Anda di halaman 1dari 27

Nama : Prinando Pahotton Manik

Nim : 19010000216
UTS : Praktek Peradilan Mahkamah Konstitusi

SURAT KUASA KHUSUS


Yang bertanda tangan di bawah ini :
Kertayajasa Hamengkubuwono S.H., M.H., Laki-laki, Hindu, Pekerjaan Advokat,
Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Jalan Padjadjaran No. 31, RT 03 / RW
07, Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Selanjutnya disebut sebagai PEMBERI KUASA.

Dalam hal ini bertindak dan untuk atas nama sendiri memilih tempat kediaman hukum
(domicili) di kantor/tempat Kuasanya seperti diisebutkan dibawah ini, dengan ini
memberi kuasa penuh kepada :

Nama :
Prinando Pahotton Manik, S.H., M.H
Pekerjaan Advokat, NIA. 11.223451

Merupakan Advokat yang berkantor pada KANTOR PENGACARA DAN


KONSULTAN HUKUM MASANGKA & PARTNERS, Advokat yang beralamat di
Jalan Pattimura Nomor 40, RT 21 / RW 11, Kelurahan Bojong Agung, Kecamatan
Tanjung Duren, Jakarta Barat, DKI Jakarta. Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal
28 Maret 2022 (Bukti P-1), dalam hal ini bertindak dengan sendirinya yang selanjutnya
disebut sebagai PENERIMA KUASA.

----------------------------------------------KHUSUS---------------------------------------------

Untuk dan atas nama pemberi kuasa sebagai Pemohon untuk melakukan Pengujian
materill Pasal 15 ayat (2) Huruf H Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2020 Tentang
Perubahan ketiga Atas Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi
Pemberi Kuasa diberi hak untuk menghadap di muka Pengadilan Negeri, Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan lainnya yang berwenang, serta Badan - Badan Kehakiman lain,
Pejabat - pejabat sipil yang berkaitan dengan perkara tersebut, mengajukan
permohonan yang perlu, mengajukan dan menandatangani Gugatan, Replik,
Kesimpulan, perdamaian, mengajukan dan menerima jawaban, Duplik, saksi - saksi dan
bukti - bukti, mendengarakan putusan, mencabut perkara dari rol, menjalankan
perbuatan, perbuatan, atau memberikan keterangan - keterangan yang menurut hukum
harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa, menerima uangdan mendatangani
kuitansi - kuitansi, menerima dan melakukan pembayaran dalam perkara ini,
mempertahankan kepentingan pemberi kuasa, mengajukan banding, kasasi, meminta
eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan dan pada umumnya membuat
segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima Kuasa.

Surat Kuasa dan Kekuasaan ini dapat dialihkan kepada orang lain dengan hak substitusi
secara tegas dengan hak retensi dan seterusnya menurut hukum seperti yang
dimaksudkan dalam Pasal 182 KUHPerdata dan menurut syarat - syarat lainnya yang
ditetapkan dalam undang - undang.

Jakarta, 16 April 2022


Hormat Saya,
Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

Prinando Pahotton M., S.H.,M.H Kertayajasa Hamengkubuwono, S.H, M.H


Jakarta, 20 April 2022
Kepada Yth.

YANG MULIA KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI


REPUBLIK INDONESIA
di-
Jalan Medan Merdeka Barat No. 6
Jakarta Pusat, DKI Jakarta

Perihal : Permohonan Pengujian Undang - Undang terhadap Pasal 15 ayat


(2) huruf H Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan ketiga Atas
Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi

Dengan Hormat,

Perkenalkanlah Saya :
Prinando Pahotton Manik, S.H., M.H.

Diatas adalah Advokat dan Pembela Hukum Publik, yang beralamat di Jalan Pattimura
Nomor 40, RT 21 / RW 11, Kelurahan Bojong Agung, Kecamatan Tanjung Duren,
Jakarta Barat, DKI Jakarta. Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Maret 2022
(Bukti P-1) dan Surat Kuasa Khusus tertanggal 16 April 2022 dalam hal ini bertindak
dengan sendirinya untuk dan atas nama :

Kertayajasa Hamengkubuwono S.H., M.H., Laki-laki, Hindu, Pekerjaan Advokat,


Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Jalan Padjadjaran No. 31, RT 03 / RW
07, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

Selanjutnya disebut sebagai-------------------------------------------------------PEMOHON

A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi

1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan, “Kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi”;
2. Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji Undang - Undang terhadap Undang - Undang Dasar, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan Undang -
Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum”. Selanjutnya ayat (2) menyatakan, “Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang – Undang
Dasar”;
3. Bahwa berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut UU MK) menyatakan,
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk (a) menguji Undang - Undang terhadap
Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;
4. Bahwa dengan demikian Mahkamah Konstitusi berwenang untukmengadili
perkara pengujian frase “dan/atau sederajat” pada Pasal 15 ayat (2) huruf h
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi.

