Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM


“PERIODE KHULAFAUR RASYIDIN (632-661H)”

Dosen pengampu : Zuraidah, M.Ag

UIN SUSKA RIAU

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6
Putri Hidayaturrizki (123220221952)
Avisya Azzahra (12320222398)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH (MUAMALAH)


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SULTAN SYARIF KASIM RIAU
Tp. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat kelak.

Penulis mengucapkan syujur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan sehat, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “Peride Khulafaur Rasyidin” tersebut dengan tepat waktu.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya untuk itu, prnulis mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca sekalian. Semoga makalh ini dapat bermanfaat dan
menambah ilmu kita bersama terutama bagi pembaca.

Pekanbaru, 25 Maret 2024

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………2

BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
A. Latar belakang………………………………………...……………………………...3
B. Rumusan masalah ........................................................................................................ 3
C. Tujuan pemakalah ....................................................................................................... 3

BAB II
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 4
A. Pembentukan khalifah dna sistemnya ....................................................................... 4
B. Tipe kepemimpinan khalifah .................................................................................... 11
C. Kontribusi khalifah dalam peradaban islam .......................................................... 14
BAB III
PENUTUP............................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 10
B. Saran ........................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Nabi Muhammad Saw. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan
menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau
tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin sendiri untuk
menen- tukannya. Karena itulah, tidak larna setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya
dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani
Sa'idah, Madinah. Mereka memu- syawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi
pemimpin. Musya- warah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik
Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam.
Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar terpilih.
Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari
umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan mem- baiatnya.

Sebagai pemimpin umat Islam setelah rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah
(Pengganti Rasul) yang dalam per- kembangan selanjutnya disebut khalifah saja.
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan
tugas-tugas sebagai pemimpin dan kepala pemerintahan.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pembentukan khalifah dan sistemnya?
2. Bagaimana khalifah Abu Bakar pada (632-634 M)?
3. Bagaimana khalifah Umar Bin Khattab (634-644 M)?
4. Bagaiaman khalifah Utsman Bin Affan (644-656 M)?
5. Bagaimana khalifah Ali Bin Abi Thalib (656-661 M)?
6. Bagaimana tipe kemimpinan khalifah?
7. Seperti apa kontribusi khalifah dalam peradaban islam?

C. Tujuan masalah
1. Agar mengetahui bagaimana pembentukan khalifah dan sistemnya
2. Mengetahui bagaimana khalifah Abu Bakar
3. Agar mengetahui bagaimana khalifah Umar Bin Khatab
4. Agar mengetahui bagaimana khalifah Utsman Bin Affan
5. Agar mengeahui bagaimana khalifah Ali Bin Abi Thalib
6. Agar menetahui tipe kepemimpinan khalifah
7. Mengetahui seperti apa kontribusi khalifah dalam peradaban islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembentukan Kekhalifahan Dan Sistemnya


Setelah Nabi Muhammad SAW wafat pada hari Senin 12 Rabi' al Awwal 11 H (08 Juni
632 M), pemerintahan Islam dipegang oleh para khalifah. Empat orang khalifah pertama,
biasanya disebut dengan al Khulafa; al Rasyidun, yakni para khalifah yang besar dan cerias.
Empat orang khalifah tersebut adalah Khalifah Abu Bakr 'Abdullah ibn 'Ustman al Shiddiq
al Taymiy (11-13 H / 632 634 M), Abu Hafash 'Umar ibn al Khaththab al Faruq al 'Adawiy
(13-23H/634 644 M), Abu 'Abdillah 'Ustman ibn 'Affan al Amawiy (23-35H/644-656 M)
dan Abu al Hasan 'Aliy ibn Abi Thalib al Hasyimiy (35-40 H/656 -661 M).
Kata khalifah ‫ ((خليفة‬secara etimologi berarti pengganti atau wakil, sedangkan secara
terminologi berarti pimpinan tertinggi umat Islam yang melanjutkan kepemimpinan Nabi
SAW dalam urusan agama dan dunia, dan sistim pemerintahannya disebut dengan khilafah
Karena itulah Abu Bakr disebut dengan Khalifah Rasulillah, yang kemudian disingkat saja
menjadi khalifah.
Istilah Amir al Mukminin (Pemimpin Orang-Orang Beriman) yang setara
kedudukannya dengan khalifah, pertama kali dipergunakan pada masa 'Umar ibn al
Khathab. Sebabnya sebagaimana diceritakan Ibn 'Abd al Barr (1398, III: 528), sewaktu
seorang shahabat, al Mughirah ibn Syu'bah, datang menghadap dan memanggilnya dengan
sebutan Khalifatullah, Umar langsung menjawab :"Itu adalah sebutan untuk Nabi Dawud".
Al Mughirah berkata: "Kalau begitu, kami memanggil dengan sebutan Khalifah
Rasulillah". Umar menjawab: "Itu adalah sebutan untuk shahabat kita yang terdahulu". Al
Mughirah berkata lagi "Jika demikian, kami memanggil dengan sebutan Khalifatu Khalifati
Rasulillah". 'Umar menjawab: "Itu sebutan yang sangat panjang. Aku ini amir (pemimpin)
kalian, sedangkan kalian adalah kaum mukminin orang-orang yang beriman). Karena itu,
aku adalah Amir al Mukminin.
Istilah lain yang setara juga adalah al Imam. Namun kata al Imam untuk sebutan bagi
pemimpin tertinggi dalam pemerintahan ini hanya dipakai di kalangan Syi'ah, sedangkan
yag selain Syi'ah tidak memakai istilah ini1.

