Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM PADA

ZAMAN KHULAFAUR RASYIDIN TAHUN 632—


661 M
 06.06  Khulafaur Rasyidin, Sejarah Asia Barat Daya

erkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat
adalah merupakan Agam Islam pada zaman keemasan, hal itu bisa terlihat bagaimana
kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu
Rasulullah SAW. Kemudian pada zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat,
terkhusus pada zaman Khalifah empat atau yang lebih terkenal dengan sebutan
Khulafaur Rasyidin, Islam berkembang dengan pesat. Hal itu tentunya tidak terlepas
dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan juga dalam
menyebarkan islam sebagai agama Tauhid yang diridhoi.
Perkembangan islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan
peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa
islam pada zaman Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin merupakan islam yang luar
biasa pengaruhnya. Namun yang terkadang menjadi pertanyaan adalah kenapa pada
zaman sekarang ini seolah kita melupakannya. sehubungan dengan itu perlu kiranya
kita melihat kembali dan mengkaji kembali bagaimana sejarah islam yang sebenarnya.

A. PEGERTIAN KHULAFAUR RASYIDIN


         Khulafaur Rasyidin adalah pecahan dari kata “Khulafa” dan “Al-
Rasyidin”. Kata “Khulafa” merupakan bentuk jamak (plural) dari kata “Khulafah”, kata
ini dalam Bahasa Arap mengandung pengertian : cerdik, pandai dan pengganti.
Sedangkan kata “Al-Rasyidin” merupakan bentuk jamak (plural) dari
kata “Rosyada” yang dalam Bahasa Arap mengandung pegertian : lurus, benar dan
mendapat petunjuk (Mutholib, 1995: 281).
            Bila berangkat dari pengertian pecahan pecahan kata di atas, maka dapatlah
kita mengambil pegertian bahwa pengertian Khulafaur Rasyidin adalah “Penganti yang
cerdik dan benar serta senantiasa mendapat petunjuk”.
          Adapun yang dimaksud dari kata “Khulafaur Rasyidin” di sisni adalah : “ Para
pemimpin pengganti rosulullah dalam urusan kehidupan kaum muslim, yang sangat adil
dan bijaksana, pandai dan cerdik, dan dalam menjalankan tugasnya senantiasa
berjalan pada jalur yang benar serta senantiasa mendapatkan hidayah dari Allah”
(Mutholib, 1995: 281)
            Para pemimpin yang dimaksud dengan Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat
orang sahabat Rosullullah yang sangat terkenal yaitu : Abu Bakar Shiddiq, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib.
Dalam pemerintahanya mereka berjuang terus untuk agama islam. Mereka tidak
pernah memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadinya atau untuk mengeruk
harta. Mereka adalah pemimpin-pemimpin yang baik dalam melaksanakan kekuasaan.
Mereka mau menerima dan mengembang kekhalifahan, bukan karena untuk
mengharapkan sesuatu yang akan menguntungkan pribadinya, akan tetapi semata-
mata karena pengabdianya terhadap Islam dan mencari keridaan Allah SWT semata-
mata (Mutholib, 1995: 281).
Walaupun mereka sebagai seorang khalifah, dalam menjalankan roda
kepemimpinan-nya tidak lah dilakukan dengan sekehendak hatinya, begitu juga dalam
mengambil berbagai
Kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Mereka membentuk dewan musyawarah,
yang terdiri dari para sahabat terkemuka. Dewan ini dibentuk guna merumuskan
rancangan-rancagan serta langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang kalifah.
            Sebenarnya jika Khulafaur Rasyidin ini ingin berbuat sesuatu sesuai dengan
kehendak pribadinya, bisa saja hal itu di lakukan. Bukankah mereka terdiri dari orang-
orang yang telah mendapatkan jaminan masuk surga, lagi pula mereka orang-orang
yang bodoh , melainkan tokoh-tokoh terkemuka.
            Namun hal itu tidak mereka lakukan, karena bertentangan dengan perinsip-
perinsip yang terkan dung dalam ajaran agama Islam. Mereka mengetahui dan
menyadari semuanya itu, sehingga tidak munggkin mereka melakukannya.
            Dari sisni jelaslah bahwa Khulafaur Rasyidin itu merupakan khalifah-khalifah
yang cerdik, pandai dan selalu berjalan pada jalur yang benar, senantiasa
mendegarkan keluh kesah masyarakat, selalu memperhatikan kepentingan rakyat dan
selalu berbuat sebaik mungkin untuk tercapainya masyarakat islam yang adil, makmur,
gemah ripah lohjinawi, aman, damai dan sentosa serta bersatu dalam panji-panji
agama Islam (Mutholib, 1995: 282).