B. Kedudukan Hukum (Legal Standing)

1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan, “Pemohon adalah pihak yang


menganggap hak dan/atau kewenangan Konstitusionalnya dirugikan oleh
berlakunya Undang - Undang, yaitu : a perorangan warga negara Indonesia; b.
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam Undang - Undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d.lembaga
negara;
2. Bahwa penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan, “Yang dimaksud
dengan hak Konstitusional Pemohon yakni : Pasal 28D ayat (1) menyatakan,
“yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak - hak yang diatur dalam
undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
3. Bahwa pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan batu uji dan merupakan hak
konstitusional Pemohon yakni : Psal 28D ayat (1) menyatakan, “ setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”
4. Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK tersebut, terdapat dua syarat
yang harus dipenuhi untuk menguji apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum
(legal standing) dalam perkara pengujian undang-undang, yaitu (i) terpenuhinya
kualifikasi untuk bertindak sebagai pemohon, dan (ii) adanya hak dan/atau Hak
Konstitusional dari Para Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya suatu
undang-undang

Legal Standing Pemohon

1. Bahwa Pemohon adalah perorangan Warga Negara Indonesia berdasarkan Kartu


Tanda Penduduk merupakan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak-hak
konstitusional yang dijamin konstitusi untuk mendapatkan pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam naungan Negara Hukum
sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Negara RI
1945.
2. Bahwa Pemohon berprofesi sebagai Advokat
3. Bahwa Pemohon sebagai Advokat merupakan penegak hukum sebagaimana Pasal
5 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat :

Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh
hukum dan peraturan perundang-undangan.

Bahwa Pemohon dalam profesinya sebagai penegak hukum memiliki potensi


untuk menjadi hakim mahkamah konstitusi, sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 15 ayat (1) bahwa
Hakim Konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela
b. Adil
c. Negarawan yang mengusai konstitusi dan ketatanegaraan
1. Bahwa berdasarkan Ketentuan Susunan Mahkamah Konstitusi yang diatur dalam
Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2020
tentang Perubahan Ketiga Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi :
Pasal 4
- Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim
konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
- Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas seorang Ketua merangkap
anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan (tujuh) orang
anggota hakim konstitusi.

2. Bahwa berdasarkan poin (5) tersebut diatas, Hakim Mahkamah Konstitusi terdiri
dari 9 orang anggota hakim konstitusi, dan dalam pelaksanaan jabatannya
sebagaimana diatur pada Pasal 87 huruf b UndangUndang Nomor 7 Tahun 2020
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi:
Pasal 87 huruf (b)
Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang-Undang ini
diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang
ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun
selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas)
tahun.

3. Bahwa para Pemohon sebagai anak bangsa yang berprofesi sebagai advokat
(penegak hukum) memiliki cita-cita yang luhur untuk menjadi hakim Mahkamah
Konstitusi, namun demikian persyaratan untuk menjadi hakim Mahkamah
Konstitusi dan juga jumlah hakim Mahkamah Konstitusi yang sangat terbatas yaitu
9 orang hakim merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dan ditempuh oleh
Pemohon untuk menjadi hakim Mahkamah Konstitusi. Lebih lanjut, ketentuan
Pasal 87 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga
atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tentang
masa tugas hakim mahkamah konstitusi sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun, selama
keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (lima belas) tahun tanpa ada
pembatasan ataupun ataupun uji kelayakan, sedangkan pada Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa
Masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali
hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Atas dasar tersebut diatas Pasal
87 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berpotensi
merugikan para Pemohon.
4. Bahwa potensi kerugian Pemohon dengan berlakunya Pasal 87 huruf b Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang diuji pada
Permohonan ini, karena pemberlakukan Pasal yang diuji, dalam permohonan ini
telah menyebabkan hak konstitusional Pemohon atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dan hak konstitusional atas due
process of law sebagaimana diberikan oleh UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), dan Pasal
28D ayat (1) telah dirugikan;

Berdasrkan uraian di atas, Pemohon memiliki kedudukan (legal standing)


sebagai Pemohon pengujian undang - undang dalam perkara a quo, adapun kerugian
kerugian konstitusional yang dimaksudkan di atas akan diuraikan secara lebih lanjut
di dalam alasan - alasan pengujian permohonan ini.