1. Abu Bakar (632-634 M)


a. Biograpi Ringkas Abu Bakr Al Shiddiq
Sewaktu Muhammad mulai menyampaikan dakwahnya, Abu Bakr adalah orang pertama
yang beriman kepadanya, dan namanya yang pada mulanya 'Abd al Ka'bah ditukar Nabi
SAW menjadi 'Abdullah. Abu Bakr bukan hanya sekedar beriman saja, tapi dia sangat aktif
pula mengembangkan Islam sejak masa awal itu, sehingga banyaklah orang yang beriman
karena usahanya, di antaranya Abu 'Abdillah 'Utsman ibn 'Affan al Amawiy, Abu
Muhammad Thal-hah ibn 'Ubaydillah al Taymiy, Abu 'Abdillah al Zubayr ibn al 'Awwam
al Fihriy, Abu Is-haq Sa'ad ibn Abi Waqqash al Zuhriy, Abu 'Ubaydah 'Amir ibn 'Abdillah
ibn al Jarrah al Fihriy, Abu Muhammad 'Abd al Rahman ibn 'Awf al Zuhriy, dan lain-
lainnya. Abu Bakr juga banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa tuannya karena
memeluk Islam, seperti Bilal ibn Rabbah al Habsyiy, 'Amir ibn Fuhayrah dan lain-lainnya.

1 Fatmawati, Sejarah Peradaban Islam, (Stain Batusangkar Pressa:2010), hlm. 95-96.

4
Abu Bakr pula orang yang pertama mempercayai terjadinya Isra Mi'raj, walaupun dia tidak
mendengarnya secara langsung dari Nabi SAW sendiri, sehingga dia digelari dengan al
Shiddiq, orangyang benar dan membenarkan Nabi SAW. semua yang disampaikan ketika
Nabi SAW hijrah dari Makkah ke Yatsrib, Abu Bakr yang menyiapkan perbekalan dan
mendampinginya dalam perjalanan. Kisah mereka ketika bersembunyi dalam gua untuk
menghindari kejaran orang-orang kafir Makkah, diabadikan dalam al Qur-an al Karim pada
Surat al Tawbah ayat 40:

‫إن ال تنصروه فقد نصره هللا إذ أخرجه الذين كفروا ثاني اثنين إذ هما في الغار إذ يقول لصاحبه ال تحزن إن هللا‬
‫معنا‬
Artinya: Bila kalian tidak menolongnya, maka sesungguhnya Allah telah menolongnya
sewaktu dia diusir oleh orang-orang kafir, ketika dia adalah salah seorang dari dua orang yang
berada dalam sebuah gua, lalu dia berkata kepada shahabatnya itu : "Janganlah engkau
bersedih, sesungguhnya Allah bersam kita".
Setelah hijrah ke Madinah, Abu Bakr tetap mendampingi Nabi SAW dalam setiap
kesempatan. Abu Bakr lah yang disuruh Nabi SAW untuk memimpin pelaksanaan hajji tahun
9 H, hajji yang pertama dalam sejarah Islam, dan ketika Nabi SAW sakit, Abu Bakr pulalah
yang dipercayai untuk menjadi imam shalat berjama'ah. Abu Bakr ini wafat pada sore hari
Senin tanggal 22 Jumad al Akhir 13 H dalam usia 63 tahun.
Abu Bakr dikarunia beberapa orang anak, laki-laki dan wanita. Puteranya yang terkenal
adalah 'Abdullah yang syahid sewaktu mengepung Tha-if bersama Nabi SAW, Muhammad
yang menjadi Gubernur Mesir pada masa 'Ali, dan al Qasirun yang lahir beberapa bulan setelah
beliau wafat. Puterinya yang terkenal adalah Asma; yang menjadi isteri al Zubayr ibn al
'Awwam dan 'Aisyah yang menjadi Umm al Mukminin2.

b. Pengangkatan abu bakr menjadi khalifah


Beliau resmi menjadi khalifah setelah terlaksananya pembai'atan di Saqifah Bani
Sa'idah, yang kemudian dilanjutkan dengan pembai'atan di Masjid Madinah. Menurut Imam
Ibn Katsir (V: 214), pembai'atan di Saqifah tersebut terlaksana pada hari Senin 12 Rabi' al
Awwal 11 H, sedangkan pembai'atan di Masjid Madinah pada hari Selasa besoknya, sebelum
penyelenggaraan jenazah Rasulullah SAW. Pembai'atan di Saqifah itu dinamakan oleh Hasan
Ibrahim Hasan (1964: 432) sebagai al Bay'at al Khashshah, sedangkan pembai'atan di Masjid
Madinah disebut sebagai al Bay'at al 'Ammah.
c. Pelaksanaan pemerintahan Khalifah Abu Bakr Al Shiddiq

Abu Bakr ini tidak lama memegang jabatan kekhalifahan, karena dia wafat pula pada
hari Senin di bulan Jumad al Awwal 13 H, sehingga masa pemerintahannya hanya sekitar dua
tahun lebih sedikit. Masa dua tahun lebih sedikit itu memang merupakan masa yang sangat
singkat untuk suatu pemerintahan, tetapi masa yang sangat singkat itu dapat dipandang sebagai
masa yang sangat menentukan bagi Sejarah Islam. Dalam masa tersebut, Abu Bakr telah
menghadapi saat-saat yang sangat genting. Bahkan dapat pula dikatakan, bahwa pada
permulaan saat-saat yang amat genting itu, Abu Bakr hanya berdiri seorang diri saja, namun
berkat keimanan dan keyakinannya yang kuat, maka Kaum Muslimin segera menyokong dan
mendukung pendapat dan buah pikirannnya (A. Syalabi, 1990: 234-235).

2 Ibid, hlm. 97

5
a) Pengiriman pasukan usamah ibn zayd.
b) Murtadnya orang-orang arab sekeliling Madinah
c) Masalah nabi-nabi palsu
d) Menghadapi ancaman dari Kerajaan Byzantium dan Persia.
e) Membukukan al qur’an al karim

