berlaku sebagai Positive
Legislator, yaitu MK memasukkan norma baru terhadap suatu Pasal atau Undang-
undang yang sudah berlaku.
Terkait dengan posisi Mk Sebagai Positive Legislator, memang terdapat
perbedaan pendapat di antara ahli hukum, Prof. Jimly Asshiddiqie berpandangan
bahwa Posisi
MK Hanya dengan Negative Legislator, yaitu MK tidak berhak untuk membuat
norma baru dalam suatu pasal atau Undang-undang dalam artian MK hanya
berwenang untuk menguji sebuah norma yang ada dalam Undang-undang, sedangkan
Prof. Mahfud MD berpendapat bahwa untuk Keadilan MK dapat merumuskan sebuah
norma baru dalam Undang-undang.
Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, putusan MK no. 90/PUU-XXI/2023
secara materil sudah tepat karena sesai dengan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.