Anda di halaman 1dari 30

PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM

PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN


The Dinasty of Khulafaur Rasyidin

PENDAHULUAN

A.      Pengertian Khulafa Ar-Rasidin


Kata  Khulafa Ar-Rasyidin berasal dari bahasa Arab yang terdiri
dari kata khulafa dan rasyidin. Kata khulafa menunjukkan banyak
khalifah, yang mempunyai arti pemimpin dalam arti orang yang
mengganti kedudukan Rasulullah SAW sesudah wafat untuk
melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang
menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batasnya dalam
melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam. Dalam arti lain
Al-khulafa merupakan pemimpin islam dari kalangan sahabat,
pasca Rasulullah SAW wafat.
Adapun kata Rasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi,
khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpin yang bijaksana
sesudah Nabi Muhammad wafat. Para Khulafa Ar-Rasyidin itu
adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka itu terdiri dari
para sahabat Nabi Muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan
baik adapun sifat-sifat yang dimiliki Khulafaur Rasyidin sebagai
berikut:
       1.       Arif dan bijaksana
       2.       Berilmu yang luas dan mendalam
       3.       Berani bertindak
       4.       Berkemauan yang keras
       5.       Berwibawa
       6.       Belas kasihan dan kasih sayang
       7.       Berilmu agama yang amat luas serta melaksanakan hukum-
hukum Islam.
Dalam sejarah Islam, empat orang pengganti Nabi yang
pertama adalah para pemimpin yang adil dan benar. Mereka
menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari sang
Guru Agung bagi kemajuan Islam bagi kemajuan Islam dan
umatnya. Karena itu gelar “yang mendapat bimbingan dijalan
lurus” (al-khulafa ar-rasyidin) diberikan pada mereka.[1]
Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan
keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat
Islam. Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut
berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap
tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi
Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan
berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini bahwa
Muhammad dengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-
4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan
meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam.
Sahabat yang disebut Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat
orang khalifah yaitu Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khatab,
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
B.            Peradaban Islam pada Masa Khalifah Abu Bakar As-
Shidiq (11–13 H /632–634 M)
Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafah
bin Utsman bin Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin
Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Qurasyi. Di zaman pra-
Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi
Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama (orang
yang paling awal) masuk Islam. Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya
karena ia dengan segera membenarkan Nabi dalam berbagai
peristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj. Abu Bakar memangku jabatan
khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya
terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang
muncul akibat wafatnya Nabi.[2] Abu Bakar memangku jabatan
khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya
terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang
muncul akibat wafatnya Nabi.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai
Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa
al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan
kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang
dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi
kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam
memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-
hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang
selalu berdiri diatas kebenaran.
Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka
Islam segera bermusyawarah  untuk  mencari  pengganti 
Rasulullah  SAW.  Setelah  terjadi  perdebatan sengit antara kaum
Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah sahabat Abu
Bakar sebagai Khalifah, artinya pengganti Rasul SAW yang
kemudian disingkat menjadi Khalifah atau Amirul Mu’minin.
Keputusan Rasulullah SAW yang tidak menunjuk
penggantinya sebelum beliau wafat dan menyerahkan pada forum
musyawarah para sahabat merupakan produk budaya Islam yang
mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negara dan
pemerintah secara bijaksana dan demokratis.[3] Terpilihnya Abu
Bakar sebagai Khalifah yang pertama dalam ketatanegaraan Islam
merupakan salah satu refleksi dari konsep politik Islam.
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami
dari pidato Abu Bakar ketika ia diangkat menjadi khalifah. Secara
lengkap, isi pidatonya sebagai berikut:[4]
“Wahai manusia! Sungguh aku telah memangku jabatan yang
kamu percayakan, padahal aku bukan orang yang terbaik di antara
kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik maka
bantulah aku, dan jika aku berbuat salah maka luruskanlah aku.
Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu
pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kamu adalah orang
kuat bagiku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat di
antara kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya,
Insya Allah. Janganlah salah seorang dari kamu meninggalkan
jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad
maka Allah akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan.
Patuhlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Jika aku tidak menaati Allah dan Rasul-Nya, sekali-kali janganlah
kamu menaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati
kamu.”
Ucapan pertama ketika dibai’at ini menunjukkan garis besar
politik dan kebijaksanaan Abu Bakar r.a. dalam pemerintahan. Di
dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, menuntut
ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan dan mendorong masyarakat
berjihad serta shalat sebagai intisari ketakwaannya. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu Bakar melanjutkan
kepemimpinan sebelumnya, baik kebijaksanaan dalam kenegaraan
maupun pengurusan terhadap agama.
Abu bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam
dalam keadaan kritis dan gawat, yaitu timbulnya perpecahan,
munculnya para nabi palsu dan terjadinya berbagai pemberontak
yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Memang
pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama
(musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang
menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap
sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi
bahwa Islam telah berakhir.