C. Alasan - alasan Para Pemohon mengajukan Permohonan Pengujian Pasal 87


Undang - Undang No. 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang
- Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

1. Bahwa aturan hukum membatasi dan mengatur bagaimana kedaulatan rakyat


disalurkan, dijalankan dan diselenggarakan dalam kegiatan kenegaraan dan
pemerintahan, hukum yang diterapkan dan ditegakkan harus mencerminkan
kehendak rakyat, sehingga harus menjamin adanya peran serta warga negara
dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan. Hukum tidak boleh dibuat
untuk menjamin kepentingan segenap warga negara. Kehendak segenap warga
negara tercermin dalam Undang - Undang Dasar 1945 yang merupakan bentuk
kesepakatan umum (general) dari seluruh warga negara. Segala norma hukum
yang lebih rendah dan segala praktik kehidupan kenegaraan dan kebangsaan
harus sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Dasar 1945.
2. Hak - hak warga negara dilindungi oleh hukum dan semua warga negara
berkedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Dalam negara
hukum, penegakan hukum dilakukan dengan satu proses hukum dan prosedur
hukum yang baku
“...agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana
penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing - masing ke
arah tegak mantapnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan
pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban
dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara
hukum”
3. Bahwa dalam praktik untuk menegakkan hukum Judicial Review pada
Mahkamah Konstitusi semata - mata untuk melindungi hak - hak konstitusional
dari seorang warga negara. Dengan demikian, maka pada dasarnya hak
konstitusi adalah hukum yang mengatur dan memberikan batasan yang dapat
dilakukan oleh negara namun tetap memberikan hak konstitusi pada Warga
Negara khususnya para Pemohon dengan metode yang baku untuk menegakkan
hukum dan melindungi hak - hak individu selama proses hukum berlangsung.
Hukum acara dirancang untuk memastikan proses hukum yang adil dan
konsisten yang biasa disebut sebagai “due process of law” untuk mencari
keadilan yang hakiki dalam semua perkara. Jika menggunakan prosedur, apakah
prosedur yang ditempuh sudah sesuai dengan due process.
4. Bahwa merujuk pada Putusan Mahkamah No. 34/PUU-XI/2013 tertanggal 6
Maret 2014, Mahkamah telah menegaskan bahwa “prinsip negara hukum yang
telah diadopsi dalam UUD 1945 (vide Psal 1 ayat (3) UUD 1945) meletakkan
suatu prinsip bahwa setiap orang memiliki hak asasi (HAM), yang dengan
demikian mewajibkan orang lain, termasuk didalamnya negara, untuk
menghormatinya”. Mahkamah juga menyatakan bahwa “kewajiban negara
untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai prinsip negara hukum yang
demokratis mengharuskan pelaksanaan HAM dijamin, diatur dan dituangkan
dalam peraturan perundang - undangan (vide Psal 28 I ayat (5)UUD 1945). Uji
Materil implementasi dari penegakan dan perlindungan HAM sebagai
ketentuan konstitusional dalam UUD 1945. hal demikian sesuai pula dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, yaitu due process of law.” lebih lanjut
mahkamah menegaskan bahwa “Terkait dengan penegakkan dan perlindungan
HAM yang juga merupakan hak konstitusional berdasrkan UUD 1945 maka
dalam proses peradilan pidana yang dialami seseorang haruslah mendapatkan
kepastian hukum yang adil (vide Pasal 28D ayat (1) UUD 1945)”;
5. Bahwa disamping “merupakan implementasi dari penegakkan dan perlindungan
HAM sebagai ketentuan konstitusional dalam UUD 1945 “ sebagaimana diatur
dalam Pasal 28 I ayat (5) UUD 1945, hukum Acara Pidana juga mengandung
pembatasan - pembatasan terhadap Hak Asasi Manusia melalui sejumlah upaya
paksa yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap warga negara;
6. Bahwa pada Pasal 28D ayat 2 UUD 1945 menjelaskan setiap orang berhak
mendapatkan perlakuan yang adil, disini pemohon merasa tidak diperlakukan
secara adil dengan berlakunya Pasal 15 ayat (2) huruf H Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi karena
pada dasarnya profesi advokat 7. juga merupakan profesi di bidang hukum.
7. Bahwa pemohon merasa berlakunya Pasal 15 ayat (2) huruf h Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga
AtasUndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
terlalu mendiskriminasi dengan bekerja minimal 15 tahun dibidang hukum
kecuali advokat, pemohon disini bekerja sebagai advokat yang sudah beracara
selama 17 Tahun karena menurut pemohon pada pasal tersebut sangat
mendiskriminasi profesi advokat yang tidak bisa mendaftar sebagai Hakim
Konstitusi.
8. Bahwa pemohon ingin meningkatkan kualitas pribadinya dan integritasnya
dengan mendaftarkan diri sebagai hakim Makhkamah Konstitusi tetapi
berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf h Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi “Mempunyai
pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun kecuali
advokat; dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan MA, sedang
menjabat sebagai hakim tinggi atau sebagai hakim agung.” Pemohon tidak bisa
mendaftarkan diri sebagai hakim Konstitusi.
9. Bahwa jelaslah dengan berlakunya Pasal 15 ayat (2) huruf h Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang
berbunyi “Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15
(lima belas) tahun kecuali advokat”. Berdasarkan uraian diatas bertentangan
dengan Pasal 28 D ayat (2) UndangUndang Dasar.
10. Bahwa dengan bertentangannya Pasal 15 ayat (2) huruf h Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang
berbunyi “Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15
(lima belas) tahun kecualiadvokat” terhadap Pasal 28 D ayat (2) UUD maka
adalah berdasar kata kecuali advokat dala Pasal 15 ayat (2) huruf h Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku sehingga tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.
11. Bahwa sebagai warga negara yang baik Pemohon mematuhi hukum sepanjang
pelaksanaan dan norma hukum yang digunakan tidak bertentangan dengan
hukum itu sendiri serta sesuai dengan asas negara hukum serta asas kepastian
hukum dan keadilan.
12. Bahwa aturan hukum membatasi dan mengatur bagaimana kedaulatan rakyat
disalurkan, dijalankan dan diselenggarakan dalam kegiatan kenegaraan dan
pemerintahan, hukum yang diterapkan dan ditegakkan harus mencerminkan
kehendak rakyat, sehingga harus menjamin adanyanya peran serta warga negara
dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan.