2. Khalifah Umar Ibn Al Khaththab


a. Biografi ringkas Umar Ibn Al Khaththab
'Umar ini nama lengkapnya adalah Abu al Hafash 'Umar ibn al Khaththab ibn Nufayl
ibn 'Abd al 'Uzza ibn Rabbah ibn 'Abdillah ibn Qarth ibn Ramzah ibn 'Adiy ibn Ka'ab ibn
Lu-ay al 'Adawiy (Ibn Hajar, 1398 : 518), bertemu nasabnya dengan Nabi SAW dan Abu
Bakr pada nenek moyang mereka Ka'ab ibn Lu-ay (al Suyuthiy: 26). Menurut Imam al
Thabariy, yang dikutip oleh Hasan Ibrahim Hasan (2002: 402), 'Umar dilahirkan di Makkah
sekitar empat tahun sebelum terjadinya Perang Fijjar, atau sekitar 13 tahun setelah
kelahiran Muhammad SAW. Pada masa kecilnya, 'Umar menjadi penggembala ternak
kepunyaan keluarganya dan pencari kayu api. Setelah dewasa, dia menjadi pedagang,
namun harta dagangannya tidak bagitu banyak.
Ketika Nabi SAW mulai mengembangkan Islam, 'Umar termasuk penentangya yang
paling keras seperti Abu Jahl, sehingga Nabi SAW pernah berdo'a supaya Allah
menguatkan Islam dengan salah seorang dari dua orang itu, dengan 'Umar ibn al Khathab
atau 'Amr ibn Hisyam (Abu Jahl). 'Umar memeluk Islam pada tahun keenam kenabian, dan
setelah memeluk Islam, dia tampil sebagai pembela Islam sejati. Sewaktu para shahabat
yang lainnya hijrah ke Yatsrib dengan sembunyi-sembunyi, 'Umar malahan hijrah secara
terang-terangan dan menantang orang-orang Qurays, kalau ada yang berani mengganggu
perjalanannya.
Setelah hijrah, 'Umar tetap menjadi pendamping setia Nabi SAW dan dia selalu diajak
Nabi SAW dalam setiap musyawarah. Banyak pendapat yang dikemukakan 'Umar yang
kemudiannya3.

b. Pengangkatan Umar Menjadi Khalifah


Penunjukan 'Umar menjadi khalifah ini mendapat dukungan penuh dari para
shahabat, karena mereka telah mengenal jasa-jasa Umar terhadap Islam selama ini,
walaupun sebelum masuk Islam dahulu, 'Umar adalah seorang penentang Islam yang sangat
keras. Bahkan salah seorang shahabat utama, 'Abdullah ibn Mas'ud, yang termasuk
golongan al Sabiqun al Awwalun dan jauh lebih dahulu masuk Islam dari 'Umar, seperti
dikutip Hasan Ibrahim Hasan dari Ibn al Atsir (2002: 403), mengatakan bahwa Islamnya
'Umar adalah suatu pertolongan, hijrahnya adalah suatu kemenangan dan pengangkatannya
menjadi khalifah adalah suatu rahmat.
Begitu menjadi khalifah, 'Umar segera menghadapi tugas- tugas berat yang menjadi
tanggung-jawabnya, baik yang berhubungan dengan masalah dalam negeri (internal)
maupun yang berkaitan dengan masalah luar negeri (eksternal). Kesulitan yang
dihadapinyapun jauh lebih rumit dan berat dari masa-masa sebelumnya, karena seperti
dijelaskan oleh Syalaby (1990: 263), sewaktu umat Islam berbenturan dengan bangsa
Mesir, Syiria dan Persia, merekapun harus berhadapan dengan hal-hal baru, sehingga
timbullah berbagai macam kesulitan dan persoalan yang belum pernah dikenal dan

3 Ibid, hlm. 110

6
dijumpai selama ini. Beban dan tanggung- jawab untuk memecahkan dan mengatasi
masalah tersebut terletak di atas pundak Khalifah 'Umar ibn al Khaththab. Ternyata Allah
SWT telah memberikan ilham dan taufiq kepada 'Umar dalam memperkenankan panggilan
zaman, menjawab tantangan hidup baru dan membangun negara Islam.

c. Kebijakan internal Khalifah Umar Ibn Al Khaththab


a) Pemeliharaan sumber ajaran agama islam
b) Dalam bidang pemerintahan
c) Dalam bidang Pembangunan dan tata kota
d) Dalam bidang sosial kemasyarakatan
e) Dalam bidang kemiliteran
f) Dalam bidang pengawasan
g) Dalam bidang Pendidikan

d. Kebijakan eksternal Khalifah Umar


a) Peperangan dengan Kerajaan romawi
b) Peperangan dengan kerjaan Persia

3. Khalifah Utsman Ibn Affan


a. Biografi singkat Utsman Ibn Affan
Utsman ini nama lengkapnya adalah Abu Abdillah 'Utsman ibn 'Affan ibn Abi al 'Ash
ibn Umayyah ibn 'Abd Syams ibn 'Abd Manaf ibn Qushayy al Amawiy, sehingga nasabnya
bertemu dengan nasab Rasulullah SAW pada kakek moyangnya yang bernama 'Abd Manaf ibn
Qushayy. Ibunya adalah Rumiy bint Kurayz ibn Rabi'ah ibn Habib ibn 'Abd Manaf, sedangkan
nenek perempuannya (ibu dari ibunya) adalah al Baydha; Ummu Hakim bint 'Abd al Muthallib,
bibi Nabi SAW (al Najjar, 1348 H: 264). 'Utsman lahir pada tahun kelima setelah kelahiran
Nabi Muhammad, atau ada juga yang mengatakan pada tahun keenam Tahun Gajah.
Pada waktu Nabi SAW berangkat memimpin kaum muslimin ke Lembah Badr,
Ruqayyah jatuh sakit, sehingga Nabi SAW menugaskan 'Utsman untuk menjaganya, dan pada
saat terjadinya Perang Badr tanggal 17 Ramadhan 2 H, Ruqayyah wafat di Madinah. Karena
itu, walaupun 'Utsman tidak ikut dalam Perang Badr, namun dia tetap dipandang sebagai
seorang al Badriyyun (orang-orang yang ikut Perang Badr). Kemudian, Nabi SAW kembali
menikahkan 'Utsman dengan puterinya yang lain, Ummu Kaltsum. Karena itu. 'Utsman ini
digelari Dzu al Nurayn, yang dua kali menjadi menantu Nabi SAW.
Setelah Khalifah 'Umar wafat akhir tahun 23 H, 'Utsman yang pada saat itu telah berusia
70 tahun lebih, terpilih menjadi khalifah. Namun pada akhir pemerintahannya terjadi
pemberontakan di tengah-tengah masyarakat. Para pemberontak itu datang ke Madinah dan
berhasil masuk ke dalam rumah 'Utsman. Salah seorang dari mereka, Sawdan ibn Himran
langsung menyerang 'Utsman yang ketika itu sedang membaca Mushhaf al Qur-an. Utsman
tewas di rumahnya sendiri pada hari Jum'at tanggal 18 Dzu al Hijjah 35 H / 17 Juni 556 M,
karena dibunuh oleh para pemberontak yang datang ke Madinah, sedangkan isterinya Nailah
yang mencoba melindungi suaminya, putus kelingkingnya akibat sabetan senjata kaum
pemberotak4.