Abu Bakar bukan hanya dikatakan sebagai Khalifah, namun
juga sebagai penyelamat Islam dari kehancuran karena beliau telah
berhasil mengembalikan ummat Islam yang telah bercerai berai
setelah wafatnya Rasulullah SAW. Disamping itu beliau juga
berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam. Jadi dapat
disimpulkan bahwa letak peradaban pada masa Abu Bakar adalah
dalam masalah agama (penyelamat dan penegak agama Islam dari 
kehancuran  serta  perluasan  wilayah)  melalui  sistem 
pemerintahan  (kekhalifahan) Islam.
Akan tetapi konsep kekhalifahan dikalangan Syi’ah masih
ditentang. Menurut Syi’ah kekhalifahan adalah warisan terhadap
Ali dan kerabatnya, bukan pemilihan sebagaimana terjadi pada Abu
Bakar. Terlepas dari perbedaan  interpretasi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa konsep kekhalifan adalah produk budaya di
bidang politik yang orisinil dari peradaban Islam. Sebab ketika itu
tidak ada lembaga manapun yang memakai konsep kekhalifan.
Menurut Fachruddin, Abu Bakar terpilih untuk memimpim
kaum Muslimin setelah Rasulullah disebabkan beberapa hal:
       1.       Dekat dengan Rasulullah baik dari ilmunya maupun
persahabatannya.
       2.       Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah.
       3.       Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As–
Siddiq, orang yang sangat dipercaya.
       4.       Seorang yang dermawan.
       5.       Abu Bakar adalah sahabat yang diperintah Rasulullah SAW
menjadi Imam Shalat jama’ah.
       6.       Abu  Bakar  adalah  termasuk  orang  yang  pertama 
memeluk  Islam.[5]
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi)
merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas
kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat
Islam. Denga terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka
mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai
pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun
sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan
Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah,
Abu Bakar   selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.
Dalam pemerintahannya Abu Bakar memiliki tipologi
kebijakan yang sangat baik diantaranya:[6]
       1.       Kebijaksanaan pengurusan terhadap agama
Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman
yang datang dari umat Islam yang menentang kepemimpinannya.
Di antara perbuatan ingkar tersebut ialah timbulnya orang-orang
yang murtad, orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat,
orang-orang yang mengaku menjadi Nabi, dan pemberontakan dari
beberapa kabilah.
Ketika Rasulullah SAW wafat, maka banyak orang Arab yang
kembali murtad. Seiring dengan itu, banyak pula utusan orang-
orang Arab berdatangan ke Madinah mengakui kewajiban sholat
namun mengingkari kewajiban zakat. Abu Bakar bersikap tegas
kepada mereka, dan merekapun ditumpasnya. Melihat hal ini, Umar
pun berkata: “Akhirnya aku sadari bahwa Allah telah melapangkan
hati Abu Bakar untuk memerangi mereka dan aku yakin itulah yang
benar”.
Di samping banyak umat yang murtad dan menolak bayar
zakat, ada pula beberapa orang yang mengaku menjadi nabi,
diantaranya yang paling berpengaruh adalah Musailamah Al-
Kadzab. Ia memiliki pengikut mencapai 40.000 personil dari
kalangan Bani Hanifah. Abu Bakar mengirim pasukan yang
dipimpin Khalid bin Walid untuk menumpas mereka. Dalam perang
Yamamah yang hebat, Khalid bin Walid memperoleh kemenangan
yang besar.
Di samping itu, Jasa Abu Bakar yang abadi ialah atas usulan
Umar, ia berhasil membukukan al-Qur’an dalam satuan mushaf,
sebab setelah banyak penghafal al-Qur’an gugur dalam
perang Riddah di Yamamah. Oleh karena itu, khalifah menugaskan
Zaid ibn Tsabit untuk membukukan al-Qur’an dibantu oleh Ali ibn
Abi Thalib. Naskah tersebut terkenal dengan naskah Hafsah yang
selanjutnya pada masa khalifah Usman membukukan al-Qur’an
berdasarkan mushaf itu, kemudian terkenal dengan Mushaf Utsmani
yang sampai sekarang masih murni menjadi pegangan kaum
muslim tanpa ada perubahan atau pemalsuan.
       2.       Kebijaksanaan politik kenegaraan
Di antara kebijakan politik Abu Bakar yang cukup menonjol
adalah melanjutkan ekspedisi pasukan Usamah. Sebelum
Rasulullah SAW. wafat, beliau telah memerintahkan sepasukan
perang yang dipimpin oleh seorang anak muda, Usamah, untuk
berjalan menuju tanah Al-Balqa yang berada di Syam, persisnya di
tempat terbunuhnya Zaid bin Haritsah, Ja’far dan Ibnu Rawahah.
Namun di tengah perjalanan terdengar berita wafatnya Rosulullah
SAW, sehingga pasukan tersebut kembali ke kota Madinah.
Begitu Abu Bakar menjadi kholifah, maka ekspedisi ini
dilanjutkan kembali. Semula banyak sahabat yang mengusulkan
termasuk Umar bin Khattab, agar ekspedisi ini ditunda mengingat
banyaknya persoalan di kota Madinah. Namun Abu Bakar tetap
pada pendiriannya. Ternyata berangkatnya pasukan Usamah
membawa kemaslahatan besar waktu itu. Disamping pulang dengan
membawa kemenangan, juga sekaligus telah menimbulkan
kegentaran besar pada perkampungan Arab yang dilewati sehingga
tidak berani memberontak.
