Anda di halaman 1dari 7

Padang, 29 Oktober 2021

Hal : Permohonan Pengujian Pasal 218 ayat (1) Undang-Undang Kitab


Hukum Pidana tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat
Presiden dan Wakil Presiden terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945

Yth. Ketua Mahkamah Konstitusi


Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6
Di Jakarta Pusat

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Arjuna Nelton, S.H, M.H


Pekerjaan : Swasta
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Limau Manis Atas Kecamatan Pauh Kota Padang
Nomor KTP : 13710107000073
Nomor telepon/HP : 082247027669
Nomor faksimili : 1245
E-mail : arjunanelton07@gmail.com

Untuk selanjutnya disebut ‘’PEMOHON’’

Dengan ini, Pemohon mengajukan permohonan pengujian Pasal 218 ayat (1) Undang-Undang Kitab
Hukum Pidana tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil
Presiden terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

1
I. Kewenangan Mahkamah
........................................................................................................................

II. Kedudukan Hukum Pemohon

1. Bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan
pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak
dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh
berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai


kepentingan sama);
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur
dalam Undang-Undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.

2. Bahwa sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005
dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007,
serta putusan-putusan selanjutnya, Mahkamah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau
kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi harus memenuhi lima syarat, yaitu:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD
1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-
tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian
konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

3. Bahwa seiain Iima syarat untuk menjadi Pemohon dalam perkara pengujian undang-undang
terhadap UUD 1945, yang ditentukan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
0221PUU-XII/2014 (P-7), disebutkan bahwa "warga masyarakat pembayarMpajak (tax
payei) dipandang memiliki kepentigan sesuai dengan Pasa1 57 Undang~undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Hal ini sesuai dengan adagium "no taxation
without participation" dan sebaliknya "no participation without tax". ditegaskan Mahkamah

2
Konstitusi "setiap Warga Negara pembayar pajak mempunyai hak konstitusional untuk
meinpersoalkan setiap undang-undang".

4. Bahwa Bahwa kedudukan Pemohon da!am mengajukan permohonan uji materil ini, yaitu
sebagai warga negara Indonesia dan pembayar pajak/wajib Palak dibuktikan dengan Nomor
Pokok Wajib Pajak/NPWP (P-11).
5. Bahwa Pemohon sebagai orang perorangan Warga Negara Indonesia dan warga masyarakat
Indonesia pembayar palak atau Wailb Pajak, beranggapan bahwa ketentuan yang diuji
materil Pemohon yaitu Pasal 218 ayat (1) Undang-Undang Kitab Hukum Pidana tidak
sesuai atau bertentangan dengan Pasa1 28E ayat (2) dan (3) UUD 1945.

Pasal 218 ayat (1) Undang-Undang Kitab Hukum Pidana berbunyi :


“Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri
Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun
6(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV”.

6. Pemohon beranggapan bahwa ketentuan yang diuji materil Pemohon tersebut merugikan
atau berpotensi merugikan hak konstitusi Pemohon yaitu hak untuk memiliki kebebasan
berpendapat dan berekspresi terutama terkait pendapat yang berkaitan tentang suatu
kebijakan yang dikeluarkan atau ditetapkan oleh presiden atau wakil presiden, timbulnya
kerugian atau potensi kerugian pemohon tersebut diakibatkan adanya reaksi cepat terutama
dari aparat negara, kepolisian untuk memanggil, menangkap, meminta keterangan seseorang
di kantor kepolisian yang mengutarakan pendapat dan ekspresinya, hal ini disebabkan oleh
tidak jelasnya bentuk penghinaan terhadap seorang kepala Negara, kerap kali ketika
masyarakat mengutarakan pendapatnya, tetapi dianggap sebagai bentuk penghinaan karena
kesalahpahaman menanggapinya atau memang karena pemerintah yang anti kritik sehingga
menganggap suara yang ditujukan kepadanya sebagai penghinaan.

7. Dengan demikian, berdasarkan penjelasan tersebut diatas, Pemohon memiliki Kedudukan


Hukum (Legal Standing) untuk mengajukan permohonan uji materil ini ke Mahkamah
Konstitusi. karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 51 Undang-
Undang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: “Pemohon adalah pihak yang
menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya
undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan Masyarakat Hukum Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.

