Nim : 19010000216
UTS : Praktek Peradilan Mahkamah Konstitusi
Dalam hal ini bertindak dan untuk atas nama sendiri memilih tempat kediaman hukum
(domicili) di kantor/tempat Kuasanya seperti diisebutkan dibawah ini, dengan ini
memberi kuasa penuh kepada :
Nama :
Prinando Pahotton Manik, S.H., M.H
Pekerjaan Advokat, NIA. 11.223451
----------------------------------------------KHUSUS---------------------------------------------
Untuk dan atas nama pemberi kuasa sebagai Pemohon untuk melakukan Pengujian
materill Pasal 15 ayat (2) Huruf H Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2020 Tentang
Perubahan ketiga Atas Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi
Pemberi Kuasa diberi hak untuk menghadap di muka Pengadilan Negeri, Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan lainnya yang berwenang, serta Badan - Badan Kehakiman lain,
Pejabat - pejabat sipil yang berkaitan dengan perkara tersebut, mengajukan
permohonan yang perlu, mengajukan dan menandatangani Gugatan, Replik,
Kesimpulan, perdamaian, mengajukan dan menerima jawaban, Duplik, saksi - saksi dan
bukti - bukti, mendengarakan putusan, mencabut perkara dari rol, menjalankan
perbuatan, perbuatan, atau memberikan keterangan - keterangan yang menurut hukum
harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa, menerima uangdan mendatangani
kuitansi - kuitansi, menerima dan melakukan pembayaran dalam perkara ini,
mempertahankan kepentingan pemberi kuasa, mengajukan banding, kasasi, meminta
eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan dan pada umumnya membuat
segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima Kuasa.
Surat Kuasa dan Kekuasaan ini dapat dialihkan kepada orang lain dengan hak substitusi
secara tegas dengan hak retensi dan seterusnya menurut hukum seperti yang
dimaksudkan dalam Pasal 182 KUHPerdata dan menurut syarat - syarat lainnya yang
ditetapkan dalam undang - undang.
Dengan Hormat,
Perkenalkanlah Saya :
Prinando Pahotton Manik, S.H., M.H.
Diatas adalah Advokat dan Pembela Hukum Publik, yang beralamat di Jalan Pattimura
Nomor 40, RT 21 / RW 11, Kelurahan Bojong Agung, Kecamatan Tanjung Duren,
Jakarta Barat, DKI Jakarta. Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Maret 2022
(Bukti P-1) dan Surat Kuasa Khusus tertanggal 16 April 2022 dalam hal ini bertindak
dengan sendirinya untuk dan atas nama :
1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan, “Kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi”;
2. Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji Undang - Undang terhadap Undang - Undang Dasar, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan Undang -
Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum”. Selanjutnya ayat (2) menyatakan, “Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang – Undang
Dasar”;
3. Bahwa berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut UU MK) menyatakan,
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk (a) menguji Undang - Undang terhadap
Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;
4. Bahwa dengan demikian Mahkamah Konstitusi berwenang untukmengadili
perkara pengujian frase “dan/atau sederajat” pada Pasal 15 ayat (2) huruf h
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi.
Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh
hukum dan peraturan perundang-undangan.
2. Bahwa berdasarkan poin (5) tersebut diatas, Hakim Mahkamah Konstitusi terdiri
dari 9 orang anggota hakim konstitusi, dan dalam pelaksanaan jabatannya
sebagaimana diatur pada Pasal 87 huruf b UndangUndang Nomor 7 Tahun 2020
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi:
Pasal 87 huruf (b)
Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang-Undang ini
diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang
ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun
selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas)
tahun.