B. KEHIDUPAN PARA KHALIFAH PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN


1. Khalifah Abu Bakar As-siddiq (632—634 M/ 11—13 H)
Abu Bakar sebelum masuk Islam bernama Abdul Ka’bah dan setelah masuk
Islam namanya diganti menjadi Abdullah bin Abi Quhafah At-Tamimi. Nama Abu Bakar
As-siddiq merupakan sebuah gelar yang diberi Nabi Muhammad SAW kepada dia, yang
artinya Abu (bapak) dan Bakar (pagi), maksudnya dia adalah orang yang pertama kali
memeluk agama Islam. sedangkan gelar As-siddiq diberikan kepada dia karena dia
adalah seseorang yang selalu membenarkan tindakan Nabi Muhammad SAW, terutama
Isra’ Mi’raj (Mutholib, 1995:
283).                                                                                                                                   
Pengangkatan Abu Bakar As-siddiq Menjadi Khalifah
Mutholib (1995: 283) dan Supriyadi (2008: 69) menjelaskan bahwa : Nabi
Muhammad SAW Sebagai utusan Allah mengemban dua jabatan , yakni sebagai
Rasulullah dan sebagai kepala Negara. Jabatan Beliau yang pertama selesai
bersamaan dengan wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada penggantinya,  Belum
lagi Rasulullah dikebumikan, disebuah tempat yang bernama “ Saqifah bani Sa’idah
telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan golongan muhajirin
,tentang pengganti rasul dalam pemerintahan. Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak
berpesan mengenai siapa yang jadi penggantinya kelak, pada saat Nabi belum
dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat
memikirkan pengganti Rasulullah. Itulah perselisishan pertama yang terjadi paska
Rasulullah wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke Saqifah bani Sa’idah, suatu tempat
di Madinah yang biasa digunakan oleh kaum Anshar untuk membahas suatu masalah.
Golongan Anshar mengatakan bahwa mereka yang berhak menggantikan
Rasulullah sebagai kepala Negara. Alasannya adalah merekalah golongan yang
menolong Islam dan pemeluknya manakala umat Islam hijrah kenegrinya (Madinah).
Dan berkat bantuan merekalah umat Islam dapat menaklukkan kota Makkah.
Sementara golongan Muhajirin juga mengatakan bahwa yang berhak
menggantikan Rasul adalah dari kaumnya. Dengan alasan Nabi Muhammad
merupakan dari kaum Quraisy, dan yang pertama kali menyambut dan membela
Rasulullah.
Abu Bakar As-siddiq dilantik setelah ia memberikan penjelasan bahwa
pelantikan seorang Anshar (penduduk asal Madinah) akan mencetuskan perselisihan
antara kaum Auz dan kaum Khazraj. Juga dijelaskan bahwa seseorang Muhajirin (umat
Islam yang berhijrah) dari Makkah lebih layak karena merekayang lebih awal masuk
Islam, dan lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW dan lebih berpengalaman dalam
bidang agama (Men, 2000: 30).
Mutholib (1995: 284) menjelaskan bahwa : Berita perdebatan dua golongan ini
kemudian terdengar oleh sahabat-sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar Bin
Khattab dan Utsman Bin Affan yang sedang berada di rumah Rasulullah, sedang
sahabat Ali sedang sibuk mengurus jenazah Rasulullah. Mendegar berita ini akhirnya
sahabat Abu bakar dan Umar bin Khattab sangat terkejut, kemudian keduanya cepat-
cepat mendatangi dimana kedua golongan tersebut yang sedang berdebat, untuk itu
mereka mendatangi Saqifah Bani Sa’idah. Dalam pertemuan tersebut, golongan
Khajraz telah sepakat mencalonkan Salad bin Ubaidah, sebagai pengganti Rasulullah.
Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut. Ketika perdebatan
diantara mereka, Abu bakar berpidato dihadapan mereka dengan mengemukakan
kelebihan-kelebihan Anshar dan Golongan Muhajirin, Abu Bakar Mengusulkan agar
hadirin memilih salah satu dari sahabat yaitu Umar Bin Khattab dan Abu Ubaidah,
namun keduanya menolak, dan keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan
menerima pekerjaan besar ini selama engkau masih ada , hai Abu bakar...! Engkaulah
Orang Muhajirin yang paling mulia, Engkaulah satu-satunya orang yang menyertai
Rasulullah di Gua ketika dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satu
nya orang yang pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit…
Untuk itu tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu.
Setelah itu Umar bin Khattab memegang Abu Bakar dan membaiatnya, setelah itu Abu
Ubaidah bin Jarrah, Basyir bin Sa’ad, dan seluruh kaum muslimin yang berkumpul di
Saqifah bani Sa’idah ikut membaiatnya.
Abu Bakar As-siddiq di baiat dua kalai. Baiat yang pertama disebut baiat
Saqifah. Baiat ini dilakukan oleh kaum muslimin yang hadir di pertemuan Saqifah. Baiat
kedua disebut al-Baiat al-Amah, artinya baiat umum oleh umat Islam. baiat yang kedua
dilakukan di Masjid Nabawi.
Pada baiat yang kedua, Abu Bakar menyampaikan pidato pengangkatannya.
Berikut adalah isi Pidatonya. “Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk
mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka
jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat
salah , maka luruskanlah! orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah,
sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang lemah
aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah
kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya, tetapi bilamana aku
tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah shalat,
semoga Allah merahmati kalian”.                                         Perjuangan dan Kebijakan-
kebijakan Khalifah Abu Bakar As-siddiq
Ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari ummat Islam sendiri yang
menentang kepemimpinannya. Ini terjadi pada awal masa pemerintahannya. Di
antaranya ialah timbulnya orang-orang yang murtad, orang-orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi seperti Musailamah Al
Kazzab dari bani Hanifah di yamamah, Sajah dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari
yaman dan Thulaihah bin Khuwailid dari Bani Asad, serta beberapa pemberontakan
dari beberapa kabilah (Mutholib, 1995: 285).
Abu Bakar As-siddiq segera bertindak dan melakukan kebijakan-kebijakan
tertentu dengan bermusyawarah terlebih dahulu dengan para sahabat. Ia membentuk
pasukan yang dibagi menjadi 11 Batalion yang masing-masing battalion dipimpin oleh
seorang panglima, Setiap pemimpin pasukan mendapat tugas untuk mengembalikan
keamanan dan stabilitas daerah yang ditentukan. yaitu:
     1.      Khalid bin Walid diperintahkan untuk memerangi Tulaihah bin Khuwailid yang
mengaku sebagai Nabi dan Malik bin Nuwairah yang memimpin pemberontakan dai al-
Battah, suatu daerah di Arab tengah.
    2.   Ikrimah bin Abu Jahal diberi tugas untuk memerangi Musailamah al-Kazzab seorang
kepala suku yang mengaku sebagai nabi. Gerakan ini muncul di daerah bani Hanifah
yang terletak dipesisir timur Arab (Yamamah).
     3.     Syurahbil bin Hasanah mendapat tugas membantu Ikrimah, sebagai pasukan
cadangan. Jika tugasnya selesai, ia dan tentaranya diperintahkan langsung menuju
pusat wilayah Yamamah.
    4.    Al- Muhajir bin Abi Umayyah diutus untuk  menundukkan sisa-sisa pengikut Aswad
al-Ansi (orang yang pertama mengaku sebagai nabi) di Yaman. Selanjutnya ia harus
menuju Hadramaut untuk menghadapi pemberontakan yang dipimpin Kais bin Maksyuh
di Jazirah Arab selatan.
     5.     Huzaifah bin Muhsin al-galfani diperintahkan untuk mengamankan daerah Daba
yang terletak diwilayah tenggara, dekat Oman sekarang, juga karena pemimpin mereka
mengaku Nabi.
    6.    Arfajah bin Harsamah ditugaskan untuk mengembalikan stabilitas daerah Muhrah
dan Oman yang terletak dipantai selatan Jazirah Arabia. Mereka membangkang
terhadap Islam dibawah pemimpinan Abu Bakar.
    7.   Suaib bin Muqarin diperintahkan untuk mengamankan daerah Tihamah yang terletak
sepanjang pantai Laut Merah. Mereka juga membangkang terhadap pimpinan Abu
Bakar.
     8.   Al-Alla’ bin Hadrami mendapat tugas ke daerah kekuasaan kaum Riddah di Bahrein
yang yang murtad dari Islam.
     9.    Amru bin Ash ditugaskan ke wilayah suku Qudha’ah dan Wadi’ah yang terletak di
barat laut Jazirah Arabiyah. Mereka juga membelot terhadap kepemimpinan Islam.
    10.  Khalid bin Sa’id mendapat tugas menghadapi suku-suku besar bangsa Arab yang
ada diwilayah tengah bagian utara sampai perbatasan Suriah dan Irak yang juga
menunjukkan pembangkangan terhadap Islam.
    11.  Thuraifah bin Hijaz mendapat tugas untuk menghadapi kaum Riddah yang berasal
dari suku Salim dan Hawazin di daerah Ta’rif yang membangkan terhadap
kepemimpinan Islam.
Sebelum pasukan ini dikerahkan ketujuan masing-masing, Abu Bakar terlebih
dahulu mengirim surat kepada pemimpin golongan-golongan tersebut agar kembali ke
Islam. Namun sebagian besar mereka tetap bersikeras. Akhirnya pasukan ini
dikerahkan dan dalam waktu yang relative singkat pasukan ini sukses melakukan setiap
misinya. Dengan suksesnya pasukan Khalifah Abu Bakar ini, maka keadaan Negara
Arab tenang kembali, dan suasana kehidupan umat Islam pun kembali damai (Mutholib,
1995: 285).
Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar
beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam
terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik
secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi.
Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang
Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam.
Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat perkembangan Islam dengan cara
membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh
ummat Islam setuju untuk berperang demi mempertahankan Islam (Yatim, 1994: 27).
Pada saat itu pasukan dipimpin oleh Khalid bin Walid, sebelum mengadakan
penyerangan terlebih dahulu mengirim surat kepada Hormoz (Kaisar Persia) untuk
memeluk Islam. namun Kaisar Hormoz menolak. Akhirnya peperangan terjadi dan
Negara Persia dapat ditaklukkan serta menjadi wilayah Islam (Mutholib, 1995: 286).
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh kholifah Abu Bakar adalah
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an. Usaha ini awalnya merupakan usul dari sahabat
Umar bin Khattab, beliau melihat banyaknya penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam
perang Yamamah. Abu Bakar pertamanya menolak, namun setelah
mempertimbangkan lebih jauh akhirnya menerima usulan Sahabat Umar. Kemudian
Abu Bakar memerintah Zaid bin Sabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
berserakan (Mutholib, 1995: 286).
Setelah memimpin umat Islam selama kurang lebih dua tahun, yaitu antara
tahun 632—634 M / 11—13 H Abu Bakar sakit dan pada tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H
atau 12 Agustus 634 M ia meninggal (Mutholib, 1995: 286)
2. Khalifah Umar bin Khattab (634—644 M/ 13—23 H)
Departemen Agama (1993: 1256) dan Mutholib (1995: 290) menjelaskan
bahwa: Umar bin Khatab memiliki nama lengkap Umar bin Khathab bin Nufail bin Abd
Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay, adalah
khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar bin khattab lahir di
Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah Umar juga
termasuk kelurga dari keturunan Bani Adiy. Suku yang sangat terpandang dan
berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang Qurais sebelum Islam. Umar memiliki
postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal
gentar, pandai berkelahi, siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk
lutut. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan
terjadi dimasa yang akan datang, tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih.
Selain itu ia sangat disegani karena ia seorang pedagang yang kaya,
berpendidikan dan dari keluarga bangsawan yang ditakuti kaum Quraisy, sehingga
pengIslamannya menandakan kemenangan ada dipihak Islam (Men, 2000: 31)
Umar bin Khattab bergelar Al-Faruq (si pemisah), karena pada saat Umar
masuk Islam membawa perubahan bagi umat Islam. umat Islam berani menjalankan
shalat di masing-masing rumahnya. Bahkan Umar keluar dari Darul Arqom yang
sebelumnya sebagai tempat kegiatan umat Islam dengan membawa satu rombongan
menuju Ka’bah untuk menyeru kepada Kaum Quraisy dengan terang-terangan. Umar
telah memisahkan yang hak dan yang batil oleh karena itu ia dibeli gelar Al-Faruq. 
                                                                                                                          
