Anda di halaman 1dari 11

Tugas 1

Hukum Acara Mahkamah Konstitusi


SURAT PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG
Dosen Pengampu : Masidin Nasrip, S.H., M.H.

Disusun Oleh :
DIMAS HANDIKA
213300516125

2023
Jakarta, 28 November 2023

Perihal : Permohonan Pengujian Undang-undang No. 17 Tahun 2016 Terhadap Undang-undang


Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Kepada Yth. Ketua Mahkamah Konstitusi RI
Jl. Medan Merdeka Barat Nomor 6
Di Jakarta Pusat

Dengan Hormat,
Yang Bertanda tangan dibawah ini :
Nama : DIMAS HANDIKA S.H., M.H
Pekerjaan : Advokat, Konsultan Hukum & Mediator
Kantor Hukum DIMS & PARTNERS
Jalan Buah No. 31 Kota Jakarta Timur Kode Pos 17330
Nomor Telp / HP : 0822-8756-4437
Email : Handikadimas17@gmail.com

Berdasarkan surat Kuasa Khusus Nomor: 28/IV-PU/MK/2023 Tertanggal 25 November 2023,


baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertndak untuk dan atas nama Pemohon/

Bernama : Aulia Putri Isnaini


Tempat/Tgl.Lahir : 15 Januari 1999
Pekerjaan : Advokat & Mediator
Alamat : Jl. Anggur RT.01/RW.12 kelurahan Ciracas, Kecamatan Ciracas, Kota
Jakarta Timur, Jakarta
Nomor Telp/HP : 0878-3245-5678
Email : Auliaptr15@gmail,com

Selanjutnya disebut sebagai : Pemohon.


Dengan ini Pemohon mengajukan Permohonan pengujian Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial terhadap Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

KEWENANGAN MAHKAMAH
1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 (P.2), menyatakan,“Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan
Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer,
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, yang
putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum”.
3. Bahwa dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (untuk selanjutnya disebut UU MK) menyatakan, “Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama danterakhir yang putusannya
bersifat final, untuk
4. menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
5. memutus sengeketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
6. memutus pembubaran partai politik; dan
7. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.
8. Bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang
memiliki peran penting guna mengawal dan menegakkan Konstitusi berdasarkan
kewenangan dan kewajiban sebagaimana ditentukan oleh peraturan Perundang-
Undangan. Apabila Undang-Undang yang dibentuk bertentangan dengan Konstitusi atau
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan
Undang-Undang tersebut secara menyeluruh atau sebagian per pasalnya atau per
frasa, atau per diksi. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga berwenang memberikan
penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal, frasa atau makna dalam suatu Undang-
Undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai Konstitusi;
9. Bahwa melalui permohonan ini, Pemohon mengajukan pengujian Pasal 8 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan HubunganIndustrial
yang berbunyi: “Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator
yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota.” (P.3) terhadap;
10. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya;
11. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”;
12. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum”;
13. Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapatimbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”;
14. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk
memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon.

KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON


Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
menyatakan bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu:
1. perorangan WNI;
2. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai denganperkembangan
masyarakat dan perinsip Negara Kesatuan yang diatur dalamUndang-Undang;
3. badan hukum publik dan privat, atau;
4.lembaga negara.
2. Bahwa Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan bahwa,“Yang dimaksud dengan
“hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945”
3. Bahwa sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005
dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUUV/2007 tanggal 20 September 2007,
serta putusan-putusan selanjutnya, Mahkamah Konstitusiberpendirian bahwa kerugian hak
dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU
MK, harus memenuhi lima syarat, yaitu
5. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang DasarNegara
Republik Indonesia Tahun 1945;
6.hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan olehsuatu
Undang-Undang yang diuji;
7.kerugian konstitusioanal Pemohon yang dimaksud bersifat spesifk atau khusus dan aktual atau
setidaknya bersifat yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
8.hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang Undang yang dimohonkan
untuk diuji;
9.kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugiankonstitusional yang
didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
4. Bahwa Pemohon sebagai orang perseorangan warga negara Indonesia dan saatini memiliki
pekerjaan atau profesi sebagai Mediator Bersertifkat, untuk itu Pemohon memiliki hak
konstitusional untuk menjadi Mediator dalam Penyelesaian perselisihan melalui mediasi di
kantor Dinas Ketenaga Kerja Kabupaten/Kota maupun diluar kantor Dinas Ketenaga Kerja
Kabupaten/Kota, tidak hanya terbatas kepada Mediator berlatar belakang Aparatur Sipil
Negara (ASN) pada kantor Ketenaga Kerja Kabupaten/Kota;
5.Bahwa dalam perwujudan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengakui, menjamin,
melindungi hak-hak setiap warga negara sebagaimana diatur dalam (P.1):
10, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itudengan tidak
ada kecualinya”;
11. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”;
12. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapanhukum”.
13. Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatimbalan
dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”;dan
14. Bahwa ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentangPenyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial yang diuji materil Pemohon tersebutmerugikan atau
berpotensi merugikan hak konstitusi Pemohon yaitu atas hak pekerjaan dan penghidupan
yang layak, hak untuk bekerja serta mendapat imbalan,hak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil sertaperlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dengan adanya Ketentuan 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan HubunganIndustrial telah timbul kerugian atau potensi kerugian Pemohon
tersebut diakibatkanadanya kewenangan mutlak/absolut oleh mediator yang hanya berada di
setiapkantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten /Kota;
15. Bahwa kerugian yang dialami Pemohon dapat dijelaskan sebagai berikut: BahwaPemohon
ingin menjadi meditor dalam penyelesaian sengketa perselisihanhubungan industrial di
Kantor Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bantul Pemohon ditunjuk untuk menjadi Mediator
oleh Para Pihak yang bersengketa namun karena adanya ketentuan Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentangPenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang dapat
menjadi mediator adalah “…mediator yang berada di setiap kantor instansi yang
bertanggung jawab di bidangketenagakerjaan Kabupaten/ Kota.” sebagai Mediator
Bersertifkat Pemohon tidak dapat menjalankan pekerjaan, telah kehilangan hak untuk
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil serta hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil dalam menjalankan profesi mediator, karena adanya
pembatasan mediator oleh Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Akibat pembatasan Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pemohon
selaku Mediator Bersertifkat telah ditolak untuk menjadi mediator dalam menyelesaikan
sengkata Perselisihan Hubungan Industrial dan telah menimbulkan kerugian Konstitusional
dan kerugian materiil yaitu tidak dapat menjalankan profesi mediator sehingga merugikan
Pemohon;
16. Bahwa Ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentangPenyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial telah menimbulkan kerugiankonstitusional sesuai Pasal 51
ayat (1) UU MK yaitu telah memenuhi 5 (lima) yaitu:
1. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang Undang
DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikanoleh
suatu Undang-Undang yang diuji;
3. kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifk atau khususdan
aktual atau setidaknya bersifat yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan
akan terjadi;
4. hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang
dimohonkan untuk diuji;
5. kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya Pemohon maka kerugian konstitusional
yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
17. Bahwa uraian kerugian konstitusional sebagaimana yang dimaksud Pasal 51 ayat (1)UU
MK dapat Pemohon jelaskan :
Bahwa Pemohon adalah seorang Advokat dan Pengacara yang memiliki Sertifkasi Mediator
dan memiliki pengetahuan yang cukup dalam hal menjadi Mediator, namun Kantor Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Sleman menolak Pemohon menjadi mediator dengan alasan bahwa
karena Pemohon bukan sebagai Mediator yang berlatar belakang Aparatur Sipil Negara
(ASN) yang berdinas di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman. Penolakkan Pemohon
dengan alasan bukan Mediator yang berlatar belakang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Sleman sangat merugikan bagi Pemohon;
10.Bahwa tindakan Petugas Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman merupakanpelanggaran
hak konstitusional Pemohon karena menolak Pemohon selaku Mediator Bersertifkat yang
telah lama berpraktek sebagai Mediator dan telah dipermalukankarena ditolak untuk
menjadi mediator dalam menyelesaikan sengketa ketenagakerjaaan, bahwa berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan Pasal 1ayat (2)“Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang
memiliki Sertifkat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses
perundingan gunamencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan caramemutus atau memaksakan sebuah penyelesaian”.
11.Bahwa penerapan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial terhadap Pemohon jelas-jelas bertentangan dengan Pasal
27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal28 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Tahun 1945, merupakan pelanggaran hak konstitusional Pemohon dapat dijelaskan
sebagai berikut :
 Bahwa Petugas Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman menolak Pemohon
untukmenjadi Mediator di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman, pada hal
Pemohonsebagai seorang Mediator Bersertifkat yang telah memenuhi syarat
sebagaimediator berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
 Bahwa Pemohon telah ditunjuk oleh Pihak yang bersengketa untuk menjadi mediator
diluar kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman dalam menyelesaikan
sengketapara pihak dimana para pihak lebih mempercayai mediator bersertifkat
sepertiPemohon dibandingkan mediator yang ada di di Kantor Dinas Tenaga
KerjaKabupaten Sleman;
 Mediator tidak hanya ada di intansi / dinas pemerintahan melainkan ada
mediatorbersertifkat yang telah terlatih dan memiliki sertifkat yang diselenggarakan
oleh lembaga yang terakrediasi oleh Mahkaham Agung seperti profesi Pemohon
(P.4);
12. Bahwa rangkaian pelanggaran hak konstitusional Pemohon yaitumenolak Pemohonuntuk
menjadi Mediator dalam penyelesaian sengketa perselisihan hubunganindustrial
mencerminkan bahwa Petugas Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman tidak
profesional, berlaku diskriminatif, arogan, angkuh, bertindak berlebihan,tidak taat dan
paham hak konstitusional dan hak hukum khususnya profesi mediator;
13. Bahwa dengan demikian, berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas,Pemohon
memiliki Kedudukan Hukum (Legal Standing) untuk mengajukan permohonan uji materi
kepada Mahkamah Konstitusi karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam
Pasal 51 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yan gmenyatakan: “Pemohon adalah
pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh
berlakunya undang-undang, yaitu:
1. perorangan warga negara Indonesia;
2. kesatuan Masyarakat Hukum Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam undang-undang;
3. badan hukum publik atau privat; atau
4. lembaga negara