3. Bahwa para Pemohon sebagai anak bangsa yang berprofesi sebagai advokat
(penegak hukum) memiliki cita-cita yang luhur untuk menjadi hakim Mahkamah
Konstitusi, namun demikian persyaratan untuk menjadi hakim Mahkamah
Konstitusi dan juga jumlah hakim Mahkamah Konstitusi yang sangat terbatas yaitu
9 orang hakim merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dan ditempuh oleh
Pemohon untuk menjadi hakim Mahkamah Konstitusi. Lebih lanjut, ketentuan
Pasal 87 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga
atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tentang
masa tugas hakim mahkamah konstitusi sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun, selama
keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (lima belas) tahun tanpa ada
pembatasan ataupun ataupun uji kelayakan, sedangkan pada Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa
Masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali
hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Atas dasar tersebut diatas Pasal
87 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berpotensi
merugikan para Pemohon.
4. Bahwa potensi kerugian Pemohon dengan berlakunya Pasal 87 huruf b Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang diuji pada
Permohonan ini, karena pemberlakukan Pasal yang diuji, dalam permohonan ini
telah menyebabkan hak konstitusional Pemohon atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dan hak konstitusional atas due
process of law sebagaimana diberikan oleh UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), dan Pasal
28D ayat (1) telah dirugikan;
D. PETITUM
Bahwa dari seluruh dalil - dalil yang diuraikan di atas dan bukti - bukti
terlampir, dengan ini Pemohon mohon kepada para Yang Mulia Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusional untuk kiranya berkenan memberikan putusan
sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Pengujian Undang-
Undang yang diajukan Para Pemohon.
2. Menyatakan materi muatan Pasal 15 ayat (2) huruf h Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang –
UndangRepublik Indonesia dengan UUD 1945.
3. Menyatakan materi muatan Pasal 15 Ayat (2) huruf h Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Udnag- Undang Republik
Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya.
5. Bilamana Majelis Hakim pada Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia mempunyai keputusan lain, mohon putusan yang seadil-
adilnya --- ex aequo et bono.
Hormat Saya,
Kuasa Hukum Pemohon
REPUBLIK INDONESIA
SURAT KUASA
NIP : 19010000216
KHUSUS
Untuk dan atas nama PEMBERI KUASA mewakili baik secara bersama - sama atau
sendiri - sendiri, sebagai pihak terkait DPR Nomor : 93/PUU-XV/2022 dalam adanya
Permohonan Pengujian materill Pasal 15 ayat (2) Huruf H Undang - Undang Nomor 7
Tahun 2020 Tentang Perubahan ketiga Atas Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi.
Untuk kepentingan dimaksud maka PENERIMA KUASA diberi kuasa untuk membuat,
menandatangani, dan mengajukan jawaban di Mahkamah Konstitusi dan instansi -
instansi lain terkait, mengajukan bukti - bukti, serta melakukan upaya - upaya hukum
lain yang bermanfaat bagi PEMBERI KUASA sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Perundang - Undangan.
Demikian Surat Kuasa ini dibuat dengan diberikan Hak Subtitusi baik sebagian
maupun keseluruhan dan untuk dapat dipergunakan sebagai mestinya.
Jakarta 21 April
Kepada Yth :
di-
Jakarta
Dengan Hormat,
Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian atas Pasal 15 Ayat (2) Huruf
h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
yang dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, Pasal 27 ayat (2), Pasal
28D ayat (1) UUD 1945, 28D ayat (2), serta Pasal 28C Ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa isi ketentuan Pasal 15 Ayat (2) Huruf
h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
adalah sebagai berikut:
Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi
syarat:
h.Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun
kecuali advokat; dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan MA, sedang
menjabat sebagai hakim tinggi atau sebagai hakim agung.
untuk mengajukan sebagai Hakim Konstitusi ditolak oleh oleh DPR dengan alasan
tidak sesuai dengan syarat pada Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi ” Mempunyai
pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun kecuali advokat;
dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan MA, sedang menjabat sebagai
hakim tinggi atau sebagai hakim agung” berakibat Pemohon tidak dapat mencalonkan
diri sebagai Hakim konstitusi dan sangat dirugikan akibat aturan tersebut. Pemohon
juga merasa hak konstitusionalnya telah dilanggar yaitu dengan menolak Pemohon
untuk menjadi Hakim Konstitusi dengan alasan tersebut mencerminkan perilaku tidak
profesional, berlaku diskriminatif, arogan, angkuh, bertindak berlebihan, tidak taat dan
paham hak konstitusional dan hak hukum khususnya profesi hakim konstitusi.