Pengangkatan Umar bin Khattab sebagai Khalifah
Pada tahun 364 M Abu Bakar menderita sakit dan akhirnya wafat pada hari
senin 21 Jumadil Akhir 13 H/22Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau
wafat telah menunjuk Umar bin Khatab sebagai penggantinya sebagai khalifah.
Penunjukan ini berdasarkan pada kenangan beliau tentang pertentangan yang terjadi
antara kaum Muhajirin dan Ansor. Dia khawatir kalau tidak segera menunjuk pengganti
dan ajar segera dating, akan timbul pertentangan dikalangan umat Islam yang mungkin
dapat lebih parah dari pada ketika Nabi wafat dahulu.
Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur pengangkatan Umar bin
Khatab sebagai khalifah dengan khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar . Umar
mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua tiddak melalui pemilihan dalam system
musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau watsiat oleh pendahulunya
(Abu Bakar).
Ketika Abu Bakar merasa dirinya sudah tua dan ajalnya sudah dekat.yang
terlintas difikirannya adalah siapa yang akan menggantikannya sebagai khalifah kelak.
Abu Bakar minta pendapat kepada para tokoh sahabat seperti Usman bin Affan, Ali bin
AbiTholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Usaid bin Khudur mereka
menyetujui usulan Abu Bakar bahwa Umar bin Khattab akan diangkat sebagai
penggantinya. Setelah Abu Bakar wafat, para sahabat membai’at Umar sebagai
khalifah (Shiddiqi, 1996: 53).
Hal ini dilakukan khalifah Abu Bakar guna menghindari pertikaian politik antar
umat Islam sendiri. Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui proses
pemilihan pada masanya maka situasinya akan menjadi keruh karena kemungkinan
terdapat banyak  kepentingan yang ada diantara mereka yang membuat negara
menjadi tidak stabil sehingga pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Islam
akan terhambat. Pada saat itu pula Umar di bai’at oleh kaum muslimin, dan secara
langsung beliau diterima sebagai khalifah yang resmi yang akan menuntun umat Islam
pada masa yang penuh dengan kemajuan di dunia muslim. Beliau diangkat sebagai
khlifah pada tahun 13H/634M dan berakhir tahun 23H/644M.
                      Perjuangan dan Kebijakan-kebijakan Khalifah Umar bin Khattab
Mutholib (1995: 290-292) menjelaskan bahwa: Perjuangan dan kebijakan-
kebijakan Khalifah Umar bin Khattab pada masa pemerintahannya antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Memperbaiki Struktur dan Lembaga Negara
Dalam bidang struktur pemerintahan beliau mengatakan dewan hakim, badan
permusyawaratan para sahabat, badan keuangan. Dewan hakim berfungsi
memutuskan perkara, pemerintah harus tunduk kepada putusannya. Badan
permusyaratan para sahabat berfungsi untuk memberikan kesaksian dan pendapat
dalam berbagai masalah yang timbul. Badan keuangan fungsinya mengurusi masuk
dan keluarnya keuangan dalam baitul Maal.
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria
serta Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik
yang menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus
berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam
kontek ini institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan raja yang
mengatur pemasukan dan pengeluaran (Haikal, 2002: 45).
Untuk daerah-daerah, karena wilayah kekuasaan Islam semakin luas, Umar
mengangkat Gubernur, dengan dibantu oleh badan-badan dan departemen-
departemen sebagaina diperintah pusat.
2. Lembaga Kepentingan Masyarakat
Untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, lembaga-lembaga dibentuk untuk
menghantarkan rakyatnya menuju seuatu kehidupan yang damai dan sejahtera, seperti
adanya jawatan pos yang akan menyampaikan berita dari Madinah ke daerah-daerah
dan sebaliknya. Selain itu khalifah Umar juga memperbaiki jalan-jalan umum, serta
menetapkan tahun baru hijriyah.
3. Menaklukkan Beberapa Negara anatara lain:
·         Menaklukkan Damaskus dibawah pimpinan Khalid bin Walid
·         Membebaskan Baitul Maqdis dibawah pimpinan Amru bin Ash
·         Menaklukkan Persia dibawah pimpinan Khalid bin Walid dibantu oleh Al-Mutsanna
bin Haritsah.
·         Menaklukkan Mesir dibawah pimpinan Amru bin Ash
Khalifah Umar bin Khattab meninggal pada tanggal 1 Muharram 23 H (644 M).
Ia meninggal akibat tikaman, yaitu ketika sedang menjalankan sholat susbuh. Ia ditikam
oleh Fairuz atau Abu Lu’luah karena dendam.
3. Khalifah Ustman Bin Affan (644—656 M/ 24—35 H)
Ustman Bin Affan Bin Abdil Ash Bin Umaiyah, dilahirkan pada tahun 5 tahun
Gajah. Dengan demikian perbedaan usia Ustman dengan Rasulullah berbeda 5 tahun.
Beliau memeluk agama Islam atas seruan sahabat Umar bin Khattab. Sebelum
memeluk agama Islam beliau terkenal sebagai seorang saudagar yang kaya raya,
dermawan, mempunyai pribadi yang terpuji. Setelah memeluk Islam beliau curahkan
harta bendanya itu untuk kepentingan perjuangan dakwah Islam (Mutholib, 1995: 298).
Khalifah Ustman bin Affan r,a ialah Khalifah al-Rasyidin yang ketiga dan yang
paling lama memerintah yaitu selama 12 tahun antara 644 M hingga 656 M. Sifat
istimewa beliau:
·         Keturunan Bani Umaiyah yang kaya dan berpengaruh
·        Seorang dermawan yang sangat pemurah. Ia banyak menghabiskan hartanya untuk
kepentingan Islam
·    Terkenal dengan sifat keberanian. Contohnya, ia telah mempertaruhkan nyawanya
ketika menjadi utusan orang Islam dalam perjanjian Hudaibiyah yang dianggap misi
yang sangat berbahaya (Men, 2000: 32).
Hubungan Ustman Bin Affan dengan Rasulullah sangat dekat sekali, karenanya
Rasulullah mengawinkannya dengan putrinya yang bernama Ruqoyah. Setelah
Ruqoyah meninggal ketika sedang terjadi perang Badar, kemudian Ustman dikawinkan
dengan adiknya Ruqoyah yaitu Ummu Kultsum, ia pun meninggal pada tahun 9 H.
