Anda di halaman 1dari 3

PUTUSAN MK

NOMOR 102/PUU-XIV/2016
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG
PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

1. Subjektum Litis

Subjektum Litis merupakan pihak pihak yang berperkara atau bersengketa. Pada dasarnya
subjektum litis dalam perkara di Mahkamah Konstitusi terbagi menjadi Pemohon dan Termohon
atau pihak Terkait. Namun dalam Pengujian Undang-Undang hanya ada Pemohon, tidak ada
Termohon, DPR dan Pemerintah (Presiden) hanya pemberi keterangan sebagai pembentuk
undang-undang. Pemohon dalam kasus ini adalah Fedhli Faisal yang memberi kuasa kepada
Resa Indrawan Samir, S.H., Bayu Nugroho, S.H., Rd. Yudi Anton Rikmadani, S.H., M.H., Dirga
Indra Pratama, S.H., Perwira Djauhari, S.H., Nurul Latifah, S.H., M.H., Dicky Dewanto, S.H.,
Hermanto Lamalullu. S.H., Edwin Dwi Arianto, S.H, Dharma Praja Pratama, S.H., C. LA, dan
Arif Fitrawan, S.H.

2. Objektum Litis

Objektum Litis merupakan Objek perkara yang dimaksud di sini adalah terkait perkara
apa yang dimohonkan oleh pihak Pemohon ke Mahkamah Konstitusi. Pada Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 102/PUU-XIV/2016 ini terlihat jelas bahwasanya objek dari perkara yang
dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi tersebut adalah terkait pengujian Undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu Undang-undang Nomor 15
Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, khususnya terhadap Pasal 11 huruf (b)
dan Pasal 85 huruf (b) undang-undang tersebut.

3. Jenis Pengujian

Jenis Pengujian dibagi menjadi dua, yaitu jenis pengujian formil dan jenis pengujuian
materiil. Pengujian undang-undang dalam arti materiil ialah pengujian atas materi muatan
undang-undang. Dalam konteks pengujian materiil ini menitikberatkan wewenang untuk
menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya telah
sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dalam hirarki peraturan perundang-
undangan. Pengujian undang-undang dalam arti formil ialah pengujian atas pembentukan
undang-undang. Dalam konteks pengujian formil ini menitikberatkan wewenang untuk menilai,
apakah suatu produk legislatif telah sesuai dengan naskah akademik yang berlandaskan faktor
filosofis, yuridis dan sosiologis.

Perkara Pengujian UU yang diajukan ke MK dalam kasus ini merupakan pengujian


undang-undang dalam arti materiil. Pemohon concern terhadap Pasal 11 huruf (b) dan Pasal 85
huruf (b) UU Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1)
dan ayat (3) UUD 1945 yang dimana demi Kepentingan Publik (Masyarakat Luas).

4. Kerugian Konstitusional

Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-


V/2007, serta putusan- putusan selanjutnya telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau
kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalan Pasal 51 ayat (1) UU MK harus
memenuhi lima syarat, yaitu :

a. adanya hak konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;


b. bahwa hak konstitusional pemohon tersebut dianggap oleh pemohon telah dirugikan oleh
suatu undang-undang yang diuji;
c. bahwa kerugian konstitusional pemohon yang dimaksud bersifat spesifik dan aktual, atau
setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-
undang yang dimohonkan untuk diuji;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian
konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi

Dalam perkara ini pemohon adalah Warga Negara Indonesia yang saat ini akan
mendaftarkan diri menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Lampung. Dimana pemohon
beranggapan telah dirugikan hak konstitusionalnya untuk memperoleh kesempatan yang sama
dalam Pemerintahan (Pasal 28D ayat (3)) dan untuk mendapatkan pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum (Pasal 28D ayat (1)) dengan berlakunya Pasal 11 huruf b UU
No. 15 Tahun 2011. Menurut Pemohon, pasal tersebut berpotensi merugikan hak-hak
konstitusional Pemohon sebagai WNI yang dijamin oleh UUD 1945 karena memuat norma
hukum yang menimbulkan perlakuan yang tidak adil dan perlakuan yang berbeda di hadapan
hukum. Dengan berlakunya pasal tersebut pemohon sebagai WNI dirugikan hak
konstitusionalnya untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan kepastian hukum khususnya
terkait dengan adanya batasan usia minimal 30 tahun untuk menjadi anggota Komisi Pemilihan
Umum Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sementara saat ini usia Pemohon adalah 25 tahun.

5. Amar Putusan
Terdapat 3 jenis Amar Putusan MK , yaitu:
1. Tidak Dapat Diterima : Dalam hal permohonan tidak dapat diterima ini, penilaian hakim hanya
terbatas pada syarat formalitas yang tidak dipenuhi oleh pemohon
2. Dikabulkan : Amar putusan dikabulkan dibagi menjadi dikabulkan seluruhnya dan dikabulkan
sebagian. Dikabulkan seluruhnya apabila petitum (permohonan) pemohon dikabulkan seluruhnya
tanpa terkecuali. Dikabulkan sebagian apabila petitum (permohonan) pemohon hanya beberapa
saja yang dikabulkan, sedangkan sebagian yang lain ditolak.
3. Ditolak : Amar Putusan ditolak apabila penggugat tidak dapat membuktikan tentang apa yang
didalilkan dalam gugatannya atau permohonannya.

Dalam perkara ini amar putusannya adalah menolak permohonan untuk seluruhnya.

Anda mungkin juga menyukai