4 Ibid, hlm. 130-131.

7
1. Pengangkatan Utsman Ibn Affan Menjadi Khalifah
Sewaktu Khalifah 'Umar menderita luka parah akibat tikaman senjata Abu Lukluk,
seorang budak Majusiy, ketika mengimami Shalat Shubuh di Masjid Nabawiy pada hari Rabu
terakhir bulan Dzu al Hijjah 23 H, para shahabat meminta 'Umar untuk menunjuk
penggantinya, sebagaimana yang diperbuat Abu Bakr dahulu, namun 'Umar menolak unuk
menunjuk langsung penggantinya. 'Umar mengatakan bahwa kalau dia menunjuk seseorang
sebagai penggantinya, maka hal itu telah pernah diperbuat oleh orang yang lebih baik dari
dirinya, yakni Abu Bakr, dan jika dia tidak menunjuk, maka hal itu juga pernah diperbuat oleh
orang yang lebih baik dari dirinya, yakni Nabi SAW (A. Syalabi, 1990: 267). Karena itu,
Khalifah 'Umar membentuk Ahl al Hall wa al 'Aqd, Majelis Syura atau semacam Tim Formatur
yang akan memilih khalifah pengganti dirinya, dan tiga hari kemudian, Khalifah 'Umar pun
wafat dalam usia 63 tahun.
Tim Formatur tersebut beranggotakan enam orang shahabat utama dari kalangan Ashhab
al 'Usyrat al Mubassyarah bi al Jannah (Sepuluh orang yang telah dijamin masuk syurga) yang
masih hidup", yakni 'Utsman ibn 'Affan, 'Aliy ibn Abi Thalib, 'Abd al Rahman ibn 'Awf, al
Zubayr ibn al 'Awwam, Sa'ad ibn Abi Waqqash, dan Thalhah ibn 'Ubaydillah, serta dibantu oleh
'Abdullah ibn 'Umar sebagai penengah bila diperlukan. Tim formatur ini bertugas untuk
memilih salah seorang dari mereka yang berenam itu menjadi seorang khalifah, sedangkan
'Abdullah ibn 'Umar tidak boleh dipilih sama sekali. Akhirnya setelah melalui proses yang
rumit dan panjang, 'Abd al Rahman ibn 'Awf yang tampil menjadi pimpinan tim, sampai pada
kesimpulan bahwa orang yang layak dan pantas untuk menduduki jabatan khalifah itu hanyalah
'Utsman dan 'Ali saja. Ketika 'Abd al Rahman masuk ke Masjid al Nabawiy pada hari
berkumpul di masjid untuk menantikan keputusannya, bahkan telah terjadi perpecahan dan
pertengkaran antara orang-orang yang mendukung 'Ali dengan orang-orang yang mendukung
'Utsman. Para pendukung 'Ali dipelopori oleh 'Ammar ibn Yasir, seorang sahabat yang
termasuk golongan al Sabiqun al Awwalun, dan al dad ibn al Aswad, seorang pahlawan yang
terkena keberaniannya semenjak masa Nabi SAW dahulu. Pendukung 'Utsman dipelopori oleh
'Abdullah ibn Sa'ad ibn Abi Sarh Gubernur Mesir, dan 'Abdullah ibn Abi Rabi'ah.
Di hadapan orang ramai dalam masjid, 'Abd al Rahman memanggil 'Ali ibn Abi Thalib Ra
dan bertanya kepadanya; "Sanggupkah engkau berjanji kepada Allah dengan seteguh-
teguhnya, bahwa engkau akan mengamalkan Kitabullah dan Sunnah RasulNya serta akan
mengikuti jejak langkah dua orang khalifah sesudahnya?". 'Ali menjawab: "Akan aku usahakan
untuk mengamalkan dan melaksanakannya sesuai dengan ilmu dan kemampuanku". Setelah
itu, 'Abd al Rahman memanggil 'Utsman dan menanyakan hal yang sama. 'Utsman tanpa ragu-
ragu segera menjawab degan tegas: "Sanggup" Mendengar hal tersebut, 'Abd al Rahman segera
membai'atnya menjadi khalifah (al Najjar, 1348 : 252 258). Dengan demikian, diangkatlah
'Utsman menjadi khalifah pengganti 'Umar ibn al Khaththab, dan saat itu usianya sudah
mencapai (70) tahun.
2. Usaha-usaha khalifah Utsman Ibn Affan
a) Pembinaan wilayah
• Mengembalikan ketentraman wilayah
• Penyeragaman Mush-Haf Al Qur’an Al Karim
b) Pengembangan wilayah

8
3. Kebijakan pemerintahan khalifah Utsman
Pada mulanya pemerintahan 'Utsman ibn 'Affan ini berjalan sangat baik, sehingga
terciptalah kemakmuran di tengah-tengah masyarakat (Syed Mahmudunnasir, 1993: 188).
Namun kemudian timbullah kekeliruan-kekeliruan dalam pemerintahannya, sehingga dia tidak
bisa lagi mengikuti dan meniru kepemimpinan dua Khalifah pendahulunya (Hasan Ibrahim
Hasan, 1964 :354). Sikap 'Utsman yang seperti itu tentu saja mendatangkan kekecewaan di
kalangan rakyat. Lebih-lebih lagi setelah dia memperhentikan para pejabat yang diangkat
'Umar terdahulu dan kemudian menggantinya dengan karib kerabatnya sendiri. Bahkan dia
mengangkat Marwan ibn al Hakam menjadi sekretaris utamanya. Marwan inilah yang pada
dasarnya menjalankan pemerintahan negara, sedangkan 'Utsman hanya sekedar menyandang
gelar khalifah saja. Sebab di tengah-tengah lingkungan kaum keluarganya yang menduduki
jabatan-jabatan penting itu, khalifah 'Utsman hanyalah laksana sebuah boneka (Badri Yatim,
1993:39). Dai uraian di atas, dapatlah dikatakan bahwa 'Utsman dalam bahagian kedua dari
masa pemerintahannya, yang menurut sebahagian ahli sejarah adalah enam tahun terakhir dari
masa pemerintahannya yang dua belas tahun itu, mulai mengutamakan unsur kekeluargaan
dalam pelaksanaan urusan kenegaraan. Hal inilah yang dikenal dalam Ilmu Politik dengan
istilah nepotisme (Nouruzzaman Shiddiqi, 1984: 59).