Karena itu Ustman dijuluki “Dzun Nuroin” (orang yang mempunyai dua cahaya).
Pengangkatan Ustman Bin Affan menjadi Khalifah
Ketika Khalifah Umar bin Khattab mendekati wafatnya, kaum muslimin menjadi
bingung terutama para sahabat. Para sahabat mengusulkan pada Khalifah Umar bin
Khattab agar segera menunjuk penggantinya karena para sahabat khawatir akan terjadi
perpecahan dan perebutan jabatan setelah wafatnya. Selain itu, dikhawatirkan pula
kemungkinan adanya pembelotan dan serangan balik dari Romawi dan Persia yang
kala itu sedang dibawah kekuasaan Islam. Beliau mengajukan enam orang sahabat
untuk dipilih: Ustman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Tholhah, Zubair bin Awwam, Sa’ad
bin Abi Waqqosh dan Abdurrahman bin Auf. Sahabat-sahabat yang telah ditunjuk oleh
Khalifah Umar ini kemudian mengadakan musyawarah, begitu pula kaum muslimin, dan
akhirnya para sahabat dan kaum muslimin sepakat untuk mengangkat Ustman bin
Affan.
Perjuangan dan Kebijakan-kebijakan Khalifah Ustman Bin Affan
Perjuangan Khalifah Ustman bin Affan selama menjabat sebagai Khalifah
adalah menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi di beberapa daerah
kekuasaan Islam dan melanjutkan perluasan wilayah Islam ke daerah-daerah yang
belum tunduk kepada Islam. Setelah wafatnya Khalifah Umar bin Khattab beberapa
daerah dibawah kekuasaan Islam pada masa itu melepaskan diri dari kekuasaan Islam
seperti Iskandariyah ibu kota Mesir dan Khurasan. Pemberontakan ini dipelopori oelh
orang-orang Romawi. Mendengar wafatnya Khalifah Umar bin Khattab mereka
berusaha untuk merebut kembali daerah Iskandariyah dan daerah-daerah lainnya
(Mutholib, 1995: 299).
Dalam menghadapi bangsa Romawi ini Khalifah Ustman bin Affan mengirimkan
tentaranya dengan kekuatan yang besar dan perlengkapan yang cukup untuk untuk
membebaskan kembali daerah Iskandariyah dan Khurasan serta menundukkan kaum
pemberontak. Maka terjadilah pertempuran antara kaum muslimin dan kaum
pemberontak yang berasal dari Romawi. Berkat ketangguhan kaum muslimin pada
pertempuran tersebut memperoleh kemenangan, dan kehidupan kaum muslimin
khususnya di Iskandariyah dan Khurasan kembali aman dan damai (Mutholib, 1995:
299).
Enam tahun pertama pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan berjalan dengan
baik. Keberhasilan yang dicapai beliau adalah:
·        Ayat-ayat Al-Qur’an yang dikumpulkan pada zaman Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
r.a, berhasil dikumpulkan. Ia jadikan naskah Al-Qur’an yang resmi dan dijadikan
pegangan dan penuntun umat Islam.
·         Pasukan tentara laut Islam yang pertama dibentuk
·   Infrastruktur  terus dimajukan dengan pembangunan jembatan, jalan raya, rumah susun
serta parit-parit (Men, 2000:32).
Membukukan Al-Qur’an
Abu Bakar pada masa kekhalifahannya telah berjasa mengumpulkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang masih berserakan yang ditulis pada tulang-tulang dan pelapah-pelapah
kurma serta ditempat lainnya, dan kemudian dikumpulkan menjadi satu. Pengumpulan
ini didasarkan karena banyaknya para penghafal Al-Qur’an yang gugur di medan
pertempuran di antaranya pada perang Yarmuk. Kemudian pada masa keKhalifahan
Ustman, beliau hendak membukukan ayat-ayat Allah ini karena luasnya wilayah
kekuasaan Islam. Alasan lain perlunya Al-Qur’an dibukukan adalah terjadinya
perbedaan bacaan dan tulisan Al-Qur’an di kalangan kaum muslimin. Ada kalanya
perbedaan ini menjadi pedebatan yang sengit.
Khalifah Ustman bin Affan memerintahkan pada sahabat Zaib in Tsabit untuk
meneliti kembali Al-Qur’a baik dari segi bacaan huruf maupun lainnya, setelah itu
dibukukan menjadi satu mushaf. Pada masa itu berhasil membuat 5 mushaf. Masing-
masing dikirim ke Mekkah, Syam, Basrah (Irak), Kufah (Iran) dan yang satu lagi
disimpan di Madinah yang dikenal sebagai Mushaf  “Al-Iman” (Mutholib, 1995:300).
Setelah Ustman bin Affan dikenal kepribadiannya lemah-lembut dan penuh
toleransi dalam masa pemerintahannya banyak tahanan yang kabur dari penjara,
terutama para pembantu-pembantunya yang semena-mena. Di Iraq, Iran dan Mesir
terjadi huru-hara. Sementara Abdullah bin Saba’ seorang tokoh Yahudi yang memeluk
Islam di akhir masa Rasulullah, mengadu domba, memfitnah dan menyebarluaskan
kelemahan-kelemahan Khalifah Ustman, sehingga timbul kebencian dikalangan kaum
muslimin terhadap Khalifahnya. Suasana kehidupan kaum muslimin pun menjadi kacau,
terjadi pemberontaan huru-hara, kedholiman, fitnah-memfitnah. Sebagai puncak
kekacauan ini timbullah pemberontakan yang didukung oleh beberapa sahabat-sahabat
terkemuka, yang diantaranya Abu Zar Al-Ghifari, Ammar bin Yasir dan Abdullah bin
Mas’ud.
Khalifah Ustman bin Affan terbunuh dalam pemberontakan beserta beberapa
pemuda muslim yang berusaha melindungi Khalifah Ustman. Demikianlah Khalifah
Ustman bin Affan, beliau menjadi korban dari perilaku pembantu-pembantu dan
kerabat-kerabatnya. Akan tetapi ketika peristiwa itu terjadi tidak ada keluarganya dan
pembantunya yang ikut serta membela jiwanya. Khalifah Ustman wafat pada tahun 35
H (656 M) setelah memangku jabatan sebagai Khalifah selama 11 tahun. Beliau wafat
dalam usia 81 tahun (Mutholib, 2000:300-301).
4. Khalifah Ali Bin Abi Tholib (656—661 M/ 36—41 H)
Ali bin Abi Tholib semenjak kecil telah hidup bersama Rasulullah, karena
Rasulullah pernah diasuh oleh ayah Ali. Setelah Rasulullah menikah dengan Siti
Khodijah, Ali ikut bersama Rasullah. Oleh Rasulullah Ali dibesarkan, diasuh dan dididik.
Sehingga Ali tumbuh menjadi anak yang berbudi luhur, cerdik dan pemberani.
Semenjak kecil Ali telah dididk oleh Rasulullah dengan adab dan budi pekerti Islam,
fasih dalam berbicara. Pengetahuannya dalam agama Islam cukup luas. Beliau