Bahwa pasal a quo dianggap bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 yang
berketentuan sebagai berikut:
Pasal 27 ayat 1
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
27 ayat (2)
“Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”
28D ayat (1)
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
28D ayat (2) UUD 1945
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja”
Bahwa berdasarkan permohonan Para Pemohon di atas, kami hendak menyampaikan
keterangan sebagai berikut:
C.KETERANGAN DPR RI
Pengujian Atas Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Terhadap UUD Tahun 1945
1) Bahwa negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat),tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat).Dan jika dikaitkan dengan
konsep negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD
NRI Tahun 1945), maka undang-undang merupakan hukum yang harus
dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap komponen masyarakat
termasuk didalamnya Pemohon dan juga negara dalam
menyelenggarakan negara dan pemerintahan. Gagasan negara hukum
yang dianut UUD NRI Tahun 1945 ini menegaskan adanya pengakuan
normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum (Supremacy of
Law) yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai
pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum (Supremacy of
Law) pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya
adalah konstitusi yang mencerminkan hukum tertinggi.
Hormat Saya
Kuasa Hukum
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
KHUSUS
Untuk dan atas nama PEMBERI KUASA mewakili baik secara bersama - sama atau
sendiri - sendiri, sebagai pihak terkait DPR Nomor : 93/PUU-XV/2022 dalam adanya
Permohonan Pengujian materill Pasal 15 ayat (2) Huruf H Undang - Undang Nomor 7
Tahun 2020 Tentang Perubahan ketiga Atas Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi.
Untuk kepentingan dimaksud maka PENERIMA KUASA diberi kuasa untuk membuat,
menandatangani, dan mengajukan jawaban di Mahkamah Konstitusi dan instansi -
instansi lain terkait, mengajukan bukti - bukti, serta melakukan upaya - upaya hukum
lain yang bermanfaat bagi PEMBERI KUASA sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Perundang - Undangan.
Demikian Surat Kuasa ini dibuat dengan diberikan Hak Subtitusi baik sebagian
maupun keseluruhan dan untuk dapat dipergunakan sebagai mestinya.
Prinando Pahotton M. S.H, M.H Prof. Yassona H. Laoly, S.H, M.Sc, Ph.D
KETERANGAN PEMERINTAH
ATAS
TERHADAP
Kepada Yth :
di-
Jakarta
Dengan Hormat,
Prinando Pahotton Manik, S.H.,M.H., Kementrian Dalam Negeri. Dalam hal ini
bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Tertanggal 22 April 2022, dan karena itu sah mewakili Pemerintah Republik
Indonesia
Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian atas Pasal 15 Ayat (2) Huruf
h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
yang dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, Pasal 27 ayat (2), Pasal
28D ayat (1) UUD 1945, 28D ayat (2), serta Pasal 28C Ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa isi ketentuan Pasal 15 Ayat (2) Huruf
h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
adalah sebagai berikut:
Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi
syarat:
h.Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun
kecuali advokat; dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan MA, sedang
menjabat sebagai hakim tinggi atau sebagai hakim agung.
untuk mengajukan sebagai Hakim Konstitusi ditolak oleh oleh DPR dengan alasan
tidak sesuai dengan syarat pada Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi ” Mempunyai
pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun kecuali advokat;
dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan MA, sedang menjabat sebagai
hakim tinggi atau sebagai hakim agung” berakibat Pemohon tidak dapat mencalonkan
diri sebagai Hakim konstitusi dan sangat dirugikan akibat aturan tersebut. Pemohon
juga merasa hak konstitusionalnya telah dilanggar yaitu dengan menolak Pemohon
untuk menjadi Hakim Konstitusi dengan alasan tersebut mencerminkan perilaku tidak
profesional, berlaku diskriminatif, arogan, angkuh, bertindak berlebihan, tidak taat dan
paham hak konstitusional dan hak hukum khususnya profesi hakim konstitusi.