D. PETITUM
Bahwa dari seluruh dalil - dalil yang diuraikan di atas dan bukti - bukti
terlampir, dengan ini Pemohon mohon kepada para Yang Mulia Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusional untuk kiranya berkenan memberikan putusan
sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Pengujian Undang-
Undang yang diajukan Para Pemohon.
2. Menyatakan materi muatan Pasal 15 ayat (2) huruf h Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang –
UndangRepublik Indonesia dengan UUD 1945.
3. Menyatakan materi muatan Pasal 15 Ayat (2) huruf h Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Udnag- Undang Republik
Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya.
5. Bilamana Majelis Hakim pada Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia mempunyai keputusan lain, mohon putusan yang seadil-
adilnya --- ex aequo et bono.

Hormat Saya,
Kuasa Hukum Pemohon

Prinando Pahotton Manik, S.H., M.H


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

SURAT KUASA

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Jabatan : Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI

Kedudukan : Jl. Jenderal Gatot Subroto, Senayan Jakarta

Selanjutnya dalam Surat Kuasa ini disebut PEMBERI KUASA.

Nama : Prinando Pahotton Manik, S.H., M.H

NIP : 19010000216

Pangkat/Golongan : Pembina Tingkat I (IV/b)

Jabatan : Direktur Tata Negara Dewan Perwakilan Rakyat RI

KHUSUS
Untuk dan atas nama PEMBERI KUASA mewakili baik secara bersama - sama atau
sendiri - sendiri, sebagai pihak terkait DPR Nomor : 93/PUU-XV/2022 dalam adanya
Permohonan Pengujian materill Pasal 15 ayat (2) Huruf H Undang - Undang Nomor 7
Tahun 2020 Tentang Perubahan ketiga Atas Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi.
Untuk kepentingan dimaksud maka PENERIMA KUASA diberi kuasa untuk membuat,
menandatangani, dan mengajukan jawaban di Mahkamah Konstitusi dan instansi -
instansi lain terkait, mengajukan bukti - bukti, serta melakukan upaya - upaya hukum
lain yang bermanfaat bagi PEMBERI KUASA sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Perundang - Undangan.
Demikian Surat Kuasa ini dibuat dengan diberikan Hak Subtitusi baik sebagian
maupun keseluruhan dan untuk dapat dipergunakan sebagai mestinya.

Jakarta 21 April

a.n Presiden Republik Indonesia


Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia
Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

Prinando Pahotton M.,SH,MH Dr. Puan Maharani, S.Sos.


KETERANGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBIK INDONESIA
ATAS
PERMOHONAN PENGUJIAN MATERIIL
PASAL 15 AYAT 2 HURUF H UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH
KONSTITUSI
TERHADAP
UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945
DALAM PERKARA NOMOR: 93/PUU-XV/2022

Jakarta, 22 April 2022

Kepada Yth :

Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

di-

Jakarta

Dengan Hormat,

Berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI tanggal 20 Maret 2022, telah menugaskan


kepada Anggota Komisi III DPR RI yaitu : H. Bambang Soesatyo, SE., MBA. (No.
Anggota 227) ; Trimedya Panjaitan, SH., MH. (No. Anggota A-127). dalam hal ini baik
secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

untuk selanjutnya disebut ------------------------------------------------------------- DPR RI

Sehubungan dengan surat dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (selanjutnya


disebut MK), perihal kepada DPR RI untuk menghadiri dan menyampaikan keterangan
di persidangan Mahkamah Konstitusi terkait dengan permohonan pengujian materiil
Pasal 15 Ayat 2 Huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020
Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang diajukan oleh:

Prinando Pahotton Manik, S.H, M.H

Advokat yang beralamat di Jalan Pattimura Nomor 40, RT 21 / RW 11, Kelurahan


Bojong Agung, Kecamatan Tanjung Duren, Jakarta Barat, DKI Jakarta. Yang bertindak
untuk dan atas nama Pemberi Kuasa berdasarkan surat Kuasa Khusus Tertanggal 28
Maret 2022, untuk dan atas nama PEMOHON.

Kertayajasa Hamengkubuwono S.H., M.H., Laki-laki, Hindu, Pekerjaan Advokat,


Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Jalan Padjadjaran No. 31, RT 03 / RW
07, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

Selanjutnya disebut sebagai ---------------------------------------------------- PEMOHON

Dengan ini DPR RI menyampaikan keterangan terhadap permohonan pengujian


materiil Pasal 15 Ayat 2 Huruf H Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dalam perkara nomor 93/PUU-XV/2022 sebagai berikut :

A. KETENTUAN PASAL 15 AYAT 2 HURUF H UNDANG-UNDANG


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN
KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG
MAHKAMAH KONSTITUSI YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN
TERHADAP UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945

Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian atas Pasal 15 Ayat (2) Huruf
h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
yang dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, Pasal 27 ayat (2), Pasal
28D ayat (1) UUD 1945, 28D ayat (2), serta Pasal 28C Ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa isi ketentuan Pasal 15 Ayat (2) Huruf
h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
adalah sebagai berikut:
Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi
syarat:

h.Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun
kecuali advokat; dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan MA, sedang
menjabat sebagai hakim tinggi atau sebagai hakim agung.

B.HAK DAN/ATAU KEWENANGAN KONSTITUSIONAL YANG DIANGGAP


PEMOHON TELAH DIRUGIKAN OLEH BERLAKUNYA PASAL 15 AYAT (2)
HURUF H UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN
2020 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Pemohon dalam permohonannya mengemukakan bahwa hak konstitusionalnya telah


dirugikan dalam dilanggar oleh berlakunya Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang pada intinya
Pemohon adalah seorang warga Negara Indonesia yang berprofesi sebagai advokat
yang telah berpengalaman selama kurang lebih 15 tahun yang mendaftar sebagai Hakim
Kosntitusi. Pemohon merasa dirugikan dengan pasal a quo dikarenakan pasal a quo
mengakibatkan pencalonan Pemohon

untuk mengajukan sebagai Hakim Konstitusi ditolak oleh oleh DPR dengan alasan
tidak sesuai dengan syarat pada Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi ” Mempunyai
pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun kecuali advokat;
dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan MA, sedang menjabat sebagai
hakim tinggi atau sebagai hakim agung” berakibat Pemohon tidak dapat mencalonkan
diri sebagai Hakim konstitusi dan sangat dirugikan akibat aturan tersebut. Pemohon
juga merasa hak konstitusionalnya telah dilanggar yaitu dengan menolak Pemohon
untuk menjadi Hakim Konstitusi dengan alasan tersebut mencerminkan perilaku tidak
profesional, berlaku diskriminatif, arogan, angkuh, bertindak berlebihan, tidak taat dan
paham hak konstitusional dan hak hukum khususnya profesi hakim konstitusi.
Bahwa pasal a quo dianggap bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 yang
berketentuan sebagai berikut:

