Anda di halaman 1dari 6

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA
Terhadap
Perkara Pengujian Formil Pasal 169 huruf q Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
MAHKAMAH KONSTITUSI

Nomor: 145/PUU-XXI/2023

Medan, 08 Maret 2024

Kepada Yth:
MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

DI-

JAKARTA

Dengan Hormat,

Berdasarkan kuasa pimpinan DPR-RI Nomor HK.00/3381/DPR RI/2004 tanggal 7 Juli 2004, kami
yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Adenin,SH;
2. Husnul Khotimah,SH
3. Aulia Nurdin,SH
4. DwiRiaLatifa,SH
5. M.AkilMochtar,SH,MH
6. H.PatrialisAkbar,SH;
7. Nazwa Sakinah Putri, S.H
8. H.ZainBadjeber,SH.

Bertindak untuk dan atas nama DPR-RI memberikan keterangan terhadap Perkara Pengujian Formil
Pasal 169 huruf q Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi Nomor
145/PUU-XXI/2023 oleh:

1. Denny Indrayana
Pekerjaan : Pengacara
Alamat : Jalan A. Yani Km.36, Gang Purnama No.4, RT 001/RW 006,
Kelurahan Komet, Kecamatan Banjarbaru Utara, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan
Selatan
2. Zainal Arifin Mochtar
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Alamat : Perum Dayu Permai No. B.99, RT 007/RW 040, Desa Sinduharjo, Kecamatan
Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta

I. MENGENAI SYARAT PERMOHONAN

1. Hak dan/atau kewenangan Konstitusional Pemohon:

a) Bahwa permohonan diajukan untuk melaksanakan hak

konstitusional yang dijamin dalam Pasal 28C ayat (1); ayat (2);

dan Pasal 28D ayat (1); (3) UUD 1945;

b) Bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa Pemohon adalah pihak yang
menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 , yaitu:

1) perorangan warga negara Indonesia;

2) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan


sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang;

3) badan hukum publik atau privat; atau;

4) lembaga Negara.

c) Bahwa para pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia, yang berstatus sebagai
Pegawai Negeri Sipil (setidak-tidaknya Pemohon I berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 20358/A2.IV.I/C/1994 jo. Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayan RI No. 045/Kop.VII/C.I/1996), karenanya adalah patut dan layak
secara hukum agar pemohon mengacu pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
untuk mengajukan pengujian Pasal 31 Undang-undang No. 18 Tahun 2003 terhadap UUD
1945;

2. Syarat Formalitas Permohonan:

a) Bahwa permohonan Pemohon tidak menguraikan dengan jelas tentang hak hak konstitusional
yang dilanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf b UU Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
b) Bahwa permohonan Pemohon mengenai Pasal yang mengatakan bahwa Pasal 31 Undang-
undang No. 18 Tahun 2003 adalah bukan hak konstitusional yang menjadi kewenangan
Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) Undang-undang No. 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;

Berdasarkan uraian di atas permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 UU Nomor 24 Tahun 2003 karenanya permohonan Pemohon harus dinyatakan tidak
dapat diterima.

II. MENGENAI POKOK MATERI PERMOHONAN

1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan:

Pasal 24 ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan

badan peradilan yang di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi


2. Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan:

Pasal 24 C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan Lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan
tentang Pemilihan Umum.

3. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Mahkamah Konstitusi mempunyai


kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 (judicial
review), demikian pula berdasarkan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2020 (UU MK) [Bukti P-6], menegaskan hal serupa, yaitu
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final, antara lain “...menguji undang-undang terhadap UUD 1945”.

4. Bahwa kemudian Pasal 29 ayat (1) huruf a Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 9 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan (UU
PUU) [Bukti P-7] yang menyatakan:

Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Kekuasaan Kehakiman

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

Pasal 9 ayat (1) UU PUU

Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang- Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah
Konstitusi.

Ketentuan ini semakin mempertegas kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai satu-satunya


lembaga yang berwenang untuk menguji konstitusionalitas suatu UU terhadap UUD 1945.
5. Bahwa dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang
Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 2/2021) [Bukti P-8] diatur:

Pasal 2 ayat (3) PMK 2/2021

Pengujian formil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pengujian terhadap
proses pembentukan undang-undang atau Perppu yang tidak memenuhi ketentuan
pembentukan undang-undang atau Perppu sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

6. Bahwa pengujian terhadap sebuah pasal dalam undang-undang yang telah dimaknai oleh MK
melalui putusannya juga merupakan sebuah hal yang lazim dilakukan. Hal ini sebagaimana
pernah terjadi dalam Putusan Nomor 141/PUU-XXI/2023, dimana objek permohonannya
adalah Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dibuat oleh MK melalui Putusan 90/PUU-
XXI/2023. Pembedanya hanya dalam Perkara 141/PUU-XXI/2023 menggunakan metode uji
materil. Sementara perkara ini adalah uji formil. Atas objek pasal yang demikian, MK dalam
pertimbangan hukumnya menyatakan berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara. [Vide halaman 28, angka 3.1 Putusan 141/PUU-XXI/2023].

Selain itu juga terdapat Putusan 37/PUU-XXI/2023 di mana permohonan tersebut menguji
Pasal Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 47 UU 7/2020 serta Pasal 40A UU 11/2021 Sebagaimana
telah dimaknai dalam Putusan No. 70/PUU- XX/2022. Atas permohonan ini juga MK
menyatakan berwenang mengadili perkara tersebut.

7. Bahwa MK memiliki 2 (dua) fungsi peraturan perundang-undangan yakni sebagai:

negative legislature, dalam hal MK menyatakan sebuah norma dalam Undang-Undang


bertentangan dengan UUD1945; dan/atau positive legislature, dalam hal MK menyatakan
konstitusional atau inkonstitusional sebuah norma dengan cara membuat norma baru.
Biasanya hal ini dilakukan dengan memaknai pasal tertentu dalam undang-undang atau pasal
yang diuji.

Dalam hal Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dibuat oleh MK melalui Putusan
90/PUU-XXI/2023, MK sedang mendudukan dirinya sebagai positive legislature, yakni
membentuk sebuah norma Undang-Undang melalui produk putusan. Oleh karena itu, segala
ketentuan mengenai formalitas pembentukan Putusan a quo harus dinyatakan berlaku
sebagaimana ketentuan mengenai formalitas pembentukan Undang-Undang itu sendiri.
Tim Kuasa
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Menghadapi Persidangan di
Mahkamah Konstitusi

A. Teras Narang, SH SH Hamdan Zoelva, SH

No. Anggota A No. Anggota A-265

H.M. Sjaiful Rachman, S.H Dwi Ria Latifa, S.H

No. Anggota A-23 No. Anggota A-112

M. Akil Mochtar, SH, MH H. Patris Akbar, SH

No. Anggota A-348 No. Anggota A-223

Anda mungkin juga menyukai