Bahwa pasal a quo dianggap bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 yang
berketentuan sebagai berikut:
Pasal 27 ayat 1
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
27 ayat (2)
“Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”
28D ayat (1)
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
28D ayat (2) UUD 1945
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja”
C.KETERANGAN DPR RI
Pengujian Atas Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Terhadap UUD Tahun 1945
6) Bahwa negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat),tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat).Dan jika dikaitkan dengan
konsep negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD
NRI Tahun 1945), maka undang-undang merupakan hukum yang harus
dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap komponen masyarakat
termasuk didalamnya Pemohon dan juga negara dalam
menyelenggarakan negara dan pemerintahan. Gagasan negara hukum
yang dianut UUD NRI Tahun 1945 ini menegaskan adanya pengakuan
normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum (Supremacy of
Law) yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai
pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum (Supremacy of
Law) pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya
adalah konstitusi yang mencerminkan hukum tertinggi.
7) Bahwa penegasan pasal Pasal 15 Ayat (2) Huruf h Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi khususnya pada frasa “kecuali advokat” telah diatur lebih
lanjut di dalam Pasal 17 Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi yang berbunyi:
Hakim konstitusi dilarang merangkap menjadi:
a. pejabat negara lainnya;
b. anggota partai politik;
c. pengusaha;
d. advokat; atau
e. pegawai negeri.
Oleh karena itu, sudah terbukti jelas bahwa seorang advokat yang dalam
kaitannya ini merupakan pekerjaan dari Pemohon tidak bisa menjadi
seorang Hakim Konstitusi dikarenakan profesi tersebut tidak bisa
merangkap menjadi seorang advokat sesuai ketentuan pasal di atas.
8) Bahwa menurut Pemohon berlakunya Pasal a quo tidak memberikan
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi
Para Pemohon. Atas dasar hal tersebut maka DPR RI menyatakan hal
tersebut merupakan pernyataan asumtif Pemohon. Terhadap dalil
Pemohon tersebut DPR RI berpandangan bahwa justru Pasal a quo
memberikan pengakuan, jaminan, dan perlindungan bagi Pemohon
untuk bisa tetap melanjutkan profesi advokatnya namun di luar ranah
lingkungan Hakim Konstitusi atau tidak sebagai Hakim Konstitusi
sesuai dengan Pasal 17 Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi.
9) Bahwa dalil-dalil kerugian konstitusional yang dikemukakan Pemohon
sama sekali tidak berhubungan dan bukan sebagai akibat dengan
berlakunya pasal a quo, karena pasal a quo berlaku untuk calon hakim
yang tidak memiliki profesi advokat dikarenakan sudah jelas bahwa
dalam frasa tersebut telah diperjelas dengan makna “kecuali” maka
profesi hakim konstitusi tidak diperuntukkan seseorang yang berprofesi
sebagai advokat
10) Bahwa berdasarkan uraian di atas, DPR RI berkesimpulan Pemohon
tidak memiliki dalil-dalil yang kuat untuk membuktikan kerugian yang
diterima oleh Pemohon serta alasan-alasan yang diutarakan dalam dalil
masih memiliki kekuatan yang lemah di mata hukum dikarenakan tidak
berdasar sehingga selayaknya permohonan Pemohon ditolak.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, DPR RI memohon agar kiranya, Ketua
Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut:
Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon
putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Kuasa Hukum
Presiden Republik Indonesia