Pasal 27 ayat 1
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
27 ayat (2)
“Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”
28D ayat (1)
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
28D ayat (2) UUD 1945
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja”
Bahwa berdasarkan permohonan Para Pemohon di atas, kami hendak menyampaikan
keterangan sebagai berikut:

C.KETERANGAN DPR RI
Pengujian Atas Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Terhadap UUD Tahun 1945
1) Bahwa negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat),tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat).Dan jika dikaitkan dengan
konsep negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD
NRI Tahun 1945), maka undang-undang merupakan hukum yang harus
dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap komponen masyarakat
termasuk didalamnya Pemohon dan juga negara dalam
menyelenggarakan negara dan pemerintahan. Gagasan negara hukum
yang dianut UUD NRI Tahun 1945 ini menegaskan adanya pengakuan
normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum (Supremacy of
Law) yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai
pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum (Supremacy of
Law) pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya
adalah konstitusi yang mencerminkan hukum tertinggi.

2) Bahwa penegasan pasal Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi khususnya pada frasa “kecuali advokat” telah diatur lebih
lanjut di dalam Pasal 17 Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi yang berbunyi:
Hakim konstitusi dilarang merangkap menjadi:
a. pejabat negara lainnya;
b. anggota partai politik;
c. pengusaha;
d. advokat; atau
e. pegawai negeri.
Oleh karena itu, sudah terbukti jelas bahwa seorang advokat yang dalam
kaitannya ini merupakan pekerjaan dari Pemohon tidak bisa menjadi
seorang Hakim Konstitusi dikarenakan profesi tersebut tidak bisa
merangkap menjadi seorang advokat sesuai ketentuan pasal di atas.
3) Bahwa menurut Pemohon berlakunya Pasal a quo tidak memberikan
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi
Para Pemohon. Atas dasar hal tersebut maka DPR RI menyatakan hal
tersebut merupakan pernyataan asumtif Pemohon. Terhadap dalil
Pemohon tersebut DPR RI berpandangan bahwa justru Pasal a quo
memberikan pengakuan, jaminan, dan perlindungan bagi Pemohon
untuk bisa tetap melanjutkan profesi advokatnya namun di luar ranah
lingkungan Hakim Konstitusi atau tidak sebagai Hakim Konstitusi
sesuai dengan Pasal 17 Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi.
4) Bahwa dalil-dalil kerugian konstitusional yang dikemukakan Pemohon
sama sekali tidak berhubungan dan bukan sebagai akibat dengan
berlakunya pasal a quo, karena pasal a quo berlaku untuk calon hakim
yang tidak memiliki profesi advokat dikarenakan sudah jelas bahwa
dalam frasa tersebut telah diperjelas dengan makna “kecuali” maka
profesi hakim konstitusi tidak diperuntukkan seseorang yang berprofesi
sebagai advokat

5) Bahwa berdasarkan uraian di atas, DPR RI berkesimpulan Pemohon


tidak memiliki dalil-dalil yang kuat untuk membuktikan kerugian yang
diterima oleh Pemohon serta alasan-alasan yang diutarakan dalam dalil
masih memiliki kekuatan yang lemah di mata hukum dikarenakan tidak
berdasar sehingga selayaknya permohonan Pemohon ditolak.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, DPR RI memohon agar kiranya, Ketua
Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut:

1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya;


2. Menerima keterangan DPR RI untuk seluruhnya;
3. Menyatakan kata kecuali advokat dalam ketentuan Pasal 15 Ayat (2) Huruf h
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi tidak bertentangan dengan UUD 1945
4. Menyatakan kata kecuali advokat dalam ketentuan Pasal 15 Ayat (2) Huruf h
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.

Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain,


mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Demikian keterangan tertulis dari DPR RI kami sampaikan sebagai bahan
pertimbangan bagi Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengambil keputusan.

Hormat Saya
Kuasa Hukum
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Prinando Pahotton Manik, S.H. M.H


SURAT KUASA

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Jabatan : Menteri Hukum Dan HAM RI
Kedudukan : Jl. Jenderal Gatot Subroto, Senayan Jakarta
Selanjutnya dalam Surat Kuasa ini disebut PEMBERI KUASA.

