Anda di halaman 1dari 6

Depok, 4 November 2022

Yth. Ketua mahkamah Konstitusi

Jalan Merdeka Barat Nomor 6

Di Jakarta Pusat

Dengan Hormat,

Perkenankanlah kami:

Sherilyn Gaby Alcynia, S.H., Mutiara Permata, S.H., dan I Dewa Putu Rangga
Pandyawira, S.H., M.H.

Kesemuanya adalah advokat dan Pembela Hukum Publik dari Lembaga Bantuan Hukum
Fakultas Hukum Universitas Indonesia beralamat di Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota
Depok, Jawa Barat 16424, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 4 November 2022,
dalam hal ini bertindak bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama:

1. Nama : Sherilyn Gaby Alcynia


Jabatan : Ketua LSM Lentera Anyer dan Jakarta
Alamat : Jalan Joni 15 Blok RD 2 Nomor 3, Ciputat, Tangerang Kota, Banten.

Bertindak untuk dan atas nama Yayasan Bina Negeri;


Untuk selanjutnya disebut sebagai ………………………………… PEMOHON 1;

2. Nama : Mutiara Permata Rajagukguk


Jabatan : Ketua LBH
Alamat : Jalan Bungur No 89, Cibubur, Jakarta Timur, DKI Jakarta.

Bertindak untuk dan atas nama Yayasan Bina Negeri;


Untuk selanjutnya disebut sebagai ………………………………… PEMOHON II;
3. Nama : I Dewa Putu Rangga Pandyawira Nugraha
Jabatan : Sekretaris Jenderal LSM
Alamat : Jalan Imam Mahdi No 15, Carita, Pandeglang, Banten.

Bertindak untuk dan atas nama Yayasan Bina Negeri;


Untuk selanjutnya disebut sebagai ………………………………… PEMOHON III;

Untuk selanjutnya secara keseluruhan Pemohon tersebut disebut sebagai PARA


PEMOHON;

Para Pemohon dengan ini mengajukan permohonan pengujian Pasal 27C Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2022 tentang (sebutkan peraturan perundang-undangan yang hendak
dimohonkan pengujian) perubahan keempat atas undang-undang nomor 24 tahun 2003
tentang mahkamah konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945).

I. KEWENANGAN MAHKAMAH
1. Bahwa Pasal 24 (1) ayat (1) huruf a Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1045 (UUD 1945), Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU
MK), dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman (UU 48/2009), yang menyatakan sebagai
berikut:

Pasal 24 (1) ayat (1) UUD 1945:

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan


terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar..”

Pasal 10 ayat (1) huruf a UU MK:

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan


terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945".

Pasal 29 ayat (1) huruf a UU 48/2009:

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan


terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945".

2. Bahwa permohonan Pemohon a quo adalah permohonan pengujian


konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi terhadap UUD 1945. Dengan demikian, Mahkamah berwenang
mengadili permohonan a quo.

II. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON


1. Bahwa berdasarkan Pasal Bahwa Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi beserta Penjelasannya, yang
dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945
adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang
diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama);
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang mash hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam Undang-Undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.
2. Bahwa sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal. 31
Mei 2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20
September 2007, serta putusan-putusan selanjutnya, Mahkamah berpendirian bahwa
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
harus memenuhi lima syarat, yaitu:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh
UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap
dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual
atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat
dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi
terjadi.
3. Bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merasa hak
konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Pasal 27C Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2022 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi.
4. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, menurut Pemohon terdapat kerugian hak
konstitusional Pemohon dengan berlakunya Pasal 27C Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2022 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, Pemohon memenuhi syarat
kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo;

III. ALASAN PERMOHONAN (posita):

PASAL 27C UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2022 TENTANG


PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN
2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI BERTENTANGAN DENGAN
PASAL 24 (1) UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945
1. Bahwa Pasal 27C UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan
dengan Pasal 24 (1) UUD NRI 1945;
2. Bahwa Pasal 24 (1) UUD NRI 1945 menyatakan, “(1) Kekuasaan Kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan,”;
3. Bahwa pernyataan Pasal 27C ayat (1) dan (2) UU Nomor 11 Tahun 2022, menurut
Jimly Ashiddiqie, menganggu independence of judiciary dengan diadakannya sistem
evaluasi setiap 5 (lima) tahun maupun sewaktu-waktu, yang bertentangan dengan ciri
negara hukum modern yang memiliki peradilan yang independen.
4. Bahwa selanjutnya, bunyi Pasal 27C UU Nomor 11 Tahun 2022 yang berbunyi
“Selain evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), evaluasi juga dapat dilakukan
sewaktu- waktu berdasarkan pengaduan atau laporan dari masyarakat kepada
lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)”
merupakan upaya mengendalikan dan membatasi kekuasaan kehakiman melalui
mekanisme evaluasi hakim Mahkamah Konstitusi, yang bertentangan dengan prinsip
yang dituang dalam Pasal 24 (1) UUD 1945 yang menjadikan Mahkamah Konstitusi
sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka. menurut pemohon, pasal 27C UU
Nomor 11 Tahun 2022 dapat mengurangi kemerdekaan kekuasaan Mahkamah
Konstitusi untuk menyelenggarakan keadilan. Dengan diperbolehkannya evaluasi
sewaktu-waktu, pemohon beranggapan bahwa Lembaga Negara sebagaimana disebut
dalam pasal 18 ayat (1) dapat memanfaatkan hal tersebut untuk menghambat kinerja
Mahkamah Konstitusi dalam mengeksekusi kemerdekaan kekuasaanya. Dengan
dihambatnya kekuasaan hakim dalam Mahkamah Konstitusi, maka pemohon
beranggapan bahwa Hakim Konstitusi tidak dapat melaksanakan kekuasaan dan
kewenanganya sebagaimana mestinya yang sudah tercantum dalam UUD NRI 1945.
5. Bahwa berdasarkan hal tersebut, Pasal 27C (1) UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang
Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi, yang berbunyi “(1) Hakim konstitusi yang sedang menjabat dievaluasi
setiap 5 (lima) tahun sejak tanggal pengangkatannya oleh masing-masing lembaga
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)” Menurut
Pemohon, Pasal 27C (1) UU Nomor 11 Tahun 2022 dapat menimbulkan
ketidakseimbangan kekuasaan hukum karena lembaga lain diberi kewenangan untuk
mengganggu independensi Mahkamah Konstitusi, sehingga mengambil alih hak
konstitusional Mahkamah Konstitusi.

IV. PETITUM
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Pasal 27C UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan
dengan undang undang dasar negara republik indonesia tahun 1945;
3. Pasal 27C UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat;
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara republik indonesia
sebagaimana mestinya.

Bilamana Majelis Hakim pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai


keputusan lain, mohon putusan yang seadil-adilnya— ex aequo et bono.

Hormat kami,
Pemohon/Kuasa Hukum Pemohon,
1. Sherilyn Gaby Alcynia
2. Mutiara Permata
3. I Dewa Putu Rangga Pandyawira

Anda mungkin juga menyukai