ALASAN PERMOHONAN (POSITA)


1. Bahwa Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat(3) UUD
1945 yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Negara Indonesia
sebagai wujud pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum mengakui, menjamin dan
melindungi hak asasi manusia. Salah satu bentuk pengakuan, jaminan dan perlindungan
hak asasi manusia yaitu menjamin persamaan atau sederajat bagi setiap orang di hadapan
hukum (Equality Before The Law) sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945
yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan danwajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”, Pasal27 ayat (2) UUD 1945, “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”; Pasal 28D ayat (1) UUD
1945 yang berbunyi, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dankepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”, Pasal28D
ayat (2) UUD 1945,“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatimbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”;
2. Bahwa dalam rangka usaha mewujudkan perinsip-perinsip Negara Hukum dan menjamin
hak setiap warga negara dalam memperoleh pekerjaan dan dalam menyelesaikan
sengketa perselisihan hubungan industrial maka telah dibentuk Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, sebagai upaya dalam
penyelesaian sengketa apabila dalam lingkungan masyarakat terjadi sengketa perselisihan
hubungan industrial;
3. Bahwa tujuan dari pembentukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentangPenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah memberikan ruang
bagiburuh dengan pengusaha untuk menyelesaikan suatu sengketa yang berkaitandengan
hubungan industrial, dimana dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial memberikan tata cara penyelesaian salah
satunya adalah melalui Mediasi;
4. Bahwa proses mediasi itu sendiri dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
menyebutkan “Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebutmediasi adalah
penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang
netral”;
5. Bahwa dalam praktenya pemaknaan mediator oleh Pemerintah RepublikIndonesia Cq.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Cq. Dinas TenagaKerja Kabupaten / Kota
haruslah mediator yang berasal dari Kantor Dinas TenagaKerja yang berlatar belakang
Pegawai / Aparatur Sipil Negara (ASN);
6. Bahwa dampak yang akan terjadi jika ada perselisihan hubungan industrial parapihak yang
bersengketa tidak dapat memilih mediator bersertifkat diluar kantor Dinas Tenaga Kerja
Provinsi / Kabupaten / Kota, bukan hanya akan berdampak pada buruh dan pengusaha
saja melainkan akan berdapak kepada profesi Mediator Bersertifkat, mengingat profesi
Mediator kehilangan pekerjaan yang juga berarti kehilangan penghasilan, dan juga
berdampak pada pendapatan pajak yang akan diterima Negara;
7. Bahwa perlu diketahui mediator sendiri diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 dan dalam praktek terdapat lembaga /organisasi
Mediator yang telah terdaftar di Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk dapat
melakukan pelatihan dan pendidikan mediator bersertifkat yang mana telah melahirkan
ribuan mediator bersertifkat sebagai contoh Mediator Masyarakat Indonesia (MMI)
hingga saat ini (Tanggal 13 Maret 2020) telah memiliki alumni sebanyak ……………….
orang (P.5);
8. Bahwa mediator bersertifkat memiliki kemampuan yang baik, profesional, mandiriserta
memiliki wawasan yang kompleks sehingga sangat mendukung profesinya didalam
menyelesaikan segala permasalah/sengketa termasuk sengketa perselisihan hubungan
industrial sehingga keberadaan Mediator Bersertifkatmenjadi alternatif ketika adanya
krisis kepercayaan dari para pihak yang bersengketa khususnya sengketa perselisihan
hubungan industrial;
9. Bahwa fungsi dan peran Profesi Mediator bersertifkat diakui peraturan perundangan serta
diterima dilingkungan masyarakat begitu juga Mediator yang berlatar belakang Aparatur
Sipil Negara (ASN) di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota pada prinsipnya
sama, sehingga tindakan diskriminatif atau adanya upaya menghalangi hak konstitusional
seseorang tidaklah dapat dibenarkan menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
10. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bertentangan dengan
Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28D ayat (1)UUD 1945 sepanjang kalimat,
“Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di
setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota. ” Maka harus dimaknai “Penyelesaian perselisihan melalui mediasi
dilakukan oleh mediator yang beradadi setiap kantor instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota, atau oleh Mediator Bersertifkat”
PETITUM
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi
untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan materi muatan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 6 Nomor 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally
constitutional ) sepanjang tidak dimaknai “Penyelesaian perselisihan melalui mediasi
dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota, atau oleh Mediator Bersertifkat”;
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini didalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.
Atau apabila Mahkamah Konstitusi RI berpendapat lain, mohon putusan yang seadil – adilnya
“ex aequo et bono”.

Hormat kami,
Kuasa Hukum Pemohon

DIMAS HANDIKA,SH.MH.

Anda mungkin juga menyukai