Nama : Prinando Pahotton Manik, S.H., M.H


NIP : 19010000216
Pangkat/Golongan : Pembina Tingkat I (IV/b)

KHUSUS

Untuk dan atas nama PEMBERI KUASA mewakili baik secara bersama - sama atau
sendiri - sendiri, sebagai pihak terkait DPR Nomor : 93/PUU-XV/2022 dalam adanya
Permohonan Pengujian materill Pasal 15 ayat (2) Huruf H Undang - Undang Nomor 7
Tahun 2020 Tentang Perubahan ketiga Atas Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi.
Untuk kepentingan dimaksud maka PENERIMA KUASA diberi kuasa untuk membuat,
menandatangani, dan mengajukan jawaban di Mahkamah Konstitusi dan instansi -
instansi lain terkait, mengajukan bukti - bukti, serta melakukan upaya - upaya hukum
lain yang bermanfaat bagi PEMBERI KUASA sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Perundang - Undangan.
Demikian Surat Kuasa ini dibuat dengan diberikan Hak Subtitusi baik sebagian
maupun keseluruhan dan untuk dapat dipergunakan sebagai mestinya.

Jakarta, 25 April 2022

Hormat Saya An.Pemerintah RI


Penerima Kuasa Kemenkumham RI
Pemberi Kuasa

Prinando Pahotton M. S.H, M.H Prof. Yassona H. Laoly, S.H, M.Sc, Ph.D
KETERANGAN PEMERINTAH

ATAS

PERMOHONAN PENGUJIAN MATERIIL

PASAL 15 AYAT 2 HURUF H UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 7 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH
KONSTITUSI

TERHADAP

UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN


1945

DALAM PERKARA NOMOR: 93/PUU-XV/2022

Jakarta, 25 April 2022

Kepada Yth :

Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

di-

Jakarta

Dengan Hormat,

Yang Bertanda tangan di bawah ini :

Prinando Pahotton Manik, S.H.,M.H., Kementrian Dalam Negeri. Dalam hal ini
bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Tertanggal 22 April 2022, dan karena itu sah mewakili Pemerintah Republik
Indonesia

untuk selanjutnya disebut-------------------------------------------------- PEMERINTAH

Bahwa berdasarkan surat panggilan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-XV/2022


tanggal 20 April 2022 telah menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi untuk
menyampaikan keterangan secara lisan kepada Majelis Mahkamah Konstitusi atas
Permohonan Pengujian Materiil Pasal 15 Ayat 2 Huruf H Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dimohonkan oleh : Kertayajasa
Hamengkubuwono, S.H,M.H sebagai PEMOHON

Dalam Perkara yang terdaftar dalam Buku Register Perkara Mahkamah


Konstitusi Nomor. 93/PUU-XV/2022

Semua keterangan lisan yang menyampaikan Pemerintah pada Sidang


Mahkamah Konstitusi tanggal 25 April 2022 merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari keterangan tertulis ini.

Selanjutnya perkenankan Pemerintah menyampaikan keterangan tertulis sebagai


berikut :

B. KETENTUAN PASAL 15 AYAT 2 HURUF H UNDANG-UNDANG


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN
KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG
MAHKAMAH KONSTITUSI YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN
TERHADAP UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945

Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian atas Pasal 15 Ayat (2) Huruf
h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
yang dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, Pasal 27 ayat (2), Pasal
28D ayat (1) UUD 1945, 28D ayat (2), serta Pasal 28C Ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa isi ketentuan Pasal 15 Ayat (2) Huruf
h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
adalah sebagai berikut:

Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi
syarat:
h.Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun
kecuali advokat; dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan MA, sedang
menjabat sebagai hakim tinggi atau sebagai hakim agung.

B.HAK DAN/ATAU KEWENANGAN KONSTITUSIONAL YANG DIANGGAP


PEMOHON TELAH DIRUGIKAN OLEH BERLAKUNYA PASAL 15 AYAT (2)
HURUF H UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN
2020 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Pemohon dalam permohonannya mengemukakan bahwa hak konstitusionalnya telah


dirugikan dalam dilanggar oleh berlakunya Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang pada intinya
Pemohon adalah seorang warga Negara Indonesia yang berprofesi sebagai advokat
yang telah berpengalaman selama kurang lebih 15 tahun yang mendaftar sebagai Hakim
Kosntitusi. Pemohon merasa dirugikan dengan pasal a quo dikarenakan pasal a quo
mengakibatkan pencalonan Pemohon

untuk mengajukan sebagai Hakim Konstitusi ditolak oleh oleh DPR dengan alasan
tidak sesuai dengan syarat pada Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi ” Mempunyai
pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun kecuali advokat;
dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan MA, sedang menjabat sebagai
hakim tinggi atau sebagai hakim agung” berakibat Pemohon tidak dapat mencalonkan
diri sebagai Hakim konstitusi dan sangat dirugikan akibat aturan tersebut. Pemohon
juga merasa hak konstitusionalnya telah dilanggar yaitu dengan menolak Pemohon
untuk menjadi Hakim Konstitusi dengan alasan tersebut mencerminkan perilaku tidak
profesional, berlaku diskriminatif, arogan, angkuh, bertindak berlebihan, tidak taat dan
paham hak konstitusional dan hak hukum khususnya profesi hakim konstitusi.