3
III. Alasan Permohonan (posita)

Bahwa Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang
berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Negara Indonesia sebagai wujud pelaksanaan
prinsip-prinsip negara hukum mengakui, menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Salah satu
bentuk pengakuan, jaminan dan perlindungan hak asasi manusia yaitu menjamin persamaan atau
sederajat bagi setiap orang di hadapan hukum (Equality Before The Law) sebagaimana diatur dalam
Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”,Pasal 28E ayat 2 UUD 1945 berbunyi “Setiap orang atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”’’, Pasal 28E ayat 3 UUD
1945 berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”

1. Bahwa Pasal I ayat (2) UUD 1945 menyatakan: "Kedaulatan bereda ditangan rakyat dan
dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Dasar" Beadasarkan ketentuan tersebut, sangat je!as
terlihat bahwa pelaksanaan hak dan kewajiban rakyat ditentukan o1eh rakyat sendiri dan
dilaksanakan meIalui Undang-undang Dasar 1945 dan peraturan perudang-undangan lainnya.
Kedaulatan tersebut merupakan hak asasi setiap insan rakyat indonesia. o1eh karena itu,
perundang-undangan dan pelaksanaannya (hukum) tidak boleh bertentangan dengan kedaulatan
yang meIekat pada diri rakyat.

2. Bahwa Negara hukum merupakan negara dimana penguasa atau pemerintah sebagai
penyelenggara negara dalam meIaksanakan tugas kenegaraannya terikat atau dibatasi pada
peraturan/hukum yang berlaku. Pembatasan pelaksanaan kekuasaan ini merupakan prinsip
utama dalam negara hukum, adapun tujuannya yaitu untuk menghindari tindakan sewenang-
wenang dari penguasa/pemerintahan, Ciri-ciri negara hukum yaitu: adanya pengakuan terhadap
hak-hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, pemerintahan berdasarkan undang-undang, dan
adanya peradilan administrasi, Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur
dalam Pasal I Ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
dengan tegas berbunyi : "Negara Indonesia adalah Negara Hukum". Negara Indonesia sebagai
wujud pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum mengakui, menjamin dan meIindungi hak
asasi manusia. Salah satu bentuk pengakuan, jaminan dan perlindungan hak asasi manusia yaitu
menjamin persamaan atau sederajat bagi setiap orang dihadapan hukum (Equality Before The
Law) sebagaimana diatur dalam Pasa1 280 ayat (1) Undang~undang Dasar Tahun 1945 yang
berbunyi: "setiap orang berhak atas pegakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum"

3. Daiam rangka usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dan kedaulatan rakyat dalam
pelaksanaan demokrasi, konstitusi mengamanatkan dalam Pasal 28E UUD 1945 yang
berbunyi:“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”. Kebebasan berpendapat merupakan hak mendasar dalam kehidupan yang dijamin
dan dilindungi oleh negara implementasi dalam kebebasan berekpresi dapat berupa tulisan,

4
buku, diskusi, atau dalam kegiatan pers, setiap warga negar secara sah dapat mengemukakan
apa yang ada dalam pikirannya, sehingga sering ditungkan dalam story media sosialnya
mengutarakan pendapatnya yang bermacam-macam termasuk masalah kenegaraan, hukum dan
politik, baik berupa kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah dan lembaga negara lainnya,
pendapat atau kritikan atas setiap kebijakan publik merupakan suatu kontrol terhadap jalannya
pemerintahan.

4. Kebebasan berpendapat dan berkespresi dinilai penting karena empat hal yaitu: (1) kebebasan
berekspresi penting sebagi cara untuk menjamin pemenuhan diri seseorang dan juga untuk
mencapai potensi maksimal seseorang (2) untuk pencarian kebenaran dan kemajuan
pengetahuan atau dengan kata lain seseorang yang mencari pengetahuan dan kebenaran harus
mendengar semua sisi pertanyaan, mempertimbangkan seluruh alternatif, menguji penilaiannya
dengan menghadapkan penilaian tersebut kepada pandangan yang berlawanan, serta
memanfaatkan berbagai pemikiran yang berbeda seoptimal mungkin. (3) kebebasan berekspresi
agar orang dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan khususnya di arena
politik, (4) kebebasan berekpresi memungkinkan masyarakat dan negara untuk mencapai
stabilitas dan adaptasi.