Setelah berhasil melakukan ekspedisi pasukan Usamah, Abu
Bakar meyakinkan kesungguhannya untuk menaklukkan negeri
Iraq, pada periode ini merupakan langkah awal menaklukkan
wilayah-wilayah timur pada masa khulafaur rasyidin berikutnya.
Dan pada periode perdana ini pasukan dipimpin oleh Panglima
Perang Khalid bin Wahid.
Sedang diantara kebijaksanaan Abu Bakar dalam
pemerintahan atau kenegaraan, diuraikan oleh Suyuthi Pulungan,
sebagai berikut:[7]
a.      Bidang Eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah
ataupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali
bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai
sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan.
b.        Bidang Pertanahan dan Keamanan
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah
ataupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali
bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai
sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan.
c.         Bidang Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama
masa pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan
yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini didorong atas kemampuan
dan sifat Umar, dan masyarakat pada waktu itu dikenal ‘alim.
       3.       Kebijaksanaan Bidang Sosial Ekonomi
Faktor keberhasilan Abu Bakar dalam membangun pranata
sosial di bidang ekonomi tidak lepas dari faktor politik dan
pertahanan keamanan, Keberhasilan tersebut tidak pula lepas dari
sikap keterbukaannya, yaitu memberikan hak dan kesempatan yang
sama kepada tokoh-tokoh sahabat untuk ikut membicarakan
berbagai masalah sebelum ia mengambil keputusan melalui forum
musyawarah sebagai lembaga legislatif. Hal ini mendorong para
tokoh sahabat khususnya dan umat Islam umumnya, berpartisipasi
aktif untuk melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.
Dalam usaha meningkatkan kesejahteraan umat Islam, Khalifah
Abu Bakar ash-Shiddiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi
seperti yang telah dipraktikkan Rasulullah SAW. Ia sangat
memerhatikan keakuratan penghitungan zakat sehingga tidak terjadi
kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Abu Bakar pernah
berkata kepada Anas, “Jika seseorang mempunyai kewajiban untuk
membayar zakat berupa seekor unta betina berumur 1 tahun, tetapi
dia tidak mempunyainya lalu menawarkan seekor unta betina
berumur 2 tahun, hal seperti itu dapat diterima dan petugas zakat
akan mengembalikan kepada orang tersebut sebanyak 20 dirham
atau 2 ekor domba sebagai kelebihan dari pembayaran zakatnya.
Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan
negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung
didistribusikan seluruhnya  kepada kaum  muslim hingga tidak ada
yang tersisa. Selain dari dana zakat, di dalam Baitul Mal dikelola
harta benda yang didapat dari infak, sedekah, ghanimah dan lain-
lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai
negara dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang
ada.[8]
Dalam kegiatan ekonominya, setiap hari mereka disibukkan
sengan persoalan air dan rumput. Pada hari ke-dua Setelah
pengangkatannya sebagai khafilah, Abu Bakar membawa bahan-
bahan pakaian dagangan di atas pundaknya dan pergi untuk
menjualnya. Salah satu aspek penting perekonomian arab pra-islam
adalah pertanian. Perdagangan adalah unsur penting dalam
perekonomian arab. Komoditas exspor arab selatan dan yaman
adalah dupa, kemenyan, kopi, gaharo, minyak wangi, kulit
binatang, buah kismis, anggur dan lainnya. lomoditas yang mereka
impor dari dari afrika timur antara lain: kayu untuk bangunan, bulu
burung unta, lantakan logam mulia dan badak. dari asia selatan dan
cina berupa daging, batu mulia, sutra, pakaian, pedang, rempah-
rempah. sedangkan dari negara teluk Persia mereka mengimpor
intan.
Sebelum wafat, khalifah Abu Bakar berwasiat, sebagai
pengantinya kelak, beliau menunjuk Umar bin Khatab. Penunjukan
ini dilakukan setelah beliau bermusyawarah dan meminta pendapat
dari sahabat senior, seperti utsman bin Affan, Abdurrahman bin
Auf, da beberapa sahabat yang lain.
Setelah 15 hari menderita penyakut, Khalifah Abu Bakar ash-
Shiddinq wafat pada 21 Jumadil Akhir tahun 13 H, bertepatan
tanggal 22 Agustus tahun 634 M. Beliau memerintah selama 2
tahun 3 bulan 10 hari, dan dikebumikan di kamar Aisyah, di
samping sahabatnya yang mulia, Nabi Muhammad SAW.

C.           Peradaban Islam pada Masa Khalifah Umar bin Khatab


(13-23 H/634 - 644 M)
Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khathab
bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin
razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay, adalah khalifah kedua yang
menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar bin Khattab lahir di
Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari
Rasulullah. Umar juga termasuk keluarga dari keturunan Bani Suku
Ady (Bani Ady). Suku yang sangat terpandang dan berkedudukan
tinggi dikalangan orang-orang Qurais sebelum Islam.