termasuk orang yang paling banyak meriwayatkan hadist. Ali termasuk salah seorang
dari ketiga tokoh yang didalam dirinya tercermin kepribadian Rasulullah. Mereka itu Abu
Bakar As Shiddiq, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Tholib. Mereka bertiga laksana
mutiara yang memancarkan cahayanya.
Ali terkenal sebagai gudang ilmu pengetahuan agama Islam. Hal ini dapat
dilihat pada masa sekarang, banyak karya-karya Islam yang merupakan pemikiran-
pemikiran Ali, yang dijadikan sumber ilmu pengetahuan (Mutholib, 1995: 304).
Ali bin Abi Tholib diangkat menjadi Khalifah
Ketika Rasulullah wafat, timbullah desas-desus dikalangan kaum muslimin yang
mengatakan bahwa Ali akan menjadi pengganti beliau. Begitu juga yang terjadi ketika
Khalifah Umar tertikam, beliau termasuk salah satu tokoh yang dicalonkan oleh Umar,
beliau termasuk calon yang terkuat diantara calon-calon yang ada, akan tetapi
keKhalifahan kemudian jatuh kepada Ustman bin Affan. Setelah itu para sahabat
menunjuk Ali untuk menjabat sebagai Khalifah. Namun juga tidak sedikit para sahabat
yang ragu untuk menunjuk Ali sebagai Khalifah berikutnya. Hal tersebut dikarenakan
munculnya beberapa pemikiran di kalangan kaum muslimin, yaitu:
·   Ali adalah dari kalangan Bani Hasyim. Jika keKhalifahan dipegang Ali berarti selamanya
keKhalifahan akan dipegang oleh Bani Hasyim dan akan sulit keluarnya dari Bani itu.
·     Ali adalah seorang sahabat yang pemberani, sehingga tidak sedikit umat manusia yang
menjadi korban pedangnya, sehingga tidak heran jika banyak orang yang mendendam
kebencian terhadapnya.
·     Ustman orangnya lunak, baik hati, toleran sehingga karena kelemahannya ini banyak
orang yang mengeruk harta dengan cara yang tidak sah, sementara Ali orangnya keras
seperti kerasnya Abu Bakar dan Umar. Untuk itulah mereka kurang senang kalau
keKhalifahan dipegang oleh Ali, karena sudah tentu jika Ali menjadi Khalifah usahanya
itu tidak dapat dikembangkan, bahkan sebaliknya akan ditumpas oleh Ali.
Namun rakyat banyak menghendaki Ali lah yang berhak memangku
keKhalifahan. Ali pada awalnya menolak, namun karena dipaksa terus-menerus oleh
kebanyakan kaum muslimin akhirnya beliau menerimanya (Mutholib, 1995: 305).
Perjuangan dan Kebijakan-kebijakan Khalifah Ali bin Abi Tholib
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Tholib setelah
diangkat menjadi Khalifah adalah: pertama, memecat gubernur-gubernur yang telah
ditunjuk pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan, dan menggantikannya
dengan yang baru. Kedua, Khalifah Ali mengambil kembali tanah-tanah yang
merupakan milik “Baitul Mal” yang telah diberikan Khalifah Ustman kepada sanak
familinya. Khalifah Ali menganggap pemberian itu tidak sah dan bertentangan dengan
agama. Para sahabat dan kaum muslimin mendukung tindakan Khalifah ini, hanya saja
Khalifah Ali dianggap dalam menjalankan tugasnya terlalu keras, terlalu terburu-buru,
sehingga menimbulkan ketidaksengan khususnya di kalangan keluarga Bani Umayah
(Mutholib, 1995: 305-306).
Pertempuran Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Tholib
       a)      Perang Jamal
Perang Jamal adalah perang yang terjadi antara pasukan Siti Aisyah dengan
Khalifah Ali bin Abi Tholib. Dinamakan perang Jamal karena Aisyah menggunakan
unta, sebagai kendaraan perangnya. Aisyah memang telah lama memendam rasa tidak
senang kepada Ali. Ketidaksenangan Aisyah dimanfaatkan oelh kemenakannya yaitu
Abdullah bin Zubair yang berambisi untuk menjadi Khalifah. Abdullah bin Zubair juga
telah berhasil menghasut bapaknya yakni Zubair bin Awwam dan Tholhah. Maka
berangkatlah pasukan perang menuju kota Madinah pusat pemerintahan. Setelah
bertemu, Khalifah Ali mengusulkan untuk berdamai. Namun dibalik perdamaian yang
sedang berlangsung adanya hasutan-hasutan dari pihak pasukan Aisyah dan pasukan
Khalifah Ali sehingga pertempuran tidak terelakkan lagi.
Dalam pertempuran ini banyak korban dari kedua belah pihak, namun pasukan
Khalifah Ali lebih unggul dari pasukan Aisyah. Thohlah telah gugur begitu juga Zubbair
bin Awwam telah gugur pula, yang tinggal hanya Aisyah, namun unta Aisyah pun mati
pula terbunuh, dan pertempuran pun berakhir dengan kemenangan dipihak Khalifah Ali
bin Abi Tholib (Mutholib, 1995: 306).
       b)     Perang Siffin
Khalifah Ali menganggap dengan selesainya perang Jamal merupakan perang
yang pertama diawal keKhalifahannya sekaligus juga merupakan yang terakhir. Tetapi
kenyataan tidak demikian. Muawiyah gubernur yang berkedudukan di Syam menyusun
pasukan yang berkekuatan besar. Muawiyah adalah putra Abu Sufyan seorang tokoh
yang sangat berpengaruh di kalangan Bani Umayah. Muawiyah berontak karena tidak
menerima tindakan Khalifah Ali yang memecatnya. Memecat keturunannya dan
mengambil kembali hak milik keluarganya. Muawiyah juga bangkit dengan dalih
menuntut pertanggungjawaban Khalifah Ali atas terbununya Khalifah Ustman (Mutholib,
1995:307).
Perang Siffin terjadi pada tahun 659 M atau 37 H antara umat Islam pimpinan
Khalifah Ali dengan mereka yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Walaupun
tentara Muawiyah hampir dikalahkan, tetapi akibat tipu daya yang dilakukannya melalui
cadangan Amru al-As agar tentara Muawiyah menjunjung Al-Qur’an dengan tujuan
berdamai, maka Muawiyah tidak dikalahkan. Semasa Majelis Tahkim atau timbang tara
yang diadakan untuk menyelesaikan masalah, sekali lagi pihak Ali ditipu. Keadaan ini
menyababkan tentara Khalifah Ali terpecah dua, yaitu golongan Khawarij yang keluar
dari tentara Ali dan golongan Syiah yang setia pada Khalifah Ali.
Khalifah Ali dibunuh oleh Khawarij di kota Kufiah pada tahun 661 M. Peristiwa
tersebut menandakan berakhirnya zaman Khalifah Kulafaur al-Rasyidin dan berawalnya
kerajaan Bani Umaiyyah (Men, 2000: 33).

C. PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN


Sosial Ekonomi Umat Islam Pada Zaman Khulafaur Rasyidin
Masyarakat Arab sejak sebelum datangnya agama Islam dikenal sebagai
masyarakat pedagang. Masyarakat Arab dikenal kaum pedagang yang ulung, dalam
menjajakan barang dagangan mereka tidak hanya terbatas didaerahnya sendiri
melainkan juga ke daerah-daerah lain, sehingga nama khafilah Arab terkenal dimana-
mana. Selain berdagang, pencaharian masyarakat Arab juga sebagai petani. Walaupun
negara Arab tanahnya merupakan gurun pasir yang tandus, namun ada bagian-bagian
lokasi yang dapat ditumbuhi pepohonan, seperti pohon kurma, gandum dan masih ada
tanaman lain. Ini juga merupakan pencaharian masyarakat Arab dari semenjak
datangnya Islam. Selain itu perekonomian masyarakat Arab juga didapatkan dari
peternakan. Mereka berternak unta, kuda, kambing dan binatang lainnya.
Menggembala, terutama menggembala kambing dalam masyarakat Arab bukan hanya
pekerjaan orang miskin atau lemah. Bagi masyarakat Arab menggembala binatang itu
mengandung nilai pendidikan. Filsafat hidup masyarakat Arab mengungkapkan bahwa
keberhasilan seseorang dalam menggembala binatang itu merupakan tanda akan
keberhasilannya kelak jika memimpin suatu golongan atau umat.
Untuk mengatur perekonomian atau mengatur keuangan negara agar teratur
dengan baik, Khalifah Umar bin Khattab membentuk Departemen Keuangan (An-
Hidhomul Maly). Depatemen keuangan ini berfungsi mengatur keluar masuknya
keuangan negara, mengusahakan sumber keuangan, menampung hasil pungutan
zakat, dan mengusahakan dari sumber-sumber lain. Pada masa khulafaur Rasyidin
perekonomian umat Islam bukan hanya tergantung dari perdagangan, perkebunan dan
peternakan, akan tetapi juga mereka peroleh dari perikanan. Hal terlihat terutama pada
masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan. Pada masa pemerintahan Khalifah
Ustman bin Affan pemerintahan Islam terkenal dengan angkatan lautnya. Angkatan laut
kaum muslimin telah berhasil menaklukkan beberapa daerah yang terletak diwilayah
seberang laut.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, perdagangan umat Islam bukan hanya
dilakukan untuk menjual dagangan yang merupakan hasil dari daerah jazirah Arab
semata. Para pedagang tersebar ke berbagai negara untuk membeli atau menjual
barang-barang yang menjadi kebutuhannya. Perkembangan perekonomian umat Islam
yang semakin maju, khulafaur Rasyidin menyusun undang-undang untuk mengatur
perekonomian umat Islam. Perkembangan perekonomian yang terjadi pada masa
Khulafaur Rasyidin, tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan umat Islam,
melainkan juga dapat mempengaruhi aspek-aspek lainnya. Misalnya dengan
perkembangan perekonomian umat Islam ini dakwah Islam dapat berjalan dengan
pesat, begitu pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan (Mutholib, 1995:312-313).
Perkembangan Masyarakat Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Masyarakat yang bertempat tinggal disekitar gurun pasir Timur Tengah disebut
dengan masyarakat Arab. Mereka mempunyai bahasa sendiri yang disebut bahasa
Arab, mempunyai cara berpakaian sendiri, bentuk pakaian sendiri. Pada zaman
jahiliyah masyarakat Arab terdiri dari suku-suku dan kabilah-kabilah. Mereka
mempunyai derajad dan kedudukan yang berbeda. Namun, setelah datangnya agama
Islam, perbedaan derajad, kedudukan, jabatan, tuan dan hamba, suku dan kabilah
dihapuskan. Islam tidak memandang manusia dari derajadnya, kedudukan,
ekonominya, suku dan kabilahnya dan sebagainya. Dalam pandangan Islam semua
manusia mempunyai derajad yang sama, kedudukan dan hak serta kewajiban yang
sama (Mutholib, 1995: 314).
Pada zaman Khulafaur Rasyidin pemeluk Islam bukan hanya terdiri dari
masyarakat Arab, melainkan juga terdiri dari berbagai bangsa dan kabilah. Bangsa-
bangsa yang berhasil ditaklukkan oleh Khulafaur Rasyidin kedalam Islam adalah
bangsa Persia, Romawi. Sementara kabilah-kabilah jumlahnya banyak sekali.
Secara garis besar kondisi sosial masyarakat Islam pada masa pemerintahan
Khulafaur Rasyidin dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
golongan masyarakat yang mempunyai anggota yang besar, seperti Bani Hasyim, dan
Bani Umaiyah
2.      kelompok masyarakat yang terdiri dari para sahabat Nabi yang kemudian dibagi
menjadi dua golongan, yaitu golongan Muhajirin dan golongan Anshor.
3.      kelompok politik keagamaan, seperti golongan syiah, Khawarij
4.      kelompok masyarakat biasa
5.      kelompok keagamaan terdiri dari para sahabat orang Islam yang berjuang bersama
sahabat, orang yang baru masuk Islam dan orang yang tidak memeluk agama Islam
namun berada di wilayah Islam
6.      kelompok masyarakat Islam yang terdiri dari suku-suku dan kabilah-kabilah serta
bani-bani yang muncul setelah Rasulullah wafat tetapi tidak mempunyai kekuatan.
Keenam kelompok tersebut walaupun berberda suku, terkait dan bersatu dalam
persaudaraan Islam (Ukhuwah Islamiyah) (Mutholib, 1995:315).
      D. KEKUASAAN ISLAM DAN LUASNYA WILAYAH PADA MASA KHULAFAUR
RASYIDIN
Yang dimaksud dengan kekuasaan Islam dan luasnya daerah Islam pada masa
Khulafaur Rasyidin adalah luasnya daerah yang sudah dijangkau oleh dakwah Islam
dan masyarakat berada dalam pembinaan pemimpin-pemimpin Islam juga daerahnya di
bawah pengawasaan Khulafaur Rasyidin.
Pada masa Khalifah Abu Bakar As-siddiq wilayah kekuasaannya sebagian
kerajaan Persia, yaitu daerah Irak (Pusat kekuasaan). Dan kekuasaan Kerajaan
Romawi Timur (Byzantium) Khalid memenangi semua pertempuran dengan Persia,
blum hancur Persia, Khalid diperintahkan ke barat untuk memebantu memerangi
Byzantium di Syria (13 H). Pasukan muslim bertemu dgn pasukan Byzantium di daerah