4. Pembunuhan terhadap khalifah Utsman

Pada awal bulan syawal 35 H, para pemberontak itu mulai berdatangan ke Madinah. Kaum
pemberontak yang mendengar bahwa tentara dari berbagai daerah sedang dalam perjalanan
menuju Madinah, bertekad untuk membunuh 'Utsman sebelum tentara itu sampai ke Madinah.
Namun mereka dihadang oleh para shahabat yang menjaga rumah 'Utsman. Terjadi
pertempuran sengit di sekeliling rumah 'Utsman, banyak pemberontak yang terbunuh, namun
sejumlah shahabat juga gugur, di antaranya Zayd ibn Nu'aym al Fihriy, Yassar ibn 'Abdillah al
Aslamiy dan lain-lainya. Yang luka- luka pun banyak, di antaranya 'Abdullah ibn al Zubayr
yang menjadi pimpinan pengawalan rumah 'Utsman, al Hasan ibn 'Ali, Marwan ibn al Hakam
yang bahkan terputus salah satu urat pundaknya, dan lain-lainnya. Pada waktu inilah
sebahagian pemberontak itu berhasil menerobos masuk ke rumah 'Utsman. Salah seorang dari
mereka Sawdan ibn Himran langsung menyerang 'Utsman yang ketika itu sedang membaca
Mushhaf al Qur-an. "Utsman tewas di rumahnya sendiri pada hari Jum'at tanggal 18 Dzu al
Hijjah 35 H / 17 Juni 556 M, karena dibunuh oleh para pemberontak yang datang ke Madinah,
sedangkan isterinya Nailah yang mencoba melindungi suaminya, putus kelingkingnya akibat
sabetan senjata kaum pemberotak.

4. Khalifah Ali Ibn Abi Thalib


1. Biografi Ali Ibn Abi Thalib
Nama lengkapnya adalah Abu al Hasan 'Ali ibn Abi Thalib 'Abd Manaf ibn 'Abd al
Muthalli ibn Hasyim al Hasyi Ayahnya Abd Manaf yang lebih termasyhur dengan kuniyaniya
Abu Thalib itu adalah adalah paman Nabi SAW yang terkenal, walaupun sampai akhir hayatnya
dia tetap tidak memeluk Islam Ibunya Fathimah bint Asad ibn Hasyim wafat dalam keadaan
muslimah, walaupun para ahli sejarah berbeda pendapat, apakah dia sempat berhijrah atau tidak
(Ibn 'Abd al Bar, 1398, III: 26). 'Ali lahir sekitar 10 tahun sebelum Bi'tsat al Rasul, besar dalam
pemeliharaan saudara sepupunya Muhammad ibn 'Abdillah, karena ayahnya mempunyai
banyak tanggungan (Hasan, 1964: 261). 'Ali kemudian tumbuh dan berkembang menjadi

9
seorang pemuda yang prima. Dia adalah seorang orator yang paling ulung, berani dan
dermawan. Sederhana, terus-terang, tulus hati dan lapang dada adalah sifat-sifat utamanya
(Mahmudunnasir, 1993: 194). Putera-puteri 'Ali berjumlah 33 orang, yang menurur Ibn Sa'ad
(1410, 1: 14) terdiri dari 14 orang putera dan 19 orang puteri, yang dilahirkan oleh beberapa
orang isterinya dan umm al walad (budak perempuan yang melahirkan anak tuannya) 5.

2. Pengangkatan Ali Ibn Abi Tahlib menjadi khalifah


Khalifah 'Utsman pada akhir pemerintahannya mengalami nasib yang sangat
menyedihkan. Dia tewas di rumahnya sendiri pada hari Jum'at 18 Dzu al Hijjah 35 H / 17 Juni
556 M, karena dibunuh oleh para pemberontak yang datang ke Madinah. Dengan tewasnya
'Utsman ini, maka Ahl al Hall wa al 'Aqd yang pada awalnya enam orang, tinggal lagi empat
orang saja, yakni 'Ali, Sa'ad, al Zubayr dan Thal-hah, sebab 'Abd al Rahman ibn 'Awf telah
wafat tahun 32 H dalam usia 75 tahun (Ibn Katsir, VII: 171). Setelah 'Utsman terbunuh, orang
banyak ingin segera membai'at 'Ali menjadi khalifah. 'Ali tidak mau, tetapi orang banyak terus
mendesaknya. 'Ali bahkan sampai bersembunyi di sebuah pondok dalam kebun milik 'Amr ibn
Mabdul, tetapi mereka berhasil menemukannya dan terus mendesaknya, sampai akhirnya 'Ali
menerima desakan mereka itu (Ibn Katsir, VII: 237). Hasan Ibrahim Hasan menukilkan dari
kitab al 'Agd al Farid, bahwa sewaktu didesak tersebut, 'Ali berkata: "Masalah ini bukanlah
urusan kalian, tetapi adalah urusan para veteran Perang Badr, khususnya Sa'ad, al Zubayr dan
Thal-hah". Mereka yang bertiga ini muncul, lalu membai'at 'Ali, kemudian diikuti oleh tokoh-
tokoh al Muhajirin dan al Anshar, dan setelah itu diikuti pula oleh orang banyak. Ibn Sa'ad
(1410:22) menjelaskan bahwa 'Ali dibai'at pada hari Sabtu, sehari setelah 'Utsman terbunuh.
Dia dibai'at oleh Thal- hah, al Zubayr, Sa'ad, 'Ammar ibn Yasir, Usamah ibn Zayd. Munawir
Syadzali (1990: 28) menjelaskan, alasan penolakan Mu'awiyah itu ada dua macam, yakni:
Pertama, sebelum menerima jabatan khalifah, 'Ali terlebih dahulu harus menyelesaikan
perkara pembunuhan 'Utsman.
Kedua, berhubung karena wilayah Islam telah meluas dan telah timbul komunitas-
komunitas Islam di wilayah yang baru itu, maka hak untuk menentukan pengisian jabatan
khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang tinggal di Madinah saja.
3. Permasalahan pada masa khalifah Ali Ibn Abi Thalib
• Tuntutan penyelesaian pembunuhan Utsman’
• Penggantian gurbenur
• Perang jamal
a. Rombongan Makkah menuju bashrah
b. Pertempuran di luar bashrah
c. Keberangkatan Ali dari Madinah
d. Perang antara pasukan kufah dan bashrah
• Perang shiffin
a. Pertempuran di Lembah shiffin
b. Tahkim shiffin dan perpecahan umat islam