Umar memiliki postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya
keras, pemberani dan tidak mengenal gentar, pandai berkelahi,
siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut.
Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan
hal-hal yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tutur bahasanya
halus dan bicaranya fasih. Umar bin Khatthab adalah salah satu
sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad SAW.
Peranan Umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan
yang paling menonjol kerena perluasan wilayahnya, disamping
kebijakan-kebijakan politiknya yang lain.
Dalam banyak hal Umar bin Khattab dikenal sebagai tokoh
yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius. Beberapa
keunggulan yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin
dihormati di kalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Qurais
memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan
kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.
Umar bin Khattab adalah khalifah ke-2 dalam sejarah Islam.
Pengangkatan Umar bukan berdasarkan konsensus tetapi
berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Hal ini
tidak menimbulkan pertentangan berarti di kalangan umat islam
saat itu karena umat Muslim sangat mengenal Umar sebagai orang
yang paling dekat dan paling setia membela ajaran Islam. Hanya
segelintir kaum, yang kelak menjadi golongan Syi'ah, yang tetap
berpendapat bahwa seharusnya Ali yang menjadi khalifah. Umar
memerintah selama sepuluh tahun dari tahun 634 hingga 644.[9]
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat,
ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian
mengangkat Umar bin Khatthab sebagai penggantinya dengan
maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan
perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar
tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-
ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah
(pengganti dariRasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir
al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).
Peranan Umar dalam sejarah Islam pada masa permulaan
tampak paling menonjol diantaranya yaitu:[10]
1.                Penyebaran Agama
Khalifah Umar memiliki peranan yang sangat menonjol salah
satunya karena perluasan wilayahnya, di samping kebijakan-
kebijakan politiknya yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran
pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang diakui
kebenarannya oleh para sejarawan. Bahkan, ada yang mengatakan,
kalau tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada
masa Umar, Islam belum akan tersebar seperti sekarang.
Sebagaimana Rasulullah SAW dan Abu Bakar, Khalifah Umar
juga sangat condong menanamkan semangat demokrasi secara
intensif di kalangan rakyat, para pemuka masyarakat, dan para
pejabat atau para administrator pemerintahan. Ia selalu mengadakan
musyawarah dengan rakyat untuk memecahkan masalah-masalah
umum dan kenegaraan yang dihadapi. Ia tidak bertindak sewenang-
wenang dan memutukan suatu urusan tanpa mengikutsertakan
warga negara, baik warga negara muslim maupun warga negara
non-muslim.
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah
kekuasaan) pertama terjadi di ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun
635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di
pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah
kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi
diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr bin 'Ash dan ke Irak
di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash. Iskandariah
(Alexandria), ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan
demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada
tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-
Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul
dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar
R.a., wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia,
Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
2.                Perkembangan Politik
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera
mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang
sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan
diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria,
Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen
yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan
ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan
didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan
lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban,
akademi kemiliteran dibentuk. Umar bin Khattab adalah khalifah
yang pertama kali membentuk tentara resmi. Demikian pula
jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal,
menempa mata uang, membuat tahun hijriah, membuat undang-
undang perpajakan, membuat sekretariat, menentukan gaji tetap,
menempatkan para godhi, membagi-bagi wilayah yang ditaklukkan
menjadi beberapa gubernuran (propinsi) dan ada majlis syura.
3.                Perkembangan Ekonomi
Pada masa ini mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran
gaji dan pajak tanah. Umar juga mendirikan Baital-Mal, menempa
mata uang, dan membuat tahun hijriah. Dan menghapuskan zakat
bagi para Mu’allaf. Ada beberapa kemajuan dibidang ekonomi
antara lain :
1)        Al kharaj, kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan
segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah
peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya
semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (Al
kharaj).
2)        Ghanimah, semua harta rampasan perang (ghanimah),
dimasukkan kedalam Baitul Maal Sebagai salah satu pemasukan
Negara untuk membantu rakyat.
3)        Pemerataan zakat, Umar bin Khatab juga melakukan pemerataan
terhadap rakyatnya dan meninjau kembali bagian-bagian zakat yang
diperuntukkan kepada orang-orang yang diperjinakan hatinya (al-
muallafatu qulubuhum).
4)        Lembaga perpajakan, Ketika wilayah kekuasaan Islam telah
meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta Mesir, yang menjadi
persoalan adalah pembiayaan, baik yang menyangkut biaya rutin
pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan
Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek
ini Ibnu Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan
kebutuhan bagi kekuasaan raja yang mengatur pemasukan dan
pengeluaran.
4.                Perkembangan Pengetahuan
Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar Jazirah
Arab, nampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam didaerah-
daerah yang baru ditaklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab
memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil
menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan Mesjid sebagai
tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin
Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan
pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di
mesjid-mesjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk
guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka
bertugas mengajarkan isi Al-Quran dan ajaran Islam lainnya seperti
fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam, Pada masa ini telah
terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari
madinah, sebagai pusat agama Islam.