Yarmuk. Perang ini terkenal dengan nama perang Yarmuk. Raja Byzantium saat itu
Heraklius. Pasukan Byzantium 6 kali lebih besar dari pasukan muslim. Komando
tertinggi di tangan Khalid bin Walid, Jendral yang tidak terkalahkan dalam sejarah.
Khalidpun memenangi peperangan itu (Mutholib, 1995: 320-321).
Setelah 6 hari perang, khilafah menang di Yarmuk dan mukul mundur
Heraklius. Seluruh Syria menjadi bagian kekhalifahan. Setelah Syria, Khalifah Umar bin
Khattab melanjutkan perang dgn Persia di timur. Perang utama di Qadisiah dimenangi
khilafah lalu merebut ibukota Persia, Ctesiphon. Dalam kurun waktu hanya 4 taun (11
-15 H).
Dibawah pemerintahan Umar, Luas kekuasaan Islam semakin meluas.
Pasukan Islam menaklukkan Byzantium di sepanjang pantai laut tengah, turun ke Mesir
dan Afrika utara. Di titik ini, khilafah sampai di kota suci tiga agama; Islam, Nasrani,
Yahudi: Jerusalem atau lebih dikenal dengan sebutan Baitul Maqdis oleh umat Islam. Di
Jerusalem tidak ada perlawanan berarti karena penduduknya sendiri sudah bosan
diperintah oleh Byzantium. Umar menarik pajak tapi itu lebih kecil dibanding Byzantium
dan memberi kebebasan beragama untuk penduduknya.
Umar disambut dengan suka cita saat memasuki Jerusalem dengan hanya naik
unta tanpa pengawalan. Pembebasan Jerusalem untuk pertama kalinya oleh dunia
muslim tersebut terjadi di tahun 636 M. Berikut peta wilayah kekuasaan Khalifah Umar
bin Khattab:
Setelah Umar bin Khattab meninggal, tampuk kekuasaan berada di bawah
Khalifah Utsman bin Affan. Ia berhasil memperluas wilayah islam sampai ke daerah
Pulau Cyprus, Nubah, Barqoh, Tripoli Barat, Armenia, dan sebagian Thabaristan,
sungai Jihun (Amu Daria), Baktria dan harah. Serta Kabul dan Ghaznah yang terletak di
daerah Turkistan. Perluasan wilayah yang sangat gemilang pada saat itu (Mutholib,
1995: 232). Berikut adalah peta wilayah kekuasaan Utsman bin Affan.
Sementara perluasan pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib tidak begitu
Nampak.karena pemerintahan Ali selama 4 tahun itu lebih banyak diarahkan untuk
memulihkan keamanan di dalam pemerintahan dan menghadapi pertentangan di
kalangan umat Islam sendiri. Banyak terjadi pemberontakan dan pemisahan wilayah
yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan Islam. berikut wilayah kekuasaan Khalifah
Ali bin Abi Thalib.
E. JASA-JASA KHULAFAUR RASYIDIN
         Untuk mengungkapan jasa-jasa Khulafaur Rasyidin selama memegang tumpuk
pemerintahan kaum muslim tidak mudah. Hal ini dikarenakan besarnya dan banyaknya
jasa-jasa mereka. Di bawah ini akan diungkapkan sebagian kecil dari jasa-jasa
tersebut.
           Pertama, Khulafaur Rasyidin mempunyai jasa yang sangat besar dalam dakwah
Islam. Dengan perjuangan Khulafaur Rasyidin wilayah islam menjadi luas dan pemeluk
islam semakin banyak, bahkan sebagian sahabat Nabi mengatakan bahwa pada masa
Khulafaur Rasyidin inilah maksud firman Allah dalam surat An-Nasr terjadi, pada waktu
itu orang dating berbondong-bondong untuk memeluk agama Islam.
            Kedua, Khulafaur Rasyidin sangat berjasa dalam membangun, membina
masyarakat islam dan masyarakat yang berada di bawah naungan pemerintah Islam,
sehingga kehidupan masyarakat dalam keadaan aman, damai, sentosa. Masyarakat
memperoleh hak dan kewajiban yang sama, dan menerima hasil pembaguna yang
sama. Khulafaur Rasyidin juga membina masyarakat denga berbagai kegiatan,
sehingga masyarrakat Islam merupakan masyarakat yang bersatu, saling tolong-
menolong, mengabdi, beribadah, beramal dan bekerja dibawah naugan Islam.
            Ketiga, Khulafaur Rasyidin berjasa karena usahanya sukses dalam
mengumpulkan dan membukukan mushaf Al-Quran. Mereka telah mengambil langkah
yang bijaksana, penuh dengan perhitungan. Usaha pengumpulan dan pembukuan Al-
Quran bukanlah pekerjaan yang ringan, pekerjaan ini bisa mengakibatkan timbulnya
bencana dan kesalahpahaman jika Khulafaur Rasyidin tidak berlaku bijaksana dan hati-
hati.
           Itulah sebabnya Khulafaur Rasyidin mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang
masih berserakan di daun-daun kurma, pelepah kurma, tulang-tulang dan di kulit
binatang. Kemudian pada masa pemerintahan khalifah Utsman, Al-Quran yang telah
berhasil dikumpulkan pada masa khalifah Abu Bakar atas usul khalifah Umar ibn
Khattab dibukukan oleh satu tim penulis khusus yang di kepalai oleh sahabat Zaid ibn
Tsabit.
         Inilah jasa yang paling besar dari jasa-jasa yang telah diperbuat oleh khulafa-
urrasyidin, mungkin jika penulisan Al-Quran tidak dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin,
kita sebagai umat Islam yang hidup pada masa sekarang tidak akan mengetahui dan
membaca Al-Quran, dan mungkin Al-Quran akan menjadi sebuah legenda.
            Jasa Khulafaur Rasyidin yang keempat adalah membenahi dan mengatur
administrasi pemerintahan islam dengan baik. Pada masa pemerintahan Khulafaur
Rasyidin memperbaiki administarsi pemerintah dengan baik dan teratur, misalnya,
membentuk beberapa departemen, antara lain:
1.      Departemen Pemerintahan
Departemen ini mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan Politik, Al-
Khalifah (kekhalifahan atau pemerintahan), Al-Wizarot (para pembantu khalifah, para
mentri dan gubenur serta penjabat-penjabat lainnya, kemudian Al-Kitab yaitu masalah
kesekretariatan.
2.      Departemen Tata Usaha
Departemen ini managani masalah-masalah yang berkaitkan dengan :
a.       Departemen-departemen, lembaga-lembaga dan dawan-dewan.
b.      Pembagian wilayah kekuasan para gubernur. Menangani pos-pos, sehingga pos-pos
ini menjadi pusat informasi dan melalui pos ini pula informasi menjadi lancar dan cepat.
c.       Keamanan termasuk juga di dalamnya mengenai masalah kepolisian dan
keprajuritan.