5 Ibid, hlm. 144-159.

10
4. Pengangkatan al Hasan Ibn Ali Bin Abi Thalib Dn Am Al-Jama’ah
Setelah khalifah Ali ibn Abi Thalib wafat, peduduk Kufah yang umumnya adalah
pendukung Ahl al-Bayt mengangkat dan membai'ah al Hasan ibn 'Ali menjadi khalifah. Al
Hasan adalah putera tertua Ali ibn Abi Thalib dan merupakan pengganti (khaifah) yang sah,
setidak-tidaknya menurut paham Syiah, sedangkan di pihak lain, Muawiyah ibn Abi Sufyan
juga memproklamirkan dirinya sebagai khalifah di kota Yerussalem atau Iliya'. Pusat
pemerintahannya setelah menjadi khalifah tetap Damaskus, kota yang telah didiaminya sejak
20 tahun yang lalu. Sejak itu, pertentangan politik antara Ali ibn Abi Thalib dan Mu'awiyah ibn
Abi Sufyan dilanjutkan oleh al Hasan ibn Ali untuk beberapa waktu lamanya
Pertentangan politik antara Hasan bin Ali dan Mu'awiyah ibn Abi Sufyan bertambah
meningkat suhunya, setelah meningkat Mu'awiyah menganggap dirinyalah yang lebih pantas
menjadi khalifah Di samping itu, menurut perhitungannya tantangan yang dilakukan oleh al
Hasan ibn Ali akan mudah dikalahkannya, karena dia lebih berpengalaman dan lebih banyak
pengaruhnya di kalangan umat Islam, kecuali penduduk Kufah.
Pertentangan antara al Hasan dan Mu'awiyah ini berlangsung selama beberapa bulan,
namun tidak sampai memuncak ke bentrokan fisik atau kekuatan, karena, pertentangan kedua
tokoh ini lebih banyak berbentuk polemik politik dan perang urat syaraf. Masing-masing pihak
menuntut lawannya untuk tunduk dan mengakui kekhalifahannya. Akhirnya pertentangan
politik antara Hasan dengan Muawiyah tidak berlangsung lama, karena kedua tokob ini nampak
tidak seimbang, baik dalam keahlian di bidang berpolitik maupun dalam pengaruhnya di
kalangan umat Islam. Di samping al Hasan lebih muda dari Muawiyah, dia kurang tertarik pada
soal-soal politik dan pemerintahan. Oleh karena itu, al Hasan mengemukakan usul perdamaian
kepada Muawiyah, dengan beberapa persyaran, yakni :
I. Bahwa Mu'awiyah ibn Abi Sufyan harus menyerahkan uang sebanyak 50.000
dirham pertahun kepadanya dan sanak familinya.
II. Bahwa Mu'awiyah ibn Abi Sufyan mesti bersedia dan mampu menghentikan
segala kegiatan yang berbau menjelek-jelekan Ali ibn Abi Thalib dan
keturunannya.
III. Bahwa Mu'awiyah ibn Abi Sufyan mesti melakukan musyawarah untuk
memilih dan mengangkat orang yang akan mejadi khalifah sesudah ia wafat.

B. Tipe kepemimpinan khalifah


1. Tipe Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar
Abu bakar ash-Shiddiq adalah seorang pedagang yang selalu memelihara kehormatan
dan harga dirinya, la seorang yang kaya, mempunyai pengaruh yang besar, dan memiliki akhlak
mulia Abu bakar adalah ahli hukum yang tinggi mutunya. Dalam masalah pengambilan
keputusan. Abu Bakar mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw.. Sedangkan para gebernumya
memutuskan hukum di antara manusia di daerah masing-masing di luar Madinah. Adapun
sumber hukum pada Abu Bakar adalah Al-qur'an, Sunnah, dan Ijtihad pengkajian dan
musyawarah dengan para sahabat6. Dijelaskan dalam buku Abdul Wahab Najjar yang di kutip
oleh Alaiddin Koto bahwa pada masa pemerintahan Abu Bakar ada tiga kekuatan, pertama,

6 Samir Aliyah, Alih Bahasa Asmuni Solihan Zamakhasyari, System Pemerintahan, Peradilan Dan Adat Dalam
Islam (Jakarta : Khalifah, 2004), hlm. 302.