            Dengan demikin pelaksanaan pendidikan di masa khalifah
Umar bin Khattab labih maju, karena selama Umar memerintah
Negara berada dalam keadaan stabil dan aman. Ini sebabnya telah
ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah
terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan
materi yang dikembangkan, baik dari ilmu segi bahasa, menulis dan
pokok ilmu-ilmu lainnya.
5.                Perkembangan Sosial
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, ahli Al-Dzimmah yaitu
penduduk yang memeluk agama selain Islam dan berdiam di
wilayah kekuasaan Islam. Mereka mendapatkan perhatian,
pelayanan serta perlindungan pada masa Umar. Pada masa Umar
sangat memperhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum fakir,
miskin dan anak yatim piatu,juga mendapat perhatian dari Umar bin
Khattab.
Masa kepimipinan Umar bin Khatab berlangsung selama 1
tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/64 sampai tahun 23 G/644 M.
Ia wafat pada usia 64 tahun.[11] Umar bin Khatab dibunuh seorang
budak yang bernama Abu Lu’lu’ah[12] ketika Umar hendak
berjamaah shalat Subuh di Masjid Nabawi. Meninggal pada 25
Dzulhijjah 23 H. Dalam kepemimpinannya yang terakhir neliau
menunjuk 6 sahabat untuk dicalonkan sebagai pengganti. Mereka
adalah Utsman bin Affan, Ali bin Thalib, Zubair bin al-Awwan,
Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, Thalib bin
Ubaidillah. Sepeninggal Umar ibn Khathab,mereka inilah yang
bermusyawarah dan akhirnya menunjuk Usman ibn Affan sebagai
khalifah umat Islam, menggantikan Umar bin Khathab.[13]

D.           Peradaban Islam pada Masa Khalifah Utsman bin Affan


(23-35 H/644-656 M)
Utsman bin Affan memiliki nama lengkap Utsman bin
Abdilllah bin Umayyah bin Syams bin Abdi Manaf bin
Qushayi. Utsman bin Affan dilahirkan pada tahun 573 M pada
sebuah keluarga dari suku Quraisy bani Umayah. Nenek
moyangnya bersatu dengan nasab Nabi Muhammad pada generasi
ke-5. Sebelum masuk islam ia dipanggil degan sebutan Abu Amr. Ia
begelar Dzunnurain, karena menikahi dua putri nabi (menjadi
khalifah 644-655 M) adalah khalifah ke-3 dalam sejarah Islam.
[14] Ibunya adalah Urwah, putri ummu Hakim al-Baidha, keturunan
Abdul Muthalib. Ayahnya, Affan, adalah seorang saudagar yang
kaya raya dari suku Quraisy Umayyah.nasab Utsman melalui garis
ibunya bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW pada Abdi
Manaf bin Qushayi.[15]
Sejak sebelum masuk islam Utsman bin Affan memang
terkenal sebagai seorang pedagang yang sangat kaya raya. Ia bukan
saja salah seorang sahabat terdekat Nabi, juga salah seorang penulis
wahyu dan sekretarisnya. Ia berjuang bersama Rosulullah hijrah
kemana saja nabi hijrah atau disuruh hijrah oleh nabi, dan
berperang pada setiap peperangan kecuali perang Badar yang itupun
atas perintah nabi untuk menunggui istrinya, Roqayyah yang
sedang sakit keras. Sebagai seorang hartawan, Utsman
menghabiskan hartanya demi penyebaran dan kehormatan agama
islam serta kaum muslim. Selain menyumbang biaya-biaya perang
dengan angka yang sangat besar, juga pembangunan kembali
Masjid al-Haram (Mekah) dan Masjid al-Nabawi (Madinah).
Utsman juga berperan aktif sebagai perantara dalam perjanjian
Hudaybiyah sebagai utusan nabi.
Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara
terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa
penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi Persia, Umar
mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana
dilakukan rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk
meninggalkan Utsman bin Affan wasiat seperti dilakukan Abu
Bakar. Sebagai jalan keluar, sebelum khalifah Umar wafat, beliau
sempat berwasiat dan menunjuk tim yang terdiri dari 6 orang
sahabat terkemuka, sekaligus telah dijamin Nabi masuk surga,
sebagai calon ganti kekhalifaannya. Ke-6 orang tersebut adalah
Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdurrahman bin Auf,
Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi
Waqash.
Kepada tim, Umar menganjurkan agar putranya, Abdullah bin
Umar ikut sebagai peserta musyawarah dan tidak boleh dipilih
menjadi khalifah. Awalnya hasil musyawarah yang diketuai oleh
Abdurrahman bin Auf menunjukkan bahwa suara pada posisi
seimbang, antara Ali dan Usman. Karena Usman lebih tua,
Abdurrahman menetapkan Usman bin Affan sebagai khalifah.