3.      Departemen Keuangan


Departemen ini mengatur keluar masuknya keuangan Negara, dan usaha usaha
lain dalam mencari sumber dana Negara (Baitul Mal).
4.      Departemen Kehakiman
Departemen ini mengatur masalah-masalah pengadialan, undang-undang dan
sebagaimana yang berkaitan dengan masalahhukum.
Kelima, jasa-jasa Khulafaur Rasyidin dalam bidang pembagunan. Khulafaur
Rasyidin mempunyai peranan dan jasa yang sangat besar dalam bidang pembagunan.
Misalnya: membagun mesjid, dan tempat-tempat peribadatan kaum muslim lainnya,
membagun jalan, sehingga jalan-jalan yang menghubungkan antara pusat
pemerintahan Khulafaur Rasyidin dengan para pembantunya atau wilayah-wilayah
kekuasaannya dapat dijangkau dengan lancar. Membangun pos-pos yang mengatur
informasi dari pusat kedaerah dan dari daerah ke pusat. Membagun saran-sarana lain
yang sangat berguna untuk kepentingan pemerintah Islam, kepentingan umat Islam dan
kepentingan umat manusia.
Dalam bidang kebudayan, Khulafaur Rasyidin mempunyai jasa yang besar pula.
Khulafaur Rasyidin adalah tokoh-tokoh yang memiliki ilmu yang tingi, pengalaman yang
luas. Pada masa ilmu pengetahuan seperti budaya dan srsitek berkembag dengan baik.
Berbagai ilmu pengetahuan Islam diajarkan kepada pemeluknya denganmelalui para
sahabat, tabi’in dan tokoh-tokoh Islam lainya.
Kesenian umat islam mengalami kemajuan juga pada masa Khulafaur Rasyidin.
Kesenian ini bukan hanya kesenian yang berupa lagu-lagu, akan tetapi yang lebih
penting adalah seni arsitektur (seni bangunan). Banyak sekali dikalangan kaum muslim
yang mempunyai minat untuk mempelajari ilmu seni bagunan ini.

3.1 KESIMPULAN
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat yang
menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala
pemerintahan. Dalam sejarah Islam dikenal ada 4 orang pengganti nabi pertama para
pemimpin yang adil  dan jujur yang biasa disebut “Khulafaur Rasyidin”.
Nama lengkapnya Abu Bakar ialah Abdullah bin Abi Quhafa at-Tamimi. ia
termasuk salah seorang sahabat utama. Karena beliau adalah orang yang paling awal
memeluk Islam. di beri gelar as shidiq oleh nabi karena i membenarkan nabi dalam
berbagai peristiwa terutama isra dan mi’raj. Abu Bakar menjadi khalifah hanya 2 tahun.
Masa sesingkat itu ia habiskan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama
tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi
kepada pemerintah Madinah.
Umar bernama lengkap Umar Ibn Khattab Ibn Nuffal keturunan Abdul Uzza al-
Quraisi dari suku Adiy salah satu suku yang terpandang mulia. Sebelum Abu Bakar
meninggal dunia, ia telah menunjuk Umar Bin Khattab menjadi penerusnya,
kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera membaiat
Umar. Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) ibu kota
Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian setelah tentara Byzantium
kalah dipertempuran Yarmuk. S.
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokratis dalam
pemerintahannya. Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh
seorang budak dari Persia bernama Feros atau Abu Lu’luah.
Nama lengkap Utsman ialah Utsman ibn Affan Ibn Addil as Ibn Umayah dari
Puak Quraisy. Ia memeluk Islam karena ajakan Abu Bakar ia menjadi salah seorang
sahabat dekat nabi saw. Karya besar Utsman lainnya dipersembahkan kepada umat
Islam ialah susunan kitab suci Al-Qur’an. Kelemahan dan nepotisme telah membuka
kepada puncak kebencian rakyat sehingga meletus pertikaian di kalangan umat Islam.
Meskipun demikian, Utsman berjasa membangun bendungan dan mengatur pembagian
air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan jembatan-jembatan, masjid dan
memperluas masjid di Madinah.
Ali adalah putra Abi  Thalib Ibn Abdul Mutaib. Ia adalah sepupu nabi saw ia
telah masuk Islam dalam waktu yang masih berada pada umur sangat muda. ia
menemani nabi dalam perjuangan menegakkan Islam dan ia diambil menantu oleh nabi
saw. Khalifah Ali tampil menggantikan Utsman setelah pembunuhan Utsman, beliau
menerima sumpah setia (baiat) dari sejumlah kaum muslimin. Meskipun ada beberapa
sahabat yang tidak menyokong kekhalifahan.
Yang pertama dilakukan oleh Ali ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan
Umar. Menarik kembali, semua tanah dan hibah yang telah dibagian oleh Utsman
kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan negara.

DAFTAR RUJUKAN

Departemen Agama. 1993. Ensiklopedi Islam jilid ke III. Jakarta: Departemen Agama


Haikal, Muhammad Husein. 2002. Umar bin Khatthab, sebuah telaah mendalam tentang
pertumbuhan Islam dan kedaulatannya dimasa itu. Bogor: Pustaka Lintera AntarNusa.
Men, Lew Hee. 2000. Sejarah Peradaban Dunia. _______: CV Ananda
Mutholib, Abd. 1995. Sejarah Kebudayaan Islam I. Jakarta Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Islam dan Universitas Terbuka.
Shiddiqi, Nourouzzaman. 1996. Jeram-jeram Peradaban Muslim. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Yatim, Badri. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Share This:
https://goedangsedjarah.blogspot.com/2018/04/sejarah-perkembangan-islam-pada-zaman.html

Anda mungkin juga menyukai