Bahwa pasal a quo dianggap bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 yang
berketentuan sebagai berikut:
Pasal 27 ayat 1
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
27 ayat (2)
“Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”
28D ayat (1)
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
28D ayat (2) UUD 1945
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja”

Bahwa berdasarkan permohonan Para Pemohon di atas, kami hendak menyampaikan


keterangan sebagai berikut:

C.KETERANGAN DPR RI
Pengujian Atas Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Terhadap UUD Tahun 1945
6) Bahwa negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat),tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat).Dan jika dikaitkan dengan
konsep negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD
NRI Tahun 1945), maka undang-undang merupakan hukum yang harus
dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap komponen masyarakat
termasuk didalamnya Pemohon dan juga negara dalam
menyelenggarakan negara dan pemerintahan. Gagasan negara hukum
yang dianut UUD NRI Tahun 1945 ini menegaskan adanya pengakuan
normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum (Supremacy of
Law) yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai
pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum (Supremacy of
Law) pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya
adalah konstitusi yang mencerminkan hukum tertinggi.
7) Bahwa penegasan pasal Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi khususnya pada frasa “kecuali advokat” telah diatur lebih
lanjut di dalam Pasal 17 Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi yang berbunyi:
Hakim konstitusi dilarang merangkap menjadi:
a. pejabat negara lainnya;
b. anggota partai politik;
c. pengusaha;
d. advokat; atau
e. pegawai negeri.
Oleh karena itu, sudah terbukti jelas bahwa seorang advokat yang dalam
kaitannya ini merupakan pekerjaan dari Pemohon tidak bisa menjadi
seorang Hakim Konstitusi dikarenakan profesi tersebut tidak bisa
merangkap menjadi seorang advokat sesuai ketentuan pasal di atas.
8) Bahwa menurut Pemohon berlakunya Pasal a quo tidak memberikan
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi
Para Pemohon. Atas dasar hal tersebut maka DPR RI menyatakan hal
tersebut merupakan pernyataan asumtif Pemohon. Terhadap dalil
Pemohon tersebut DPR RI berpandangan bahwa justru Pasal a quo
memberikan pengakuan, jaminan, dan perlindungan bagi Pemohon
untuk bisa tetap melanjutkan profesi advokatnya namun di luar ranah
lingkungan Hakim Konstitusi atau tidak sebagai Hakim Konstitusi
sesuai dengan Pasal 17 Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi.
9) Bahwa dalil-dalil kerugian konstitusional yang dikemukakan Pemohon
sama sekali tidak berhubungan dan bukan sebagai akibat dengan
berlakunya pasal a quo, karena pasal a quo berlaku untuk calon hakim
yang tidak memiliki profesi advokat dikarenakan sudah jelas bahwa
dalam frasa tersebut telah diperjelas dengan makna “kecuali” maka
profesi hakim konstitusi tidak diperuntukkan seseorang yang berprofesi
sebagai advokat
10) Bahwa berdasarkan uraian di atas, DPR RI berkesimpulan Pemohon
tidak memiliki dalil-dalil yang kuat untuk membuktikan kerugian yang
diterima oleh Pemohon serta alasan-alasan yang diutarakan dalam dalil
masih memiliki kekuatan yang lemah di mata hukum dikarenakan tidak
berdasar sehingga selayaknya permohonan Pemohon ditolak.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, DPR RI memohon agar kiranya, Ketua
Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut:

1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya;


2. Menerima keterangan DPR RI untuk seluruhnya;
3. Menyatakan kata kecuali advokat dalam ketentuan Pasal 15 Ayat (2) Huruf h
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi tidak bertentangan dengan UUD 1945
4. Menyatakan kata kecuali advokat dalam ketentuan Pasal 15 Ayat (2) Huruf h
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.

Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon
putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Demikian keterangan tertulis dari DPR RI kami sampaikan sebagai bahan


pertimbangan bagi Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengambil keputusan.

Jakarta, 25 April 2022

Kuasa Hukum
Presiden Republik Indonesia

Prinando Pahotton Manik, S.H.,M.H.

Anda mungkin juga menyukai