11
quwwat al-syari'ah. Adapun, langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam istinbath al-
ahkam pada kepemimipinanya yakni sebagai berikut:
a) Mencari ketentuan hukum dalam Alqur'an. Apabila ada, ia putuskan. berdasarkan ketetapan
yang ada dalam Al-qur'an.
b) Apabila tidak menemukanya dalam Al-qur'an, ia mencari ketentuan hukum dalam sunnah,
bila ada ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam sunnah.
c) Apabila tidak menemukanya dalam sunnah, ia bertanya kepada sahabat lain apakah
rasulullah saw. telah memutuskan persoalan yang sama pada zamanya. Jika ada yang tahu, ia
menyelesaikannya berdasarkan keterangan dari yang menjawab setelah memenuhi beberapa
syarat.
d) Jika tidak ada sahabat yang memberikan keterangan, ia mengumpulkan para pembesar
sahabat dan bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Jika ada
kesepakatan diantara mereka, ia menjadikan kesepakatan itu sebagai keputusan.
2. Tipe kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab

Umar ibnu Khatthab merupakan salah satu sosok pemimpin yang tegas, jujur dan adil
dalam Islam. Dalam mengambil keputusan hukum khalifah Umar ibn khattab sama dengan
Abu Bakar. Sebelum mengumpulkan sahabat untuk bermusyawarah, ia bertanya kepada
sahabat lain: "Apakah kalian mengetahui bahwa Abu Bakar telah memutuskan kasus yang
sama?" Jika pernah, ia mengikuti keputusan itu. Jika tidak ada,ia mengumpulkan sahabat dan
bermusyawarah untuk menyelesaikannya. Sebagaimana yang dikutip dari (Umar Sulaiman al-
Asyqar, 1991:75) kemudian dikutip lagi oleh Alaidin koto dijelaskan salh satu wasiat Umar ra.
Kepada seorang qadhi (hakim) pada zamanya, yaitu syuraih. Wasiat tersebur adalah:

1) Berpeganglah kepada Al-Qur'an dalam menyelesaikan kasus


2) Apabila tidak ditemukan dalam Al-Qur'an, hendaklah engkau berpegang kepada Sunnah.
3) Apabila tidak didapatkan ketentuannya dalam sunnah, berijtihadlah."
Kontribusi Khalifah Umar dalam Peradaban
1. Umar turut aktif menyiarkan agama Islam. la melanjutkan usaha Abu Bakar meluaskan
daerah Islam sampai ke Palestina, syiria, Irak, dan Persia di sebelah Utara serta ke Mesir di
Barat Daya
2. Menetapkan tahun Islam yang terkenal dengan tahun Hijriah berdasarkan peredaran bulan
(qamariyah), dibandingkan dengan tahun Masehi (miladiyah) yang didasarkan pada peredaran
matahari.
3. Sikap toleransinya terhadap pemeluk agama lain. Hal ini terbukti ketika beliau hendak
mendirikan masjid Jerussalem (Palestina). Beliau minta izin kepada pemuka agama lain di
sana, padahal beliau adalah pemimpin dunia.

3. Tipe kepemimpinan Khalifah Utsman Bin Affan

Sifat-sifat kepemimpinan ustman diantaranya, Menjalankan Al-Qur'an dan As-Sunnah.


Teguh pendirian. Dermawan. Lemah lembut dan sopan santun, bahkan terhadap lawannya.
Bertanggung jawab. Bersikap Adil. Berani mengambil keputusan. Pandai memilih bawahannya
yang kompeten. Aspiratif terhadap pendapat rakyatnya.

12
Kepemimpinan pada masa Usman sama seperti kemimpinan di masa dua sahabat sesudahnya.
Usman mengutus petugas-petugas sebagai pengambilan pajak dan penjaga batas-batas wilayah
untuk menyeru amar ma'ruf nahi munkar, dan terhadap masyarakat yang bukan Muslim (ahli
dzimamah) berlaku kasih sayang dan lemah lembut serta berlaku adil terhadap mereka.
Ustman memberikan hukuman cambuk terhadap orang yang biasa minum arak, dan
mengancam setiap orang yang berbuat bid'ah dikeluarkan dari kota Madinah, dengan demikian
keadaan masyarakat selalu dalam kebenaran.
Kontribusi Khalifah Utsman dalam Peradaban Islam
Meskipun masa pemerintahan usman diwarnai dengan tuduhan-tuduhan yang cukup banyak,
namun dalam masa pemerintahannya, beliau banyak memberikan kontribusi untuk peradaban
Islam. Di dalam buku Syed Mahmudunnasir terjemahan Adang affandi yang dikutip oleh fitri
oviyanti dijelaskan kontribusi khalifah usman yaitu:"
1. Memperluas wilayah Islam
2. Membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air
ke kota-kota, khalifah yang pertama kali memperluas masjid Nabawi sebagai respon
3 terhadap keinginan rasulullah saat masjid itu sudah semakin terasa sempit.
4. Penghimpunan Al-Qur'an dalam satu mushaf.
5. Terjadi perbedaan cara membaca (qiraat) di beberapa Negara Islam. Maka, Ustman
menyatukanya dalam satu mushaf dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk membakar
mushaf-mushaf dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf yang
lain. Rasm Ustmani merupakan bacaan kaum muslimin hingga masa kini.
4. Tipe kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Karakter kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, seperti yang diungkapkan Dhirar bin
Dhamrah kepada Muawiyyah bin Abu Sufyan yakni Berpandangan jauh ke depan (visioner),
Sangat kuat (fisik), Berbicara dengan sangat ringkas dan tepat, Menghukum dengan adil, Ilmu
pengetahuan menyemburat dari seluruh sisinya (perbuatan dan perkataannya), Berbicara
dengan penuh hikmah (bijaksana) dari segala segi, Menyepi dari dunia dan segala
perhiasannya, Berteman dengan ibadah pada malam dan kegelapan, Banyak menangis. karena
takut kepada Allah, Banyak bertafakur setelah berusaha. Selalu menghitung-hitung kesalahan
dirinya (muhasabah), Menyukai pakaian kasar, makanan orang fakir, Selalu mengawali ucapan
salam apabila bertemu, Memenuhi panggilan apabila dipanggil, Bawahannya tidak takut
berbicara, dan mendahulukan orang lain dalam berpendapat Jika tersenyum, giginya terlihat
seperti mutiara dan tersusun rapi, Menghormati ahli agama dan mencintai kaum fakir miskin,
Di hadapannya orang-orang yang kuat tidak akan berani berbuat batil, Di hadapannya, orang-
orang yang lemah tidak akan berputus asa dari keadilannya. Di tempat ibadah dia menangis
seperti orang. yang sedang bersedih.
Kepemimpinannya telah teruji. la berani menghadapi kaum musyrikin dalam perang
Khandak yang berjumlah 24.000 prajurit. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Amru Bin
Wudd hendak menikamnya. Namun, Ali berhasil membunuhnya. Tidak heran jika akhirnya ia
mendapat sebutan sebagai orang yang tidak dapat dikalahkan oleh lawan. Belum lagi segudang
kehebatan dan keberanian yang lainnya.
Kontribusi Khalifah dalam peradaban Islam

13
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para
gubernur di Damaskus, Mu'awiyah yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang
merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan
Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar
tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini
yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase).