Ketetapan itu disetujui oleh anggota tim dengan berbagai
pertimbangan yang matang. Disamping Usman sebagai salah
seorang sahabat yang terdekat dengan Nabi, beliau juga seorang
Assabiqunal Awwalun yang terkenal kaya dan dermawan, jiwa dan
hartanya dikorbankan demi kejayaan Islam. Utsman bin Affan
dibaiat sebagai khalifah pada tahun 23 H/644 M.
Dalam pemerintahannya, cukup banyak keberhasilan yang
dicapai oleh Khalifah Utsman dalam mengembangan dan
penyebaran Islam. Berikut beberapa capaian pada masa
pemerintahannya:[16]
1.        Segi Agama, Pengetahuan dan Budaya
Di masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan
Tabaristan berhasil direbut. Utsman ibn Affan adalah khalifah
pertama yang memperluas masjid nabi di Madinah dan masjid Al-
Haram di Mekkah. Utsman juga khalifah pertama yang menentukan
adzan awal menjelang salat jumat.
Pekerjaan berat yang dilakukan oleh Utsman adalah kodifikasi
Al-Qur’an, lanjutan kerja yang telah diawali oleh Abu Bakar atas
inisiatif Umar. Pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan pada
zaman Abu Bakar di latar belakangi oleh peristiwa meninggalnya
70 sahabat yang hafal Al-Qur’an dalam perang Yamamah.
Sedangkan latar belakang pembukuan Al-Qur’an pada zaman
Utsman adalah perbedaan qira’at (bacaan) Al-Qur’an yang
menimbulkan percekcokan antara murid dan gurunya.
Pada saat penyalinan Al-Qur’an yang kedua kalinya, panitia
(lajnah) penyusunan Mushaf yang di bentuk oleh Utsman
melakukan pengecekan ulang dengan meneliti kembali mushaf
yang sudah di simpan di rumah Hafsash, dengan membandingkan
dengan mushaf-mushaf yang lain.
2.        Segi Politik
Ada beberapa kebijakan politik Utsman yang cukup menonjol,
antara lain:[17]
a.         Melanjutkan Ekspansi Wilayah Islam
Pada masa pemerintahannya, berkat jasa para panglima yang ahli
dan berkualitas, di mana peta Islam sangat luas dan bendera Islam
berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah dan Tripoli, Syprus di
front al-Maghrib bahkan ada sumber menyatakan sampai ke
Tunisia) di al-Maghrib, di Utara sampai ke Aleppo dan sebagian
Asia Kecil, di Timur Laut sampai ke Ma Wara al-Nahar –
Transoxiana – dan di Timur seluruh Persia, bahkan sampai di
perbatasan Balucistan (wilayah Pakistan sekarang), serta Kabul dan
Ghazni.
b.         Membentuk Armada Laut yang Kuat
Pada masa pemerintahannya, Utsman berhasil membentuk armada
laut dengan kapalnya yang kokoh sehingga berhasil menghalau
serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh tentara
Bizantium dengan kemenangan pertama kali di laut dalam sejarah
Islam.
c.         Menggiatkan Pembangunan
Utsman berjasa membangun banyak bendungan untuk menjaga arus
banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Beliau
juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid
dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Pemerintahan Utsman berlangsung selama 12 tahun, pada
paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas
dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan
Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini
karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah
seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini
gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk
menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa
keislamannya. Akhirnya Utsman wafat sebagai syahid pada
tanggal  17 Dzulhijah 35 H/655 M. Ketika para pemberontak
berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang
membaca Al-Qur’an. Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak
yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah
bin Saba’. Beliau dimakamkan di perkuburan Baqi Madinah.[18]
E.            Peradaban Islam pada Masa Khalifah Ali bin Abi
Thalib (36-41H / 656-661M)
Ali bin Abi Thalib nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib
bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ia dilahirkan 32
tahun setelah kelahiran rasulullah SAW. Sejak usia kecil Ali bin
Abi Thalib diasuh oleh Nabi Muhammad SAW. Ia diasuh sebagai
anak kandung nabi sendiri. Hal ini dilakukan Rasulullah SAW
untuk meringankan beban yang diderita keluarga pamannya
seteelah bencana besar yang melanda kota Mekah. Dengan
demikian Ali bin Abi Thalib tumbuh menjadi anak yang baik dan
cerdas di bawah asuhan Rasulullah SAW. Beliau selalu
memberikan kasih sayang yang besar kepadanya, sebagaimana yang
ia berikan kepada anak-anaknya. Ketika NAbi Muhammad SAW
diangkat menjadi nabi dan rasul, Ali bin Abi Thalib adalah orang
pertama dari kalangan anak-anak yang menyatakan keislamannya,
serta selalu berada di sisi Raasulullah karena sejak kecil selalu
berada di bawah asuhan Rasul, maka tak heran kalau kemudian ia
memiliki sifat-sifat terpuji, saleh, sabar, dan bijaksana. Kesetiaanya
kepada Nabi SAW tidak diragukan lagi. Keberaniannya telah teruji
pada saat peristiwa menjelang hijrah Nabi SAW ke Madinah.