5. perkembangan demokrasi, memburuknya indeks demokrasi Indonesia teleh menampar


pemerintahan Joko Widodo meski demokrasi sebuah negara tidak akan lenyap tiba-tiba sekecil
apa pun kemunduran tersebut mendapat perhatian serius. Sinyal kemerosotoan itu tampak dari
laporan tahunan The Economist Intelligence Unit (EIU) yang dirilis baru-baru ini, dimana
laporan tersebut menempatkan indeks demokrasi Indonesia pada peringkat ke-64 dunia, dengan
skor 6,3 posisi Indonesia bahkan tertinggal oleh Malaysia, Timor Leste, dan Filipina. Capaian
ini merupakan yang terendah selama 14 tahun terakhir Indonesia masuk kategori demokrasi
cacat satu peringkat dibawah negara dengan status demokrasi penduh, kemunduran demokrasi
ini dipicu oleh tekanan terhadap kebebasan sipil, yang ditandai dengan maraknya kekerasan
penangkapan terhadap aktivis dan masyarakat adat. Intimidasi juga menyasar mahasiswa dan
akademikus yang menggelar diskusi ilmiah. sedikitnya 26 kasus yang merupakan bagian dari
pembatasan kebebasan berekspresi. Mulai dari penghapusan mural, perburuan pelaku
dokumentasi, persekusi pembuat konten, penangkapan terkait UU ITE, penangkapan kritik
kebijakan PPKM, hingga penangkapan pada beberapa orang yang membentangkan poster guna
menyampaikan aspirasinya di depan presiden. Ada juga 2 kasus penangkapan sewenang-
wenang terkait kritik terhadap PPKM, dan yang terakhir adalah 3 penangkapan terkait kritik
kinerja kepada pejabat. Terakhir, terjadi penangkapan 10 mahasiswa Universitas Sebelas Maret
(UNS) yang membentangkan poster berisikan kritik pada Jokowi.

6. "Hal ini menunjukkan bahwa Negara tidak memberikan ruang ekspresi kritik warga negara
terhadap kondisi yang dialami atau merespons sikap negara atas kebijakan tertentu.

7. Kebebasan berpendapat didalam Undang-Undang Dasar 1945 diatur dalam undang-undang


adalah hak untuk berpendapat, menyatakan pikiran dan bersertikat (UUD 1945 pasal 28
E,F)”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan

5
pendapat di muka umum pasal 1 ayat (1) “kemerdekaan menyampaikan pendapat pikiran
dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan
ketentuan perundangan yang berlaku”. Kebebasan berpendapat dalam UUD 1945 dan UU No,
9 tahun 1998 menegaskan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak mendasar dalam
kehidupan yang dijamin dan diliindungi oleh negara, selain itu Undang-Undang nomor 39
tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dalam pasal 14, 23, 24, dan 25, yang menyatakan
perlindungan dalam kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat maupun
menyamapikan informasi.

8. Bahwa menurut penafsiran pemohon, ketentuan yang diuji pemohon tersebut merupakan hal
yang multitafsir sehingga ketentuan tersebut sama halnya dengan pasal karet dikarenakan tidak
adanya kejelasan seperti apa bentuk penghinaan atau penyerangan terhadap harkat dan martabat
presiden dan wakil presiden sehingga ketentuan dalam pasal tersebut mengekang atau
mempersempit kebebasan masyarakat dalam berekspresi menyampaikan kritik dan sarannya
terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selain itu ketentuan yang terdapat dalam pasal
tersebut akan menimbulkan kesewenang-wenangan pemerintah dalam membuat kebijakan
karena ketidakberanian masyarakat mengkritik pemerintah, ketentuan dalam pasal tersebut juga
mempersempit ruang masyakarakat dalam menyampaikan pendapat atau kritik dan juga sikap
pemerintah yang terlihat anti kritik. Pemerintah diharapkan mampu memfilter terlebih dahulu
kritik yang disampaikan oleh masyarakat, tidak terlebih dahulu menyatakan sebagai
penghinaan atau penyerangan.

9. Bahwa berdasarkan alasan-alasan Pemohon tersebut beadasarkan pasal-pasal yang diajukan


materi1 o1eh pemohon, yaitu menafsirkan atau bahkan mencabut kembali pasal penyerangan
terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden agar tidak menimbulkan kekeliruan
atau kesalahpahaman dalam meihat bentuk kritik terhadap pemerintah.

Norma Undang-Undang Kitab Hukum Pidana,

Pasal 218 ayat (1) Undang-Undang Kitab Hukum Pidana berbunyi :

“Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden
atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun 6(enam) bulan atau
pidana denda paling banyak kategori IV”.

Norma UUD 1945,

Pasal 28E ayat 2 UUD 1945 berbunyi

“Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan
hati nuraninya.”’’,

Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 berbunyi,

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”

6
IV. Petitum

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Pemohon memohon kepada Mahkamah


Konstitusi untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;


2. Menyatakan materi muatan Pasal 218 Undang-Undang Kitab Hukum Pidana bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally constitutional).
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini didalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana
mestinya;

Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya “ex
aequo et bono”.

Hormat kami,
Pemohon/Kuasa Hukum Pemohon,
Ttd

Arjuna Nelton, S.H, M.H

Anda mungkin juga menyukai