C. Kontrbusi Khalifah dalam peradaban Islam


Peradaban Islam yang cemerlang dalam sejarahnya tidak dapat dipisahkan dari peran
penting para khalifah. Khalifah, sebagai pemimpin umat Islam dan penerus Nabi Muhammad
SAW, memainkan peran kunci dalam membangun fondasi peradaban yang kokoh. Berikut
adalah beberapa kontribusi utama khalifah dalam pembentukan dan pengembangan peradaban
Islam:
1. Pemeliharaan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan: Khalifah memahami pentingnya
ilmu pengetahuan dalam ajaran Islam. Mereka mendukung lembaga-lembaga pendidikan,
termasuk madrasah dan perpustakaan. Khalifah Al-Ma'mun, misalnya, mendirikan Bait al-
Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) di Baghdad, yang menjadi pusat studi ilmiah dan
penelitian.
2. Pengembangan Seni dan Arsitektur: Khalifah juga mendukung perkembangan seni dan
arsitektur Islam. Pada zaman Kekhalifahan Abbasiyah, misalnya, muncul arsitektur megah
seperti Masjid Kordoba di Spanyol dan Masjid Agung di Baghdad. Seni kaligrafi dan
mozaik juga berkembang pesat sebagai bentuk seni yang mencerminkan nilai-nilai Islam.
3. Perekonomian dan Perdagangan: Khalifah mempromosikan perekonomian dan
perdagangan yang kuat. Mereka membangun pasar dan memfasilitasi pertukaran
perdagangan antara berbagai wilayah di dunia Islam.
4. Pengembangan Sistem Hukum: Khalifah terkenal karena mengembangkan sistem hukum
Islam. Khalifah Umar bin Khattab dikenal sebagai tokoh yang memperkenalkan berbagai
aturan hukum dan prinsip keadilan. Sistem hukum ini menjadi dasar bagi pengembangan
sistem hukum Islam yang lebih kompleks di kemudian hari.
5. Pemeliharaan Warisan Ilmiah dan Kultural: Khalifah memainkan peran penting dalam
melestarikan dan meneruskan warisan ilmiah dan kultural Islam. Mereka mendukung
terjemahan karya-karya klasik Yunani ke dalam bahasa Arab, memelihara perpustakaan,
dan mendukung penyebaran pengetahuan.
6. Kemajuan dalam Teknologi: Khalifah juga memainkan peran dalam kemajuan teknologi.
Pada masa Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, ada perkembangan pesat dalam bidang
seperti ilmu perbintangan, ilmu kedokteran, dan teknik.
7. Ketoleran dan Keseimbangan Sosial: Khalifah mengamalkan prinsip toleransi terhadap
komunitas berbeda dan menekankan pentingnya keseimbangan sosial. Mereka membangun
masyarakat yang inklusif dan adil, memastikan perlindungan hak-hak minoritas, dan
memberikan kebebasan beragama.
Kontribusi-kontribusi ini membentuk dasar bagi keberlanjutan peradaban Islam
selama berabad- abad. Khalifah tidak hanya menjadi pemimpin politik, tetapi juga
pemimpin spiritual yang memimpin umat menuju kemajuan dan kesejahteraan 7.

7 Dikutip dari : https://fai.uma.ac.id/2023/11/18/kontribusi-khalifah-dalam-peradaban-islam/

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dilihat dari perkembangan kepemimpinan pada zaman khalifah ada beberapa kasus dan
peristiwa pada masa khalifah Usman dan Ali yang tidak menyenangkan. Tapi perlu dicatat
secara umum mengenai beberapa hal yang dicontohkan oleh khulafa al-Rasyidin dalam
memimpin Negara Madinah yang dapat berkembang menjadi peradaban Islam. Pertama,
mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan
di angkat dengan cara yang berbeda.
1) Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum musyawarah tanpa ada seorang calon
sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk calon penggantinya. Cara ini
terjadi pada musyawarah terpilihnya Abu Bakar dibalai pertemuan Tsaqifah Bani Syaidah.
2) Pemilihan dengan cara pencalonan atau penunjukan oleh khalifah sebelumnya dengan
terlebih dahulu mengadakan konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan kemudian
memberitahukan kepada umat islam, dan mereka menyetujuinya. Penunjukan itu tidak karena
ada hubungan keluarga antara khalifah yang mencalonkan dan calon yang di tunjuk. Cara ini
terjadi pada penunjukan Umar oleh khalifah Abu Bakar.
3) Pemilihan team atau Majelis Syura yang di bentuk khalifah. Anggota tem bertugas memilih
salah seorang dari mereka menjadi khalifah. Cara ini terjadi pada Usman melalui Majelis Syura
yang dibentuk oleh khalifah Umar yang beranggotakan enam orang.
4) Pengangkatan spontanitas di tengah-tengah situasi yang kacau akibat pemberontakan
sekelompok masyarakat muslim yang membunuh usman. Cara ini terjadi pada Ali yang dipilih
oleh kaum pemberontak dan umat Islam Madinah.

B. Saran
Demikian makalah ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan para
pembaca. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat
yang kurang jelas, kurang dimengerti dan lugas, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan
karena terbatasnya materi dan refrensi yang kami peroleh. Penulis juga sangat mengharapkan
kritik dan saran demi kesempurnaan makalh ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
diterima dengan baik oleh para pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aliyah,Samir. 2004. Alih Bahasa Asmuni Solihan Zamakhasyari, System Pemerintahan,


Peradilan Dan Adat Dalam Islam. Jakarta: Khalifah.
Fatmawati. 2010. Sejarah peradaban islam. Stain Batusangkar Pressa.
Rujukan dari internet :
https://fai.uma.ac.id/2023/11/18/kontribusi-khalifah-dalam-peradaban-islam/

16

Anda mungkin juga menyukai