Ali diangkat sebagai khalifah dalam situasi politik yang
kurang mendukung. Peristiwa pembunuhan terhadap khalifah
Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan diseluruh dunia
Islam yang waktu  itu sudah membentang sampai  ke Persia dan
Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah
tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai
Khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak tetapi Zubair bin Awwan
dan Thalhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya
Ali  menerima baiat mereka. Menjadikan Ali  satu-satunya khalifah
yang dibaiat secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih
melalui cara yang berbeda.[19]
Kalau Abu Bakar diangkat melalui musyawarah terbuka di
Tsaqifah bani Saidah, Umar bin Khatab melalui “penunjukan
pendahulunya, Utsman bin Affan melalui Majlis al-Syura yang
dibentuk Umar, sedang Ali dipilih menjadi khalifah dalam suasana
yang kacau dan tidak banyak melibatkan sahabat senior.[20]
Meskipun banyak pergolakan pada masa khalifah Ali bin Abi
Thalib, banyak hal yang dilakukan dalam usaha pengembangan
Islam, baik dalam pengembangan social, politik, militer, dan ilmu
pengetahuan. Situasi umat Islam pada masa khalifah Ali sudah
sangat jauh berbeda dari masa sebelumnya. Usaha-usaha khalifah
Ali bin Abi Thalib dalam mengatasi pergolakan tersebut tetap
dilakukannya, meskipun dmendapat tantangan yang luar biasa.
Semua itu berrtujuan agar masyarakat merasa aman, tentram dan
sejahtera.
Adapun usaha-usaha yang dilakukan khalifah Ali bin Abi
Thalib di masa kepemimpinannya adalah sebagai berikut :
a.         Penundaan Pengusutan Pembunuhan Usman
Setelah terbunuhnya Usman, tuntutan para sahabat terutama
yang turuna Umayyah untuk segera mengusut pembunuh Usman
juga sangat kuat. Namun menyadari kondisi pemerintahannya yang
masih labil, Ali memilih untuk menunda pengusutan tersebut,
walaupun konsekuensinya, juga sangat berat bagi pemerintahan Ali
sendiri.
b.        Mengganti Pejabat dan Penataan Administrasi
Diantara pemicu terjadinya fitnah dizaman Usman adalah
kecenderungan pemerintahannya yang dianggap nepotis, yang
mengangkat kerabatnya untuk menduduki suatu jabatan tertentu.
Hal ini antara lain yang digugat oleh kaum pemberontak. Ali segera
mengambil kebijakan untuk mengganti gubernur yang diangkat
Usman tersebut. Tentulah kebijakan ini dianggap cukup rawan
karena pemberhentian ini bisa memicu pertikaian diranah politik.
Selain kebijakan tersebut, Ali bin Abi Thalib juga membuat
kebijakan lain yang penting, yaitu memberi tunjangan kepada kaum
muslimin yang diambil dari bait al mal, tanpa melihat apakah
masuk Islam dulu atau belakangan, mengatur tata laksana
pemerintah untuk mengambil kepentingan umat, dan menjadikan
Kufah sebagai inu kota umat Islam waktu itu.
Berikut adalah pemberontakan-pemberontakan pada masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib:[21]
a.         Gerakan Thalhah, Zubeir, dan Aisyah
Thalhah dan Zubeir merupakan dua sahabat besar, dan sepuluh
diantara orang yang dijamin Nabi Muhammad masuk surga. Sedang
Aisyah merupakan istri Nabi yang sangat dicintai. Baik Thalhah
maupun Zubeir pada mulanya menerima Ali sebagai khalifah yang
dibuktikan dengan pembaiatan. Namun belakangan mereka
mencabut kembali baiatnya bahkan memerangi Ali, karena Ali
tidak memenuhi tuntutan mereka untuk segera menghukum para
pembunuh Usman. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun
berkobar. Perang ini dikenal dengan nama “Perang Jamal (Unta)”
karena Aisyah dalam pertempuran ini menunggang unta. Ali
berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh
ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan
dikirim kembali ke Madinah.
b.        Pemberontakan Mu’awiyah bin Abu Sufyan
Pada saat drama perang Siffin (26 Juli 657 M) yang
mempertemukan kekuatan Muawiyah dan Ali terjadi adu taktik dan
kelicikan. Atas usulan Amr ibn al Ash, Muawiyah  menawarkan
perdamaian dengan mengangkat al Qur’an, akhirnya perang
berhenti. Peristiwa ini disebut sebagai tahkim. Tahkim tersebut
berakhir dengan tragis bagi Ali. Kelicikan Amr bin Ash sebagai
wakil Muawiyah mampu mengecoh Abu Musa Al-Asyari, wakil
Ali. Di mana Amr menyatakan kejatuhan kekhalifahan Ali,
walaupun sebelumnya mereka sepakat untuk menurunkan
keduanya, Ali dan Muawiyah. Akibat tahkim inilah, sehingga
pasukan Ali pecah. 
c.         Pemberontakan Orang-orang Khawarij
Sejak peristiwa tahkim pasukan Ali terpecah menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok yang setuju dengan tahkim, Syi’ah
(pengikut), dan kelompok yang menolak tahkim, yaitu kaum
Khawarij (orang orang yang keluar dari barisan Ali), karenanya
mereka sebenarnya merupakan bagian dari pasukan Ali dalam
menumpas pemberontakan Muawiyah. Mereka berkeyakinan bahwa
Ali adalah Amir Al mu’minindan mereka yang setuju dengan
tahkim, berarti mereka telah melanggar ajaran agama. Ali dan
sebagian pasukannya dinilai telah berani membuat keputusan
hukum, yaitu berunding dengan lawan. Bagi mereka, Ali,
Muawiyah, Abu Musa al Asy’ari adalah kafir, sebab mereka tidak
lagi menjadikan al Qur’an sebagai sumber hukum.
Peristiwa pertempuran antara pasukan Ali dan Khawarij terjadi
di Nahrawan tahun 685 M, dan berakhir dengan kemenangan
dipihak Ali. Dan pimpinan mereka, Abdullah bin Wahab Al-Rasibi
juga terbunuh. Kekalahan ini menambah dendam sebagian mereka
yang berhasil meloloskan diri, sehingga mereka berniat membunuh
tiga orang yang dianggap biang keladi perpecahan umat, yaitu Ali,
Muawiyah dan Amr bin Ash.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pemerintah Khalifah Ali
banyak dipenuhi dengan pemberontakan. Saat itu, banyak kaum
muslim yang membangkang, pelanggaran hukum dan berita
perampasan, serta teror dan pembunuhan terjadi dimana-mana.[22]
Khalifah Ali bin Abi Thalib meninggal pada tanggal 20
Ramadhan 40 H atau 24 januari 660 M. Ia gugur sebagai syahid
pada usia 63 tahun.jenazahnya dimandikan oleh putranya, Hasan
dan Husain. Dengan meninggalnya Ali, maka berakhir
kepemimpinannya yang memerintah selama hampir 6 tahun. Dan
juga berakhirlah masa pemerintahan Khulafaur Rasyidun,
digantikan dengan daulah bani umayyah. Wafatnya Ali ibnu Abi
Thalib situasi umat islam terpecah menjadi tiga golongan yaitu:
1.    Jumhur Al-Muslimin pendukung Mu’awiyah.
2.    Syiah yang tetap mencintai Ali dan keluarganya serta menentang
keras terhadap Mu’awiyah.
3.    Khawarij yang marah dan dendam terhadap Utsman, Ali dan
Mu’awiyah.[23]
Secara garis besar pemerintahan Khulafaur Rasyidin dapat
dikatakan pemerintahan yang dilaksanakan secara langsung. Rakyat
dapat langsung berhubungan dengan khalifah. Khalifah di samping
sebagai pemimpin negara juga pemimpin agama. Wilayah
kekuasaan dibagi menjadi pemerintahan pusat yang berkedudukan
di ibu kota sedang pemerintahan daerah berdomisili di daerah-
daerah terbagi atas propinsi dan distrik. Tiap wilayah propinsi
diperintah oleh seorang gubernur dengan sebutan amil. Fungsi
pemerintahan propinsi yaitu menata administrasi politik,
pengumpulan pajak, dan pemimpin agama. Hal ini berbeda dengan
pemerintahan daulah Bani Umayyah.[24]

KESIMPULAN
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: ‫ )الخلفاء الراشدون‬atau Khalifah
Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama
agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus
kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat. Keempat khalifah
tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan
berdasarkan konsensus bersama umat Islam. Sistem pemilihan
terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal
tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan
yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang
bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung.
Islam pada Masa Kekhalifahan para sahabat berkembang
pesat, hampir sebagaian wilayah dunia dikuasai oleh kaum
muslimin, banyak kemajuan peradaban telah di capai, seperti
gerakan pemikiran dalam islam di samping itu juga adanya
organisasi negara ataupun lembaga-lembaga yang dimiliki kaum
muslimin, sebagai pendukung untuk kemashlahatan kaum
muslimin.
Namun disisi lain juga, dalam masa kekhalifahan para sahabat
banyak terjadi fitnah dan pemberontakan kaum kafir ataupun kaum
muslim yang murtad akibat tidak senangnya pada pemerintahan
para sahabat Nabi tesebut. Namun itu semua dapat diatasi para
sahabat mulia Nabi Muhammad SAW.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, Makalah Peradaban Islam Masa Khulafaur
Rasyidin,http://anonymousdx.blogspot.co.id/2016/03/makalahkhula
faurrasyidin.html
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap,
Saufa, Jogjakarta, 2014.
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad
XX, Akbar Media Eka Sarana, Jakarta, 2003.
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab Logos Wacana Ilmu,
Ciputat, 1997.
Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi
Islam, Pustaka Setia, Bandung 2010.
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Setia, Bandung,
2008.
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Rizki Putra,
Semarang, 2009.
Fatikhah, Sejarah Peradaban Islam, STAIN Pekalongan Press,
Pekalongan, 2011.
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, Penerbit Teras,
Yogyakarta, 2011.
Yatim Badri, Dr, Sejarah Peradaban Islam: dirasah Islamiah II, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Anda mungkin juga menyukai